Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan tempat tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.
Tanah mampu menyediakan air dan berbagai unsur hara makro maupun mikro.
Kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara, ditentukan oleh kandungan
bahan organik tanah dan kelengasan tanah. (Mustafa, 2012).
Tanah gambut adalah bahan organik yang terdiri dari akumulasi sisa-sisa
vegetasi yang telah mengalami humifikasi tetapi belum mengalami mineralisasi.
Gambut terbentuk dari serasah dan organik yang terdekomposisi secara anaerobik
dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi dari pada laju
dekomposisinya (Dharmawijaya, 1992). Rismunandar (2003) menyatakan bahwa
tanah gambut mengandung bahan organik yang tidak kalah tinggi jika
dibandingkan dengan pupuk kandang. Meskipun penanaman langsung pada lahan
gambut tidak produktif, berbagai manipulasi terkait dengan tingkat kemasaman
tanahnya, dapat mengembalikan produktivitas lahan.
Indonesia mempunyai lahan gambut ke-empat terluas di dunia setelah
Canada, Rusia dan Amerika Serikat, yaitu sekitar 26 juta ha. Endapan gambut
umumnya terkonsentrasi di sekitar wilayah Sumatera dan Kalimantan. Wilayah
Sumatera meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau,
Jambi dan Sumatera Selatan, dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 4.6
juta ha. Wilayah Kalimantan meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 2.9
juta ha (Wahyunto et al.,2005).
Menurut Utomo (2008) gambut merupakan media yang kaya bahan organik
serta mempunyai sifat fisik yang baik antara lain strukturnya remah, daya serap
dan daya simpan air cukup baik juga mempunyai kapasitas udara yang cukup
tinggi. Media gambut memiliki 75-90% kesarangan 40-50% top soil, kapasitas air
media gambut 40-50% dan top soil 30 -50%, untuk kapasitas udara media gambut
30-40% dan top soil 15-20%. Ketebalan lapisan gambut bervariasi mulai dari 40
cm sampai lebih dari 5 m.

1
Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik hara makro
maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh lingkungan
pembentukannya. Gambut yang terbentuk dekat pantai pada umumnya gambut
topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman yang umumnya
tergolong ombrogen. Tingkat kesuburan tanah gambut tergantung pada beberapa
faktor: (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi; (b) komposisi
tanaman penyusunan gambut dan (c) tanah mineral yang berada dibawah lapisan
tanah gambut (Andriesse, 1974).
Polak (1949) menggolongkan gambut kedalam tiga tingkat kesuburan
yang didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O, dan kadar abunya, yaitu: (1)
gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; (2) gambut mesotrofik
dengan tingkat kesuburan yang sedang; dan (3) gambut oligotrofik dengan tingkat
kesuburan yang rendah.
Tanah-tanah yang sangat miskin sangat baik dipupuk dengan pupuk organik.
Tanah pasir atau tanah yang banyak tererosi lebih baik dipupuk dengan pupuk
organik dari pada dengan pupuk buatan, karena pemberian pupuk buatan pada
tanah tersebut akan mudah sekali tercuci oleh air hujan. Dengan diberikan pupuk
kandang maka daya menahan air dan kation-kation tanah meningkat, sehingga
apabila diberikan pula pupuk buatan maka pencucian oleh air huja dan erosi dapat
terhambat. (Sarwono, 2007)
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan,
dan manusia (Mulyani 1994). Pupuk organik memiliki beberapa sifat yang
menonjol, diantaranya adalah dapat menambah unsur hara makro dan mikro
tanah, dan dapat memperbaiki struktur tanah pertanian (Lingga 1986).
Leiwakabessy dan Sutandi (1998) menyatakan bahwa pupuk kandang sebagai
salah satu bentuk pupuk organik dan merupakan pupuk utama yang dapat
meningkatkan kesuburan tanah sebelum ada pupuk buatan. Penggunaan pupuk
kandang dapat meningkatkan C-organik, kalsium, dan kalium yang dapat
dipertukarkan (Sanchez 1976).
Selain pupuk kandang digunakan juga pupuk kompos yaitu bahan
organik ,seperti daun-daun, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi,
batang jagung, salur, carang-carang atau kotoran hewan menhalami dekomposisi

