MELATONIN MENGHAMBATPENURUNANAKTIVITAS
SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PUTIH JANTAN
(RATTUS NORVEGICUS) GALUR WISTAR DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
LISA SILVANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
MELATONIN MENGHAMBATPENURUNANAKTIVITAS
SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PUTIH JANTAN
(RATTUS NORVEGICUS) GALUR WISTAR DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
LISA SILVANI
NIM: 1390761029
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
MELATONIN MENGHAMBAT PENURUNANAKTIVITAS
SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PUTIH JANTAN
(RATTUS NORVEGICUS) GALUR WISTAR DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
LISA SILVANI
NIM : 1390761029
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITASUDAYANA
DENPASAR
2015
Lembar Pengesahan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK
NIP : 194612131971071001 NIP : 194606191976021001
Mengetahui
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
1. Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahaila, Sp.And, selaku Pembimbing Utama yang telah
2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK selaku pembimbing kedua yang telah banyak
tesis ini.
3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And., Prof. Dr. dr. Nyoman Adiputra,
MOH., dan dr. Desak Made Wihandani, Mkes., yang telah banyak memberika
Ayu Dewi dan Bapak Ketut Tunas yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
5. Seluruh staf Pasca Sarjana Biomedik Anti Aging Medicine atas semua
7. Bapak I Gde Wiranatha dan Ibu Amy Yelly atas segala bantuannya selama proses
penelitian berlangsung.
8. Suami dan anakku tercinta Vinci Edy dan Salma Zhafirah atas pengertian dan
motivasinya kepada penulis selama proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatNya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis,
Lisa Silvani
ABSTRAK
Salah satu penyebab penuaan adalah penumpukan radikal bebas. Radikal bebas yang
berlebih dapat menyebabkan kondisi stres oksidatif. Keadaan ini dapat dicegah dengan
antioksidan baik antioksidan endogen maupun eksogen. Salah satu antioksidan endogen yang
sangat penting adalah enzim Superoksida dismutase. Melatonin dapat mengatur ekspresi gen
beberapa antioksidan endogen seperti Superoksida dismutase, gluthathion peroksidase, dan
katalase. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran melatonin dalam menghambat
penurunan aktivitas Superoksida dismutase dalam hubungannya dengan pencegahan stres
oksidatif.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan pre test post test
control group design. Penelitian dilakukan selama 12 hari dengan melibatkan 14 sampel tikus
wistar putih berumur 12 minggu dengan berat badan 150 160 gram. Sampel dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok kontrol (plasebo: aquadest) dan kelompok perlakuan (melatonin
10 mg/KgBB). Pengambilan darah dari canthus medialis dilakukan sebelum dan setelah
perlakuan untuk mengukur aktivitas Superoksida Dismutase.
Sebelum perlakuan, tidak didapatkan perbedaan bermakna pada rerata aktivitas SOD
antara Kelompok Kontrol (96,34 U/ml) dan Kelompok Perlakuan (96,59 U/ml). Setelah
perlakuan, didapatkan perbedaan bermakna pada rerata aktivitas SOD antara Kelompok
Kontrol (86,72 U/ml) dan Kelompok Perlakuan (96,15 U/ml). Hasil analisis Kelompok
Perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna (p> 0,05) pada aktivitas SOD
dengan pemberian melatonin dengan perbedaan rerata aktivitas sebesar 0,44 U/ml. Sementara
pada kelompok kontrol didapatkan penurunan aktivitas SOD yang bermakna setelah aktivitas
fisik berlebih dengan perbedaan rerata sebesar 9,62 U/ml (p< 0,05).
Disimpulkan bahwa pemberian melatonin dapat menghambat penurunan aktivitas
Superoksida Dismutase pada tikus dengan aktivitas fisik berlebih. Melatonin sebagai
penghambat penurunan aktivitas Superoksida dismutase perlu diteliti lebih lanjut pada manusia
untuk penentuan efektivitas dan dosis yang sesuai pada manusia.
Kata Kunci : melatonin, superoksida dismutase, stres oksidatif, aktivitas berlebih, antioksidan
endogen
ABSTRACT
Along with time, being old is a natural process for all the living. One of the cause
of aging is the mounting amount of free radicals. The cumulation of free radical could
induces oxidative stress. This condition could be prevented by antioxidants, endogen or
exogen. One of the most important endogen antioxidants is Superoxide dismutase.
Melatonin regulate gene expression for endogen antioxidants such as Superoxide
dismutase, gluthathione peroxidase, and catalase. The objective of this study was to find
out the role of melatonin in inhibiting the decrease of Superoxide dismutase with its
correlation to oxidative stress process.
This was an experimental pre-test post test control group design. The study
involved 14 albino rats with 12 weeks of ages and weighed at 150 160 grams as
samples for 5 days. The samples were divided into two groups with the first group as
control and placebo (aquadest) was given and the second group was using melatonin 1.5
mg (10 mg/KgBB). Blood was withdrawn from medial canthus to measure the activity of
superoxide dismutase.
Before intervention, there was no significant difference between Control Group
(96.34 U/ml) and Treatment Group (96.59 U/ml). After intervention, superoxide
dismutase activity was different between Control Group ( 86.72 U/ml) and Treatment
Group (96.15 U/ml). Results had shown that the decrease of Superoxide dismutase
activity in Treatment Group (0.44 U/mL) was not statistically significant (p>0.05).
Contrary, there were significant decrease as much as 9.62 U/mL on the superoxide
dismutase activity on the Control Group where placebo was given (p< 0.05).
It was concluded that melatonin inhibited the decrease of superoxide dismutase
activity on overtraining rats.Melatonin as an inhibitor for the decrease of Superoxide
activity need to be studied further in rats to measure lethal dose.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitan ............................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
BAB V HASIL
5.1 Uji Normalitas Data...................................................................................... 55
5.2 Uji Homogenitas Data.................................................................................. 56
5.3 Aktivitas Superoksida Dismutase................................................................. 56
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Subjek Penelitian.......................................................................................... 59
6.2 Distribusidan Varian HasilPenelitian........................................................... 60
6.3 Pemberian AktivitasBerlebih....................................................................... 60
6.4 Pengaruh Melatonin Terhadap Aktivitas SOD............................................. 61
6.5 Peran Melatonin pada Anti Aging Medicine................................................. 64
6.6 KelemahanPenelitian .................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 67
LAMPIRAN.............................................................. 72
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Jenis ROS dan aktivitasnya ....................................................................... 9
5.1 Hasil Uji Normalitas Aktivitas SOD Sebelum dan Setelah Perlakuan..... . 55
5.2 Hasil Uji Homogenitas Aktivitas SOD Antar kelompok Sebelum dan
Sesudah Diberikan Perlakuan............................................................... ..... 55
5.3 Hasil Uji Analisis Rerata Aktivitas SOD Sebelum Perlakuan.................... 56
5.4 Hasil Uji Analisis Rerata Aktivitas SOD Setelah Perlakuan....................... 56
5.5 Hasil Uji Analisis Komparasi Aktivitas SOD Sebelum dan Sesudah
Perlakuan.............................................................................. ..................... 57
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Radikal bebas mayoritas dan efek kerusakan akibat radikal bebas............. 14
2.2 Berbagai penyakit yang timbul akibat stres oksidatif ................................. 15
2.3 Keseimbangan oksidan antioksidan dan stres oksidatif ........................... 15
2.4 Peran oksidan, antioksida dan penuaan ...................................................... 16
2.5 Proses stres oksidatif dan pertahanan terhadap radikal bebas .................... 17
2.6 Kelenjar Pineal ............................................................................................ 23
2.7 Biosintesis Melatonin ................................................................................. 24
2.8 Pengaturan irama sirkadian dan melatonin ................................................. 25
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................................... 38
4.1 Bagan Rancangan Penelitian....................................................................... 40
4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel.............. .................................................. 43
4.3 Bagan Alur Penelitian. 52
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tak bisa terlepas
beberapa tahun lalu, penuaan adalah hal yang pasti. Seiring dengan berjalannya
waktu, menjadi tua adalah bagian alami dari proses kehidupan itu sendiri. Hal ini
diterima menjadi sebuah fakta dan kenyataan oleh masyarakat luas. Namun, usia
dimana seseorang dianggap tua atau usia pensiun ternyata berubah seiring dengan
ilmu baru yaitu Anti Aging Medicine, penuaan dapat diperlambat. Usia harapan
Faktor faktor ini dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa
faktor internal antara lain genetika, proses metabolisme seperti glikosilasi dan
antara lain adalah gaya hidup dan diet yang tidak sehat (Pangkahila, 2007).
cukup populer diantaranya adalah teori kerusakan DNA, teori neuroendokrin, teori
autoimun dan teori radikal bebas. Teori radikal bebas menyatakan bahwa penuaan
1
2
struktur alami sel dan mengganggu proses fisiologis tubuh (Pangkahila, 2007).
