MAKALAH
Oleh :
Kelompok 1
Auliya Hidayati NIM 132310101001
Indah Dwi Haryati NIM 132310101005
Ria Agustina NIM 132310101009
Kurnia Juliarthi NIM 132310101012
M. Fachrillah I.A. NIM 132310101015
Larasmiati Rasman NIM 132310101018
Indra Kurniawan NIM 132310101021
Lutfiasih Rahmawati NIM 132310101024
Dwi Yoga Setyorini NIM 132310101027
Aulia Bella Marinda NIM 132310101030
Popi Dyah NIM 132310101035
Yulince Atanay NIM 132310101040
Rizky Bella Mulyaningsasi NIM 132310101043
Yeni Dwi Aryati NIM 132310101045
Sintya Ayu Puspitasari NIM 132310101049
Tribuana Ratnasari NIM 132310101053
Afriezal Kamil NIM 132310101054
Siti Nur Hasanah NIM 132310101058
BAB 2. PEMBAHASAN
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image)
2.7 Pengkajian
Pengkajian pasien pada fase praoperatif secara umum dilakukan untuk
menggali permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi
yang sesuai dengan kondisi pasien. Pengkajian praoperatif pada kondisi klinik terbagi
atas dua bagian, yaitu :
1. Pengkajian komprehensif yang dilakukan perawat pada bagian rawat inap,
bagian bedah sehari, atau unit gawat darurat.
2. Pengkajian klarifikasi ringkas oleh perawat perioperatif di kamar operasi.
Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data
pengkajian. Misalnya, jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari
yang sama, maka waktu yang tersedia mungkin tidak cukup untuk melakukan
pemeriksaan fisik yang komprehensif. Dalam kasus ini, perawat lebih
berfokus pada pengkajian utama seluruh system tubuh untuk memastikan
bahwa tidak ada masalah yang terabaikan. Pengkajian praoperatif secara
umum meliputi :
a. Pengkajian umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap dilakukan secara komprehensif
dimana seluruh hal yang berhubungan dengan pembedahan pasien perlu
dilakukan secara seksama. Berikut ini adalah hal-hal yang harus
diidentifikasi pada saat melakukan pengkajian umum.
1) Identitas pasien
Pengkajian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi duplikasi
nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna
melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Selain itu juga
diperlukan untuk memperkuat identitas pasien. Perawat peripoperatif
harus mengetahui bahwa factor usia, baik anak-anak dan lansia, dapat
meningkatkan resiko pembedahan. Pengetahuan tersebut akan
membantu perawat perioperatif untuk menentukan tindakan
pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencan
asuhan keperawatan.
Bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis
yang masih imatur atau mengalami penurunan. Pada bayi yang
menjalani pembedahan, kemampuan pertahanan suhunya masih
belum optimal. Refleks menggigil pada bayi belum berkembang dan
sering terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi menambah resiko bagi
bayi karena agen anetesi dapat menyebabkan vasodilatasi dan
kehilangan panas, bayi juga mengalami kesulitan untuk
mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Volume total darah
bayi dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan
darah walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius.
Lansia, seiring meningkatnya usia, kapasitas fisik pasien
lansia untuk beradaptasi dengan stress pembedahan menjadi
terhambat karena mundurnya beberapa fungsi tubuh tertentu. Lansia
yang menghadapi operasi bisa mempunyai suatu kombinasi penyakit
kronik dan masalah kesehatan selain masalah kesehatan yang
mengindikasikan pembedahan. Secara umum, lansia dianggap
memiliki resiko pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien
yang lebih muda. Keterbatasan sensori seperti gangguan penglihatan
dan pendengaran, serta penurunan sensitivitas terhadap sentuhan
sering kali menjadi alasan terjadinya kecelakaan, cedera, dan luka
bakar. Keadaan mulut juga penting untuk dikaji sebab sering kali
ditemukan adanya karies gigi atau gigi palsu. Temuan ini penting
bagi ahli anestesi. Penurunan produksi keringat mengarah pada kulit
yang kering dan gatal-gatal. Kulit yang rapuh tersebut mudah
mengalami abrasi, sehingga tindakan kewaspadaan yang lebih tinggi
harus ditetapkan ketika memindahkan pasien lansia. Penurunan
lemak subkutan membuat individu lansia lebih rentan terhadap
perubahan suhu tubuh.
b. Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, bagian bedah
sehari, atau unit gawat darurat dilakukan perawat melalui teknik
wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan
klasifikasi pembedahan. Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus
meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita dan alasan utama pasien
mencari pengobatan. Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi
kemampuan pasien dalam menoleransi pembedahan dan mencapai
pemulihan yang menyeluruh.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik
dan psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan. Jenis pembedahan
sebelumnya, tingkat rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan
yang ditimbulkan, dan seluruh tingkat perawatan yang pernah diberikan
adalah faktor-faktor yang mungkin akan diingat oleh pasien. Perawat
mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami pasien . informasi ini
akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan pasien selama
pra dan pascaoperatif.
Pasien perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami
komplikasi paru-paru pascaoperasi daripada pasien bukan perokok.
