Kelompok 01
K-01
Oleh:
I Wayan Gede Adi 15312002
BT Mentari Dwi Putri 15313013
Ephapras Rirael 15313021
Mega Liani Putri 15313060
Johan Iswara 15313066
Larissa Arindini 15313073
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 6
1.2 Tujuan Rencana Kegiatan .......................................................................... 7
1.3 Pelaksana Studi AMDAL ............................................................................ 7
1.3.1 Pemrakarsa Kegiatan ................................................................................. 7
1.3.2 Pelaksana Studi .......................................................................................... 7
BAB II PELINGKUPAN............................................................................................. 9
2.1 Status Studi AMDAL................................................................................... 9
2.2 Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang .. 10
2.3 Deskripsi Rencana Kegiatan ..................................................................... 11
2.3.1 Wilayah Studi........................................................................................... 11
2.3.2 Rincian Kegiatan ...................................................................................... 15
2.4 Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal ............................................... 18
2.4.1 Komponen Geo-fisik-kimia ..................................................................... 19
2.4.2 Komponen Biologi ................................................................................... 28
2.4.3 Komponen Sosekbud ............................................................................... 30
2.4.4 Komponen Kesehatan Masyarakat .......................................................... 33
2.4.5 Usaha dan Kegiatan Lain di Sekitar Area Proyek ................................... 34
2.5 Hasil Pelibatan Masyarakat ...................................................................... 35
2.6 Dampak Penting Hipotetik........................................................................ 35
2.7 Batas Wilayah Studi .................................................................................. 43
2.8 Batas Waktu Kajian .................................................................................. 44
2
3.1.3 Hidrologi dan Kualitas Air....................................................................... 57
3.1.4 Ruang, Lahan, dan Transportasi .............................................................. 65
3.1.5 Komponen Sosial, Ekonomi, dan Budaya ............................................... 67
3.1.6 Kesehatan Masyarakat ............................................................................. 68
3.2 Metode Prakiraan Dampang Penting ...................................................... 70
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Wilayah Perencanaan PT Tambang Pamungkas ...................................... 10
Gambar 2.2 Kawasan Pertambangan Gunung Masigit ................................................ 12
Gambar 2.3 Rute Area Pertambangan Menujur Area Pabrik ...................................... 13
Gambar 2.4 Akses Jalan Masuk Area Pabrik............................................................... 13
Gambar 2.5 Area Perkantoran dan Pabrik PT Tambang Jayapras ............................... 14
Gambar 2.6 Hasil Pengamatan Area Perencanaan ....................................................... 14
Gambar 2.7 Grafik Iklim Kabupaten Bandung Barat .................................................. 20
Gambar 2.8 Lokasi Pasar Padalarang .......................................................................... 22
Gambar 2.9 Titik Sampling Kebisingan ...................................................................... 24
Gambar 2.10 Situ Ciburuy ........................................................................................... 27
Gambar 2.11 Pemukiman Padat di sekitar Situ Ciburuy ............................................. 27
Gambar 2.12 Hasil Sampling Kualitas Air pada Situ Ciburuy .................................... 28
Gambar 2.13 Persentase Mata Pencaharian Kabupaten Bandung Barat 2014............. 32
Gambar 2.14 Pasar Padalarang .................................................................................... 34
Gambar 2.15 Batas Wilayah Studi ............................................................................... 44
Gambar 3.1 Poligon Thiessen ...................................................................................... 49
Gambar 3.2 Kualitas Udara dan Kebisingan................................................................ 51
4
DAFTAR TABEL
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
berdampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut karena
terbukanya lahan pekerjaan dan menjadi sumber bagi pendapatan daerah. Namun di
balik keuntungan yang akan diperoleh dari pengembangan pertambangan kapur,
aktivitas tersebut berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan hidup, baik
terhadap muka bumi, perairan, flora, fauna, dan masyarakat sekitar.
Maka dari itu, dibutuhkan analisis mengenai dampak lingkungan secara
komprehensif sehingga dapat direncakan kegiatan pertambangan yang memperhatikan
pengelolaan lingkungan hidup di lokasinya. Pendekatan studi yang digunakan adalah
kawasan karena akan diadakan kegiatan operasi produksi, yaitu pertambangan dan
perkantoran yang berada di Kecamatan Padalarang.
7
b. Ahli Transportasi: mengkaji keamanan jalur transportasi bahan
tambang dan lalu lintas sekitar proyek
c. Ahli Biologi: menganalisis dampak yang terjadi akibat aktivitas
tersebut terhadap keanekaragaman flora dan fauna di sekitar proyek
d. Ahli Kesehatan Masyarakat: menganalisis dampak yang terjadi akibat
aktivitas tersebut terhadap kesehatan masyarakat sekitar proyek
e. Ahli Hidrologi: menganalisis dampak proyek terhadap kondisi
hidrologi di sekitar proyek
f. Ahli Sosial, Budaya, Ekonomi: menganalisis dampak yang mungkin
dirasakan masyarakat akibat aktivitas proyek dalam bidang sosial,
budaya dan ekonomi
g. Ahli Teknik Lingkungan: menangani pengelolaan dan pengolahan
limbah yang dihasilkan dari proses pertambangan
Asisten Penyusun: membantu koordinator tenaga ahli dalam melakukan
pekerjaannya setiap bidang.
8
BAB II
PELINGKUPAN
9
2.2 Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang
A
10
Lokasi: Kawasan Gunung Masigit, Desa Masigit, Kecamatan Cipatat,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Koordinat:
Luas area: 200 ha
Kawasan gunung masigit diperuntukkan untuk zona konservasi dan pariwisata dengan
sebagian lainnya masih dimanfaatkan sebagai lahan pertambangan kapur, dimana
lahan tersebut cukup jauh dengan penduduk terdekat yaitu sekitar 3 km. Lahan
tersebut pada dasarnya sudah ada beberapa yang dimanfaatkan sebagai area tambang
untuk perusahaan tambang lainnya. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah,
maka dapat disimpulkan bahwa lokasi area perencanaan untuk PT Tambang
Pamungkas telah menyesuaikan dengan RTRW kabupaten bandung barat dan tidak
mengganggu peruntukkan di sekitarnya.
11
Gambar 2.2 Kawasan Pertambangan Gunung Masigit
12
Gambar 2.3 Rute Area Pertambangan Menujur Area Pabrik
13
Gambar 2.5 Area Perkantoran dan Pabrik PT Tambang Jayapras
Area yang direncanakan sebagai kantor dan pabrik PT Tambang Jayapras adalah
seluas 2136.8 m2 sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar diatas. Lokasi kantor
dan pabrik tersebut terletak bersebelahan dengan salah satu perusahaan tambang batu.
14
2.3.2 Rincian Kegiatan
Berikut merupakan rincian kegiatan dari mulai tahap pra konstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi sebagai mana yang ditunjukkan pada Tabel 2.1
15
(40), supir&kenek truk (30), pegawai
kantor (100), karyawan pabrik (60). Total
tenaga kerja sejumlah 230 orang.
16
Hasil tambang diolah menjadi kapur
murni melalui proses kalsinasi, yaitu
proses pembakaran kapur. Proses tersebut
berupa dekomposisi kalsium karbonat
Proses Kalsinasi
menjadi kalsium oksida dan gas karbon
dioksida, mengunakan alat berupa
tungku/reaktor yang disebut kiln.
Kapasitas pemrosesan 3000 ton/hari.
Dilakukan pengendalian emisi partikulat
dan gas dari proses kalsinasi, yaitu debu,
Pengendalian
gas SO2, gas NO2, dan gas CO
Pencemaran Udara
menggunakan alat baghouse filter dan
wet scrubber.
Dilakukan pengendalian air bekas
penyiraman area pabrik yang
mengandung partikel kapur dengan
Pengendalian
mengalirkannya ke unit sedimentasi
Pencemaran Air
terlebih dahulu sebelum dibuang melalui
saluran terbuka yang bermuara ke Situ
Ciburuy.
Pajak dibayarkan kepada pemerintah
Pembayaran Pajak
daerah Kabupaten Bandung Barat
Mobilisasi truk pengangkut kapur dari
pabrik ke para konsumen melewati akses
utama Jalan Raya Ciburuy-Padalarang.
