Hukum Islam
kitab-kitab salaf yang sudah lama menjadi referensi para hakim dalam
penambahan pemikiran yang tidak ada dalam kitab-kitab kuning. Karena itu,
metode ijtihad yang ada dalam disiplin ushul fiqh. Dari mulai metode
kajian ini akan difokuskan pada aplikasi metode sadz dzariah dalam pasal-
pasal KHI.
44
45
dalam akta nikah. Perumusan talik talak ini secara eksplisit tidak ada
maslahat bagi kehidupan rumah tangga. Hal ini sesuai dengan apa yang
1
Hasbi As-Syiddiqi, Hasbi As-Syidiqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 1996, hlm. 220
46
suami ingin menikah lagi harus ada pra syarat lain yakni persetujuan
tangga. Pasal ini dapat menghindarkan akibat negatif yang lebih besar.2.
1 dan 2 yakni:
2
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm.
109
47
PPN adalah agar suatu saat kelak terjadi pelalaian kewajiban oleh salah
salah satu pihak yang tanpa adanya pencatatan bisa hilang sama sekali.
salah satu pihak kehilangan hak kepemilikan harta bersama, maka tidak
bias memperoleh hak tersebut karena tidak mempunyai bukti otentik dan
sah. Untuk itu Kompilasi Hukum Islam lebih lanjut mengatur dalam pasal
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat
oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah,
dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
(b) Hilangnya Akta Nikah.
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan.
(d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 dan;
(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
agama yang mereka anut. Belum lagi dengan pemalsuan umur sehingga
Pengadilan Agama.3
3
Ibid., hlm. 112-113.
49
kerusakan yakni diduga dengan kuat bahwa wanita Islam yang menikah
harus dengan izin Pengadilan Agama. Izin ini didasarkan pada kenyataan
50
sebagai istri atau cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Pasal 58:
a. Adanya persetujuan istri
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka
beristri lebih dari satu maka harus ada persetujuan istri sebelumnya. Ini
tentu mengandung maksud agar tidak terjadi kemafsadatan bagi istri dan
anak (keluarga) pertama ketika suami menikah lagi. Ini sesuai dengan
suatu kemaslahatan, tetapi tujuan yang akan ia capai berakhir pada suatu
maka menikah lebih darii satu harus ada izin dari istri sebelumnya dan
4
Pendapat As Syatibi ini sebagaimana dikutip oleh Harun Nasroen, Ushul Fiqih I,
Jakarta: Logos, 1996, hlm. 188
5
Lihat Imam Jalaluddin Abdurrahman As Suyuti, , Asbah Wan Nadlair, Semarang:
Toha Putra, tt
51
kemaslahatan bagi umat Islam khususnya dalam bidang hukum keluarga. Ini
maqashid al-syariah ini para ulama menjadikan sebagai salah satu kriteria
dilakukan dengan mencari data dalam kitab kuning dan yurisprudensi. Di luar
ini dilakukan dengan cara ijtihad secara kolektif oleh para ulama yang
terkemuka. Dalam konteks ini maka aplikasi sadz adz-dzriah tentu dipakai
dalam merumuskan pasal-pasal KHI. Belum lagi ketika pasal-pasal KHI juga
6
Lihat Yusdani dan Amir Muallim, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, Yogyakarta:
UII Press, 1999, hlm. 52
52
pemikiran ulama salaf atau kitab kuning oriented dan enggannya untuk
Islam secara nasional. Ahmad Rofiq menilai bahwa telah terjadi pembakuan
hasil ijtihad dan anggapan bahwa hasil ijtihad pada masa lampau
dengan perkembangan sosial budaya di mana hukum itu tumbuh. Kedua hal
tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah berhenti di mana pun dan
work bagi pemikiran Islam, atau lebih tepatnya actual working bagi
menilik sejarah, maka dalam dunia fiqh telah terjadi distorsi pemahaman
7
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Gamamedia, Yogyakarta,
2001
53
dalam ijtihad. Bukan karena pintu ijtihad yang sudah ditutup, tetapi karena
pendapat para imam mujtahid dan ulama mazhab abad klasik skolastik.
hukum Islam.
disiplin ilmu, dan hasilnya banyak menjadi rujukan hukum para hakim
pengadilan agama.