Reaksi oksidasi terjadi karena peran radikal bebas yang mengikat komponen sel
sehingga mengganggu struktur sel normal. Radikal bebas adalah elektron yang
tidak berpasangan sehingga radikal bebas dapat merusak molekul dengan menarik
dikenal dengan stres oksidatif. Stres oksidatif diartikan juga sebagai keadaan
dimana kadar oksidan melebihi kadar antioksidan. Hal ini menyebabkan tubuh
Stres oksidatif dapat terjadi akibat polusi lingkungan dan aktivitas fisik
berlebih. Aktivitas fisik berlebih dapat memicu peningkatan radikal bebas melalui
peroksidasi lemak. Radikal bebas juga dapat memicu terjadinya proses keganasan
(Winarsi, 2007).
Antioksidan bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas sehingga radikal bebas
alami yang dapat dibentuk oleh tubuh seperti katalase, glutathione peroksidase,
(Winarsi, 2007).
diproduksi oleh tubuh. Superoksida dismutase atau SOD berbentuk enzim dan
(Winarsi, 2007).
Melatonin merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal dan berperan
meningkatkan ekspresi gen SOD1 yang akan meningkatkan kadar CuZnSOD pada
plasma (Mayo dkk., 2002). Melatonin juga berperan meningkatkan kadar enzim
berikut :
Superoksida Dismutase pada tikus putih galur wistar jantan dengan aktivitas
fisik berlebih?
4
Superoksida Dismutase pada tikus putih galur wistar dengan aktivitas fisik
berlebih.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Hingga beberapa tahun lalu, penuaan adalah hal yang pasti. Seiring
berjalannya waktu menjadi tua adalah bagian alami dari proses kehidupan itu
sendiri. Kini, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan kelahiran ilmu baru yaitu
internal antara lain genetika, glikosilasi, metilasi, dan radikal bebas. Faktor
eksternal penyebab penuaan antara lain adalah gaya hidup dan diet. Penuaan
meliputi proses penurunan beberapa fungsi tubuh yang normal, yaitu: Sistem
2007).
maupun psikis. Gejala gejala fisik yang terlihat antara lain: peningkatan porsi
lemak tubuh, kerutan pada kulit, penurunan daya ingat, kemampuan kerja
berkurang, penurunan masa otot, dan terganggunya fungsi seksual. Sementara itu,
gejala gejala psikis yang dapat terjadi antara lain: sulit tidur, mudah cemas dan
5
6
Diperkenalkan oleh Dr. August Weissman pada 1882, teori ini menyatakan
bahwa tubuh menjadi lemah dan meninggal akibat dari penggunaan terus meneurs
hinnga terjadi kerusakan (Pangkahila, 2007). Keadaan ini juga diperburuk oleh
2. Teori Program
manusia, mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam sebuah model
yang telah terprogram (Pangkahila, 2007). Teori ini berhubungan dengan panjang
telomere tersebut, dimana hal ini juga berpengaruh secara langsung pada usia
3. Teori Neuroendokrin
hormon ini bekerja dengan baik pada usia muda dan menurun fungsinya seiring
hormon berperan penting pada terjadinya penuaan karena gangguan hormon dapat
menimbulkan gejala dan tanda yang mirip dengan yang terjadi pada proses
Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang
meolekular tubuh dan mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Radikal bebas dapat
Teori radikal bebas yang muncul pada tahun 1954 menyatakan bahwa
penumpukan radikal bebas dalam tubuh yang dipengaruhi oleh faktor genetika
2007). Teori ini semakin didukung oleh banyaknya penelitian mengenai radikal
bebas, radiasi ionisasi dan efeknya bagi tubuh, pengaruh radikal bebas dalam
patogenesis berbagai penyakit, dan perubahan diet dan pengaruhnya pada radikal
2. 2 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan dengan molekul lain. Adanya molekul ini membuat radikal
dan berikatan dengan molekul lain sehingga mengubah struktur molekul awal
menjadi suatu radikal. Hal ini terjadi karena adanya pengurangan atau
2007).
8
endogen, radikal bebas dihasilkan oleh rantai pernapasan ketika oksigen yang
itu, secara endogen radikal bebas juga dapat didapat dari berbagai fungsi fisiologis
dkk., 2008). Beberapa sel penghasil radikal bebas antara lain inti sel, mitokondria,
membran sel, retikulum endoplasma, dan lisosom. Secara eksogen, radikal bebas
diperoleh dari polutan, radiasi ultraviolet, asap rokok, pestisida, dan sebagai hasil
2007).
Beberapa sifat yang dimiliki oleh radikal bebas antara lain (Halliwell dan
Gutteridge, 2007):
Radikal bebas terbagi menjadi dua jenis yaitu radikal bebas oksigen dan
radikal bebas nitrogen. Radikal bebas oksigen adalah radikal bebas dimana
terdapat satu gugus oksigen yang tidak berpasangan dalam strukturnya. Contoh
radikal bebas oksigen antara lain : Superoksida, hidrogen perokisida, dan radikal
hidroksil.
Radikal bebas nitrogen adalah radikal bebas yang memiliki satu gugus
Beberapa jenis radikal bebas yang banyak dijumpai dan berbahaya dapat dilihat
Tabel 2.1
Jenis ROS dan aktivitasnya
Jenis Struktur Deskripsi Proses Cara
Kimia Pembentukan Kerja
Radikal O2- Radikal bebas Semua sel aerob Mayoritas
Superoksida poten, sangat reaksi
berperan pada kimia
kerusakan sel sebagai
agen
pereduksi
Radikal OH Reaktivitas Melalui DNA,
Hidroksil tinggi radiolisis air protein,
karbohidrat,
lipid
Radikal HO2- Hasil protonasi Dari H2O2 Membran
Hidroperoksil O2 Biologis
Hidrogen H2O2 Hasil samping Protein dan
Peroksida pembentukan lipid
OH
I
Singlet O2 Bentuk lain Dihasilkan oleh Perubahan
Oksigen oksigen fagosit dan DNA
molekuler katalasi oleh
peroksidase
(Sumber : Garcez dkk., 2004)
1
0
Terdapat empat jenis radikal bebas yang berbahaya, yaitu (Cadenas dan
Packer, 2002) :
a. Superoksida (O2-)
tubuh dan merupakan sumber dari banyak radikal bebas lainnya, termasuk radikal
(Cadenas dan Packer, 2002). Radikal superoksida dapat merusak membran sel,
dkk., 2000).
anttioksidan. Hiidrogen peroksida tidak lebih reaktif dari superoksida, dan dapat
dikonversi oleh antioksidan, seperti katalase (yang bekerja di air) atau peroksidase
glutation (yang bekerja dalam lemak). Hidrogen peroksida dapat merusak DNA
dalam sel, yang dapat menyebabkan mutasi dan kanker. Molekul ini juga dapat
radikal bebas yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dan
mencetuskan reaksi berantai. Beberapa zat seperti besi, kadmium, atau merkuri
oksigen terpisah, dua molekul singlet oksigen akan terbentuk. Singlet oksigen
lebih reaktif daripada bentuk oksigen biasanya. Singlet oksigen terbentuk melalui
2010), yaitu:
1. Tahap Inisiasi, yaitu tahap awal terbentuknya radikal bebas dimana senyawa
R1 _H + OH R1 + H2O
R2_H + R1 R2 + R1_H
R3_H + R2 R3 + R2_H
R1 + R1 R1_R1
R2 + R1 R2_R1
R2 + R2 R2_R2
dimana radikal hidro peroksida mengikat atom dari gugus lipid terdekat sehingga
menghasilkan hidroperoksida dan radikal alkil. Proses ini akan terjadi berulang -
ulang dengan adanya radikal alkil dan bantuan oksigen (Beckman dan Ames,
1998).