2
oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat di manfaatkan untuk memperbaiki
sifat-sifat tanah (Setyorini, 2006).
Pupuk organik berupa pupuk kompos Azolla pinata dapat memperbaiki sifat
fisik, biologi dan kimia tanah dengan menyediakan unsur hara makro dan mikro
bagi tanaman. Azolla adalah tumbuhan paku (gulma air) yang banyak tersedia di
areal persawahan, kolam dan air tergenang yang belum dimanfaatkan. Azolla
tersebut mempunyai kemampuan memfiksasi nitrogen bebas dari udara dan
kemudian menyediakannya untuk kebutuhan tanaman yang ada dilingkungannya
termasuk tanaman padi sawah. Azolla mengandung unsur hara N yang tinggi di
samping P, Ca, K, Mg, Mn, Fe, protein kasar, lemak kasar, gula, amilum, klorofil,
abu dan serat kasar. Demikian pula kulit buah kakao merupakan limbah
perkebunan yang jumlahnya cukup banyak dan belum termanfaatkan (Nasrudin et
al., 2012).
Menurut penelitian Putra et al.,( 2012) Pupuk kompos Azolla memberikan
perbaikan kesuburan tanah pada aspek kimia tanah antara lain C-Organik, persentase N-
total, C/N ratio, persentase bahan organik tanah dan nilai KTK tanah. Disamping itu
pula dengan mengaplikasikan Azolla dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan
jalan meningkatkan ketersediaan nitrogen, karbon organik, ketersediaan unsur P
dan K (Mandel et al, 1999). Nitrogen dari pupuk organik Azolla baru akan
tersedia untuk tanaman padi setelah mengalami mineralisasi dalam tanah.
Dari permasalahan diatas maka perlu dilakukan analisis untuk
mendriskripsikan kondisi sifak kimia media tanah gambut sebelum dan sesudah
diberi pupuk kompos azolla. Masalah-masalah inilah yang mendorong penulis
mengajukan penelitian dengan judul Perubahan Kandungan Kimia Tanah
Gambut Pada Pemberian Dosis Kompos Azolla pinata Yang Berbeda.

1.2. TujuanPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos
Azolla pinata dengan dosis berbeda terhadap kesuburan tanah gambut (analisis
pH, N, P, K,).

3
1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang manfaat


kompos Azolla pinata untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut.

1. Mengetahui sifat kimia tanah gambut.

2. Mengetahui sifat kimia beberapa jenis media tanah gambut sesudah


inkubasi dengan penambahan kompos Azolla pinata.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Gambut
Tanah mineral merupakan bagian terluas dari lahan kering di indonesia
yang belum dipergunakan untuk pertanaian. Tanah mineral seperti Podsolik
merah kuning adalah jenis tanah yang terbentuk oleh proses pedogenesis yang
menyerupai pembentukan tanah podsol. Dalam hal ini proses tersebut terkenal
sebagai podsolisasi (Wiryodiharjo 1963 cit. Indrihastuti, 2004). Ciri utama proses
tersebut adalah terkonsentrasinya silika pada bagian atas tanah (horizon A)
sedangkan kadar Al dan Fe oksida lebih tinggi pada horizon B dari pada horizon
A. Tanah tua yang telah mengalami proses pembentukan tanah dan terjadi
perubahan-perubahan yang lebih nyata pada horizon A dan B kemudian
terbentuklah horizon-horizon A1,2,3 dan B1,2,3 dan lain-lain. Disamping itu
pelapukan mineral dan pencucian basa-basa makin meningkat sehingga tinggal
mineral-mineral yang sukar lapuk di dalam tanah dan tanah menjadi keras dan
masam. Jenis tanah tua tersebut adalah tanah Ultisol atau yang sering disebut
sebagai tanah podsolik merah kuning dan oxisol atau laterit (Hardjowigeno,
1985).
Pada umumnya tanah podsolik merah kuning adalah tanah yang
mempunyai perkembangan profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan
tingkat kejenuhan basa rendah. Podsolik merupakan segolongan tanah yang
mengalami perkembangn profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah
hingga kuning dengan kedalaman satu hingga dua meter. Tanah ini memiliki
konsistensi yang teguh sampai gembur (makin ke bawah makin teguh),
permeabilitas lambat sampai sedang, struktur gumpal pada horizon B (makin
kebawah makin pejal), tekstur beragam dan agregat berselaput liat. Di samping itu
sering dijumpai konkresi besi dan kerikil kuarsa (Saptodihardjo 1976 cit.
Indrihastuti, 2004).
Di indonesia, tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua dan
banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Lahan kering ini
memiliki masalah antara lain bereaksi masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar
Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P, serta
miskin unsur hara (Harun, 2004). Menurut konsep pengklasifikasian tanah, tanah
mineral adalah tanah yang memiliki horison argilik dan kejenuhan basa