Distribusi Hasil
Menggunakan truk fuso engkel dengan
Produksi
kapasitas sekali pengangkutan sejumlah
15 ton. Intensitas distribusi 3-8 truk/hari
(maksimal 1 truk per 1 jam kerja)
Tahapan yang dilakukan adalah
pemberian lapisan top soil kemudian
Pascaoperasi Reklamasi Lahan
penanaman bibit pohon seperti pohon
jadi, mahoni, dan trembesi.
17
2.4 Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal
Wilayah Kabupaten Bandung Barat merupakan daerah subur dan indah
pemandangannya dengan kondisi geografis yang potensial (berbukit-bukit dengan
ketinggian dan kemiringan yang variatif) dengan dataran terendah pada ketinggian
125 m dpl dan dataran tertinggi pada ketinggian 2.150 m dpl. Kecamatan Padalarang
memiliki lahan yang sangat sesuai untuk tanaman pangan lahan basah, selain itu lahan
ini juga sangat sesuai sebagai tempat waduk/bendungan. Kecamatan padalarang dan
kecamatan cipatat juga sangat sesuai untuk tanaman tahunan/agroforesty. Kabupaten
Bandung Barat memiliki 16 kecamatan dan 165 desa sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel berikut.
Tabel 2.2 Nama Kecamatan, Luas Wilayah, dan Jumlah Desa
Luas
No. Kecamatan Wilayah Jumlah Desa
(Km2)
1 Rongga 11 312 8
2 Gununghalu 16 080 9
3 Sindangkerta 12 035 11
4 Cililin 8 155 11
5 Cihampelas 4 663 10
6 Cipongkor 7 615 14
7 Batujajar 3 431 7
8 Saguling 4 937 6
9 Cipatat 12 550 12
10 Padalarang 5 158 10
11 Ngamprah 3 609 11
12 Parongpong 4 339 7
13 Lembang 9 827 16
14 Cisarua 5 536 8
15 Cikalongwetan 11 208 13
16 Cipeundeuy 10 125 12
Kabupaten Bandung 13057 165
18
Luas
No. Kecamatan Wilayah Jumlah Desa
(Km2)
Barat 7
Sumber: KBB dalam Angka (2012)
19
Tabel 2.3 Klimatologi Kabupaten Bandung Barat
20
Berikut ini adalah data jumlah curah hujan di Kabupaten Bandung Barat pada
Tahun 2010 dan 2011.
Tabel 2.4 Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat
21
Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Debu (Total Suspended Solid/TSP),
Hidro Karbon (HC). Pengukuran untuk parameter Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur
Dioksida (SO2) dan Karbon Monoksida (CO) dilakukan dengan waktu pengukuran 1
Jam, untuk parameter Hidro Karbon (HC) dilakukan dengan waktu pengukuran 3
Jam, sedangkan parameter Debu (Total Suspended Solid/TSP) dilakukan dengan
waktu pengukuran 24 Jam.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, berikut disajikan data berdasarkan
hasil pengukuran pada bulan juli 2014 yang berlokasi di pasar Padalarang pada Jalan
Raya Tagog, sebagai mana ditunjukkan pada Tabel 2.4, dan Tabel 2.5 dengan lokasi
pasar padalarang sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Titik Sampling
22
4 Oksidan (O3) 235 g/Nm3 47,92
5 Hidrokarbon (HC) 160 g/Nm3 92
6 Debu (TSP) 230 g/Nm3 376
7 PM10 (Partikel < 10 m) 150 g/Nm3 43
8 PM2,5 (Partikel < 2,5 65 g/Nm3 21
m)
9 Timbal (Pb) 2 g/Nm3 0,03
Sumber : PT Unilab, Periode 1 2014
Keterangan : *) = PPRI No. 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional
**) = Parameter terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
N = Satuan Volume Hisap Udara Kering dikoreksi pada kondisi
Normal
(25C, 76 cm Hg)
23
debu tersebut merupakan disversi debu dari lalu lintas jalan raya yang cukup padat,
sehingga debu jalan akan menyebar dalam radius yang cukup luas.
Sedangkan berdasarkan data primer yang diperoleh, berikut merupakan hasil
sampling kondisi kebisingan di sekitar wilayah perencanaan baik pada area
pertambangan maupun area kantor/pabrik dengan lokasi titik sampling sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 2.8
Keterangan:
1: titik sampling pada jalur trasportasi utama
2: titik sampling pada pemukiman penduduk terdekat pada area kantor dan pabrik
3: titik sampling pada area kantor dan pabrik
4: titik sampling pada pemukiman penduduk terdekat pada area pertambangan
Berdasarkan Gambar 2.9 kebisingan pada area pabrik dan kantor diukur di tiga titik
yang berbeda. Titik 1 menunjukkan lokasi sampling pada Jalan Ciburuy-Padalarang
yang merupakan akses masuk area kantor dan pabrik. Titik 2 menunjukkan lokasi
sampling pada pemukiman penduduk terdekat dengan area kantor dan pabrik yaitu
sekitar 50 meter. Titik 3 menunjukkan lokasi sampling pada area kantor dan pabrik
yang memiliki jarak sekitar 12 meter dari Jalan utama Cibury-Padalarang. Sedangkan
titik 4 menunjukkan lokasi sampling pada pemukiman terdekat dengan area
pertambangan dengan jarak sekitar 3 km. Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan
24
pada tanggal 23 Februari 2017, kondisi kebisingan pada wilayah perencanaan
digambarkan pada Tabel 2.7
25
Sumber : Master Plan Persampahan 2009
Permasalahan yang terdapat di Wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu
masih terdapat lahan kritis dan terlantar, hasil identifikasi menunjukkan bahwa lahan
kritis saat ini diantaranya ada di wilayah Padalarang, Cipatat, Ngamprah, Cililin dan
Cisarua. Berikut ini merupakan sebaran lahan kritis yang terdapat pada wilayah
Padalarang dan Cipatat:
No Kecamatan Desa
Campakamekar, Jayaamekar, Padalarang, Tagogapu dan
1 Padalarang
Ciburuy.
Cipatat, Ciptaharja, Kertamukti, Sarimukti, Cirawamekar,
2 Cipatat
Sumurbandung, Gunungmasigit dan Citatah.
Sumber: Hasil Analisa 2013 POKJA SANITASI.
26
merupakan Tanaman Tahunan berupa hutan yang berfungsi sebagai
konservasi mencapai luas sekitar 39.243,75 Ha (30,05%) dari seluruh luas
wilayah Kabupaten Bandung Barat.
Dalam hal pemanfaatan sumber daya alam, khususnya bahan batuan dari tanah, sudah
lama berlangsung di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
Khusus untuk kawasan perbukitan Rajamandala, Kecamatan Cipatat dan sekitarnya
sangat kaya dengan batu gamping sebagai bahan baku industri kapur, marmer dan
semen, serta terdapat pula batu andesit, kaolin, sirtu dan pasir kuarsa.
Komponen Hidrologi
Aspek hidrologi suatu wilayah desa sangat diperlukan dalam pengendalian dan
pengaturan tata air wilayah desa. Berdasarkan hidrologinya, Desa Ciburuy hanya
memiliki satu mata air permukaan yang digunakan untuk irigasi, yaitu Situ Ciburuy.
Situ Ciburuy memiliki kapasitas penyimpanan sekitar 4 juta m3 dengan debit air 30
liter/detik untuk mengairi saluran irigasi warga Desa Ciburuy. Warga di Desa Ciburuy
sangat mengandalkan Situ Ciburuy untuk kebutuhan air sehari-hari mereka, terbukti
dengan padatnya pemukiman di sekeliling Situ Ciburuy.
27
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kualitas air pada Situ Ciburuy
terbilang masih dalam kondisi baik secara visual. Berikut merupakan hasil sampling
yang dilakukan:
Adanya saluran irigasi yang bersumber dari Situ Ciburuy tersebut membuat
daerah Ciburuy menjadi daerah yang subur, konon katanya tingkat kesuburan
tanahnya mencapai 15 meter. Memang benar hampir semua tanaman dapat tumbuh
dengan baik disini, diantaranya: Padi. Palawija (pisang, singkong, mentimun, jagung,
cabe dan lain sebagainya), perikanan, peternakan.