Pada asam amino, radikal bebas akan menyebabkan penambahan basa atau
gugus gula, menyebabkan patahan pada ikatan DNA atau RNA dan terjadinya
Pada protein, kerusakan yang terjadi akibat radikal bebas sangat beragam.
aldehida, oksidasi gugus sulfhidril, reduksi disulfida, cross linking protein, dan
Reactive Oxygen Species adalah salah satu bentuk radikal bebas oksigen.
2006). ROS merupakan radikal bebas yang dapat mengakibatkan perubahan lipid,
protein, dan DNA sehingga berakibat pada stres oksidatif (Finaud dkk., 2006).
Saat ini tidak terdapat penanda diagnosis tunggal untuk latihan fisik
latihan (Margonis dkk., 2007). Pengukuran radikal bebas terutama pada proses
oksidasi lemak, yang dikenal sebagai peroksidasi lipid. Proses ini membentuk sisa
(TBARS) (Cooper, 2001; Cadenas dan Packer, 2002), yang merupakan tes untuk
mengukur peroksidasi lipid. TBARS merupakan tes yang sederhana namun efektif
ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas atau jumlah pro oksidan di dalam
tubuh dengan kemampuan tubuh untuk menetralisir. Hal ini akan menyebabkan
seperti protein, lipid, karbohidrat, asam amino, dan DNA seperti yang terlihat
pada Gambar 2.1. Oksidasi makromolekul ini dapat merusak struktur sel dan
jaringan (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Selain itu, penumpukan radikal bebas
1
4
akan berakibat pada apoptosis sel yang akan mengganggu fisiologis tubuh secara
keseluruhan.
1. Penurunan kadar antioksidan. Hal ini terjadi pada kurangnya diet yang kaya
akan antioksidan, diet tinggi zat besi sehingga tidak cukup menghasilkan zat
2. Peningkatan produksi radikal bebas. Hal ini terjadi ketika adanya peningkatan
bebas.
Sumber Radikal Bebas Endogen Produksi Radikal Bebas Sumber Radikal Bebas
Eksogen
OH-
Kerusakan Jaringan
Gambar 2.1 Radikal bebas mayoritas dan efek kerusakan akibat radikal bebas
(Young dan Woodside, 2001)
1
5
proliferasi sel, dan kematian sel. Stres oksidatif berperan pada patofisiologi
berbagai penyakit saraf, jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker, dan
Garelnabi dkk., 2008). Berbagai penyakit yang dapat timbul akibat stres oksidatif
Gambar 2.2 Berbagai penyakit yang timbul akibat stress oksidatif (Halliwell dan
Gutteridge, 2007)
kondisi yang merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi seperti gagal
jantung, arteriosklerosis, dan diabetes pun dapat disebabkan oleh radikal bebas
diilustrasikan pada Gambar 2.3. Sementara pada stres oksidatif, jumlah radikal
bebas lebih banyak dibandingkan jumlah antioksidan. Pada keadaan normal, tubuh
kerusakan sel yang terjadi karena radikal bebas baru akan terjadi ketika
Gambar 2.4 Peran oksidan, antioksidan, dan penuaan (Beckman dan Ames,
1998)
oksidan, antioksidan, dan sistem perbaikan sel. Pada keadaan peningkatan radikal
bebas, antioksidan akan menetralisir radikal bebas dan memberikan umpan balik
negatef pada sistem perbaikan sel. Sementara saat sistem perbaikan sel bekerja,
sistem ini juga akan mengirimkan umpan balik negatif pada antioksidan sehingga
Gambar 2.5 Proses stress oksidatif dan pertahanan terhadap radikal bebas
(Halliwell dan Gutteridge, 2006)
pertahanan terhadap radikal bebas. Pada keadaan awal terjadinya stress oksidatif,
ion metal akan dilepaskan untuk mengkatalisa radikal bebas. Pada kerusakan
oksidatif yang lebih berat, permeabilitas mitokondria dapat rusak dan terjadi
2.4 Antioksidan
radikal bebas. Antioksidan didefinisikan sebagai zat - zat yang dalam dosis lebih
rendah dari zat yang mudah teroksidasi dapat menghambat proses oksidasi zat
radikal bebas sehingga radikal bebas tidak lagi bersifat reaktif. Antioksidan
mengganggu ikatan molekul lain dan merusak struktur protein, lemak ataupun
hidrogen, atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah proses yang terjadi
secara alami di alam sehingga sulit untuk menghindar dari efek buruk oksidasi.
keberlangsungan hidup.
antioksidan, dan cara kerjanya. Secara umum, antioksidan terbagi menjadi dua
macam yaitu antioksidan yang berasal dari luar atau eksogen dan antioksidan yang
bebas yang telah terbentuk menjadi senyawa tidak aktif (Winarsi, 2007).
kayaakan antioksidan adalah tomat, jeruk, buah goji berry, dan sebagainya.
(Winarsi, 2010). Cara kerja antioksidan eksogen atau non enzimatis ini adalah
dengan memotong reaksi oksidasi berantai atau menangkap radikal bebas tersebut
yaitu:
a. Katalase
dan oksigen. Katalase terbentuk dari 4 sub unit yang terdiri dari molekul NADPH
di dalam eritrosit dan hepar, walaupun hampir semua jaringan tubuh memiliki
b. Glutathione Peroksidase
ROOH + 2GSH
GSSG + H2O + ROH
dengan baik. Selain itu, glutation peroksidase juga membutuhkan kadar glutation
terbanyak di dalam hepar, namun hampir semua jaringan tubuh memiliki sejumlah
tingkat stres oksidatif dalam tubuh (Pavani dkk., 2012). Sebagai antioksidan, SOD
dengan cara pemaparan hewan coba pada cahaya terus menerus akan menurunkan
aktivtas antioksidan enzim pada malam hari, dimana biasanya antioksidan enzim
2
2
akan meningkat (Rodriguez dkk., 2004). Diduga, bahwa hal ini disebabkan oleh
Pada manusia, kadar normal SOD adalah sebesar 242 4 mg/L pada
eritrosit, 548 20 g/L pada serum, dan 173 11 g/L pada plasma (Sun dkk.,
(Winarsi, 2007).
Memiliki dua sub unit protein dengan kandungan atom tembaga dan zinc.
CuZnSOD disebut juga sebagai SOD1. CuZnSOD berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Satu unit CuZnSOD diartikan sebagai
dengan atom mangan dan memiliki ukuran sebesar 40.000 kDA. Merupakan tipe
SOD terbanyak yang didapat pada cairan ekstraseluler. MnSOD disintesis terbatas
oleh beberapa sel, diantaranya sel endotel dan fibroblast (Young dan Woodside,
2001).
prokaryot yaitu tumbuhan dan bakteri. FeSOD memiliki struktur kimia berupa
tiga ion besi yang berikatan dengan tiga histidin, satu aspartat, dan satu molekul
2.6 Hormon
ini akan mengeluarkan zat yang disebut hormon dari kelenjar kelenjar yang
melalui aliran darah, hormon akan dibawa ke jaringan tujuan dimana hormon
akan terikat dengan reseptor hormon dan bekerja sesuai dengan fungsinya. Efek
Kelenjar kelenjar hormonal dan hormon yang berperan dalam tubuh antara lain
progesteron), testis (testosteron), timus (hormon timus) dan badan pineal yang
menghasilkan melatonin.
