Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini virus dengue merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan. Menurut
The Word Health Organization (WHO), Demam Dengue atau Demam Berdarah
Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan di berbagai daerah di dunia. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue ini endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis.1

Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) mencatatkan
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009. Insiden global penyakit ini semakin meningkat dalam
beberapa dekade terakhir. WHO melaporkan bahwa terdapat kira-kira 50 100 juta
kasus infeksi virus dengue setiap tahunnya, dengan 250.000 500.000 kasus
merupakan kasus demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000 diantaranya meninggal
dunia.1

Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada


tahun 1968, dan sejak saat itu penyakit ini menyebar luas ke seluruh daerah di
Indonesia. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai penular penyakit demam berdarah dengue diseluruh pelosok tanah
air. Jumlah kasus DBD hampir selalu meningkat di setiap tahunnya di Indonesia, hal
tersebut dapat terlihat dari kasus pada tahun 2008 dan 2009 secara berurutan yaitu
137.469 kasus dan 158.912 kasus. Meskipun angka kesakitan penyakit demam
berdarah cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian
nasional cendrung menurun dari 41,4 % pada tahun 1968 menjadi 4 % pada tahun
1980 dan 1,4% pada tahun 2000. Pada tahun 2001 dilaporkan 19.868 kasus dengan
angka kematian 0.9%. Angka kematian diakibatkan karena dengue shock syndrome
(DSS) yang disertai pendarahan gastrointestinal dan ensefalopati masih tetap tinggi

1
yaitu 22,5% sampai 61,5%. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Angka
kesakitan tertinggi terjadi pada propinsi DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Bali
pada tahun 2008. Provinsi Bali yang masih memiliki angka kesakitan DBD diatas
target nasional yaitu 55 per 100.000 penduduk berdasarkan rekapitulasi data kasus
sampai tahun 2011.1,2,3,4,5,6

Demam dengue merupakan penyakit infeksi akut disebabkan oleh virus yang terdapat
diwilayah tropis dan subtropis. Virus dengue termasuk dalam famili Flaviridae genus
flavivirus. (Sekaran et al, 2008). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypt yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk Aedes aegypt hidup di air bersih
yang tergenang seperti di kolam, tempat-tempat penampungan air (bak mandi, vas
bunga, dan lain-lain). Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi mulai
dari asimtomatik sampai dapat mengancam nyawa seperti pada Dengue Shock
Syndrome (DSS). Umumnya demam dengue ditandai dengan adanya demam tinggi
mendadak, terkadang bifasik, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot atau sendi dan
timbulnya ruam-ruam di beberapa bagian tubuh. Faktor lain yang mempengaruhi
perjalanan penyakit demam dengue adalah daya tahan tubuh dan faktor lingkungan.
Upaya pengendalian terhadap vektor (nyamuk Aedes aegypt) harus terus diupayakan
disamping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD dengan tujuan untuk
menurunkan jumlah kasus morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini. Terapi
spesifik untuk DBD sampai saat ini masih belum ada. Prinsip utama dalam terapi
DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.1,2,7

Tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Demam Berdarah Dengue (DBD)
yang akan mempermudah identifikasi apabila terdapat orang-orang yang
menunjukkan gejala DBD sehingga dapat mendapatkan penanganan yang tepat.
Tulisan ini juga diharapkan akan memberikan pengetahuan dan memberikan peran
khusus untuk membantu perkembangan ilmu kedokteran anak.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang
menyerang anak-anak dan dewasa dengan gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi,
nyeri di perut, batuk, faringitis, sakit kepala, nafsu makan menurun, mual, muntah,
kemudian menimbulkan manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif, petekie,
purpura, ekimosis, hematom pada bekas injeksi, pendarahan subkonjungtiva,
epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, melena, hematoschezia, dan hematuria;
hepatomegali, trombositopeni; dan hemokonsentrasi, yang kemudian dapat
berkembang menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) yang ditandai dengan kulit
dingin, lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi 20
mmHg, dan hipotensi.8 Yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan
manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau
tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai
normal9.