5
(berdasakan jumlah kation) pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah adalah
kurang dari 35 %.
Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi sampai dosis 7,5% serapan
maksimum mampu menurunkan konsentrasi asam-asam fenolat sekitar 30% dan
meningkatkan produksi padi (Salampak, 1999). Pemberian tanah mineral juga
dapat memperkuat ikatan-ikatan kation dan anion sehingga konservasi terhadap
unsur hara yang berasal dari pupuk menjadi lebih baik.

2.2. Sifat Kimia Tanah Gambut

2.2.1. Keasaman Tanah (pH)

Reaksi tanah menunjukkan kemasaman dan alkalinitas tanah yang


dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion
unsur (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah maka
semakin masam tanah tersebut. Selain ion H + ditemukan pula ion OH-, yang
jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+ (Hardjowigeno, 2007).
Pentingnya pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara
diserap tanaman, umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH
tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut
dalam air. Bakteri, jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan
berkembang baik pada pH > 5,5, apabila pH tanah terlalu rendah, maka akan
terhambat aktivitasnya (Hardjowigeno, 2007).
Pentingnya pH tanah untuk diketahui menentukan mudah tidaknya unsur-
unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya hara tanaman akan lebih mudah
untuk diserap pada kisaran pH netral oleh karena pada kisaran pH tersebut
kebanyakan unsur hara larut dalam air. Pada tanah masam unsur P tidak dapat
diserap tanaman karena diikat oleh Al sedangkan pada tanah alkalis, P sulit
diserap tanaman karena difiksasi oleh Ca (Mustafa, 2009). Peningkatan pH
mempengaruhi keadan unsur kalium dan magnesium ditukar, aluminium dan
unsur mikro, ketersediaan fosfor, serta perharaan yang berkaitan dengan aktivitas

6
jasad mikro (Susanto, 2005). Penjelasan tentang kemasaman tanah disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kemasaman Tanah
Ph Reaksi
4,5-5,0 Keadaan tanah masam sekali
5,0-5,5 Masam
5,5-6,0 Agak masam
6,0-6,5 Masam lemah
6,5-7,0 Netral
Sumber: Sutedjo (2008)

2.2.2. Nitrogen (N)

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara utama dalam tanah yang
sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan dan memberi warna hijau pada
daun. Kekurangan nitrogen dalam tanah menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terganggu dan hasil tanaman menurun karena
pembentukan klorofil yang sangat penting untuk proses fotosintetis terganggu.
Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menghambat pembungaan dan
pembuahan tanaman (Usman, 2012)
Secara garis besar, nitrogen dalam tanah dibagi menjadi dua bentuk, yaitu
N-organik dan N-anorganik. Bentuk Norganik meliputi asam amino atau protein,
asam amino bebas, gula amino, dan bentuk kompleks lainnya, sedangkan bentuk
N-anorganik meliputi NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO, dan N2-. N-organik
keberadaannya lebih banyak dibandingkan dengan N-anorganik. Untuk dapat
diserap oleh tanaman, N-organik harus diubah atau didekomposisi menjadi
Nanorganik. Sumber utama nitrogen untuk tanaman adalah gas nitrogen bebas di
udara yang menempati 78% dari volume atmosfir. Dalam bentuk unsur, nitrogen
tidak dapat digunakan oleh tanaman, sedangkan dalam bentuk gas, agar dapat
digunakan oleh tanaman harus diubah terlebih dahulu menjadi bentuk nitrat atau
amonium (Hardjowigeno 1987)
Menurut Lingga (1986), peran nitrogen bagi tanaman adalah untuk
merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan

7
daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau,
yang berguna bagi proses fotosintesis.