Secara umum akhir-akhir ini terjadi penurunan kualitas curah hujan dan jumlah
hujan dibanding keadaan selama tahun-tahun sebelumnya, hal ini dapat menjadi
sangat berpengaruh terhadap sumber mata air Desa Ciburuy yaitu Situ Ciburu, yang
menjadi sumber kehidupan masyarakat penggarap sawah. Ditunjang pula oleh
kurangnya perawatan dan pengawasan terhadap Situ Ciburuy yang merupakan satu-
satunya sumber mata air Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang.
28
Babadotan (Ageratum conyzoides)
Widelia (Wedelia triloba)
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis)
kembang telang (Clitoria ternatea)
rumput-rumputan (cyperaceae)
Selain itu, terdapat pula tanaman hasil budidaya penduduk sekitar seperti:
Albasiah (Albizzia sp.)
Pisang (Musa paradisiaca)
Cebreng
bibit pohon Mahoni (Swietenia mahagoni)
Fauna
Birds Conservation Society (2010) menemukan jenis-jenis fauna berikut di kawasan
Gunung Masigit:
tikus ladang (Rattus sp.)
Musang (Paradoxiurus hermaproditus)
Bajing (Tupaia sp.)
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Bubut alang-alang (Centropus bengalensis)
Cici padi (Cisticola juncidis)
Bentet kelabu (Lanius schach)
Cinenen jawa (Orthotomus sepium)
Cinenen pisang (Orthotomus sutorius)
Perenjak jawa (Prinia familiaris)
Gemak loreng (Turnix suscitator)
Bondol jawa (Lonchura leucogatroides)
Bondol peking (Lonchura punctulata)
Caladi ulam (Dendrocopus macei)
Caladi tilik (Picoides moluccensis)
Cabe jawa (Dicaeum trochileum)
burung Madu sriganti (Nectarinia jugularis)
Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus)
Alap-alap sapi (Falco molucensis)
29
Serak jawa (Tyto alba)
Cabak kota (Caprimulgus affinis)
Walet linci (Collocalia linchi)
Kapinis rumah (Apus affinis)
Layang-layang batu (Hirundo tahitica)
Layang-layang loreng (Hirundo striolata)
yang terendah yaitu sebesar 439 orang/Km2. Berikut ini adalah Tabel jumlah dan
kepadatan penduduk di tiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat.
30
Luas Wilayah Kepadatan
No. Kecamatan Penduduk (Jiwa)
(Km2) (Jiwa/Km2)
6 Cipongkor 7 615 84 374 1 108
7 Batujajar 3 431 89 314 2 603
8 Saguling 4 937 28 517 578
9 Cipatat 12 550 123 114 981
10 Padalarang 5 158 160 404 3 110
11 Ngamprah 3 609 158 993 4 405
12 Parongpong 4 339 100 784 2 323
13 Lembang 9 827 178 777 1 819
14 Cisarua 5 536 68 918 1 245
15 Cikalongwetan 11 208 111 876 998
16 Cipeundeuy 10 125 37 988 761
Kabupaten Bandung
130577 1557569 1193
Barat
Sumber : Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka Tahun 2012
Pendidikan
Kondisi pendidikan di Kabupaten Bandung Barat dapat terlihat dari jumlah
sekolah pada tiap kecamatan. Jumlah sekolah tersbeut dapat dilihat pada Tabel berikut.
No. Kecamatan SD
SMP SMA SMK
1 Rongga 35 7 1 -
2 Gununghalu 36 10 1 -
3 Sindangkerta 42 9 3 1
4 Cililin 41 13 5 3
5 Cihampelas 45 11 2 5
6 Cipongkor 46 9 4 2
7 Batujajar 53 9 5 6
8 Saguling *) *) *) *)
9 Cipatat 59 10 2 3
10 Padalarang 64 13 5 7
11 Ngamprah 45 12 2 3
12 Parongpong 34 10 1 1
31
13 Lembang 63 20 8 7
14 Cisarua 28 5 2 -
15 Cikalongwetan 58 10 2 3
16 Cipeundeuy 42 7 3 1
Jumlah 691 155 46 42
Sumber : KBB dalam Angka 2012
Mata Pencaharian
Jumlah angkatan kerja Kabupaten Bandung Barat mencapai 447.314 jiwa.
Mata pencaharian yang ada di kabupaten Bandung Barat yaitu sektor pertanian,
kehutanan, perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor
konstruksi, sektor perdagangan, sektor transportasi dan pergudangan, sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, jasa
keuangan dan asuransi, real estat, jasa perusahaan/ Business Activities. Berikut ini
merupakan data presentase mata pencaharian yang di peroleh dari BPS Kabupaten
Bandung Barat:
32
2.4.4 Komponen Kesehatan Masyarakat
Aspek kesehatan masyarakat perlu diperhatikan agar kegiatan yang
direncanakan tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan masyarakat sekitar
wilayah tersebut. Dalam pelaksanaannya, diperlukan data kesehatan penduduk berikut
angka kasus penyakit dan jumlah tenaga kesehatan. Secara umum data kesehatan
untuk masyarakat Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.12 Kondisi Kesehatan Masyarakat
Parameter Nilai
Jumlah penderita Pneumonia Balita 7.333
Insiden DBD (per 1000) 55,27
Insiden Diare (per 1000) 3.014,86
Insiden Malaria (per 1000) 0
Jumlah penderita Filariasis 0
Jumlah kasus difteri 0
Jumlah kasus tetanus 0
Jumlah kasus campak 14
Jumlah kasus folio 0
% balita gizi buruk 1,13
% rumah tangga ber-PHBS 32,17
% RT akses air bersih 35,99
% KK dengan jamban sehat 19,22
% KK memiliki tempat sampah 51,19
% KK dengan air limbah sehat 48,71
Jumlah tenaga medis 67
Jumlah perawat & bidan 558
Jumlah puskesmas 31
Jumlah tenaga farmasi 25
33
2.4.5 Usaha dan Kegiatan Lain di Sekitar Area Proyek
Di dalam wilayah perencanaan terdapat beberapa fasilitas dan kegiatan lain seperti:
a. Sekolah, yang terdiri atas:
Tabel 2.13 Jumlah Sekolah di Wilayah Studi
34
2.5 Hasil Pelibatan Masyarakat
Pengumuman rencana kegiatan dilaksanakan kepada penduduk Kecamatan
Padalarang dan Kecamatan Cipatat. Proses tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi
dan wawancara penduduk sekitar, jumlah yang diwawancara adalah 10 warga pada
pemukiman terdekat dengan area pabrik dan 10 warga pada pemukiman terdekat
dengan area pertambangan. Pekerjaan narasumber terdiri dari ibu rumah tangga,
tukang ojek, pedagang, karyawan pabrik serta pelajar. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan, pada saat ini masyarakat sudah mengeluhkan mengenai buruknya
kualitas udara di kawasan padalarang dikarenakan banyaknya pabrik tambang yang
banyak menghasilkan debu dan partikulat. Oleh karena itu mereka menyarankan agar
pabrik memiliki fasilitas alat pengendali pencemaran udara. Di sisi lain masyarakat
mendapatkan harapan akan terbukanya lapangan pekerjaan, sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran.
35
Tabel 2.14 Evaluasi Dampak Potensial
TAHAP KONSTRUKSI
Mobilisasi Peningkatan kebisingan Perubahan kualitas udara berupa peningkatan Peningkatan kebisingan
Alat dan Penurunan kualitas konsentrasi gas dan partikulat serta peningkatan Penurunan kualitas udara
Bahan udara kebisingan diakbatkan terutama pada saat mobilisasi
Peningkatan kepadatan alat dan bahan untuk pembangunan pertambangan
lalu lintas dan pabrik. Hal tersebut diakibatkan oleh
Kerusakan jalan bercecerannya bahan saat mobilisasi berlangsung.