2.2 Epidemiologi

Terdapat 9 negara yang merupakan daerah penyebaran DBD pada tahun 1950-an,
tetapi pada tahun 2004 daerah penyebarannya sudah meliputi 100 negara di dunia.
Epidemi demam dengue pertama di Indonesia dilaporkan oleh David Beylon di
Batavia pada tahun 1779, namun DBD baru dikenal pada tahun 1968 di Jakarta dan
Surabaya dengan case fatality rate (CFR) sangat tinggi, yaitu 41,3% dan sejak tahun
1994 penyakit itu telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. DBD umumnya
terdapat di daerah tropis terutama negara ASEAN dan Pasifik Barat. Beberapa faktor
yang mempengaruhi penyebaran kasus, antara lain pertumbuhan penduduk,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol nyamuk di

3
daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi. Pola berjangkit infeksi virus
dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Suhu udara dan kelembaban di
Indonesia tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit berbeda
untuk setiap tempat.1,2,10

Penderita DBD umumnya berumur di bawah 15 tahun. Risiko tertinggi pada


kelompok umur 5-9 tahun dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:1,2.
Sejak tahun 1980-an berdasarkan penelitian di Amerika Latin dan Asia Tenggara
menunjukkan pergeseran umur penderita DBD ke umur yang lebih tua. Morbiditas
dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi oleh faktor status imunitas penjamu,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus dengue, dan kondisi
geografis setempat. Pada tahun 2011, terdapat 2.993 kasus, 1.662 kasus diantaranya
berjenis kelamin laki-laki dan sisanya (1.331) kasus berjenis kelamin perempuan,
dengan jumlah kematian 8 orang, menurun dibandingkan tahun 2010 sebanyak 35
orang. Penurunan kasus terjadi pada tahun 2012 namun tidak singnifikan menjadi
2.649 kasus, 1.517 diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 1.132 berjenis kelamin
perempuan.10,11,12

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Sebanyak 2,5 3,0 triliyun penduduk di seluruh dunia memiliki risiko
menderita penyakit ini. Di seluruh dunia 50 100 milyar kasus telah dilaporkan.
Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya13. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus
dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi demam
dengue diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, dan lebih dari 100 kasus
menjadi DHF setiap tahun.14

4
Gambar 2.1 : Penyebaran kasus Demam Berdarah di Dunia (WHO, 2009)

2.3 Etiologi dan Transmisi

Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-
60 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 oC4,7.
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 43.

Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus
dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di
Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari
ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan Thailand 6. Vektor utama
dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus

5
betina10. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes
aegypti)11

Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


Hidup di dalam dan di sekitar rumah

Menggigit/menghisap darah pada siang hari

Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar

Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan
di got/comberan

Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
perangkap semut dan lain-lain.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus
dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu
virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air
liur nyamuk. Dalam satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai
ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut
menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar
darah yang diisapnya tidak membeku2.

Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.
Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan terkena demam
berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus
dengue tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus
dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu

6
demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan
tubuh yang dimilikinya3.

2.4 Vektor Demam Berdarah Dengue

Terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada penularan virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopticus, atau Aedes polynesiensis. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, kemudian virus yang berada di kelenjar liur nyamuk
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat
masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Virus memerlukan waktu masa tunas 4-
6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit di dalam tubuh
manusia. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah panas timbul.11,15

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas
pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena
proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam
dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang
di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia
selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel

7
di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.13

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang


terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.13
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS
yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian
terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.16,17

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika


terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan
penyakit yang berat.8 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai
virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-
antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Dihipotesiskan juga juga mengenai antibody dependent enhancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di

8
dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.13

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary


heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 48 jam. Perembesan plasma yang
erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak
tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian.17

9
Gambar 2.2 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.17

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif ( KID; koagulasi intravaskular
deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degradation product )
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga
mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit
masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.17

10
Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.17

11
2.6 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi demam berdarah dengue biasanya berkisar antara 4-7 hari. Gejala
yang timbul dapat berupa demam tinggi mendadak bersifat bifasik (saddle back
fever) berlangsung 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke 3 yang kemudian naik
lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun. Manifestasi lain yang dapat
timbul berupa perdarahan yang dapat terjadi pada semua organ. Perdarahan yang
paling sering ditemukan adalah perdarahan kulit. Bentuk pendarahan dapat berupa uji
torniquet (rumple leede) positif dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan
yaitu : petekie, purpura, ekimosis, konjungtiva, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena dan hematuri. Uji torniquet positif jika terdapat 10 atau lebih
petekie pada seluas 5cm x 5cm di lengan bawah bagian depan.18

Pembesaran hati (hepatomegali) umumnya dapat ditemukan pada permulaan


penyakit. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Pada renjatan syok
ditemui kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan
kaki. Penderita menjadi gelisah disertai sianosis disekitar mulut. Nadi cepat, lemah,
kecil atau tak teraba. Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80mmHg atau
kurang. Gejala klinis lain yang muncul adalah nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang atau sendi mual, muntah dan timbulnya ruam.18