2.2.3. Fosfor (P)

Unsur P merupakan salah satu kendala utama pada lahan yang bersifat
masam seperti Inceptisols. Hara P merupakan hara yang tidak mobil dan
efisiensinya 20 % sehingga P yang tidak diserap tanaman akan tetap berada
dalam tanah sebagai residu menjadi P cadangan atau diikat oleh bahan organik
(Sri Adiningsih et al., 1995). Fosfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 5
50 % dari P total tanah dan bervariasi sekitar 15 80 % pada kebanyakan tanah
(Sarapatka, 2003; Yadav dan Tarafdar, 2003).
Fosfor tergolong sebagai unsur utama yang dibutuhkan tanaman
disamping N dan K. Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk H 2PO4-
dan sebagian kecil HPO42-. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah sangat rendah
karena retensinya dalam tanah sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari
pupuk P sangat rendah antara 10-30% sisanya 70-90% tertinggal dalam bentuk
imobil. Menurut Leiwakabessy (2004), kehilangan fosfor dalam tanah kebanyakan
terjadi karena panen dan erosi.

Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaanya bagi


tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk
fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik
dan P-anorganik jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total. Dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal
dari P larutan tanah (Brady 1990; Tisdale et al. 1985).
Kandungan P total di dalam tanah umumnya rendah, dan berbeda-beda
menurut tanah. Tanah-tanah muda biasanya memiliki kandungan P yang lebih
tinggi dari pada tanah-tanah yang tua. Selain itu, penyebarannya dalam profil
tanah juga berbeda, semakin dalam lapisan maka kadar P-anorganik akan
bertambah, kecuali bentuk P-organik. Jumlah fosfat yang tersedia di tanah
pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada tanah-tanah
yang tidak diusahakan. Hal ini diduga karena unsur ini tidak tercuci (residunya

8
tinggi), sedangkan yang hilang melalui produksi tanaman sangat kecil. Fosfat
yang dibebaskan baik dari proses pelapukan mineral apatit, dekomposisi bahan
organik, ataupun pupuk, akan segera diikat oleh liat serta almunium, besi ataupun
kalsium tergantung dari pH tanah maupun unsur lain dan juga diimobilasi oleh
tanaman. Kandungan P tersedia pada tanah-tanah berstruktur halus lebih tinggi
daripada yang bertekstur kasar. Begitu pula pH, pada pH yang tinggi kadar Ca-P
lebih tinggi, sedangkan pada pH yang rendah Fe-P atau Al-P lebih dominan
(Leiwakabessy, 1988).
Menurut Soepardi (1983), di dalam tanah, P dapat ditemukan dalam
bentuk P anorganik dan P organik. P anorganik di dalam tanah sangat beragam
seperti contohnya Al(OH)2H2PO4, CaHPO4, dan FePO4.H2O. Sedangkan P organik
di dalam tanah dapat ditemukan dalam bentuk ester yaitu asam orthofosfat serta
berupa monoester dan diester. Organik ester fosfat dibagi dalam lima kelas yaitu
inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Namun
didalam tanah yang paling dominan hanya inositol fosfat, fosfolipid serta asam
nukleat. Senyawa P sederhana di dalam tanah relatif sukar larut akibat adanya
pegikatan P oleh Fe dan Al (pada tanah masam) dan Ca serta Mg (pada tanah
alkalin).
Unsur P sering disebut juga kunci untuk kehidupan karena fungsinya yang
sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam pemecahan
karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman
dalam bentuk ADP dan ATP. Unsur ini juga berperan dalam pembelahan sel
melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan
dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan
DNA. Tanpa P proses-proses ini tidak dapat berlangsung. Unsur ini juga 9
menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan serta produksi buah
dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