Perubahan struktur dan Maka, terjadi dampak negatif penting.
interaksi sosial
36
Penyiapan Perubahan sifat fisik Sifat fisik tanah dapat berubah dengan adanya Perubahan sifat fisik tanah
Lahan tanah pembersihan permukaan lahan dari tanaman dan Longsor atau erosi
Tambang Banjir pengupasan lapisan tanah penutup. Hal ini kemudian
Longsor atau erosi bisa mengakibatkan erosi atau longsor. Maka, hal ini
Degradasi dikategorikan dampak negatif penting.
keanekaragaman flora
dan fauna
Pembangunan Perubahan sifat fisik Akses jalan dibangun di area pertambangan dan Perubahan sifat fisik tanah
Akses Jalan tanah pabrik dengan pembersihan lahan dari tanaman akan Penurunan kualitas udara
Kepadatan lalu lintas mengakibatkan perubahan fisik tanah yang memicu Peningkatan kebisingan
Kerusakan jalan longsor atau erosi. Selain itu, penggunaan alat berat Longsor atau erosi
Penurunan kualitas selama pembangunan dapat meningkatkan Degradasi eanekaragaman flora
udara kebisingan serta menurunkan kualitas udara. Hal Perubahan persepsi masyarakat
Peningkatan kebisingan tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan Gangguan kesehatan masyarakat
Banjir masyarakat sehingga membuat resah masyarakat.
Maka, hal ini dikategorikan dampak negatif
Longsor atau erosi
penting.
Degradasi
eanekaragaman flora
Perubahan persepsi
masyarakat
Gangguan kesehatan
masyarakat
Perekrutan Peningkatan Keberadaan perusahaan tambang kapur akan Perubahan persepsi masyarakat
Tenaga Kerja pendapatan daerah membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di
Terbukanya peluang sekitar sehingga masyarakat pun akan terbantu dalam
37
kerja segi finansial. Hal ini dapat mengakibatkan
Perubahan persepsi perubahan persepsi masyarakat ke arah yang
masyarakat menguntungkan bagi perusahaan. Maka, hal ini
merupakan dampat positif penting.
Pembangunan Perubahan sifat fisik Aktivitas pembangunan gedung dan pabrik dapat Penurunan kualitas udara
Gedung tanah menimbulkan emisi partikulat dan gas, selain itu juga Peningkatan kebisingan
Kantor dan Penurunan kualitas menimbulkan kebisingan. Kualitas air juga dapat Penurunan kualitas air
Pabrik udara terganggu karena keberadaan bahan bangunan yang Gangguan kesehatan masyarakat
Peningkatan kebisingan bisa terbawa oleh run-off. Selain itu, pembangunan
Penurunan kualitas air tersebut dapat menimbulkan risiko terhadap
Banjir kesehatan dan keselematan kerja serta bisa Ancaman kesehatan dan
Degradasi mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar area. keselamatan kerja
keanekaragaman flora
dan fauna
Terbukanya peluang
kerja
Gangguan kesehatan
masyarakat
Ancaman kesehatan
dan keselamatan kerja
TAHAP OPERASI
Kegiatan Perubahan sifat fisik Peledakan lahan tambang akan menimbulkan Perubahan sifat fisik tanah
Eksploitasi tanah perubahan sifat fisik tanah yang memicu longsor dan Penurunan kualitas udara
Kapur Penurunan kualitas erosi. Selain itu, peledakan akan meningkatkan Peningkatan kebisingan
udara kebisingan serta memicu pencemaran udara akibat Longsor atau erosi
Peningkatan kebisingan partikulat. Penurunan kualitas udara dan peningkatan
38
Longsor atau erosi kebisingan tersebut menjadi gangguan bagi Perubahan persepsi masarakat
Degradasi kesehatan masyarakat dan pekerja, sehingga Gangguan kesehatan masyarakat
keanekaragaman flora membuat masyarakat resah. Pekerja pun Ancaman kesehatan dan
dan fauna mendapatkan risiko kecelakaan selama eksploitasi. keselamatan kerja
Terbukanya peluang Maka, hal ini memicu dampak negatif penting.
kerja
Perubahan persepsi
masarakat
Gangguan kesehatan
masyarakat
Ancaman kesehatan
dan keselamatan kerja
Proses Peningkatan kepadatan Dengan adanya pengangkutan melalui jalan raya, Kerusakan jalan
Pengangkutan lalu lintas terjadi kerusakan jalan dikarenakan beban kendaraan. Penurunan kualitas udara
Hasil Kerusakan jalan Selain itu, mobilisasi alat angkut menimbulkan emisi Peningkatan kebisingan
Tambang Penurunan kualitas partikulat dan gas serta kebisingan. Ini akan Gangguan kesehatan masyarakat
udara berdampak terhadap kesehatan masyarakat, sehingga
Peningkatan kebisingan hal ini dikategorikan dampak negatif penting.
Perubahan struktur dan
interaksi sosial
Perubahan persepsi
masyarakat
Ancaman kesehatan
dan keselamatan kerja
Gangguan kesehatan
masyarakat
Proses Penurunan kualitas Aktivitas pembakaran kapur pada suhu tinggi Penurunan kualitas udara
Kalsinasi udara menghasilkan gas SO2, NO2, CO, serta debu, yang Peningkatan kebisingan
Peningkatan kebisingan dapat menurunkan kualitas udara ambien. Selain itu,
Ancaman kesehatan alat yang digunakan dalam proses kalsinasi
39
dan keselamatan kerja menghasilkan bising. Oleh karena itu, kegiatan ini
Gangguan kesehatan dapat dikategorikan memiliki dampak negatif
masyarakat penting.
Pengendalian Peningkatan kualitas Adanya pengendalian pencemaran udara terhadap Peningkatan kualitas udara
Pencemaran udara emisi dari proses pengolahan kapur dapat mencegah Menjaga kesehatan dan
Udara Perubahan persepsi turunnya kualitas udara ambien, sehingga dapat keselamatan pekerja
masyarakat menjaga kesehatan pekerja dan masyarakat. Oleh Menjaga kesehatan masyarakat
Menjaga kesehatan dan karena itu, hal ini dapat dikategorikan sebagai
keselamatan pekerja dampak positif penting.
Menjaga kesehatan
masyarakat
Pengendalian Peningkatan kualitas Adanya pengendalian pencemaran air dengan Peningkatan kualitas air
Pencemaran air permukaan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah dapat permukaan
Air Perubahan persepsi mencegah terbawanya pencemar menuju badan air Menjaga kesehatan masyarakat
masyarakat permukaan, sehingga kualitas air permukaan
Menjaga kesehatan dan meningkat dan kesehatan masyarakat terjaga. Oleh
keselamatan pekerja karena itu, hal ini dikategorikan sebagai dampak
Menjaga kesehatan positif penting.
masyarakat
Pembayaran Peningkatan Pembayaran pajak dari perusahaan kepada Peningkatan pendapatan daerah
Pajak pendapatan daerah pemerintah daerah akan masuk ke dalam pendapatan
daerah sehingga pendapatan daerah akan naik, oleh
karenanya hal ini dikategorikan sebagai dampak
positif penting.
40
Penurunan kualitas terhadap keselamatan kerja selama proses distribusi. Perubahan struktur dan interaksi
udara Hal tersebut menyebabkan berubahnya persepsi sosial
Peningkatan kebisingan masyarakat yang diikuti dengan perubahan struktur Perubahan persepsi masyarakat
Perubahan struktur dan dan interaksi sosial, sehingga dapat dikategorikan Ancaman keselamatan kerja
interaksi sosial sebagai dampak negatif penting.
Terbukanya peluang
kerja
Perubahan persepsi
masyarakat
Ancaman keselamatan
kerja
Kecelakaan lalu lintas
TAHAP PASCA-OPERASI
Reklamasi Perbaikan sifat fisik Reklamasi lahan bertujuan untuk mengembalikan Perbaikan sifat fisik tanah
Lahan tanah sifat fisik tanah, sehingga dapat kembali menjadi Peningkatan kualitas udara
Peningkatan kualitas habitat bagi flora dan fauna serta memperbaiki Pencegahan longsor/erosi
udara persebaran biota di wilayah tersebut. Selain itu, Peningkatan keanekaragaman
Pencegahan dengan adanya penghijauan maka dapat flora dan fauna
longsor/erosi meningkatkan kualitas udara serta mencegah Peningkatan persebaran biota
Peningkatan erosi/longsor. Oleh karena itu, hal ini dapat
dikategorikan sebagai dampak positif penting.
41
keanekaragaman flora
dan fauna
Peningkatan persebaran
biota
Perbaikan struktur dan
interaksi sosial
Perbaikan persepsi
masyarakat
42
2.7 Batas Wilayah Studi
Batas wilayah studi dalam pembangunan PT Tambang Pamungkas dapat ditinjau
dengan memperhatikan beberapa batas berikut:
Batas Proyek
Batas proyek dalam pembangunan PT Tambang Pamungkas berada pada
Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Cipatat pada Kabupaten Bandung Barat.