2.7 Melatonin
Kelenjar Pineal
tubuh pada kelenjar pineal (Zawilska dkk., 2009). Beberapa sumber melatonin
2
5
selain kelenjar pineal adalah retina, kulit, usus, dan sumsum tulang belakang.
(Dubocovich dkk., 2010). Dalam kelenjar pineal, terdapat dua tipe sel yaitu
menghasilkan indolamin (terutama melatonin) dan peptida, dan sel neuroglial (Al-
Hussain, 2006).
Gambar 2.7, tryptophan yang sedang bersirkulasi diambil dan diubah menjadi 5-
(HIOMT) (McGilion, 2002). Aktivasi kedua enzim ini ditentukan oleh mRNA
2
6
Dekarboksilase.
reseptor membran dan nukleus. Namun, banyak dari fungsi tersebut yang tidak
reseptor yaitu MT1 dan MT2 yang merupakan reseptor reseptor membran yang
memiliki tujuh domain membran dan termasuk dalam keluarga besar dari reseptor
siklus terang gelap, dimana pada kondisis gelap pinealocytes akan mensekresi
melatonin. Sekresi melatonin dimulai pada pukul 22.00 23.00 dan memuncak
pada 03.00 04.00. Konsentrasi terendah melatonin didapatkan pada pukul 07.00
09.00 pagi. Konsentrasi melatonin sangat bergantung pada umur. Bayi yang
berumur kurang dari 3 bulan mensekresi melatonin dalam jumlah yang sangat
kecil dan menjadi teratur setelah 3 bulan kelahiran. Sekresi melatonin pada bayi
berumur kurang dari 3 bulan belum optimal. Sekresi ini menjadi semakin teratur
setelah usia 3 bulan yang kemudian meningkat mengikuti irama sirkadian pada
usia 5 6 bulan. Sekresi melatonin tertinggi (rata - rata 250 pg/ml) adalah pada
umur 1-3 tahun. Mendekati usia pubertas, sekresi melatonin akan mulai
berkurang. Pada orang dewasa muda normal, rerata sekresi melatonin pada siang
hari berkisar pada 10 pg/ml dan 60 pg/ml pada malam harinya. Siklus harian
melatonin sebanding dengan siklus pagi hingga malam dan bertahan pada subjek
Sekitar 90% melatonin pada manusia diekskresi dari dalam tubuh melalui
glucuronide. Sejumlah kecil melatonin akan dibuang melalui urin dan air liur
membantu gangguan tidur. Melatonin banyak digunakan pada pada kasus jet lag
dan delayed sleep phase syndrome. Sebelumnya, telah diketahui bersama efek
mealtonin pada gangguan tidur dan dampak gangguan tidur pada kesehatan dan
dalam dosis kecil, melatonin mampu menetralisir radikal bebas dan menghambat
terjadinya stres oksidatif. Efek antioksidan melatonin dilakukan oleh melatonin itu
sendiri dan melalui metabolit metabolitnya (Tan dkk., 2007). Melatonin juga
digunakan sebagai pencegah bahaya radiasi ionisasi di Jepang (Reiter dkk., 2001).
hidroksil dan peroksinitrit. Selain itu, melatonin juga terbukti dapat menetralisir
singlet oksigen, O2, hidrogen peroksida, dan nitric oxide walaupun aktivitasnya
kurang potensial (Inarrea dkk., 2012). Melatonin juga memiliki efek perlindungan
terhadap radikal bebas. Zat ini ditemukan di beberapa organ penting yang sering
SOD. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ozturk dkk. (2000) pemberian
melatonin meningkatkan aktivitas enzim SOD pada hepar tikus. Penurunan kadar
aktivitas SOD1 atau CuZnSOD melalui jalur sitokrom mitokondria P450 pada
ekspresi gen SOD melalui peningkatan level mRNA pada sel PC12 dan sel
neuroblastoma secara invitro (Mayo dkk., 2012). Hal ini menjelaskan adanya
hubungan antara melatonin dan SOD dalam aktivitasnya sebagai antioksidan dan
stres oksidatif.
Cara kerja peningkatan aktivitas SOD oleh melatonin secara pasti belum
sehingga menghambat adenilat siklase dan menekan cAMP. Hal ini akan
redoks pada sel yang dapat mereduksi protein dan memulai transkripsi
gen.
Latihan atau olahraga sangat baik dan diperlukan untuk tubuh. Latihan
adalah suatu aktivitas yang dilakukan berulang ulang secara sistematis dalam
sistem fisiologis dan kebugaran tubuh (Purnomo, 2011). Berolahraga akan melatih
otot otot tubuh, menurunkan massa lemak, mengeluarkan hormon endorfin, dan
Olahraga kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
a. Latihan anaerobik. Terdiri dari dua macam latihan yaitu isometrik dan
otot besar tubuh secara berirama dan terus menerus. Latihan aerobik
pernapasan, jantung dan pembuluh darah serta otot dan tulang. Beberapa
c. Latihan fleksibilitas. Latihan ini biasa dilakukan sebelum dan sesudah latihan
disebut juga peregangan yang meningkatkan rentang gerak dari sendi dan
otot. Peregangan membantu melindungi sendi dan otot dari trauma saat
berlebih atau Target Heart Rate, yaitu jumlah denyut jantung permenit selama
b. Intermediate, HR : 50 % - 70%
c. Medium, HR : 70 % - 80 %
d. Subberlebih, HR : 80 % - 90%
e. Berlebih, HR : 90 % - 100 %
Olahraga ternyata dapat membawa efek berbahaya bagi tubuh. Pada saat
kerusakan pada sel dan struktur lipid, asam amino, dan protein (Cooper, 2001).
ketahanannya terhadap radikal bebas. Secara bertahap, tubuh akan terbiasa dengan
kondisi tersebut sehingga akan memicu respon balik berupa peningkatan produksi
enzim oksidasi dan jumlah serta ukuran mitokondria. Selain itu, latihan fisik jenis
ini dapat menurunkan denyut jantung saat olahraga, meningkatkan efisiensi sistem
pernapasan, sistem hormon dan saraf serta meningkatkan aliran darah ke otot
(Sharkey, 2003).
Olahraga ini adalah program olahraga yang paling efektif, termasuk dalam
pertahanan terhadap radikal bebas (Cooper, 2001). Latihan yang teratur dengan
intensitas yang sesuai dapat mencegah berbagai penyakit kronis seperti diabetes,
kanker, dan serangan jantung. Latihan yang sesuai juga mampu memperpanjang
usia dan meningkatkan kualitas hidup (Sharkey, 2003). Untuk mendapatkan hasil
optimal dan risiko minimal pada pelatihan diperlukan kondisi lingkungan yang
memadai dan dosis pelatihan yang tepat untuk setiap individu. Dosis ini mengikuti
aturan FITT, yaitu Frequency, Intencity, Type, Time. Frekuensi yang disarankan
adalah tiga hingga lima kali per minggu dengan intensitas kurang lebih 60-85%
dari denyut jantung berlebih, dengan cara pengukuran yaitu: 220 umur (dalam
tahun). Latihan yang baik dimulai dengan pemanasan selama 15 menit, dan
3
3
keseimbangan akan beban latihan dan proses regenerasi. Bila beban latihan telah
melampaui proses tersebut, maka tubuh mecapai proses overtraining atau latihan
fisik berlebih.
tinggi menjadi salah satu hal alasan mengapa hal ini harus dihindari. Latihan yang
penuaan dini, kanker, gangguan jantung, gangguan imunitas tubuh, dan lain lain
(Cooper, 2001).
teratur. Namun, ternyata pada intesnitas tinggi atau olahraga yang membakar lebih
dari 3000 kalori per minggunya, angka kematian justru meningkat (Cooper,
tubuh. Latihan fisik berlebih atau overtraining adalah sekumpulan gejala dan
tanda yang menunjukan kelelahan mental dan fisik serta adanya penurunan
denyut nadi istirahat (Hartmann dan Mester, 2000). Pada latihan dengan intensitas
tinggi akan terjadi peningkatan produksi radikal bebas secara masif dan memicu
secara berantai, dimana radikal bebas sekunder terus terbentuk. Hal ini berujung
Keadaan overtraining atau latihan fisik berlebih terbagi menjadi dua yaitu
kondisi akut dan kronis. Pada latihan fisik berlebih akut akan terjadi gangguan
bebas
lahan dan akan dinetralisir oleh sistem antioksidan dalam tubuh untuk
menghindari stres oksidatif. Pada saat pembentukan radikal bebas ini meningkat,
bebas yang terbentuk sehingga radikal bebas mulai menyerang tubuh dan
1. Pelepasan Elektron
kebutuhan oksigen sebesar 100 200 kali lebih tinggi dari keadaan normal.
