Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2. Anatomi Otak

2.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis1.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis1.

Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan


otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:

Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh


arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan
arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh
darah ekstrakranial).
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ.1
2.2. Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama tiga faktor.
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapilerke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku). 1

Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah siste ik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak (arteriol) untuk mneguncup bila tekanan darah sistemik naik dan
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol
otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di


antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter
arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana
jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila
tekanan arah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi
vasokonstriksi.1

Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan


koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis. Aliran darah
lambat, akibat ADO menurun.1

2.3. Stroke
2.3.1. Definisi Stroke

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi


klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular 2. Secara umum, stroke
digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak
disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas).2

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam. Berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi.3

Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara akut
sesuai dengan teritorial vaskuler. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
stroke :4

1. Menimbulkan kelainan syaraf yang sifatnya mendadak.

2. Kelainan syaraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana
dari otak yang terganggu. Dengan manifestasi timbulnya gejala seperti
defisit motorik, defisit sensorik dan kesukaran dalam berbahasa.

2.3.2. Etiologi

1. Infark otak

Infark otak dibedakan menjadi dua yaitu emboli dan


aterotrombotik. Emboli dibagi lagi menjadi emboli kardiogenik, emboli
paradoksal(foramen ovale paten), dan emboli arkus aorta. Infark otak
aterotrombotik dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit ekstrakranial dan
penyakit intrakranial.

2.Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral terbagi menjadi tiga yaitu hipertensi,


malformasi arteri-vena dan angiopati amiloid.

3.Perdarahan subarachnoid
4. Penyebab lain

Penyebab lain yang menyebabkan infark dan perdarahan misalnya


diseksi arteri karotis atau vertebralis, vaskulitis sistem syaraf pusat, kondisi
hiperkoagulasi, dan penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).

2.3.3.Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara


industri setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada
populasi kulit putih berkisar 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan
di Selandia Baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445 per
100.000 penduduk. Rentang pada negara sedang berkembang juga
bervariasi. Di Cina, prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan
Thailand 690 per 100.000 penduduk.2

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah


sakit dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah
penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang di negara
ini mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara
keseluruhan adalah 750/100.000.5

Data WHO menyebutkan penderita stroke yang meninggal tahun


2005 berjumlah 5,7 juta orang. Sementara di Indonesia sendiri belum
ada data epidemiologis stroke yanng lengkap, tetapi proporsi penderita
stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di perkirakan ada
500.000 penduduk terkena stroke dan menyebabkan kematian sebesar
15,4%.6

Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga


lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan
sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Bahkan di prediksi
tahun 2020, jika tidak ada penanggulangan stroke yang lebih baik, maka
jumlah penderita stroke pada tahun 2020 akan meningkat dua kali lipat.7
2.4. Klasifikasi

Klasifikasi stroke

A Berdasarkan kelainan patologik pada otak :8


1 Stroke Hemoragik :
Perdarahan intraserebral
Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2 Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik

Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan


proses patologik (kausal).

a. Berdasarkan Manifestasi Klinik8


- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
- Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological
Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
- Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
- Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis
Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

B Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya8


1 Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2 Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3 Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4 Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

C Berdasarkan lokasi lesi vaskuler8,9


1 Sistem karotis
- Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
- Sensorik : hemiparese kontralateral, parestesia
-Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis
fugax
- Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2. Sistem vertebrobasiler
- Motorik : hemiparese alternan, disartria
- Sensorik : hemipestesia alternan, parestesia
- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

2.5. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan
sistem verterbrobasilar atas semua cabang-cabangnya.
Gambar 3. Sirkulis Willisi

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15


sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Proses patologik mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat
berupa :

1. Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri seperti pada arterosklerosis


dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
4. Ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.13

Patofisiologi stroke berdasarkan etiologinya :