Wilayah studi dibagi menjadi dua area yaitu area pertambangan serta area
kantor&pabrik.
Batas Ekologis
Batas ekologis terdiri dari batas ekologis air dan ekologis udara. Batas ekologis air
pada wilayah perencanaan mencakup garis terluar Situ Ciburuy dan jalur irigasi
persawahan. Sedangkan batas ekologi udara mencakup wilayah sekitar pabrik
yang mengacu pada persebaran pencemar berdasarkan arah windrose.
Batas Sosial
Batas sosial merupakan ruang di sekitar rencana usaha dana tau kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung
norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial)
sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan
atau kegiatan.
Batas Administratif
Wilayah perencanaan terdiri dari dua kecamatan yang berbeda yaitu kecamatan
cipatat untuk area pertambangan, dan kecamatan padalarang untuk area barik dan
kantor.
43
Batas wilayah studi yang ditinjau dalam perencanaan dapat dilihat pada Gambar
2.15
44
studi hingga penyelesaian dan pengumpulan laporan hasil studi. Sementara itu,
waktu kegiatan pertambangan kapur di kawasan Gunung Masigit akan
menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan kandungan kapur yang terkandung di
wilayah tersebut.
45
BAB III
METODE STUDI
Tujuan dari adanya pengumpulan dan pengambilan data adalah menelaah dan
mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak besar
dan penting dari kegiatan proyek, menentukan kualitas lingkungan dari berbagai
parameter yang yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari
kegiatan proyek, menelaah dan mengukur komponen rencana kegiatan yang
diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari lingkungan hidup
sekitarnya, dan memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat
kegiatan proyek.
Secara umum lokasi-lokasi pengambilan data ditetapkan pada lokasi tapak proyek,
serta beberapa lokasi di sekitar tapak proyek yang diperkirakan akan terkena
sebaran dampak. Pembangunan proyek Tambang Kapur Padalarang akan
berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap komponen geofisik-
kimia, biologi serta sosial dan kesehatan masyarakat di sekitarnya jika ditangani
dengan baik pula. Dengan cara ini kondisi atau rona lingkungan hidup awal pada
lokasi -lokasi calon penerima dampak dapat terukur/teramati, sehingga nantinya
besaran dampak di wilayah studi dapat diprakirakan. Komponen lingkungan dan
46
parameter yang harus diamati, diukur dan dicatat beserta metode pengumpulan
dan analisis datanya diuraikan sebagai berikut.
3.1.1 Iklim
Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: suhu, kelembaban,
curah hujan, arah dan kecepatan angin.
1) Metode pengumpulan data
Pengambilan data iklim dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika) Jawa Barat selama 10 tahun terakhir. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil analisisnya
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Parameter-
parameter iklim yang dikumpulkan meliputi:
- Suhu udara
Data suhu udara dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat, selain itu
suhu udara diukur langsung di beberapa lokasi (tercantum pada peta lokasi
pengambilan/pengukuran sampel). Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan thermometer bola kering dan thermometer untuk suhu
maksimum dan minimum.
- Kelembaban
Data kelembaban akan dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan
stasiun meteorologi terdekat. Selain itu pengukuran akan dilakukan
langsung dengan alat Termohygrometer.
- Angin
Data arah dan kecepatan angin dalam serangkaian waktu (time series) akan
dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat. Data yang diperoleh
kemudian akan diolah untuk memperoleh pola wind rose di wilayah studi.
Pola wind rose yang diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan arah
dan tingkat pencemaran udara.
47
- Curah hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun-
stasiun penakar hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun
terakhir untuk mengetahui hujan rata-rata tahunan dan tipe curah
hujannya.
48
perpotong garis pada titik-titik di antara tiga stasiun pencatat hujan
tersebut akan membentuk suatu poligon yang banyak seperti Gambar 3.1.
49
1 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4 + 5 5 + +
=
1 + 2 + 3 + 4 + 5 +
Penetapan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan rasio
atau nisbah nilai Q, yaitu perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan
jumlah rerata bulan basah. Persamaannya adalah sebagai berikut:
= 100%
Penetapan bulan kering dan bulan basah, dicari dengan menghitung adanya bulan
kering dan bulan basah setiap tahunnya, kemudian dijumlah untuk jumlah tahun
pencatatan dan kemudian dirata-ratakan. Bulan kering terjadi apabila curah hujan
< 60 mm/bulan, dan bulan basah terjadi apabila curah hujan >100 mm/bulan,
sedangkan curah hujan antara 60 - 100 mm/bulan dikatakan bulan lembab. Tabel
3.1 dan Gambar 3.2 berikut menyajikan penggolongan tipe iklim menurut
Schmidt dan Ferguson mendasarkan nilai Q.
50
Gambar 3.2 Kualitas Udara dan Kebisingan
51
2) Kebisingan
Kebisingan akan diukur secara langsung dengan menggunakan alat Sound
Level Meter di lokasi yang sama dengan lokasi pengukuran/pengambilan
sampel udara ambien. Baku mutu tingkat kebisingan diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/
1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Tabel 3.2 Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas
Udara dan Kebisingan
No. Parameter Metode Analisis Peralatan Sumber Metode Analisis Data Keterangan
1. Kualitas
Hasil
Udara Pararosanilin Spektrofotometer PP No. 41 Menggunakan Pedoman
perhitungan
SO2 NDIR NDIR Analyzer tahun 1999 ISPU: Kep.Men. LH
dikonversi
CO Saltzman Spektrofotometer tentang Baku No. 45 tahun 1997 dan
menjadi
NO2 Gravimetri Hi-Vol Mutu Udara Kep. Ka BAPEDAL No.
skala
PM10 Gravimetri Hi-Vol Ambien 107 tahun 1997
kualitas
TSP Chemiluminescent Spektrofotometer Nasional
lingkungan
O3
2. Kebisingan Sound Level Meter Hasil
Kep.Men. LH Sesuai dengan perhitungan
No. 48 tahun Kep.Men. LH No. 48 dikonversi
1996 tentang tahun 1996 tentang menjadi
Baku Tingkat Baku Tingkat skala
Kebisingan Kebisingan kualitas
lingkungan
52
Pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menggunakan metode
observasi yakni langsung melakukan pengamatan, pengukuran dan
pencatatan parameter-parameter bentuk lahan mencakup topografi, lereng,
material dan proses geomorfologi yang bekerja. Selain itu data sekunder
konfigurasi permukaan bumi disadap dari peta topografi sebagai sumber
data untuk digunakan dalam mengkaji fisiografi daerah penelitian yaitu di
tapak rencana pembangunan kawasan perumahan terpadu Bandung Juara
dan sekitarnya.
53
Ci = kontur interval (12,5 m untuk Peta Rupa Bumi skala
1:25.000 dan 25 m untuk skala 1:50.000)
L = panjang diagonal (m)
Dengan diperolehnya data kemiringan lereng masing-masing grid maka
peta lereng dapat disusun berdasarkan nilai kemiringan lereng tersebut.
Hasil pemetaan kemudian dicek di lapangan dengan melakukan
pengukuran di beberapa lokasi sampel, hasilnya kemudian dianalisis untuk
mengetahui klas kemiringan lereng dan topografi daerah penelitian.
Tabel 3.3 Aspek-Aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara
Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif
Geografi
a. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data geologi meliputi jenis batuan, struktur geologi dan
stratigrafi dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan metode observasi lapangan yakni
mengamati, melihat, mengukur dan mencatat fenomena geologi, batuan di
lapangan tapak rencana pembangunan kawasan perumahan terpadu Bandung
Juara dan sekitarnya. Data sekunder berupa data dari laporan hasil penelitian
terdahulu dan dari peta-peta geologi daerah setempat.
54
b. Analisis data
Teknik analisis yang digunakan menggunakan teknik analisis deskriptif
secara langsung di lapangan dan bantuan data sekunder untuk
mendeskripsikan kondisi geologi setempat.