2.2.4. Kalium (K)

Kalium adalah unsur yang paling banyak diserap oleh tanaman. Unsur ini
berada bebas di dalam plasma sel dan titik tumbuh tanaman, dapat memacu
pertumbuhan pada tingkat permulaan, menambah daya tahan tanaman terhadap

9
serangan hama, penyakit dan kekeringan (Basyuni, 2009). Peranan utama kalium
(K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K
merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. K terlibat
dalam semua reaksi biokimia yang berlangsung dengan tanaman. K bukan
penyusun bagian integral komponen tanaman, melainkan fungsinya sebagai
katalis berbagai fungsi fisiologis esensial (Tisdale et al. 1985)
Kalium sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, Kalium juga
penting di dalam proses fotosintesis. Bila Kalium kurang pada daun, maka
kecepatan asimilasi CO2 akan menurun. Kalium diserap dalam bentuk K+
(terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau
bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti sel tidak mengandung
kalium. Sumber-sumber kalium contohnya beberapa jenis mineral, sisa-sisa
tanaman dan jasad renik (Sutejo, 2002)
Adanya K tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman.
Selanjutnya membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan
merangsang pertumbuhan akar (Soepardi 1983). K dikenal sebagai hara penentu
mutu produksi tanaman (Janke 1992).

Kahat K pada tanaman akan menghambat seluruh proses metabolisme


sehingga produksi turun. Pada tanaman padi sawah, kahat K menyebabkan
tanaman cepat menua, pemasakan tidak merata, dan kehampaan gabah tinggi
(Karama et al, 1992). Selain itu menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), kahat
K menyebabkan tanaman padi sawah tumbuh kerdil (daun lebih kecil, pendek, dan
batang kurang keras), mudah rebah dan daun mudah menggulung. Kahat K juga
menyebabkan bobot 1000 butir gabah turun, translokasi karbohidrat terhambat,
sistem perakaran tidak sehat menyebabkan penurunan serapan hara lainnya, dan
daya oksidasi akar buruk menurunkan ketahanan terhadap bahan-bahan toksik.
Kalium diserap tanaman melalui difusi. Tanaman yang kekurangan unsur hara K
akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah
(Tisdale et al. 1989; Jones 1998). Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara
tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan
hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002).

10
2.3. Azolla pinata

III. MATERI DAN METODE

11
3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April Juni 2014. Penelitian
ini dilakukan di kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Pertenakan UIN Suska
Riau. Analisis sifat kimia tanah dilaksanakan di laboratorium UPT Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah mineral, abu janjang, abu boiler dan
sludge yang berasal dari PT. Sari Lembah Subur, serta bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk analisis di laboratorium. Alat yang digunakan cangkul, polybag,
alat tulis, kamera digital, kayu, atap rumbio, saringan 5 mm, meteran, sekop dan
alat-alat analisis laboratorium yang mendukung penelitian ini.

3.3. Metode Penelitian

Metode pengambilan sampel tanah mengunakan metode acak purposif


(sampling purposif). Data yang diambil diperoleh dari beberapa perlakuan
dilapangan kemudian dilakukan analisa untuk mendapatkan data kuantitatif.
Analisis sampel tanah yang dilakukan merupakan hasil komposit dari tanah
mineral dengan abu janjang, abu boiler dan sluge seperti di bawah ini:
1. Tanah mineral tanpa pemberian limbah kelapa sawit (kontrol)
2. Tanah mineral + abu janjang dengan dosis 5 ton/ha, 10 ton/ha, dan 15
ton/ha
3. Tanah mineal + abu boiler dengan dosis 5 ton/ha, 10 ton/ha, dan 15 ton/ha
4. Tanah mineral + sludge dengan dosis 5 ton/ha,10 ton/ha, dan 15ton/ha
Tiap perlakuan terdapat 2 polybag, dengan demikian terdapat 20 polybag dan
ditambahkan 6 polybag untuk limbah kelapa sawit. Limbah kelapa sawit diberikan
pada lapisan atas permukaan media (kedalaman 20 cm) dan diaduk rata.
Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum diberi limbah kelapa sawit dan
setelah diberi limbah kelapa sawit yang sudah diinkubasi sifat kimia yang
dianalisis meliputi pH, N, P, K, dan Mg.