1. Stroke Hemoragik atau Stroke Perdarahan


Gambar 4. Stroke perdarahan intraserebral dan subarachnoid

Stroke hemoragik disebabkan karena pecahnya pembuluh darah


sehingga menghambat aliran darah yang normal, akibatnya darah
merembes ke dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70 %
kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Hipertensi
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan rentan pecah.
Stroke hemoragik dibagi lagi menjadi :

a. Perdarahan Intraserebral
Pada kasus ini terjadi perdarahan pada parenkim hingga ventrikel
otak yang terjadi pada arteri kecil maupun arteriol yang bisa
menyebabkan terbentuknya hematoma dan menimbulkan edema serebri
yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan terjadinya
herniasi batang otak dan menyebabkan penurunan kesadaran secara
cepat dan bahkan menjadi koma dan tak jarang berakhir dengan
kematian. Perdarahan intraserebral terutama mengenai lobus serebral,
ganglia basalis, thalamus, batang otak dan serebelum sedangkan
mesensefalon dan medulla spinalis jarang sekali terkena.Faktor risiko
utama terjadinya perdarahan intraserebral adalah hipertensi (70-90%)
dimana terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah
yang menyebabkan robeknya pembuluh darah (mikroneurisma charcot-
bouchard). Stroke jenis ini dapat juga disebabkan oleh trauma,
malformasi vaskuler, penggunaan obat-obatan seperti amfetamin dan
kokain. Biasanya mengenai usia antara 50-80 tahun. Serangan
seringkali terjadi mendadak dan pada siang hari saat beraktivitas dan
ketika dalam keadaan emosi atau marah. Tingkat mortalitas mencapai
44% setelah 30 hari terjadinya serangan bahkan dapat meningkat
menjadi 100% jika pasien dalam keadaan koma. Perdarahan
intraserebral merupakan penyebab kematian tertinggi pada penderita
stroke.6
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid biasanya menyerang usia 20-70 tahun
yang disebabkan karena vena maupun kapiler dan tersering dikarenakan
pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi ruptur satu atau lebih
pembuluh darah, baik di arteri, vena, maupun kapiler dan tersering
akibat peningkatan tekanan darah atau tekanan intrakranial sehingga
menimbulkan gangguan aliran darah serebral yang bisa menyebabkan
hilangnya kesadaran. Oleh karena itu, sangat penting menentukan
lokalisasi terjadinya aneurisma pada arteri oftalmika dan kompresi pada
nervus optikus maka dapat menyebabkan defisit visual monocular.10
Namun, jika aneurisma terjadi pada arteri karotis interna, arteri basilaris
dan arteri oftalmika maka dapat menyebabkan gangguan pada otot-otot
ekstraokuler.11 Perdarahan subarachnoid lebih sering mengenai wanita
dan meningkat risikonya setelah wanita tersebut post menopause,
terkadang dihubungkan dengan adanya riwayat migrain ataupun kejang.
Manifestasi awal dapat berupa ptekie ataupun purpura pada kulit.Pada
keadaan yang lebih berat, dapat menimbulkan edema papil dan iritasi
batang otak serta defisit neurologi permanen pada 20-50%
kasus.Bahkan bila tidak segera ditangani dapat menimbulkan infark
dikarenakan vasospasme arteri di sekitar aneurisma sehingga
menimbulkan keadaan koma yang lama.Penyebab perdarahan
subarachnoid lainnya yaitu pecahnya malformasi arteri vena (AVM).

2. Stroke Non Hemoragik atau Stroke Iskemik


Pada stroke terjadi penurunan suplai darah dan oksigenasi ke otak
yang mengakibatkan terjadinya hipoksia dan nekrosis jaringan otak pada
darah tersebut. Proses yang mendasarinya dapat disebabkan oleh
trombosis (akibat obstruksi pembuluh darah karena adanya bekuan
darah), emboli, tekanan perfusi sistemik yang menurun misalnya keadaan
syok, dan terjadinya trombosis pembuluh darah vena, terutama mengenai
arteri karotis kranial meliputi cabang terminal dan arteri karotis interna,
arteri basilaris dan arteri serebri media, dan arteri serebri posterior. Selain
itu, iskemia serebral juga akan diikuti oleh respon inflamasi yang hebat
yang melibatkan infiltrasi granulosit, limfosit T dan makrofag pada area
iskemik dan sekitarnya. Pada kasus stroke jenis ini terdapat hubungan
yang bermakna antara peningkatan neutrofil dengan luas infark, sehingga
dapat disimpulkan neutrofil sebagai indikator yang memperburuk
keadaan. Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi :6
a. Stroke Trombosis

