Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan


mengandung komponen Kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai
khas di kaliks atau pelvis bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung
kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat,
kalsium oksalat atau kalsium fosfat secara bersama dapat dijumpai sampai 65-
85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.

Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di


Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, prevalensi batu ginjal
cukup tinggi. Ini mungkin berkaitan dengan perkembangan ekonomi serta dengan
peningkatan pengeluaran biaya untuk kebutuhan makanan perkapita.

Di beberapa rumah sakit di Indonesia dilaporkan ada perubahan proporsi


batu ginjal dibandingkan batu saluran kemih bagian bawah. Hasil analisis jenis
batu ginjal di laboratorium Patologi klinik Universitas Gadjah Mada sekitar tahun
1964 dan 1974, menunjukkan kenaikan proporsi batu ginjal bila dibandingkan
dengan proporsi batu kandung kemih.

Di rumah sakit di Amerika Serikat kejadian batu ginjal dilaporkan sekitar


7-10 pasien untuk setiap 1000 pasien rumah sakit dan insidens dilaporkan 7-21
pasien untuk setiap 10.000 orang dalam setahun. Pengambilan batu tanpa operasi
litotripsi (extra corporeal shockwave lithotripsy) atau penghancuran batu dengan
gelombang kejut, telah banyak dilakukan pada beberapa litotripsy.

Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa factor
pembentuk Kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu. Subyek
normal dapat mengekskresikan nucleus Kristal kecil. Proses pembentukan batu
dimungkinkan dengan kecenderungan ekskresi agregat Kristal yang lebih besar
dan kemungkinan sebagai Kristal kalsium oksalat dalam kemih.
Proses perubahan kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih
belum sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air kemih yang banyak.
Diperkirakan bahwa agregasi Kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan
timbunan akan membesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel
epitel yang mengalami lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh Kristal
sendiri.

Sekitar delapan puluh persen pasien batu ginjal merupakan batu kalsium,
dan kebanyakan terdiri dari kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium
fosfat. Jenis batu lainnya terdiri dari batu sistin, abut asam urat dan batu struvit.
Adapun factor resiko terbentuknya batu ginjal yakni :

Hiperkalsiuria
Peningkatan ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa factor
resiko lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentuk batu kalsium
idiopatik.
Hipostraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan Kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, merupakan suatu mekanisme lain timbulnya batu ginjal.
Masukan protein merupakan salah satu factor utama yang membatasi
ekskresi sitrat. Peningkatan reabsorpsi sitrat akibat peningkatan asam di
proximal dijumpai pada asidosis metabolic kronik, diare kronik, asidosis
tubulus ginjal, diversi ureter atau masukan protein tinggi. Sitrat pada
lumen tubulus akan mengikat kalsium membentuk larutan kompleks yang
tidak berdisosiasi. Sitrat juga dianggap menghambat proses aglomerasi
Kristal.
Hiperurikosuria
Peningkatan asam urat air kemih dapat memacu pembentukan batu
kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat dengan membentuk
nidus untuk presipitasi kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada
kebanyakan pasien lebih ke arah diet purin yang tinggi.
Penurunan jumlah air kemih
Keadaan ini biasanya disebabkan masukkan cairan yang sedikit.
Selanjutnya dapat menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan
reaktan dan pengurangan aliran air kemih. Penambahan masukan air dapat
dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian batu kambuh.
Jenis cairan yang diminum
Jumlah cairan yang diminum dapat memperbaiki masukan cairan yang
kurang. Minuman softdrink lebih dari 1 liter perminggu menyebabkan
pengasaman dengan asam fosfor dapat meningkatkan resiko penyakit batu.
Kejadian ini tidak jelas, tetapi sedikit beban asam dapat menigkatkan
ekskresi kalsium dan ekskresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi
kadar sitrat dalam air kemih.
Hiperoksaluria
Peningkatan kecil ekskresi oksalat menyebabkan perubahan cukup besar
dan dapat memacu presipitasi kalsium oksalat dengan derajat yang lebih
besar dibandingkan dengan absolute ekskresi kalsium.
Ginjal Spongiosa Medulla
Pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa,
medulla terutama pasien dengan predisposisi factor metabolic
hiperkalisuria atau hiperurikosuria. Kejadian ini diperkirakan akibat
adanya kelainan duktus kolektikus terminal dengan daerah statis yang
memacu presipitasi Kristal dan kelekatan epitel tubulus.
Batu Kalsium Fosfat dan Asidosis Tubulus Ginjal Tipe-1
Factor resiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan
factor resiko yang sama seperti batu kalsium oksalat. Keeadaan ini pada
beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan pH air kemih
sampai normal.
Faktor Diet
Factor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu.
Factor diet yang berperan penting pada kebanyakan pasien, dapat
disebabkan oleh : masukan natrium klorida yang tinggi dimana dapat
meningkatkan ekskresi kalsium, masukan protein tinggi dapat
meningkatkan kalsium, dan asam urat, fosfat dan penurunan sitrat,
masukan kalsium yang tinggi dapat mengakibatkan hiperkalsiuria,
masukan kalium dapat menurunkan ekskresi kalsium dan meningkatkan
sekresi sitrat dalam kemih, sukrosa dapat meningkatkan ekskresi kalsium
dalam saluran kemih, vitamin C dapat meningkatkan resiko terbentuknya
batu kalsium oksalat, asam lemak dapat menurunkan ekskresi kalsium
dalam saluran kemih dan masukan air yang tinggi dapat mengurangi resiko
terbentuknya batu ginjal.