Peningkatan sistem pernapasan ini akan memicu pengeluaran radikal bebas secara
2005).
terutama pada otot otot rangka. Sementara itu, organ organ lainnya akan
mengalami hipoksia sementara. Kondisi hipoksia jaringan ini akan berakibat pada
3
6
(Margonis dkk., 2007). Salah satunya adalah dengan mengukur hasil sampingan
peroksidasi lipid atau proses oksidasi lemak yaitu thiobarbituric acid reactive
kadarnya setelah latihan fisik berlebih kronis. Kadar SOD juga mengalami
BAB III
Salah satu gaya hidup yang tidak sehat adalah aktivitas fisik berlebih.
bebas dalam kadar tinggi. Radikal bebas ini terbentuk melalui proses pernapasan
terbagi menjadi tiga macam yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
Antioksidan primer adalah antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh kita sendiri.
Salah satu antioksidan primer yang berperan dalam tubuh adalah Superoksida
Dismutase (SOD). SOD merupakan enzim yang terdapat dalam tubuh secara
alami. Terdapat 3 macam SOD, yaitu CuZnSOD yang terdapat di dalam sitosol,
MnSOD yang terdapat dalam mitokondria, dan EC-SOD yang terdapat pada ruang
ekstraseluler. SOD sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menetralisir radikal bebas
terutama senyawa oksigen reaktif seperti radikal superoksida. Pada aktivitas fisik
berlebih kronis akan terjadi penurunan kadar SOD dalam tubuh yang berakibat
pada penurunan kemampuan tubuh untuk menteralisir radikal superoksida. Hal ini
37
3
8
SOD oleh melatonin akan membantu tubuh untuk mengatasi radikal superoksida
dan menjaga keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Selain itu melatonin
juga bekerja secara lansgung sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal
Melatonin
Dismutase pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar jantan dengan
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pre and Post Control Group Design (Pocock, 2008). Rancangan penelitian
P0
O1 O3
P S R P1
O2 O4
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
P0 = Pemberian plasebo pada tikus putih galur wistar selama 7 hari dan aktivitas
fisik
P1 = Pemberian melatonin 1,5 mg pada tikus putih galur wistar selama 7 hari dan
40
4
1
5 hari untuk program berenang selama 120 menit setiap hari dan pemberian
melatonin
penyusunan laporan
Subjek dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar
Kriteria Inklusi :
Sehat
Jantan
4
2
Usia 3 bulan
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock berikut ini (Pocock,
2008) : 22
f(,
n=
(2 - )
2
1)
Keterangan :
n = Besar Sampel
melatonin 10 mg/KgBB selama 5 hari pre test = 99,23 U/ml. Rerata aktivitas SOD
kelompok melatonin 10 mg/KgBB selama 5 hari post test = 93,08 U/ml dan
4
3
simpang baku aktivitas SOD = 6,67. Perhitungan sampel dalam penelitian ini
n= 2(6,67)2 x 10,5 = 7
(99,23- 93,08)2
Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat sesuai kriteria inklusi
diambil secara acak dan sederhana, untuk mendapatkan jumlah sampel yang
sesuai dengan yang didapat melalui perhitungan Rumus Pocock yaitu minimal
makanan
4
4
Variabel Terkendali
Varian Tikus
Jenis kelamin, umur, berat
badan tikus
Pencahayaan, suhu,
kelembaban kandang
Diet Standar
1. Melatonin adalah salah satu jenis hormon dan prekursor yang dihasilkan oleh
kelenjar pineal pada malam hari dan traktus gastrointestinal pada siang hari.
Pada penelitian ini digunakan preparat melatonin dengan merk TwinLab yang
diproduksi oleh ISI Brand USA dan diimpor oleh PT Natural Nutrindo
Jakarta. Dosis melatonin yang digunakan pada tikus putih galur wistar adalah
10mg/KgBB sehingga pada penelitian dengan berat tikus minimal 150 gram,
dosis melatonin yang dipakai adalah 1,5 mg per hari. Pemberian melatonin
2. Plasebo adalah substansi atau preparat yang bukan merupakan zat aktif dan
efektivitas obat atau regimen terapi yang digunakan. Plasebo dalam penelitian
lini adalah aquadest yang diberikan per oral menggunakan sonde lambung
dengan volume 1 ml per hari, diberikan secara ad libitum setiap hari pada
malam hari (antara pukul 18.00 19.00 WITa) menggunakan sonde lambung.
oleh tubuh. Aktivitas SOD merupakan salah satu acuan pengukuran tingkat
yang banyak dihasilkan pada aktivitas fisik berlebih. Aktivitas SOD diukur
dengan menggunakan spektrofotometri dan SOD Assay Kit. SOD Assay Kit
yang digunakan pada penelitian ini berasal dari perusahaan Biovision dengan
merk Biovision.
4. Diet Standar adalah pakan hewan coba yang diberikan secara teratur yang
5. Tikus yang dipakai dalam penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus)
galur wistar, berkelamin jantan, berumur tiga bulan, berat 150 160 gram.
6. Berat badan tikus adalah kekuatan tubuh tikus secara vertikal yang
sampel. Berat badan tikus yang dipilih adalah 150 160 gram.
4
6
7. Umur tikus ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat
oleh dokter hewan pada kandang binatang percobaan. Umur tikus putih galur
2. Darah tikus putih galur wistar dari vena canthus medialis sebanyak 1 ml
3. Aquadest
7. Masker
8. Sarung tangan
4
7
1. Kandang
2. Ember berdiameter 30 cm
3. Tabung evendof
4. Tabung EDTA
5. Tabung Evendof
7. Spuit 1 cc
8. Spuit 3 cc
9. Sonde
11. Centrifuge
a. Sampel tikus jantan adalah varian Rattus norvegicus galur wistar berwarna
putih.
4
8
b. Usia 12 minggu karena pada usia ini tikus dianggap telah dewasa dan dapat
makan serta minum sendiri. Pada usia ini, tikus juga dianggap mampu
c. Tikus jantan (galur wistar) yang digunakan pada penelitan ini sebanyak 14
ekor.
berjumlah 7 ekor.
pemeliharaan selanjutnya.
Dosis melatonin pada percobaan ini mengikuti dosis melatonin pada tikus
10mg/kgBB. Jika berat badan tikus jantan adalah 150 gram = 0,15 kg (dosis
untuk 1 kg berat badan adalah 10 mg), maka dosis untuk 0,15 kg berat badan
Jadi setiap tikus mendapatkan satu setengah kapsul per hari dimana7 tikus
melatonin
(2000) tentang pemberian melatonin pada tikus maka digunakan waktu 1 jam
kandang tikus ditutup untuk menghentikan paparan cahaya selama minimal 8 jam
(jumlah waktu tidur yang baik pada manusia) sehingga tikus akan berada dalam
Aktivitas fisik berlebih ditujukan untuk memicu stres oksidatif pada tikus.