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis demam berdarah dengue dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan


penunjang yang tepat, antara lain18 :

Uji Inhibisi Hemaglutinasi (Haemaglutination Inhibition Test = HI test)


Uji fiksasi komplemen (Complemen Fixation Test = CF Test)
Uji Netralisasi (Neutralization Test = NT Test)
IgM Elisa terdeteksi mulai hari ke 3 5 meningkat sampai minggu ke 3 dan
menghilang setelah 30 90 hari
IgG Elisa mulai terdeteksi pada hari ke 14 pada infeksi primer sedangkan pada
infeksi sekunder mulai trdeteksi pada hari ke 2

12
Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR)
Trombositoppenia 100.000/pl
Kebocoran Plasma : peningkatan nilai hematokrit > 20%

2.8 Diagnosis

Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan atau dinyatakan sebagai penderita


DBD apabila demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji
torniquet positif), trombositopenia, dan hemokonsentrasi (diagnosis klinis) atau hasil
pemeriksaan serologis pada tersangka DBD, menunjukkan hasil positif pada
pemeriksaan HI test atau terjadi peninggian (positif) IgD saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).19

Klasifikasi demam berdarah dengue :19

Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet positif.
Derajat II : demam disertai gejala tidak khas dan disertai perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat teraba dan tekanan
darah tidak terukur.
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1986
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan ( Overdiagnosis )9.

a. Kriteria Klinis:

13
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus
selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

b. Kriteria laboratoris:

a. Trombositopenia ( 100.000/mm3 atau kurang )


b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau
lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau


peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura
dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi
dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan
trombositopenia mendukung diagnosis DBD9.

2.9 Diagnosis Banding

1. Demam Tifoid
Demam tifoid dapat dilihat melalui pola demam. Pada demam berdarah dengue
demam meningkat pada 2 hari awal dan akan menurun pada hari ke 35 sedangkan
pada demam tifoid meningkat sangat tinggi setelah hari ke 3515.

2. Morbili (Campak)
Campak dapat dijadikan sebagai diagnosis banding karena pada campak juga
terdapat ruam pada kulit. Ruam pada campak timbul pada hari ke 3 setelah itu
semakin bertambah pada hari ke 6 - 7 dan warna merah akan berubah menjadi

14
kehitaman. Pada demam berdarah dengue ruam akan berkurang pada hari ke 4 5
dan akan menghilang pada hari ke 6.15

3. Demam Cikungunya
Penyakit ini memiliki periode demam yang lebih pendek dibandingkan dengan
demam berdarah dengue. Penderita Demam Cikungunya akan mengalami demam
yang mendadak, suhu lebih tinggi, sering diikuti dengan terjadinya ruam, infeksi
konjungtiva dan diikuti dengan nyeri sendi serta hasil uji torniquet positif.15

4. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)


Perbedaan PTI dan demam berdarah dengue dimana demam cepat menghilang dan
pada fase penyembuhan trombosit lebih lambat kembali.15

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DBD umumnya bersifat suportif dan simtomatis, ditujukan


untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Meminum cairan
seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor
protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit. Setiap pasien tersangka
demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan pada demam berdarah dengue atau DBD tanpa penyulit adalah7,20

1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan, bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak
1,5-2 liter dalam 24 jam.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis, untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya
perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.

15
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada
hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk dengue shock
syndrome (DSS) bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular
ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan
intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringersintravascular coagulophaty,
DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan
hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.7,20

Gambar 2.4. Alogaritme tersangka DHF

16
Gambar 2.5 Tatalaksana Pasien Demam Berdarah Dengue

Gambar 2.6 Protokol Demam Dengue

17
Gambar 2.7 Protokol DHF grade I-II

18
Gambar 2.8. Protokol DHF grade III-IV

2.11 Komplikasi

Komplikasi dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) :21

1. Dengue Shock Syndrome

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan komplikasi yang sangat penting


diwaspadai karena angka kematiannya sepuluh kali lipat dibandingkan dengan DBD
tanpa syok. Keadaan syok dapat dilihat dari tekanan darah sistolik <80mmHg, nadi
<20mmHg, Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi
arteri renalis.

19
2. Ensefalopati

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan perdarahan. Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien
menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang.

3. Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
dengan mengganti volume intravaskular.

4. Udem Paru

Udem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian cairan
yang berlebihan.