12
3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Persiapan Media dan Pengambilan Sampel

Media yang dipersiapkan untuk analisis kimia tanah yaitu tanah mineral.
Tanah diambil secara bulk composite pada kedalaman 0-20 cm, kemudian
dibersihkan dari kotoran yang ada. tanah dikeringanginkan sampai kondisi
lembab. Tanah diambil 100 g untuk analisis tanah awal dan mengukur kadar ai
dengan rumus BK oven = BK Sampel/BB Sampel. Dan menimbang tanah
sebanyak 10 kg setara kering mutlak dan memasukkannya ke dalam masing-
masing polybag dengan perhitungannya dengan rumus = (% kadar air tanah x
berat setara kering mutlak ) + berat setara kering mutlak.
Setelah itu tanah mineral sebagai media dan limbah kelapa sawit dicampur
menjadi satu. Tanah mineral tersebut dicampur dan diaduk rata dengan limbah
kelapa sawit, yaitu : abu janjang, abu boiler dan sludge sesuai dengan dosis
masing-masing dan dimasukkan kedalam pollybag. Kemudian diinkubasi selama
30 hari dan disiram air setiap hari dengan jumlah air yang diberikan sejumlah
kebutuhan untuk mencapai kapasitas lapang. Pengambilan sampel tanah yang
akan dianalisis di laboratorium diambil sebanyak 100 g tanah mineral sebelum
diberi limbah kelapa sawit dan yang sudah diberi limbah kelapa sawit dengan
dosis yang berbeda dan setelah inkubasi.

3.4.2. Analisis Tanah Di Laboratorium

Analisis di laboratorium merupakan tahap penelitian setelah pengambilan


sampel dilapangan. Analisis ini merupakan sifat kimia tanah dan limbah kelapa
sawit yang meliputi : N, P, K, Mg, pH, abu janjang, abu boiler dan sludge.

3.4.2.1. Nirogen Tanah Metode Kjeldahl (BALITTANAH, 2005)

Sebanyak 500 mg tanah (lolos saringan 0,5 mm) dimasukkan ke dalam


labu Kjeldahl 25 ml. Setelah itu ditambahkan 1,9 g Se, CuSO 4 dan Na2SO4, 5 ml
H2SO4 pekat dan 5 tetes parafin cair ke dalam labu, kemudian panasi labu di

13
kamar asap dengan api kecil hingga diperoleh cairan berwarna terang (hijau biru)
lalu ditambahkan aquades 50 ml dan 5 ml NaOH 50% dan lakukan destilasi,
kemudian hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi
campuran 10 ml H3BO4 4% dan 5 tetes indikator Conway. Terakhir titrasi destilasi
dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah.

3.4.2.2. Penetapan P dengan metode Bray (BALITTANAH, 2005)

Timbang 2,5 g contoh tanah < 2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan Kurt
I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Saring dan bila larutan
keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5
menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret
standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml,
dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 693 nm.

3.4.2.3. Penetapan K dengan Ekstrak HCl 25% (BALITTANAH, 2005)

Timbang 2,00 g contoh tanah ukuran <2 mm, dimasukkan ke dalam botol
kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok dengan mesin kocok selama 5
jam. Masukan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau disentrifuse. Pipet
0,50 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 9,50 ml air
bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Pipet 2 ml ekstrak contoh encer dan
deret standar, dimasukkan ke dalam tabung reaksi Dibiarkan selama 30 menit
diukur dengan AAS.

3.4.2.4. Penetapan Magnsium (Mg)

Analisis Kimia tanah dilakukan dengan metode AAS. Hitung kandungan


unsur hara magnesium pada ekstrak tanah denganmenggunakan alat
Flamephotometer. Dengan cara pipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-

14
masing kedalam tabung kimia dan tambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok
dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen (Sulaiman et al, 2005).