Pada penelitian mengenai aktivitas fisik berlebih pada tikus yang pernah
5
0
rentang 120 menit (Smitha dan Mukkadan, 2014). Penelitian ini dilakukan dengan
cara merenangkan tikus pada air dalam ember dengan diameter 30 cm dan tinggi
20 cm selama 120 menit dalam 5 hari. Setelah perlakuan, tikus diletakkan di atas
kandang beralas handuk agar hangat dan diberikan makanan serta minuman untuk
memulihkan energi.
Plasebo yang akan diberikan pada tikus yaitu aquades sebanyak 1 ml/hari
a. Kandang tikus jantan (galur wistar) harus cukup kuat tidak mudah rusak,
mudah dibersihkan (kali seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah
lepas, harus tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur
harus mudah menyerap air, pada umumnya dipakai serbuk gergaji atau sekam
padi.
c. Untuk tikus jantan (galur wistar), luas lantai tiap ekor tikus jantan (galur
d. Pemberian makanan untuk tikus dengan HPS 511 dengan dosis 2 x 10 gram
e. Tikus putih jantan (galur wistar) harus diperlakukan dengan kasih sayang.
dan xylazin 0,05 cc pada spuit 1 cc. Anestesi diinjeksikan pada vastus
lateralis.
b. Tikus yang telah dianestesi diistirahatkan pada tempat terpisah hingga efek
anestesi bekerja.
c. Darah vena diambil pada canthus medialis salah satu mata dengan spuit 1
darah pada centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Ambil
masing blank.
dan blank 3.
akan muncul angka sebagai hasil pembacaan. Pembacaan oleh alat ini pada
sampel dengan bantuan rumus SOD Assay Kit, didapatkan persentase SOD
aktif.
(Ablank1 Ablank3)
5
3
Analisis Deskriptif
15.9.1 Analisis normalitas data dengan Uji Shapiro Wilk, didapatkan data
15.9.2 Uji homogenitas dilakukan dengan Levenes Test dan didapatkan data
digunakan:
rerata pre test dan post test kadar enzim Superoksida Dismutase antar
kelompok.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur wistar putih jantan
sebanyak 14 ekor dengan berat badan sekitar 150 160 gram yang terbagi dalam
dua kelompok. Sebanyak 7 ekor tikus ditempatkan pada Kelompok Kontrol dan
menit dan pemberian plasebo selama 5 hari. Sementara sebanyak 7 ekor tikus
berupa aktivitas fisik berlebih melalui perenangan selama 120 menit dan
melatonin oral sebanyak 1,5 mg selama 5 hari. Pada bab ini, akan diuraikan hasil
55
5
6
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Aktivitas SOD Sebelum dan Setelah Perlakuan
test. Hasilnya menunjukkan bahwa data aktivitas SOD sebelum dan setelah
Tabel 5.2
Hasil Uji Homogenitas Aktivitas SOD Antar kelompok Sebelum dan Sesudah
Diberikan Perlakuan
Kelompok F p Keterangan
Aktivitas SOD Pre 0,35 0,56 Homogen
Aktivitas SOD Post 1,87 0,19 Homogen
Analisis komparasi antar kelompok dilakukan terhadap hasil pre test dan
post test. Analisis komparasi pre test dilakukan berdasarkan nilai median antara
pre test Kelompok Kontrol dan pre test Kelompok Perlakuan. Sementara analisis
komparasi post test dilakukan berdasarkan nilai median antara post test Kelompok
5
7
Kontrol dan post test Kelompok Perlakuan. Kedua hasil analisis ini ditunjukkan
Tabel 5.3
Hasil Uji Analisis Rerata Aktivitas SOD Sebelum Perlakuan
Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rerata aktivitas SOD sebelum
perlakuan Kelompok Kontrol adalah 96,34 U/ml dan rerata Kelompok Perlakuan
menghasilkan nilai p sebesar 0,89 U/ml. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan
Tabel 5.4
Hasil Uji Analisis Rerata Aktivitas SOD Setelah Perlakuan
Kelompok Perlakuan (melatonin 10 mg) sebesar 96,15 U/ml. Analisis dengan Uji
melatonin sebanyak 1,5 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji T-paired
Tabel 5.5
Hasil Uji Analisis Komparasi Aktivitas SOD Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
aktivitas SOD pada Kelompok Kontrol adalah 9,62 U/ml dengan nilai p sebesar
0,013. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada aktivitas
sebelum dan sesudah penelitian sebesar 0,44 U/ml dengan nilai p sebesar 0,75.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada aktivitas
SOD Kelompok Perlakuan (melatonin 10 mg) sebelum dan sesudah perlakuan (p>
0,05).
59
BAB VI
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar
aktivitas fisik berlebih dan bertujuan untuk mengukur pengaruhnya pada aktivitas
SuperOksida Dismutase.
Tikus yang digunakan berumur minggu dengan berat badan 150 -160 gram.
Keseluruhan jumlah tikus dalam penelitian ini adalah 14 ekor dengan pembagian
7 ekor diletakkan dalam Kelompok Kontrol (P1) dengan perenangan selama 120
menit dan pemberian aquadest sebanyak 1 ml, sementara 7 ekor tikus lainnya
selama 120 menit dan melatonin oral sebanyak 1,5 mg. Penelitian dilakukan
selama 5 hari.
Pemilihan tikus putih galur wistar dalam penelitian ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa tikus putih galur wistar putih atau Rattus norvegicus yang
berkelahi. Hal ini membuat tikus putih galur wistar mudah ditangani dan
kemungkinan drop out karena kematian lebih jarang (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988).
59
6
0
Data hasil penelitian terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Hasil
analisis data rerata aktivitas SOD pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan
fisik berlebih akan terjadi peningkatan radikal bebas yang dapat mengarah pada
keadaan stres oksidatif. Hal ini dapat terjadi akibat penggunaan oksigen yang
meningkat akibat kelelahan sehingga radikal bebas pun ikut meningkat sebagai
salah satu hasil sampingan dari rantai pernapasan. Salah satu radikal bebas yang
sangat berperan pada proses ini adalah radikal superoksida (Cooper, 2001).
SOD. Untuk radikal bebas jenis ini, Superoksida dismutase merupakan satu
satunya penetralisir menjadi Hidrogen peroksida dan air sebelum radikal hidrogen
setelah pemberian aktivitas fisik berlebih akan menurun dalam 24 jam pertama
hingga 72 jam setelah penghentian aktivitas fisik berlebih (Sen dkk., 2000).
perlakuan renang selama 120 menit setiap hari selama 5 hari. Perenangan tikus
6
1
2014).
diantaranya adalah gen SOD1 dan SOD2 yang mengkode CuZnSOD dan MnSOD
melalui peningkatan level mRNA. Pengaturan ekspresi gen ini dimediasi oleh
kalsium intrasel (Mayo dkk., 2012). Melatonin juga diketahui dapat meningkatkan
dan menekan factor transkripsi yang terlibat pada ekspresi gen enzim antioksidan
minggu hingga beberapa bulan. Penelitian ini sendiri berfokus pada overtraining
menurun pada Kelompok Kontrol dan tetap pada Kelompok Perlakuan. Hasil ini
peroksida, dan nitric oxide segera setelah aktivitas fisik berlebih (Djordjevic dkk.,
6
2
2012). Peningkatan radikal bebas akan memicu SOD untuk bekerja menetralisir
radikal bebas tersebut. Saat SOD bekerja, enzim ini terurai sehingga aktivitasnya
Kontrol dan Perlakuan berdistribusi normal (p < 0,05) baik sebelum perlakuan
maupun setelah perlakuan. Selain itu, varian antar kelompok sebelum dan setelah
penelitian menurut Levenes test adalah normal. Ke dua hasil ini menunjukkan
bahwa syarat pengukuran data aktivitas SOD telah terpenuhi. Analisis dilanjutkan
96,34 U/mL sementara rerata aktivitas SOD Kelompok Perlakuan sebesar 96,59
sebesar 0, 89. Hasil ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara
86,72 U/mL sementara rerata aktivitas SOD Kelompok Perlakuan sebesar 96,15
sebesar 0,03. Hasil ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara
uji T-paired. Pada Kelompok Kontrol hasil analisis uji hipotesis sebelum dan
U/mL dari sebelum perlakuan ke setelah perlakuan. Selain itu, juga didapatkan
nilai p sebesar 0,013. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna
antara aktivitas SOD sebelum perlakuan dengan aktivitas SOD setelah perlakuan
mg/KgBB didapatkan adanya kenaikan pada rerata aktivitas SOD sebesar 0,44
U/mL. Sementara hasil analisis uji hipotesis menghasilkan nilai p sebesar 0,75.