2.12 Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan


primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit.9

a. Pencegahan Primer

1. Surveilans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktudan tempat
yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan ataukekebalan
insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim

20
untukpelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan
danpenggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai
untukmemantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei
jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempatatau
bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan
mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara
ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air
tanpa mengambil jentiknya.

2. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk
Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu18,19

a. Pengendalian Cara Kimiawi


Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk
dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan
organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat
diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk.
Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan
organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat
perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

b. Pengendalian Hayati/Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan
dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan
invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai
patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax),
ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan
Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.

21
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan
mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu,
lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian
di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.

3. Surveilans Kasus

Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif. Di
beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun system
surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun system
ini berguna untuk memantau kecenderungan penyebaran dengue jangka panjang.
Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas,
poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan
setiap penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya
dalam waktu 24 jam.Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran
dengue di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian, dimana
berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk mencapai
tujuan tersebut sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang
baik. Surveilans seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki
kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.18,19

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasilhasilnya
secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya
mewujudkan kebersihan lingkungan serta perilaku sehat dalam rangka mencapai

22
masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD
dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu18:

a. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan
minimal sekali dalam seminggu.
b. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa.
c. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

b. Pencegahan Sekunder

Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas


kesehatan dan masyarakat dengan cara18,19 :

a) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan
pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter
atau unit pelayanan kesehatan.
b) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan
pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut
kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera
melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita
dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
c) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian
luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai
dengan cara penanggulangan seperlunya.

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : PDR
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Br Jambe Baleran Tabanan
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Tanggal MRS : 1 Maret 2015
Tanggal Pemeriksaan : 3 Maret 2015

3.2 Anamnesis ( Saat pemeriksaan/ tanggal 3 Maret 2015)

Anamnesis dilakukan pada ayah pasien (heteroanamnesis)

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit sekarang


Pasien datang sadar diantar oleh orangtuanya ke UGD RSUD Tabanan dengan
keluhan demam. Demam dikatakan muncul 4 hari sebelum masuk rumah sakit (27
Februari 2015). Demam dikatakan muncul tiba-tiba setelah pasien pulang sekolah
(pukul 13.00). Setelah diberi obat dikatakan demam turun sebentar, tetapi kemudian
naik lagi. Suhu terukur saat dirumah 38,80C dan saat di rumah sakit suhu terukur
38,20C. Selain demam, pasien juga dikatakan mengalami nyeri kepala, mual dan
muntah sebanyak 4 kali. Sakit kepala, mual, dan muntah muncul bersamaan dengan
timbulnya demam. Muntah berisi makanan yang dimakan. Pasien juga mengalami
mimisan 1 kali dengan volume + 10cc. Nafsu makan pasien dan aktivitas dikatakan
berkurang semenjak sakit. Buang air kecil (BAK) dikatakan normal, dengan frekuensi
2-3 kali/hari, volume kira-kira 120-200 ml dengan warna kuning. BAB dikatakan
berwarna kehitaman.

24
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa ke UGD RSUD Tabanan pada tanggal 27 Februari 2015
dan diberikan obat penurun panas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat
menderita demam berdarah disangkal.

Riwayat Keluarga
Saat ini kakak kandung pasien sedang dirawat di rumah sakit karena demam
berdarah.

Riwayat Pribadi/Personal/Sosial
Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Dikatakan rumah pasien
adalah perumahan kecil yang bersih. Ibu menguras bak mandi jika bak mandi
sudah terlihat kotor. Pembersihan areal rumah dan juga fogging jarang dilakukan.
Disekitar rumah pasien ada yang mengalami demam berdarah.

Riwayat Persalinan
Pasien lahir spontan dan segera menangis, ditolong oleh dokter di RSUD, berat
lahir 3300 gram, panjang badan 51 cm dan lingkar kepala dikatakan lupa. Saat
lahir pasien dikatakan langsung menangis dan tidak ada kelainan.

Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
DPT : 4 kali
Polio : 4 kali
Hepatitis B : 4 kali
Campak : 2 kali

Riwayat Nutrisi
ASI : sejak lahir 9 bulam
Susu Formula : 4 bulan - 2 tahun
Bubur Susu : 6 bulan
Nasi Tim : 9 bulan

25
Makanan Dewasa : 16 bulan

Riwayat tumbuh kembang :


Menegakkan kepala : 3 bulan
Berbalik badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Jalan : 12 bulan

3.3 Pemeriksaan Fisik tanggal 3 Maret 2015

Status Present
Kesadaran : E4V5M6
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu aksila : 36,3 C.