55
Tabel 3.4 Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi Tanah dan Geologi
56
3.1.3 Hidrologi dan Kualitas Air
Hidrologi
a. Metode pengumpulan data
Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-komponen
sebagai berikut:
1) Hidrologi/air permukaan
a. Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa
b. Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan
c. Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi
d. Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
e. Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
2) Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air
1.c. Kerapatan drainase Pengukuran pada peta Analisis Kerapatan Nilai Dd dapat digunakan
dari peta rupa bumi skala Drainase dengan rumus: untuk memberikan
1:25.000 Dd= L / A informasi tentang kondisi
Dd= Kerapatan drainase pengatusan (drainage)
(km/km2) apakah pengatusannya :
L= Panjang seluruh alur jelek, sedang atau baik, dan
sungai (km) intensitas proses torehan
A = Luas DAS (km2) akibat erosi pada lokasi
tersebut
1.d. Kondisi dasar sungai Observasi visual Deskriptif observasional Dapat memberikan
lapangan informasi bagaimana
sedimen transport sungai
tersebut.
1.e. Prakiraan ketinggian Pengukuran dengan jalan Deskriptif observasional
muka air sungai atau tongkat berskala di
maksimum lapangan, atau tanaya
kepada penduduk
setempat
1.f. Kedalaman sungai Pengukuran dengan jalan Deskriptif observasional
57
No. Metode Pengumpulan
Parameter Metode Analisis Data Keterangan
Data
rata rata atau tongkat berskala di
lapangan
1.g. Lebar sungai ratarata Pengukuran dengan pita
ukur di lapangan
1.h. Kemiringan dinding Pengukuran dengan Visual dan deskriptif
sungai abney level atau kompas
geologi
1.i. Kondisi banjir Data sekunder Deskriptif observasional Data yang dikumpulkan
antara lain, periodisasi
banjir, lokasi-lokasi banjir,
luasan area banjir
2. Debit/Discharge Data sekunder dan data Matematik Data debit dekade, bulanan,
Sungai primer Q=V*A tahunan
3. Debit aliran Metode rasional Data Matematik Butuh data hujan, luas
permukan primer R = 0,028C.I.A (m3/dt) daerah dan data penutup
lahan
4. Kualitas air Menerapkan Standard Menerapkan National Pengukuran parameter fisik
permukaan *) Methods for The Sanitation Foundations seperti suhu, pH, TDS, DO
Examination of Water Water Quality Index dan DHL dilakukan
and Wastes Water, (NSFWQI), (Ott, 1998) langsung di lapangan (in situ
APHA, edisi ke 20, tahun measurement)
2000. Baku Mutu Air
yang akan dipergunakan
adalah PP No. 82 tahun
2001.
5. Tingkat erosi Observasi visual, peta USLE Method Pengukuran parameter erosi
rupa bumi, kemiringan A = R.K.L.C.P dilakukan di lapangan dan
dan panjang lereng, sifat (ton/ha/th) analisis laboratorium
fisik tanah, data hujan
6. Kondisi fisik daerah resapan
6.a. Topografi Observasi visual dan Analisis morfologi Data ini didapatkan pada
pengukuran langsung di (kaitan lereng dengan survei komponen fisiografi
lapangan dan peta rupa relief)
bumi
6.b. Air larian permukaan Observasi visual dan Persamaan empiris Lokasi dimana terjadi
(run off) pengukuran luas DAS dengan rumus pembukaan lahan
pada peta dengan Q = 0,028.C.I.A.
planimeter (Rational equation)
B. Tingkat penyediaan Data sekunder Perhitungan tingkat
dan kebutuhan/ kebutuhan/pemanfaatan
pemanfaatan air air dihitung berdasarkan
rata-rata penggunaan
volume air per satuan
luas lahan untuk
pertanian, rata-rata
penggunaan air untuk
industri, dan ratarata
penggunaan air untuk
kegiatan lainnya
58
Lokasi Pengambilan Sampel, yang selanjutnya akan dianalisis untuk
menentukan skala Kualitas Lingkungannya.
Kualitas Air
1) Kualitas air tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan
pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah
untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana tapak pembangunan
kawasan perumahan terpadu Bandung Juara. Jumlah lokasi pengambilan sampel
sebanyak 22 buah (GW-1 s/d GW-22). Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi
kualitas air tanah berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416
Tahun 1990. Parameter-parameter kualitas air tanah yang akan diukur disajikan
pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan Diukur (sesuai
PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002)
No. Parameter
1. Antimony
2. Air raksa (Hg)
3. Arsenic (As)
4. Barium (Ba)
5. Boron (Bo)
6. Cadmium (Cd)
7. Kromium (Cr)
8. Tembaga (Cu)
9. Sianida (CN)
10. Fluorida (F)
11. Timah (Pb)
12. Nikel (Ni)
13. Nitrat (NO3)
14. Nitrit (NO2)
15. Selenium (Se)
16. Amonia (NH3)
17. Alumunium (Al)
18. Klorida (Cl)-
19. Tembaga (Cu)
20. Kesadahan (Ca CO3)
21. Hidrogen Sulfida (H2S)
22. Besi (Fe)
59
No. Parameter
23. Mangan (Mn)
24. pH
25. Sodium (Na)
26. Sulfat (SO4 )
27. TDS
28. Seng (Zn)
29. Kekeruhan
30. E. Coli
31. Fecal coli
32. Suhu
33. Total zat padat terlarut (TDS)
Tabel 3.7 Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan Diukur (sesuai PP RI No. 82
Tahun 2001)
No. Parameter
1. pH
2. DO
3. Kekeruhan
4. DHL
5. BOD
6. COD
7. Total fosfat sebagai P
8. NO3
9. NH 3
10. Kobalt (Co)
11. Barium (Ba)
12. Boron (Bo)
60
No. Parameter
13. Kadmium (Cd)
14. Khrom (VI)
15. Tembaga (Cu)
16. Besi (Fe)
17. Timbal (Pb)
18. Mangan (Mn)
19. Air Raksa (Hg)
20. Seng (Zn)
21. Khlorida (Cl)
22. Sianida (CN)
23. Fluorida (F)
24. Nitrit (NO2)
25. Sulfat (SO4)
26. Khlorin bebas
27. Belerang sbg H2S
28. Minyak dan Lemak
29. Detergen
30. Residu Terlarut
31. Residu Tersuspensi
32. Total Coliform
33. Fecal Coliform
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada lokasi tapak proyek dan sekitarnya
yang diprakirakan akan terkena dampak kegiatan proyek. Penetapan lokasi ini juga
mempertimbangkan:
Pengambilan sampel air tanah akan dilakukan pada 10 titik/lokasi yang didasarkan
pada perbedaan jenis tanah dan pertimbangan lain, yaitu kemungkinan sebidang
tanah tercemar oleh limbah konstruksi, sedangkan sampel air sungai akan diambil
di 6 lokasi. Titik-titik lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Peta Lokasi
Pengambilan Sampel (Gambar 3.3), sedangkan justifikasi penentuan lokasi
tersebut diuraikan sebagai berikut.
61
- Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sekitar tapak proyek
Pengukuran debit sungai dilakukan pada muara-muara sungai-sungai minor
yang mensuplai air dan sedimen ke dalam Sungai yang terpengaruh oleh
rencana pembangunan kawasan perumahan terpadu Bandung Juara dan
sekitarnya. Debit memiliki hubungan erat dengan jumlah sedimen yang
dibawanya. Dengan mengetahui besarnya debit aliran maka dapat diperkirakan
besarnya beban debit dari sungai tersebut, sehingga dapat diprakirakan
pasokan debit ke daerah hilir yang memungkinkan dapat terjadinya banjir.
Hal ini penting dilakukan karena diperkirakan selama pekerjaan proyek, erosi
akan semakin besar sehingga sedimen yang terbawa oleh air akan semakin
banyak dan beban sedimen yang masuk kedalam sungai-sungai itu akan
semakin besar.
Lokasi sampling kualitas air sungai, ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan
utama untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai sebelum pelaksanaan
proyek. Lokasi utama pengambilan sampel air sungai dilakukan pada Sungai
yang terpengaruh oleh rencana pembangunan kawasan perumahan terpadu
Bandung Juara. Lokasi sampling ditetapkan pada posisi hulu, tengah dan hilir
sungai sehingga kondisi kualitas alamiah air sungai dan interaksinya dengan
tata guna air sekitar dapat diketahui.