Perokok kronik telah mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan
sekresi lendir pada paru-parunya. Anestesi umum akan meningkatkan
iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi
tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama
anestesi. Setelah pembedahan, pasien perokok mengalami kesulitan yang
lebih besar dalam membersihkan jalan napasnya dari sekresi lendir.
Kebiasaan mengonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi yang
merugikan terhadap obat anestesi. Pasien juga mengalami toleransi silang
(toleransi obat meluas) terhadap pemakaian obat anestesi, sehingga
memerlukan dosis anestesi yang lebih tinggi dari normal. Selain itu
dokter mungkin perlu meningkatkan dosis analgesik pascaoperatif.
Konsumsi alcohol secara berlebihan juga dapat menyebabkan malnutrisi
sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.
c. Pengkajian psikososiospiritual
1) Kecemasan praoperatif
Kecemasan berasal dari bahasa latin angere yang berarti untuk
menghadapi (to strange) atau untuk distre. Hal ini berkaitan dengan kata
anger yang berarti kesedihan atau masalah. Kecemasan juga berkaitan
dengan kata to anguish yang menggambarkan adanya nyeri akut,
penderitaan ,dan distress (stuart. 1998). Cemas berbeda dengan rasa takut,
dimana cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas termasuk di
dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena mereka tidak tahu
konsekuensi pembedahan itu sendiri. Ketakutan diakibatkan oleh paparan
fisik maupun psikologis terhadap situasi yang mengancam, ketakutan
dapat menyebabkan kecemasan, dua pengalaman emosi ini dibedakan
dalam ucapan, yaitu kita mengatakan memiliki rasa takut tetapi menjadi
cemas, inti permasalahn dalam suatu bentuk kecemasan adalah pada
penjagaan diri (chitty, 1997).
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya
ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan
kecemasan yang terkespresi dalam berbagai bentuk seperti marah,
menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Pasien yang cemas
sering mengalami ketakutan atau perasaan tidak tenang . berbagai bentuk
ketakutan muncul seperti ketakutan akan hal yang tidak diketahui,
misalnya terhadap pembedahan, anestesi, masa depan, keuangan, dan
tanggung jawab keluarga, ketakutan akan nyeri, kematian, atau ketakutan
akan perubahan citra diri dan konsepp diri.
Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik
maupun psikologis yang akhirnya megaktifkan saraf otonom simpatis
sehingga meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah,
peningkatan frekuensi napas, dan secara umum mengurangi tingkat
energy pada pasien, dan akhirnya dapat merugikan individu itu snediri
(rothrock, 1999).
Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional
bagi pasien, apakah reaksi tersebut jelas atau tersembunyi, normal, atau
abnormal, sebagai contoh kecemasan praoperatif merupakan suatu
respons antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien
sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup. Oleh karena itu,
perawat harus memberikan dorongan untuk pengungkapan serta harus
mendengarkan, memahami, dan memberikan informasi yang membantu
menyingkirkan kekhawatiran tersebut (potter, 2006)
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah
untuk menggali peran orang terdekat , baik dari keluarga, sahabat, adanya
sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan.
2) Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan paien tentang pembedahan dari
perilaku dan perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan
sering bertanya , tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki
ruangan. Atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan keluarga.
Perasaan seringkali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan
menjalani bedah sehari. Perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan
khawatir merupakan perasaan yang normal , kemampuan pasien
mengungkapkan perasaannya bergantung pada keinginan perawat untuk
mendengar, member dukungan, dan membenarkan konsep yang salah
(stuart 1999).
3) Konsep diri
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi
yang dialaminya dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien
dengan cara meminta pasien mengidentifikasi kekuatan dan kelamahan
dirinya , pasien yang cepat mengkritik mungkin mempunyai harga diri
yang rendah atau sedang menguji pendapat perawat tentang karakter
mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi
dengan stress pembedahan dan memperburuk rasa bersalah atau
ketidakmampuannya (stuart 1999).
4) Citra diri
Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung
penyakit biasanya mengakibatkan perubahan bentuk atau fungsi tubuh
yang permanen. Rasa khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan
bagian tubuh akan menyertai rasa takut pasien. Perawat mengkaji
perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi akibat operasi.
5) Sumber koping
Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu
perawat menentukan kemampuan pasien dalam mengatasi stress akibat
pembedahan ,perawat juga bertanya tentang manajemen stress yang biasa
dilakukan pasien sebelumnya. Apabila pasien pernah menjalani
pembedahan, maka perawat perioperatif perlu menentukan perilaku yang
dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau
kecemasannya. Perawat dapat menginstruksikan pasien untuk melakukan
latihan relaksasi untuk membantu mengontrol ansietas.
6) Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam
menghadapi ketakutan dan ansietas. Tanpa memandang agama yang
dianut pasien, kepercayaan spiritual dapat menjadi medikasi terapeutik.
Segala upaya harus dilakukan untuk membantu pasien mendapat bantuan
spiritual yang diinginkan . keyakinan mempunyai kekuatan yang sangat
besar , oleh karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus
dihargai dan didukung. Menghormati nilai budaya dan kepercayaan
pasien dapat mendukung terciptanya hubungan dan saling percaya.