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Inspeksi : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cowong -/-,
refleks pupil +/+ isokor
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : Napas Cuping Hidung (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (+)
Pembesaran hepar (-)
Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2 detik

Status Antropometri
Berat badan (BB) : 23 kg

26
Tinggi badan (TB) : 130 cm
Berat badan Ideal (BBI) : 27.5 kg
Waterlow : 83,6 % (Gizi cukup)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 3 Maret 2015, ditemukan hasil
sebagai berikut:

Darah Lengkap
Hematologi Hasil Nilai Normal Unit
WBC 3.1 4-10 10e3/uL
RBC 5.48 4.0-5.0 10e6/uL
Hb 15 12.0-15.0 g/dL
Hematokrit 44.6 37-43 %
MCV 81.3 80-100 fL
MCH 27.3 26-34 Pg
MCHC 33.6 32-36 %
RDW-CV 9.71 11.5-14.5 %
Trombosit 36.3 150-450 10e3/uL
MPV 6.3 7.2-11.1 Fl

3.5 Diagnosis Klinis

Dengue Hemorhagic Fever derajat II hari ke IV

3.6 Penatalaksanaan

IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3 x cth II
B-com 3x1 tab
Asam tranexamat 3 x ampul
Cefotaxime 3 x 500 mg
Ondansentron 3 x 2 mg

27
3.7 Perkembangan Pasien Selama di Rumah Sakit

Tanggal Perkembangan Pasien

4/3/2015 S : demam (-), muntah (-), nyeri perut kanan atas (+), mimisan (+),
makan dan minum (+), BAK & BAB (+) berwarna kuning
O : Kesadaran : E4V5M6
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu aksila : 36,8 C.

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong
-/-, refleks pupil +/+ isokor
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : Napas Cuping Hidung (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (+)
Pembesaran hepar (-)
Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2
detik
A : DHF Grade II demam hari ke V
P : IVFD RL 40 tpm
Paracetamol 3xcth II
B-com 3x1 tab
Asam Tranexamat 3x1/2 ampul
Cefotaxime 3x500mg
Ondansentron 3x2mg k/p
Cek DL dan serologi

5/3/2015 S : demam (-), muntah (-), nyeri perut kanan atas (+), mimisan (-),
makan dan minum (+), BAK & BAB (+) berwarna kuning
O : Kesadaran : E4V5M6

28
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu aksila : 36,5 C.

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong
-/-, refleks pupil +/+ isokor
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : Napas Cuping Hidung (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (+)
Pembesaran hepar (-)
Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2
detik
A : DHF grade II demam hari VI

P : IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3xcth II
B-com 3x1 tab
Asam Tranexamat 3x1/2 ampul
Cefotaxime 3x500mg
Ondansentron 3x2mg k/p

6/3/2015 S : Demam (-), sesak (-), muntah (-), nyeri perut kanan atas (-),
mimisan (-), makan dan minum (+), BAK dan BAB (+)
O : Kesadaran : E4V5M6
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu aksila : 36,6 C.

Status General

29
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong
-/-, refleks pupil +/+ isokor
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : Napas Cuping Hidung (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (-)
Pembesaran hepar (-)
Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2
detik
A : DHF Grade II demam hari ke VII
P : IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3xcth II
B-com 3x1 tab

7/3/2015 S : Demam (-), muntah (-), nyeri perut kanan atas (-), makan dan
minum (+), BAK dan BAB (+)
O : Kesadaran : E4V5M6
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu aksila : 36,5 C.

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong
-/-, refleks pupil +/+ isokor
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : Napas Cuping Hidung (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (-)

30
Pembesaran Hepar (-)
Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2
detik
A : DHF Grade II demam hari ke VIII
P : IVFD RL 30 tpm
PCT 3xcth I
B-com 3x1 tab
BPL

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap selama MRS

Hasil
Tanggal WBC (x103L) Hb HCT PLT
(gr/dL) (%) (x103L)

3/3/15 3.1 15.0 44.6 36.3

4/3/15 5.3 14.7 44.2 36.3

5/3/15 5.0 14.1 41.8 30.6

6/3/15 6.0 13.6 40.5 62.8

7/3/15 6.9 13.7 39.0 182

Hasil Pemeriksaan Immunologi (5 Maret 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

DHF IgG Positif Negatif

DHF IgM Negatif Negatif

31
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
DHF adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran plasma. Perubahan
patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Dengue
Fever (DF) dan DHF disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis seroptipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4.

Bentuk klasik dari DHF ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang,
sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri
menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang
ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium
dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama
pada bayi.