Gambar 5. Stroke trombosis

Terjadinya stroke trombosis disebabkan karena adanya trombus yang


terdiri dari trombosit, fibrin, eritrosit, dan sel leukosit sehingga
menyebabkan penyempitan lumen dimana gejalanya muncul perlahan
akibat proses arterosklerosis dan biasanya mengenai usia 50-70 tahun.
Dapat mengenai pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil
dan terjadi pada arteri serebral yang sudah ada trombus.Trombosis
adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah
vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang
umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun
vena.12

Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada


tahun 1856 dengan diajukannya uraian patofisiologi yang terkenal
sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding
pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran
darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang peranan
penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal dua macam trombosis,
yaitu :

1. Trombosis arteri

2. Trombosis vena

Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat


multifaktorial.Meskipun ada perbedaan antara trombosis vena dan
trombosis arteri, pada beberapa hal terdapat keadaan yang saling
tumpang tindih.Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek
jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang
terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala-gejala
akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan
memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan.
Terlepasnya trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan
obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang terjadi pada emboli paru,
otak dan lain-lain. Ada 3 hal yang berpengaruh dalam
pembentukan/timbulnya trombus ini (trias Virchow): 12

1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel).


2. Aliran darah yang melambat/ statis.
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan
koagulabilitas.

b. Stroke Emboli
Gambar 6. Stroke emboli

Stroke emboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang


disebabkan oleh gangguan aliran darah, dimana terjadi secara mendadak
atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di
otak yang dapat menjadi lebih berat akibat suatu emboli dan sering
mengenai usia muda dengan tingkat mortalitas 7-10 %. 6 Stroke emboli
diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya stroke arteria
vertebralis) atau asal embolus. Asal stroke emboli dapat suatu arteri distal
atau jantung (stroke kardioembolik.4 Pada stroke jenis ini, embolus dapat
berasal dari tempat lain didalam tubuh, dimana 90% emboli berasal dari
jantung. Hal tersebut dikarenakan aliran darah ke otak berasal dari arkus
aorta sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan
melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri
brakhiosefalika. Selain itu, jaringan otak sangat sensitif terhadap
obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah
dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat.6 Stroke emboli
juga bisa disebabkan trombus yang terlepas dari arteri yang
arterosklerosis dan beluserasi, gumpalan trombosit karena fibrilasi
atrium, timbunan lemak, sel kanker ataupun infeksi bakteri. Dengan
adanya aterosklerosis yang merupakan kombinasi dari perubahan tunika
intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit
kalsium maka perubahan-perubahan hemodinamik sistemik (aritmia
jantung, hipotensi, hipertensi) dan kimia darah (polisitemia,
hiperviskositas) dapat menimbulkan iskemik dan infark serebri regional. 8
Pada saat aliran darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi
penyumbatan. Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi
penumpukan lipohialinosis yang mengakibatkan mikroinfark.

2.6. Gejala Stroke Hemoragik

1. Serangan pada saat aktivitas.


2. Nyeri kepala yang hebat
3. Muntah
4. Kaku Kuduk
5. Gangguan Kesadaran
6. Perdarahan Retina
7. Kejang-kejang
8. Gangguan Gerakan Bola Mata
9. Funduskopi : Papil edema
Beberapa perbedaan yanng terdapat pada stroke hemisfer kiri dan kanan
dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan
neurologis sederhana dapat diketahui kira-kira letak lesi seperti yang terlihat di
bawah ini.13

a. Lesi di korteks

- Gejala terlokalisir dan mengenai daerah kontralateral dari letak

lesi.

- Hilang sensasi kortikal (diskriminasi dua titik) ambang sensorik

yang bervariasi.

- Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik.

- Bicara dan penglihatan mungkin terkena.


b. Lesi di kapsula

- Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari letak lesi.

- Sensasi primer menghilang.

- Bicara dan penglihatan mungkin terganggu.

c. Lesi di batang otak

- Luas dan bertentangan dengan letak lesi.