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah kemampuan untuk
mendengarkan pasien, terutama saat mengumpulkan riwayat kesehatan
pasien. Melalui keterlibatan dalam percakapan dan menggunakan prinsip-
prinsip komunikasi mewawancara, perawat dapat mengumpulkan
informasi dan wawasan yang sangat berharga . perawat yang tenang
memperhatikan, dan pengertian akan menimbulkan rasa percaya pasien.
7) Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk
menghadapi pembedahan, dengan mengidentifikasi pengetahuan,
persepsi, dan pemahaman pasien, dapat membantu perawat merencanakan
penyuluhan dan tindakan untuk mempersiapkan kondisi emosional
pasien. Apabila pasien dijadwalkan menjalani bedah sehari, maka
pengkajian dapat dilakukan di ruang praktik dokter atau rumah pasien.
Setiap pasien merasa takut untuk datang ke tempat pembedahan.
beberapa diantaranya disebabkan karena pengalaman di rumah sakit
sebelumnya, peringatan dari teman dan keluarga. Atau karena kurang
pengetahuan. Perawat menghadapi dilema etik saat pasien memahami
informasi yang salah atau tidak menyadari alas an dilakukannya
pembedahan. perawat menanyakan gambaran pemahaman pasien tentang
pembedahan dan implikasinya.
8) Informed consent
Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara
sadar dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin
tertulis tersebut dapat melindungi pasien dari kelainan dalam prosedur
pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu
lembaga hukum demi kepentingan bersama, semua pihak yang terkait
perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Potter, 2006).
Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed
consent telah diminta oleh dokter dan ditanda tangani secara sukarela oleh
pasien. Sebelum pasien menandatangani informed consent, ahli bedah
harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang
akan diperlukan dalam pembedahan. ahli bedah juga harus
menginformasikan pasien tentang alternatif alternatif yang ada,
kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan
kecacatan,ketidakmampuan, pengangkatan bagian tubuh, dan juga tentang
apa yang diperkirakan terjadi pada periode pasca operatif awal dan lanjut.
Proses penandatanganan informed consent ini dapat dilengkapi dengan
penjelasan dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan
mengerti isi atau maksud dari informed consent tersebut. Fomulir
informed consent yang sudah ditandatangani diletakkan direkam medic
pada posisi yang mudah dilihat.
d. Pemeriksaan fisik
Focus pemeriksaan yang dilakukan adalah melakukan klarifikasi
dari hasil temuan saat melakukan anamnesis riwayat kesehatan pasien
dengan system tubuh yang akan dipengaruhi atau memengaruhi respons
pembedahan.
1) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan
umum dan prilaku, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status
nutrisi.
2) Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan
survei keadaan umum untuk mengobservasi panampilan umum pasien.
a) Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengaruhi oleh usia.
b) Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri,
kesulitan bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu
perawat dalam membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan
diperiksa terlebih dahulu.
c) Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas,
atau sangat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan,
usia, dan gaya hidup.
d) Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki
postur tubuh yang merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat
mencerminkan alam perasaan atau adanya nyeri.
e) Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah
terdapat tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh
yang tidak bergerak.
f) Pengkajian tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respons kesadaran secara umum dapat
mempersingkat pemeriksaan. Pengenalan kondisi klinis pada setiap
tingkat kesadaran akan memudahkan perawat dalam melakukan
pengkajian.
g) Pengkajian status nutrisi
Pengkajian status nutrisi dengan menggunakan berat dan tinggi
badan merupakan indicator status nutrisi yang penting . kebutuhan nutrisi
ditentukan dengan mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah, dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan
untuk memberikan protein yang cukup guna perbaikan jaringan. Namun
jika pasien malnutrisi harus menjalani prosedur darurat, maka upaya
perbaikan nutrisi dilakukan setelah pembedahan. (potter,2006) .
e. Pengkajian diagnostic
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Sediman urin, darah lengkap dan elektrolit
b) Faal ginjal, faal hati
c) Kultur urin dan test kepekaan antibiotik
d) Faal haemostasis
e) Kadar Calsium, phosphat dan Asam urat dalam serum serta ekskresi
Calsium, phosphat dan asam urat dalam urin 24 jam
2) Pemeriksaan penunjang
a) BOF
b) IVP
c) Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque)
d) Thoraks foto
e) USG / renogram : bila ginjal non visualized
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fase perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan. Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase
pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif.
Tujuan dari Pre Operatif Pembedahan Sistem Perkemihan, salah satunya adalah
pemberian pendidikan kesehatan pre operasi bertujuan untuk menambah
pengetahuan klien mengenai tindakan pembedahan dan kemungkinan pengobatan
setelah bedah sehingga pasien lebih tenang dalam menjalankan operasinya.
3.2 Saran
Dalam persiapan pre operasi yang dilakukan adalah persiapakan diri klien
mulai dari persiapan fisik, persiapan penunjang, dan persiapan mental (psikis).
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarga, sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa
hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap. Jadi,
kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
DAFTAR PUSTAKA