62
pelaksanaan proyek. Lokasi utama pengambilan sampel air tanah adalah di
area rencana pembangunan kawasan perumahan terpadu Bandung Juara. Di
area rencana tapak proyek lokasi sampling ditentukan dengan menggunakan
prinsip purposive sampling yang mewakili kondisi daerah upstream dan
downstream aliran airtanah. Tujuannya agar perubahan kualitas dari daerah
upstream ke downstream dapat termonitor, sehingga diketahui pengaruh
lingkungan saat ini terhadap perubahan kondisi kualitas airtanah dangkal
sebelum proyek.
Tabel 3.8 Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air
Spesifikasi Metode
No. Parameter Teknik Pengujian
Pengujian
1. Amonium Spektrofotometri dengan Nessler SNI 06-2479-1991
2. Besi Spektrometri serapan atom SNI 06-2523-1991
3. BOD Inkubasi Winkler SNI 06-2503-1991
4. COD Refluk secara tertutup SNI 06-2504-1991
5. Fenol Spektrofotometri dengan aminoantipirin SNI 19-1656-1989
6. Krom Spektrometri serapan atom SNI 06-2511-1991
7. Kadmium Spektrometri serapan atom SNI-06-2465-1991
8. Minyak dan lemak Ekstraksi dengan petroleum eter SNI 19-1660-1989
9. Nitrat Spektrofotometri dengan brusin sulfat SNI 06-2480-1991
10. Nitrit Spektrofotometri dengan Asam sulfanilat SNI 06-2484-1991
11. Perak Spektrometri serapan atom SNI 06-4162-1996
12. Sulfida Spektrofotometri dengan para aminodimetil
SNI 19-1664-1989
anilin
13. Sianida Titrimetri dan kolorimetri SNI 19-1504-1989
14. Seng Spektrometri serapan atom SNI 06-2507-1991
Sumber: Kepmen LH No. 37 Tahun 2003
63
1. Pengukuran debit sungai dan debit aliran permukaan
a. Pengukuran langsung lapangan
Data debit, terutama diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait
(Bappeda Kota Bandung) yang telah ada dengan pencatatan data jangka
panjang, sedangkan data pengukuran debit secara langsung dilakukan untuk
ceking kondisi debit tetapi sifatnya hanya debit sesaat.
Pengukuran debit sungai dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Lebar sungai di lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
2) Masing-masing seksi diukur kedalaman airnya, kemudian diukur
kecepatan aliran air sungai pada kedalaman tertentu (0,2 dan 0,8 dari
kedalaman air sungai) dengan current meter, dan selanjutnya dihitung
luas penampang masing-masing seksi.
3) Debit sungai dihitung dengan mengkalikan kecepatan aliran dengan luas
penampang masing-masing seksi.
4) Debit total air sungai adalah jumlah seluruh debit masing-masing seksi
dalam penampang sungai tersebut, dengan rumus sebagai berikut:
=
=1
b. Rational Method
Perhitungan debit aliran permukan dengan menggunakan rumus rasional
(empiris) sebagai berikut:
R = 0,028C.I.A
Dimana: R = Debit larian air permukaan
C = Koefisien aliran permukaan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas area/wilayah DAS (Ha)
Sumber: Sitanala Arsyad, 1989
64
2. Prakiraan besar erosi
Prakiraan besar erosi dilakukan dengan rumus empris dari United Soil Loss
Equation (USLE) yaitu:
E = R.K.L.S.C.P
Dimana:
E = Soil loss (ton/ha/tahun) S = Faktor kemiringan lereng
R = Faktor erosivitas hujan C = Faktor jenis tutupan lahan
K = Faktor erodibilitas hujan P = Faktor konservasi tanah
L = Faktor panjang lereng
Transportasi
a. Metode Pengumpulan Data
Data transportasi (Peningkatan arus lalu lintas dan kerusakan jalan) merupakan data
primer yang diperoleh dari pengukuran di lapangan. Pengukuran parameter
transportasi akan dilakukan di lokasi rencana kegiatan yang diperkirakan akan terkena
dampak.
65
b. Metode Analisa Data
Volume Lalu Lintas
Volume arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melintas satu garis melintang
pada jalan raya per satuan waktu .Volume dan jenis kendaraanya merupakan
parameter dasar yang penting untuk mengetahui tingkat pelayanan dan kecepatan.
Volume lalu lintas ruas jalan yang diperkirakan terkena dampak diketahui melalui
survey perhitungan lalu lintas yang dilakukan secara manual pada suatu titik
pengamatan pada waktu sibuk. Satuan volume lalu lintas ini adalah smp/jam (satuan
mobil penumpang/jam)
Kapasitas Jalan
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)memberikan satu rumus pendekatan untuk
menghitung kapasitas satu ruas jalan sebagai berikut.
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam)
Dimana :
C = kapasitas
C0 = Kapasitas Dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
Nilai-nilai faktor ini ditentukan berdasarkan tabel C-1 s/d C-6 Manual Kapasitas Jalan
Indonesia.
66
Pij = Pji
Dengan :
Pij = Pejalanan dari i ke j
Pji = Pejalanan dari j ke i
67
Wawancara.
Metode
No. Komponen Indikator Parameter Pengumpulan Pengukuran
data /alat
Jumlah penduduk,
Kepadatan,
Jumlah jiwa/KK, Survey/studi
1. Demografi kependudukan Kuisioner
Mobilitas penduduk, pustaka
Jumlah rumah tangga
Jenis kelamin.
Tingkat pendidikan ,
Pendidikan Persepsi dan sikap
Survey/studi
2. Sosial Budaya Masalah masyaraka, Kuisioner
pustaka
sosial Tingkat keimanan
dan ketertiban.
Survey/studi
3. Sosial Pendapatan Tingkat pendapatan Kuisioner
pustaka
68
a. Metoda pengumpulan data
Kegiatan pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan menggunakan teknik survey dan wawancara
langsung yang dilakukan terhadap penduduk sekitar proyek. Sedangkan, data
sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik atau BPS Kabupaten Bandung maupun
dari instansi setempat
Metode
No. Komponen Indikator Parameter Pengumpulan Pengukuran/
data alat
1. Kesehatan Sanitasi Jumlah penduduk, Survey dan Kuisioner
lingkungan lingkungan Kepadatan, wawancara
Tingkat pendidikan,
Sarana pembuangan
sampah,
Sarana pembuangan
air limbah,
Tingkat pendapatan,
Gangguan lingkungan.
2. Kesehatan Status Sarana dan prasarana Wawancara Kuisioner
masyarakat kesehatan pelayanan kesehatan, dan dan
Tingkat pendapatan, inventarisasi deskriptif
Jenis penyakit yang data
pernah diderita.
69
3.2 Metode Prakiraan Dampang Penting
Prakiraan dampak adalah suatu proses untuk memperkirakan perubahan suatu
parameter lingkungan tertentu akibat adanya kegiatan tertentu, pada perspektif ruang
dan waktu tertentu. Prakiraan munculnya sesuatu dampak pada hakekatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan mengenai besar perubahan yang timbul pada
setiap komponen Lingkungan sebagai akibat dari aktivitas pembangunan (UNEP,
1988). Metode prakiraan dampak diidentifikasi dengan bagan alir vertical, sehingga
memudahkan dalam deskripsi urutan terjadinya dampak yang mungkin timbul.
Telaahan terhadap prakiraan dampak besar dan penting yang mungkin timbul antara
lain:
Prakiraan dampak kegiatan pada tahap pra-kontruksi, tahap konstruksi, tahap
operasi dan pasca operasi terhadap lingkungan dengan cara menganalisis
perbedaan antara kondisi kualitas lingkungan yang diperkirakan dengan
adanya kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan yang diperkirakan tanpa
adanya kegiatan.
Penentuan arti penting perubahan kualitas lingkungan, dengan mengacu pada
Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
Memperhatikan dampak yang bersifat secara langsung dan tidak langsung
pada saat menelaah perkiraan dampak kegiatan dan penentuan arti penting
perubahan kualitas lingkungan. Karenanya perlu memperhatikan adanya
mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan, sebagai
berikut.
- Kegiatan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat langsung
pada komponen-komponen sosial.
- Kegiatan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat langsung
pada komponen fisik-kimia, kemudian menimbulkan rangkaian dampak
lanjutan berturut-turut terhadap komponen biologi dan sosial.