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara
aktivitas SOD sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok dengan pemberian
melatonin.
aktivitas SOD yang bermakna. Pada aktivitas fisik berlebih terjadi peningkatan
radikal bebas yang akan mengarah pada keadaan stres oksidatif. Kenaikan kadar
radikal bebas ini dipicu oleh peningkatan pemakaian oksigen karena kelelahan
yang terjadi setelah aktivitas fisik berlebih. Pemakaian oksigen oleh rantai
Peningkatan radikal bebas oleh sistem pernapasan yang didominasi oleh radikal
lagi dalam bentuk yang sama. Hal ini menjelaskan terjadinya penurunan aktivitas
antara aktivitas SOD sebelum dan setelah perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa
kemudian akan mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Radikal bebas dapat
tikus putih galur wistar yang mengalami aktivitas fisik berlebih dapat
terlihat adanya penurunan aktivitas SOD yang cukup jauh dari sebelum perlakuan
Pencegahan stres oksidatif merupakan salah satu perhatian utama dalam Anti
Aging Medicine. Jika stres oksidatif dapat dicegah atau diminimalisir, maka
6
5
penuaan dapat berjalan lebih lambat, tubuh dapat berfungsi dengan baik lebih
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 5 hari dalam bentuk aktivitas
fisik berlebih jangka pendek untuk menurunkan aktivitas SOD dengan cepat. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam jangka waktu yang lebih
lama untuk mengetahui efek melatonin pada SOD pada aktivitas fisik jangka
panjang.
dimana melatonin diberikan bersamaan dengan awal mula aktivitas fisik berlebih.
BAB VII
7.1 Simpulan
berlebih setiap hari dan melatonin sebanyak 1,5 mg selama 5 hari, didapatkan
SOD pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar dengan aktivitas fisik
berlebih.
7.2 Saran
peningkatan SOD.
2. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis letal (LD50)
3. Perlu dirumuskan dosis dan waktu pemberian yang tepat agar melatonin dapat
66
6
7
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hussain, S.M. 2006. The Pinealocytes of The Hman Pineal Gland:: A Light
and Electron Microscopic Study. Folia Morphology, Vol 65 (3): 181 7.
Arthritis Foundation. 2011. Types of Exercise [cited Mei.02]. Available at:
http://www.arthritis.org/types-exercise.php. Accessed on 05/09 2014.
Beckman, K.B., and Ames, B.N. 1998. The Free Radicals Theory of Aging
Matures. Physiology Reviews. 1998 Apr;78(2):547 81.
Brioukhanov, A.L., Netrusov, A.I. 2004. Catalase and Superoxide Dismuatse:
Distribution, Properties, and Physiological Role in Cells of Strict
Anaerobes. Biochemistry, Vol 69 (9): 949-62.
Buscemi, N., Vandermeer, B., Pandya, R., Hooton, N., Tjosvold, L., Hartling, L.,
Baker, G., Vohra, S., and Klassen, T., 2004. Melatonin for Treatment Sleep
Disorders : Summary of Evidence Report/Technology Assessment. Agency
for Healthcare Research and Quality. Number 108.
Cadenas, E., Packer, L. 2002. Expanded Caffeic Acid and Related Antioxidant
Compound: Biochemical and Cellular Effects. Handbook of Antioxidants.
Second edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 279-303.
Cardinalli, D.P., Pevet, P. 1998. Basic Aspects of Melatonin Action. Sleep Med
Rev. 1998 Aug;2 (3):175 90.
Cooper, K.H. 2001. Sehat Tanpa Obat, Empat Langkah Revolusi Antioksidan
yang Mengubah Hidup Anda. Cetakan ke-1. Bandung : Penerbit Kaifa. Hal :
73-89.
Dubocovich, M. L., Delagrange, P., Krause, D. N., Sugden, D., Cardinali, D. P.,
and Olcese, J., 2010. International Union of Basic and Clinical
Pharmacology LXXV : Nomenclature, Classification, and Pharmacology of
G Protein-Coupled Melatonin Receptors. Pharmacological Reviews. Vol.62
No.3 : 343 380.
Finaud, J., Lac, G. Filaire, E. 2006. Oxidative Stress : Relationship with Exercise
and Training. Sport Medicine. Volume 36 No. 4 p : 327 358.
Galano, A., Tan, D. and Reiter, R. 2011. Melatonin as a naturally against
oxidative stress: a physicochemical examination. J Pineal Res 51:116.
Garcez M, Bordin D, Peres W, Salvador M. 2004. Free Radicals and Reactive
Species. In: Ulbra, editor. Free Radicals and The Cellular Response To The
Oxidative Stress. Canoas: Porto Alegre; 2004. Pp. 13 34.
Garelnabi, M. O., Brown, W. V. & Le, N. A. 2008. Evaluation of a novel
colorimetric assay for free oxygen radicals as marker of oxidative stress.
Clinical biochemistry, 41 (14-15), 1250-1254.
Gleeson, M. 2000. Special features of the Olympics: Effects of the Exercise on the
Immune System. Immunology and Cell Biology (2000) 78, 483 484.
Goldmann, R., Klatz, R., 2005. Anti-Aging Desk Reference 2005 : Hormones and
Pharmacological Agents. Anti-Aging Therapeutics. Vol.VII : 308 311.
Halliwell, B., and Gutteridge, J.M.C. 2006. Free Radicals in Biology and
Medicine, Ed 4. Oxford. Clarendon Press.
Halliwell, B., and Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and
Medicine. Fourth Edition. New York. USA. Oxford University Press.
Harman, D. 2003. Free Radical Theory of Aging. Antioxidants and Redox
Signaling. Volume:5 Issue:5 July, 5.
Hartmann, U., Mester,J. 2000. Training and overtraining markers in selected sport
events. Medicine and Science in Sports and Exercises., Vol. 32, No. 1, p.
209-215, 2000.
Hatfield, F.C. 2001. Overeaching and Overtraining. International Sport Science
Association. Page: 1-11.
Hayflick, L. 1998. How and Why We Age. Experimental Gerontology Nov Dec
33(7-8):639-53.
Inarrea, P., Casanova, A., Cadenas, E. 2012. Melatonin adn Steroid Hormones
Activate Intermembrane Cu,Zn Superoxide Dismutase by Means of
Mitochondrial Cytochrom P450. Free Radicals in Biology and Medicine.
Jun 1, 2011;50(11):1575 1581.
6
9
Lah MS., Dixon, M.M., Pattridge, K.A., Stallings, W.C., Fee, J.A., Ludwig, M.L.
1995. Structurefunction in Escherichia coli iron superoxide dismutase:
comparisons with the manganese enzyme from Thermus thermophilus,
Biochemistry 34 (1995) 16461660.
Margonis, K., Fatouros, I.G., Jamurtas, A.Z., Nikolaidis, M.G., Douroudos, I.,
Chatzinikolaou, A., Mitrakov, A., Mastorakos, G., Papassotiriou, I.,
Taxildaris, K.,Kouretas, D. 2007. Oxidative stress biomarkers responses to
physical overtraining: Implications for diagnosis. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17697935. Accessed on 05/09 2014.