Diagnosis DHF berdasarkan kriteria WHO-Regional Office of Southeast Asia tahun


2011 adalah sebagai berikut:

1. Demam dengan onset akut berdurasi 2-7 hari


2. Manifestasi perdarahan, ditunjukkan dengan hasil torniquet tes positif, petekie,
ekimosis atau purpura, perdarahan mukosa, saluran gastrointestinal, perdarahan
pada tempat injeksi atau lokasi lainnya
3. Jumlah hitung trombosit 100.000 sel/mm3
4. Adanya bukti objektif adanya kebocoran plasma akibat peningkatan
permebealitas kapiler yang ditunjukkan dengan :
- Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi 20% dari hematokrit awal atau
adanya penurunan pada masa penyembuhan, atau adanya bukti nyata

32
kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia dan
hipoalbuminemia.

Pada kasus ini ditemukan pasien demam dirasakan pada seluruh tubuh dan mendadak
tinggi sejak 4 hari SMRS (tanggal 27 Februari 2015) pukul 13.00 WITA. Demam
disertai dengan dengan nyeri kepala, mual dan muntah. Setelah diberi obat dikatakan
demam turun sebentar, tetapi kemudian naik lagi. Pasien mengalami penurunan nafsu
makan sejak sakit. Pasien juga mengalami mimisan 1 kali dengan volume + 10cc dan
BAB berwarna kehitaman. Pada kasus ini ditemukan adanya demam disertai
perdarahan pada hidung dan perdarahan saluran cerna.

Pada pemeriksaan fisik, dari tinjauan pustaka dikatakan bahwa biasanya terjadi
pembesaran hati. Namun pada kasus ini pembesaran hati tidak ditemukan.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 3 maret 2015 saat pemeriksaan fisik
didapatkan tanda trombositopenia dan adanya peningkatan hemokonsentrasi sehingga
apabila digabungkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang menunjang untuk penegakkan diagnosis DHF.

DHF diklasifikasikan dalam 4 derajat:


Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi
perdarahan ialah uji torniket.
Derajat II : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, adan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.
Pada kasus ini pasien diklasifikasikan DHF Derajat II karena dari anamnesis
ditemukan adanya demam disertai perdarahan pada hidung dan saluran cerna.

33
4.2 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan DHF derajat I diberikan penatalaksanaan sesuai dengan DHF
derajat I atau II yaitu:
1. Berikan cairan awal RL/RA/NS dengan ketentuan bila berat badan < 15 kg
berikan 6-7 ml/kgBB/jam, bila berat badan 15-40 kg berikan 5 ml/kgBB/jam
dan bila berat badan > 40 kg berikan 3-4 ml/kgBB/jam
2. Pantau tanda- tanda vital tiap 3 jam, Ht dan trombosit tiap 6 jam
3. Apabila ada perbaikan dengan tanda- tanda: tidak gelisah, nadi kuat, tekanan
darah stabil, dieresis cukup ( 1ml/kgBB/jam) Ht turun (2 kali
pemeriksaan), tetesan dikurangi sesuaikan dengan kebutuhan dan
dipertahankan. IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/ Ht stabil dan
dieresis cukup.
4. Apabila tanpa tanda- tanda syok dengan Ht tetap tinggi/ naik, pertahankan
tetesan dan pantau lebih ketat tanda vital setiap 3 jam setelah itu bila
membaik pertahankan tetesan.
5. Apabila terjadi perburukan dengan tanda gelisah, distres pernafasan,
frekuensi nadi naik, hipotensi, dieresis kurang/ tidak ada, pengisian kapiler
> 2detik dan Ht tetap tinggi/ naik masuk ke protokol syok atau
penatalaksanaan DHF derajat III atau IV.

Pada kasus ini dengan diagnosis DHF derajat II, pasien diberikan terapi cairan berupa
pemasangan IVFD RL 30 tpm, Paracetamol 3 x cth II, B-com 3x1 tab, Asam
tranexamat 3 x ampul, Cefotaxime 3 x 500 mg, dan Ondansentron 3 x 2 mg.

34
BAB V
KESIMPULAN

1. DHF adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DHF dengan DF.
2. Bentuk klasik dari DHF ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri
otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
3. Penatalaksanaan pada DHF lebih ditujukan untuk mengatasi terjadinya
kekurangan cairan dan oleh karena itu, terapi cairan diberikan pada pasien
dengan DHF dan monitoring tanda- tanda perdarahan serta tanda- tanda
terjadinya syok.

35

Anda mungkin juga menyukai