- Kegiatan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat langsung
pada aspek fisik-kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada
komponen sosial.
- Dampak besar dan penting berlangsung saling berantai diantara komponen
sosial itu sendiri.
70
- Dampak besar dan penting yang telah diuraikan selanjutnya menimbulkan
dampak balik pada rencana pembangunan Pabrik Pupuk Sintetis.
Dalam memperkirakan dampak dapat ditentukan besarnya dampak yang akan
terjadi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Apabila dampak yang diperkirakan
melebihi atau di bawah baku mutu yang telah ditentukan dianggap dampak penting
positif atau negatif. Untuk memberi gambaran kuantitatif tentang dampak terhadap
parameter lingkungan tertentu biasanya dipergunakan teknik-teknik pemodelan
matematis, model fisik, model sosial budaya, model ekonomi dan pertimbangan
keahlian atau professional judgement (Canter, 1977).
Soemarwoto (1989) mengklasifikasikan prakiraan besar dampak lingkungan
(Magnitude of Impact) menjadi 2 (dua) metode, yaitu metode formal dan metode
informal. Berikut merupakan penjelasan dari kedua metode tersebut:
1. Metode Formal
Melalui metode ini, hubungan sebab-akibat yang menggambarkan pengaruh
kegiatan proyek terhadap perubahan komponen lingkungan tertentu
dirumuskan dalam bentuk :
Model matematik
Model experimental
Model prakiraan cepat
Model fisik
Pemilihan atas metoda prakiraan dampak disesuaikan dengan masalah yang
dihadapi.
2. Metode Non-Formal
Metode non-formal ini digunakan apabila ada parameter yang tidak dapat
dikuantifikasi, sehingga untuk memprakirakan dampak dilakukan dengan
professional judgement. Dua jenis metoda non-formal yang akan digunakan,
yaitu: prakiraan dampak secara analog dan penilaian para ahli. Prakiraan
dampak secara analog, yaitu yang telah berlangsung pada waktu lampau akan
dijadikan bahan pertimbangan untuk memperkirakan dampak lingkungan yang
terjadi pada pembangunan proyek ini. Untuk mengetahui seluruh komponen
lingkungan dan seluruh aktivitas pembangunan yang diduga menimbulkan
dampak dapat dipergunakan metoda prediksi seperti checklist, matrik
interaksi, flow chart atau overlay.
71
Penilaian para ahli, menentukan prakiraan dampak yang didasarkan pada
pengetahuan dan pengalaman peneliti di bidangnya. Teknik ini digunakan
apabila dijumpai hal-ha yang mana data dan informasi yang tersedia terbatas,
serta kurang dipahaminya fenomena yang diprakirakan akan terjadi. Berikut
ini merupakan garis besar metode prakiraan dampak penting:
Tabel 3.11 Garis Besar Metode Prakiraan Dampak Penting
72
metode pakar yang telah diminta
untuk melakukan prakiraan
2. Model matematik
Petunjuk terdapat dalam
publikasi PCP dan WHO
1982
3. Model fisik
Mentapkan data khusus yang
diperlukan terkandung
didalam persamaan model.
Can keterangan tambahan
dalam literatur.
4. Metode eksperimen
Data diperlukan untuk
membuat model
4 Uji validitas metode Pada metode informal, minta
kepada pakar untuk menerangkan
dasar-dasar dari hasil yang
mereka peroleh (pengalaman,
persamaan) dengan kejadian yang
serupa, model konsepsi, model
matematik. Bandingkan hasil
dengan observasi yang didapat di
lapangan.
73
7 Berinterpretasi pada prakiraan Uraikan arti hasil dalam konteks
keadaan lingkungan proyek,
sebutkan limitasi hasil karena
penyederhanaan model
dibandingkan dengan keadaan
aktual.
Tahap Konstruksi
Peningkatan kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan menggunakan sebuah sound
level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh). Sound
Level Meter merupakan instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk
attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan
tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan
pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total.
Dilakukan pengukuran selama aktifitas 24 jam (Lsm) dengan cara pada siang
hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00
22.00 dan aktivitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 06.00.Setiap
pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling
sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3
waktu pengukuran.
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan
yang ditetapkan dengan toleransi + 3 db(A). Setelah pengukuran kebisingan
dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh
telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai
pihak.
74
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai
ambang batas kebisingan.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi
No.SE01/MEN/1978
3. Standard Kebisingan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan
Penurunan kualitas udara
Penurunan kualitas udara dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Penentuan
dispersi patokan di udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi cerobong
dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. Hasil-hasil pengamatan
terhadap kualitas udara pada waktu yang lalu harus menjadi bahan pertimbangan.
Kemudian untuk menentukan konsentrasi gas dan debu di permukaan tanah, akan di
pelajari terlebih dahulu data iklim tahunan dan bulanan untuk curah hujan, kecepatan
dan arah angin, radiasi matahari, kelembaban dan evatranspirasi. Setelah itu,
dilakukan penentuan adanya dampak yang timbul pada setiap musim dan dampak di
setiap aktivitas pembangunan seperti saat prakonstruksi, konstruksi dan pasca
konstruksi. Berikut ini merupakan rumus matematis untuk prakiraan dampak terhadap
komponen udara misal untuk emisi gas:
Dimana :
C = konsentrasi suatu gas di atas permukaan tanah (Ug/m3)
Q = banyaknya gas yang dikeluarkan (Ug/m3), merupakan variabel prediktor
y = pembauran parameter gas secara horizontal
z = pembauran parameter gas secara vertikal
v = rata-rata kecepatan angin (m/detik)
H = tinggi cerobong efektif
x,y = jarak terjauh angin yang searah dan berlawanan arah angin (m)
Y = tinggi permukaan di atas tanah
Selain itu juga digunakan persamaan dispersi gas seperti berikut:
75
Dimana :
C = konsentrasi pada permukaan tanah
Q = laju emisi
U = kecepatan angina rata-rata
Y = jarak arah sumbu-y (crosswind)
Z = jarak arah sumbu-z (vertical)
H = tinggi emisi efektif
y = koefisien difusi arah sumbu y
z = koefisien difusi arah sumbu z
h = tinggi fisik cerobong
delta h = penambahan tinggi karena pengaruh angin
Dimana :
S = jumlah jenis,
A = luas hutan,
C dan Z konstan.
Variabel prediktor untuk persamaan ini adalah A dimana luas hutan berubah karena
adanya proyek pembangunan seperti pemukiman, pertambangan, perkebunan, dsb.
Tahap Operasi
Penurunan kualitas udara
Berikut ini merupakan rumus matematis yang digunakan untuk prakiraan dampak
terhadap komponen udara misal emisi gas:
76
Dimana :
C = konsentrasi suatu gas di atas permukaan tanah (Ug/m3)
Q = banyaknya gas yang dikeluarkan (Ug/m3), merupakan variabel prediktor
y = pembauran parameter gas secara horizontal
z = pembauran parameter gas secara vertikal
v = rata-rata kecepatan angin (m/detik)
H = tinggi cerobong efektif
x,y = jarak terjauh angin yang searah dan berlawanan arah angin (m)
Y = tinggi permukaan di atas tanah
Peningkatan kebisingan
Sebagaimana yang telah dijabarkan pada tahap konstruksi, Pengukuran tingkat
kebisingan dilakukan dengan menggunakan sebuah sound level meter biasa diukur
tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh). Sound Level Meter merupakan
instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas
mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon
frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai
standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-
macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap
frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan
yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga
pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
77
- Kerapatan suatu jenis = jumlah individu suatu jenis / ha
2. Kekerapan (Frequency)
- Frekuensi mutlak suatu jenis =
3. Dominansi (Dominancy)
Dominansi mutlak suatu jenis = jumlah dari nilai kelindungan suatu jenis
kelindungan = x dibagi dengan luas petak contoh dimana d1 dan d2 adalah
diameter tajuk suatu jenis (luas bidang dasar) dominansi mutlak suatu jenis
78
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/createtablepti
Birds Conservation Society. 2010. Avifauna (Burung) di Padalarang dan sekitarnya
(Fokus Lokasi: Gua Pawon Gunung Masigit).
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/dokumen/kualitas-udara/64-data-
kualitas-udara-2014/file
79