Mayo, JC., Sainz, RM., Antoli, I., Herrera, F., Martin, V., Rodriguez, C. 2002.
Melatonin Regulation of Antioxidant Enzyme Gene Expression. Cell
Molecular and Life Sciences, Vol 59(10):1706 13.
McGillion, F., 2002. The Pineal Gland and The Ancient Art of
Iatromathematica.Journal of Scientific Exploration. Vol. 16, No. 1: pp 19-
38.
Ozturk, G., Coskun, S., Erbas, D., Hasanoglu, E. 2000. The Effect of Melatonin
on Liver Superoxide Dismutase, Serum Nitrate, and Thyroid Hormone
Level. The Japanese Joural of Physiology, 2000, Feb 50(1): 149 53.
Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas
Hidup.
Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Pavani B.Ch., Kumar S.V., Ramarao J., Rau B.R., dan Mohanty S. 2012. Role of
Biochemical Marker for Evaluation of Oxidative Stress in Cataract. Int J
Pharm Bio Sci, 2(2): 178-184.
Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in
Disease and Health. International Journal of Biomedical Sciences, 4: 89-96.
Pocock, S.J. 2008. The size of a clinical trial, Clinical Trials, A Practical
Approach. John Willey & Sons. P. 123-127.
Purnomo, M. 2011. Asam Laktat dan Aktivitas SOD Eritrosit Pada Fase
Pemulihan. Setelah Latihan Subberlebih. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia.Vol 1, No 2 Nov.
Putz, R., and Pabst, R., 2000. Otak, Enchepalon. Atlas Anatomi Manusia Sobotta
Jilid 1: Kepala, Leher, Ekstremitas Atas. Edisi 21 : 282 285.
Reiter, R., Tan, D., Korkmaz, A. and Manchester, L. (2011b) The disaster in
Japan: utility of melatonin in providing protection against ionizing radiation.
Journal of Pineal Research, 50: 357358.
7
0
Sauza, T.P., Oliveira, P.R., Pereira, B. 2005. Physical Exercise and Oxidative
Stress Effect on Intense Physical Exercise on Urinary Chemiluminescence
and Plasmatic Malondialdehyde. Rev Bras Med Esporte, Vol 11, No 1
Jan/Feb.
Sen, C.K., Pachter, L., Hnninen, O. 2000. Handbook of Oxidants and
Antioxidants in Exercise. Amsterdam : Elsevier, hal : 269 270.
Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan.Cetakan Pertama. Penerbit PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Shida, C.S., Castrucci, A.M., Lamy-Freund, M.T. 1994. High Melatonin
Solubility in Aqueous Medium. Journal of Pineal Research, May
;16(4):198-201.
Silvani, L. 2014. Perbandingan Dosis Melatonin Menghambat Penurunan
Aktivitas Superoksida Dismutase pada Lama Aktivitas fisik berlebih
Berbeda. Denpasar. Universitas Udayana. (Unpublished)
Simanjuntak K. 2006. Peningkatan Radikal Bebas Akibat Aktivitas Xantin
Oksidase. Volume 6. Nomor 1. Jakarta: Profesi Medika, hal : 23 29.
Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Coba di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus
norvegicus): 37 57. Penerbit Universitas Indonesia.
Smitha, K.K., Mukkadan, JK. 2014. Effect of Different Forms of Acute Stress in
The Generation of Reactive Oxygen Species in Albino Wistar Rats. Indian
Journal of Physiology and Pharmacology. Vol 58, No 4 July.
Srinivasan, V., Maestroni, G., Cardinali, D., Esquifino, A., and Miller, S., 2005.
Melatonin, Immune Function, Aging. Pubmed Central. Immun Ageing.
2005; 2: 17. Published online 2005 November 29. doi: 10.1186/1742-4933-
2-17.
Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta:
Penerbit FIK Universitas Negeri Yogyakarta.
Sun, Y. Oberley, L.W., Li, Y. 1988. A Simple Method For Clinical Assay of
Superoxide Dismutase. Clinical Chemistry, Vol 34 (3): 497 500.
Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler.
Perpustakaan Nasional RI. Jakarta :Penerbit CV Sagung Seto. hal : 31- 47.
7
1
Tan, D.X., Manchester LC, Terron MP, Flores LJ, Reiter RJ. One molecule, many
derivatives: a never-ending interaction of melatonin with reactive oxygen
and reactive-nitrogen species? Journal of Pineal Research, 2007b;42:2842.
Vijayasarathy, K., Shanti Naidu, K., Sastry, B.K.S..2010. Melatonin metabolite 6-
Sulfatoxymelatonin, Cu/Zn Superokside Dismutase, Oxidized LDL and
Malondialdehide in Unstable Angina. International Journal of
Cardiology, 2010;144(2): 315 317.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Cetakan ke-
2.
Yogyakarta: Kanisnus.
Winarsi, H. 2010. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan
Aplikasinya dalam Kesehatan. Cetakan ke-4. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius. hal : 12 - 15,19,29-36,86-106.
Won, J.S., Song, D.K., Huh, S.O. 2000. Efect of Melatonin on The Regulation of
Proenkephalin and Prodymorphin mRNA Levels Induced by Kainic Acid in
The Rat Hippocampus. Hippocampus, Vol 10: 236 243.
Young,I.S., Woodside, J.V. 2001. Antioxidants in health and disease. Journal
of Clinical Pathology, 54:176-186.
Zawilska, J.B., Skene, D.J., Arendt, J. 2009. Physiology and Pharmacology of
Melatonin in Relation to Biological Rhytms. Pharmacological Reports,
61(3):383-410.
7
2
Lampiran 1
Ethical Clearance
7
3
Lampiran 2
No Kontrol Perlakuan
Pre Test Post Test Pre Test Post Test
1 91,48 95,43 94,48 97,43
2 96,19 81,28 101,86 98,81
3 99,19 92,86 95,48 96,09
4 100,48 76,86 93,24 95,86
5 93,90 94,38 93,04 94,62
6 98,43 94,76 96,81 93,43
7 99,33 68,09 98,28 96,62
Mean 96,34 86,72 96,59 96,15
7
4
Lampiran 3
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelomp Statisti Statisti Si
ok c df Sig. c df g.
Pre Kontrol .31
.243 7 .200* .897 7 5
Perlakua .59
.167 7 .200* .935 7
n 2
Post Kontrol .08
.300 7 .056 .833 7
6
Perlakua .24
.232 7 .200* .885 7
n 8
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
7
5
Lampiran 4
Uji T-Independent
Group Statistics
Std.
Error
Kelompok N Mean Std. Deviation Mean
Pre Kontrol 7 96.9800 3.26677 1.23472
Perlakuan 7 94.4629 2.05345 .77613
Post Kontrol 7 86.2400 10.86797 4.10771
Perlakuan 7 96.6871 1.70626 .64491
Lampiran 5
Uji T-Paired
Uji T-paired
Kelompok = Perlakuan
Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the (2-
Me Deviat Error Difference
taile
an ion Mean Lower Upper t df
d)
P Pre -
ai 2.2 2.320 - -
-
.87724 4.3708 2 6 .044
r Post
2 95 .07777 .
0
1 4 5
2 36
9
a. Kelompok =
Perlakuan
7
7
Kelompok = Kontrol
Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the (2-
Me Devia Error Difference
taile
an tion Mean Lower Upper t df
d)
P Pre
1.0 -
ai 7 12.97 4.904 22.739 2
4 1.2598 . 6 .071
r Post 492 06 80
0 0 1
1
0E 90
1
a. Kelompok =
Kontrol
7
8
Lampiran 6
Alat dan Bahan untuk pemberian melatonin (melatonin yang telah diencerkan,
Spuit 3 cc, sonde)
8
0
Centrifuge
8
3