3.4.2.5. Penetapan pH tanah (BALITTANAH, 2005)

Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing


dimasukkan kedalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang
satu (pH H2O) dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Kocok
dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter
yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0. Laporkan
nilai pH dalam 1 desimal.

3.5. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari analisis yang dilakukan dilaboratorium


selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian data dalam bentuk
tabel dan grafik dengan menggunakan program software Microsoft excel, yang
meliputi : sifat kimia tanah yaitu pH tanah, N-total, P-tersedia, K, dan Mg
(Hikmatul & Al-Jabry, 2007).

3.6. Rencana Anggaran Biaya Penelitian

No Bahan dan Alat Volume Satuan Harga (Rp) Biaya (Rp)


1 Cangkul 1 Buah 50.000 50.000
2 Meteran 1 Buah 20.000 20.000
3 Kantong plastik 36 Buah 2.000 72.000
4 Kertas label 1 Buah 2000 2000
5 Alat tulis 1 Paket 5000 5000
6 Abu janjang 5 Kg 2000 10.000
7 Abu boiler 5 Kg 2000 10.000
8 Sludge 5 Kg 3000 15.000
9 Kertas 1 Buah 10.000 10.000
alumunium
10 Pollybag 36 buah 2000 72.000
11 Atap rumbio 10 buah 5000 50.000
Analisis Tanah
12 pH 4 buah 20.000 80.000
13 N 4 Buah 25.000 100.000
14 P 4 Buah 25.000 100.000

15
15 K 4 Buah 20.000 80.000
16 Mg 4 Buah 45.000 180.000
Analisis Limbah
Kelapa Sawit
17 Abu Janjang 1 Buah 45.000 45.000
18 Abu Boiler 1 Buah 45.000 45.000
19 Sludge 1 Buah 45.000 45.000
Pembuatan Proposal
20 Kertas HVS 80 Lembar 500 40.000
21 Jilid biasa 4 Buah 3.000 12.000
22 Jilid portal 5 Buah 5.000 25.000
TOTAL Rp1.248.000

3.7. Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahapan Penelitian Juli September November Desember Februari-


-Oktober -Januari Maret

Pengajuan Judul

Bimbingan
Proposal

16
Seminar
Proposal

Inkubasi
penelitian

Pengumpulan
Data

Penulisan
Laporan

DAFTAR PUSTAKA

Anhar, S. 2006. Kandungan Magnesium Pada Biomassa Tanaman Acacia


mangium Willd Dan Pada Podsolik Merah Kuning Di HPHTI PT Musi
Hutan Persada, Sumatera Selatan. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB.

17
Ardi, A.Ardian, S. Khoiri, M. A. 2012. Pemberian Berbagai Jenis Dosis Abu
Boiler pada Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di
Pembibitan Utama. Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Astuti, Y. (2004). Kandungan unsur hara kalium pada tanah dan tanaman (Acacia
mangium willd) studi kasus di HTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera
Selatan. Institut Pertanian Bogor.
Basyuni, Z. 2009. Mineral Dan Batuan Sumber Unsur Hara P & K. Fakultas
Sains Dan Teknik Pogram Studi Teknik Geogologi Purbalingga .

Darman, S., dan Basir-Cyio, 2000. Kajian Perubahan Status Beberapa Sifat Kimia
Tanah Bermuatan Terubahkan Akibat Pemberian Bahan Organik. J.
Agroland 7 (3): 256-266

Departemen pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa


Sawit. Jakarta.

Hanibal, Sarman, Gusniwati. 2001. Pemanfaatan Abu Janjang Kelapa Sawit pada
Lahan Kering dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Nodula Akar,
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glaycine max). Fakultas
Pertanian Universitas Jambi.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Edisi Pertama. Medyatama Sarana Perkasa,


Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademi Pessindo. Jakarta. 97 hal.

Hikmatullah & Al-jabry, M. 2007. Soil Properties of the alluvial plain and its
potential use for agriculture in donggala region, Cengtral Sulawesi. Jurnal
Agroteknologi. 8(2):67-64.