ushul fiqih maun kaidah fiqih lainnya dalam KHI tentu sangat besar
Indonesia. Dengan ini maka akan ada upaya untuk melakukan ijtihad-
ijtihad dalam konteks kekinian. Upaya ini penting karena menurut A. Qodri
8
Munim A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Bandung: Risalah Gusti, 1995, hlm 1
9
Tujuan tahqiq mashalih al-nas atau merealisasikan maslahat bagi manusiaini sesuai
dengan maqashidus syariah. Dalam kajian ushul fiqih, kemslahatan dibagi menjadi tiga,
pertama, maslahat mutabarah yaitu maslahah yang didasarkan untuk memudahkan menjalankan
54
yang harus selalu sesuai dengan tuntutan perubahan. Dalam kerangka inilah
selalu diperlukan ijtihad dan ijtihad baru. Jangankan perbedaan antara umat
sekarang dengan masa lebih seribu tahun lalu; masa hidup imam Syafii
saja diperlukan dua pendapat berbeda yang disebut qaul qadim (pedapat
Imam Syafii di Jazirah Arab, sebelum pindah ke Mesir) dan qaul jadid
Ulama yang mengikuti metodologi yang dipakai oleh Imam Syafii, masih
printah-perintah Allah. Hukum Allah menurut kebanyakan fuqaha memiliki alasan khusus (illah),
misalnya bagi kesejahteraan hidup, akal budi, keturunan dan harta benda, bagi pelanggaran
dikenakan hukuman seperti pembalasan (qisas) untuk pembunuhan, pemotongan tangan bagi para
pencuri dan seterusnya. Kedua, maslahat mulghat yaitu maslahat yang berasal dari pemikiran
manusia yang berlawanan dengan nash atau konsensus. Contoh maslahat ini misalnya mengenai
hak yang sama antara laki-laki dan perempuan sebagai ahli waris untuk memiliki tanah milik dan
sebagai saksi di pengadilan. Ketiga, maslahah mursalah adalah kegunaan umum yang tidak diatur
langsung dengan kepentingan al-Syari. Para fuqaha memberikan contoh Khalifah Abu Bakar
yang menghimpun al-Quran, memerangi mereka yang enggan membayar zakat dan menunjuk
sahabat Umar untuk menggantikannya sebagai khalifah. Lihat: Abd al-Wahhab Khalaf, Ilmu
Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1977, hlm. 84-86
10
A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2002, hlm. 32
55
Namun masih terbatas dengan manhaj yang dipakai oleh imam Syafii, dan
berijtihad. Dalam kenyataannya, praktek ijtihad ini selalu ada dan tidak
para fuqaha tidak pernah membiarkan kasus ini tidak mendapatkan jawaban
hukum Islam. Sudah barang tentu ketika melakukan ijtihad para ulama
11
A. Qodri Azizi, Redefinisi Madzhab dan Ijtihad, Semarang: Makalah IAIN
Walisongo, 2003, hlm. 4
56
yang bersifat sempit, dan kaku. Apalagi bila dikaitkan dengan perubahan
logika Hegel ini maka every one of them was (and is) right within its own
field. Artinya, kebenaran itu bersifat relatif, dan diyakini bersifat luwes,
ada.13
pengembangan hukum Islam tanpa harus keluar dari madzhab fiqih yang
sudah diakui secara mu'tabar. Dengan ini maka konsep madzhab manhaji
menjadi penting dan pada akhirnya membuka peluang yang lebih besar
suul adab karena berani berbeda dengan imam madzhabnya tidak akan
12
Ahmad Minhaji, Persoalan Gender dalam Prespektif Metodologi Study Hukum
Islam, dalam Rekontruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hlm. 191-192
13
Ibid.,
57
dapat sebagaimana diharuskan oleh para ulama tidak harus dipenuhi oleh
satu orang saja (ijtihad fardi), akan tetapi bisa secara kolektif sesuai dengan
manhaji ini pula klaim universalitas Islam yang selalu sesuai dengan zaman
bisa mendapat tempat yang proporsional. Sebab dengan klaim ini akan
selalu sesuai dengan zaman pastilah sesuatu yang bersifat prinsip atau
pemecahan dan jalan keluar Islam yang faktual dan ad hoc pada suatu
zaman tertentu.14 Sesuatu yang bersifat prinsip dalam kajian ini berarti
fiqih. Pada gilirannya perlu juga diingat apa yang merupakan prinsip
sebagai sesuatu yang sama dengan syari'at. Dengan demikian, kajian fiqh
dengan syariat yang secara longgar dipakai untuk menyebut agama Islam
dan fiqih ini, setidaknya menjadikan seseorang dapat arif dan bijaksana
mensikapi fiqih.15
hukum Islam mutlak diperlukan agar Islam yang shalih likulli zaman wa
KHI bukan berarti sama sekali melupakan hasil ijtihad para ulama
15
Ahmad Rofiq, Op. Cit., hlm. 6.
59
terdahulu. KHI juga tetap banyak merefer pendapat mereka selama masih