- Mengenai syaraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak

tengah), (V, VI, VII, di pons), (IX,X,XI,XII di medulla)

d. Lesi di medulla spinalis

- Neuron motorik bawah di daerah lesi, sesisi

- Neuron motorik atas di bawah lesi, berlawanan dengan letak lesi

- Gangguan sensorik

2.7. Diagnosis Stroke Hemoragik


Diagnosis didasarkan atas hasil4

A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase
akut.Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila
scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat
membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah
rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).

C. Sistem skor

Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat


penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang
bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat
terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai
(misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat
perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan
sistem skor.

Skor Siriraj

1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0


Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1

Tekanan Diastolik
4 (DBP ) DBP x 0,1

Atheroma
5 markers(x3) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio
intermitten

Konstanta - 12

Total skor =
Interpretasi skor
Skor -1 = Infark
1 = Hemoragik

Gambaran CT scan :

2.8. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit
setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.2
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika fungsi
menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan
melalui selang nasogastrik.
c. Pengontrolan gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan


prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada
trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan
intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral
eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan
pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang
untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.

Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv sampaoi kembali
normal dan di cari penyebabnya.13

d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih


maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring telentang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut
tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.13

e. Pengontrolan tekanan darah


Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP)
dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh
karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat
turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik.
Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika
pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg
dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik.

Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke


non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220
mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya
gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa
adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau
diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai
alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi
hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir
dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump.
Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15
persen.

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih


185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi
perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-
20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus


diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah
tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan 13

1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka


dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat
diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika
diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg
dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine
infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.13

g. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non


hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat13

h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan13

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders


and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek samping dari rt-PA
ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute


Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi
secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat
dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw


dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan
secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan18.

b. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut 18.

1) Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein


plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat
urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal18.

2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat
dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi
ringan.Heparin melepas lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.
Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit)18.

c. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu


peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi
yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah
onset17.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius18.

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat
yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye18.

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara


lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal
ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid
oksigenase).Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin18.

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg


(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet.Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita18.

2.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.

1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi


meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan
terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam
situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke
iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke
iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik
tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki
kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.10. Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.13
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. 2002. Management of stroke :
A practical guide for the prevention, evaluation, and treatment of acute
stroke, Professional Communications, NC, A Medical Publishing
Company.

2. Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,


cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

3. Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer Jakarta.

4. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6 :


alih bahasa Lilianan Sugiharto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Indonesia.

5. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115

6. Kolegium Neurologi Indonesia.2009.Buku Acuan Modul Neurovaskular.


PERDOSSI. Hal 4-18.
7. Halter, Jeffrey, Joseph Ouslander, dkk. 2009. Hazzard's Geriatric Medicine
and Gerontology, Sixth EditionPrinciples of Geriatric Medicine &
Gerontology. McGraw-Hill Companies. USA.

8. Nurhidayat, S dan Rosjidi C.H. 2008. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala
dan Stroke.Ardana Media. Jakarta, Indonesia. Hal.177-182.

9. Goetz, Christoper G dan Eric J.Pepert.1999.Textbook Of Clinical


Neurology 1st edtion. WB Saunders Company. USA

10. Harsono. 2008.Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar:Gangguan Peredaran


Darah Otak. GMUP. Yogyakarta, Indonesia. Hal 59-60.

11. Shinton R, Beevers G.1989. Meta-analysis of relation between cigarette


smoking and stroke. BMJ. March 25; 298(6696): Hal 789-794

12. Guyton, A.C dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi ke-11).
EGC.Jakarta, Indonesia.Hal 975-978

13. Price, Sylvia A, dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Penyakit


Serebrovaskular (edisi ke-6) Volume 2. Terjemahan oleh: Pendit, Brahm
U. dkk. EGC. Jakarta, Indonesia. Hal 1105-1129.

14. Wiebers, DavidO,dkk. 2006. Handbook of Stroke Second Edition .Hal 305-
308

15. Dahlan M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I : Trombosis
Arterial Tungkai Akut. Dalam. (edisi ke-4). IPD FK UI. Jakarta,
Indonesia.

16. Sidharta, Priguna.2008.Neurologi Klinis Dasar : Mekanisme Gangguan


Vaskular Susunan Saraf. Dian Rakyat. Jakarta, Indonesia. Hal 269-292

17. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

18. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer


dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73

Anda mungkin juga menyukai