Indrihastuti, D. 2004. Kandungan Kalsium pada Biomassa Tanaman Acacia


mangium Willd dan pada Tanah Podsolik Merah Kuning di Hutan Tanaman
Industri. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB.
Ir. Elykurniati. 2011. Pemanfaatan Limbah Padat Cangkang Kelapa Sawit dalam
Pembuatan Pupuk Cair Kalium Sulfat. 31 hal.

Jenny, M.U.dan E. Suwadji. 1990. Pemanfaatan Limbah Minyak Sawit (Sludge)


Sebagai Pupuk Tanaman Dan Media Jamur Kayu. Penelitian dan
Pengembangan Aplikasi isotop dan Radiasi. 345- 351 hal
Leiwakabessy, F.M. dan Sutandi A. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan.
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

18
Lubis, A. M., Z. Abidin dan A. Wahid. 1984. Pengaruh Abu Tanaman Terhadap
Padi Sawah Di Tanah Gambut. Prosding Seminar Nasional Gambut II
Himpunan Gambut Indonesia Dengan BPPT. Jakarta

Muhardi, 2006. Perrtumbuhan dan Hasil Jagung Manis yang Diberi Berbagai
Bahan Organik di Lahan Kering Daerah Palu. J. Agroland 13(2):140-144.
Masganti. 2006. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Podsolik Merah Kuning Yang
Ditanami Karet Klon Unggul Di Lahan Kering Kalimantan Tengah. Jurnal
Tanah dan Air. 7(1): 39 48
Mustafa, M. 2012. Modul Pembelajaran Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Hasanuddin Makasar. 169 hal.

Panjaitan, A. Sugiono dan H. Sirait. 1983. Pengaruh Pemberian Abu Janjang


Sawit Terhadap Perubahan Kalium Tukar Tanah pada Ultisol, Rogesol dan
Aluvial. BPPM. Medan.

PPT (Pusat Penelitian Tanah). 1983. Interpretasi data kesuburan dan penyusunan
rekomendasi. Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian (Tidak
diterbitkan).
Siregar, H. 2007. Pengujian Limbah Padat (Sludge) Kelapa Sawit Terhadap
Pertumbuhan Dan Varietas Kacang Hijau (Vigna Radiata L.) Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Supriyadi, S. 2009. Status Unsur- Unsur Basa (Ca 2+, Mg2+, K+, and Na+) Di Lahan
Kering Madura. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol 2(1). 35-41
Sulaiman, Suparto dan Eviati. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan
Pupuk. Balai penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 3-27 hal.

Sutedjo, M.M. 2008. Pupuk dan Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
139 hal.

Susanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Kanisius. Jakarta. 67 hal.

Usman. 2012. Teknik Penetapan Nitrogen Total Pada Contoh Tanah Secara
Destilasi Titrimetri Dan KolorimetriMenggunakan Autoanalyzer.Buletin
Teknik Pertanian.17(1):41-44.
Tanah mineral AJ 5ton/ha AB 5 ton/ha
S 5 ton/ha

Lampiran 1 : Bagan Penelitian

AJ 10 ton/ha AB 10 ton/haS 10 ton/ha

AJ 15 ton/ha AB 15 ton/ha S 15
19
ton/ha
Keterangan :
AJ = Abu janjang kelapa sawit
AB = Abu boiler
S =Sludge

Lampiran 2 : Perhitungan Dosis Limbah Kelapa Sawit

Berat tanah per polibag : 10 kg

20
Berat tanah 1 ha : 1.000.000 kg

Dosis 1 polybag = Berat tanah 1 polybag x Dosis pupuk/ha


Berat tanah 1 ha

Dosis limbah kelapa sawit 5 ton/ha = 10 kg X5.000 kg/ha = 0,05 kg = 50 gr/polybag


1.000.000 kg

Dosis limbah kelapa sawit 10 ton/ha =10 kg X10.000 kg/ha= 0,1 kg = 100 gr/polybag
1.000.000 kg

Dosis limbah kelapa sawit 15 ton/ha = 10 kg X15.000kg/ha= 0,15 kg= 150 gr/polybag
1.000.000 kg

21

Anda mungkin juga menyukai