Adapun cara penetapan diagnosis penyebab batu ;

A. Riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan


keadaan penyakit, infeksi dan penggunaan obat obatan. Riwayat tentang
keluarga yang menderita batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan yang
telah dilakukan, cara pengambilan batu, analisis jenis batu dan situasi
batunya)
B. Gambaran batu saluran dilakukan pemeriksaan :
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu.
Biasanya dilakukan pada perempuan hamil dan pasien alergi kontras
radiologi. Namun keterbatasannya tidak dapat membedakan batu ureter
dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen.
Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu,
namun kelebihannya dapat membedakan batu kalsifikasi beserta
densitasnya. Biasanya dilakukan pada pasien muda. Sayangnya modalitas
ini tidak dapat membedakan batu radiolusen, batu kecil dan batu yang
tertutup bayangan tulang. Selain itu juga tidak dapat membedakan batu
dalam ginjal dan batu luar ginjal.
Urogram
Pemeriksaa ini dapat mendeteksi radiolusen sebagai defek pengisian, juga
dapat menunjukkan lokasi batu dalam system kolektikus. Selain itu juga
dapat menunjukkan kelainan anatomis.
C. Investigasi Biokimiawi
Pemeriksaan ini meliputi laboratorium rutin, sampel dan air kemih. Selain itu
juga terdapat pemeriksaan pH, berat jenis air kemih, sedimen air kemih untuk
menentukan hematuri, leukosituria dan kristaluria. Pemeriksaan kultur kuman
penting untuk adanya infeksi saluran kemih. Apabila batu keluar, diperlukan
pencarian factor resiko dan mekanisme timbulnya batu.

Adapun terapi dari batu ginjal meliputi empat tujuan pengobatan yaitu mengatasi
gejala, pengambilan batu, pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat) dan
pemberian obat. Apabila timbul gejala berupa nyeri kolik pasien dianjurkan untuk
tirah baring dan dicari kausanya. Pasien diberikan spasme analgetik dan inhibitor
sintesis prostaglandin. Batu ginjal dapat keluar sendiri atau dapat menggunakan
ESWL atau acara pembedahan lainnya. Setelah batu keluar pasien diharapkan
melakuka pencegahan agar batu ginjal tidak tumbuh kembali diantaranya
menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat), meningkatkan konsentrasi
inhibitor pembentuk batu (sitrat dan meningkatkan asupan cairan) dan terakhir
pengaturan diet yang menurunkan factor resiko terbentuknya batu ginjal.
Pemberian farmakoterapi disesuaikan dengan kelainan yang ada yakni a. batasi
pemasukan garam dan pemberian thiazide pada pasien dengan hiperkalsiuria
idiopatik, b. pemberian fosfat netral untuk mengurangi ekskresi kalsium dan
meningkatkan ekskresi inhibitor kristalisasi, c. pada pasien dengan
hiperurikosurian diberikan allupurinol, d. untuk pasien dengan hipositraturia
diberikan kalium sitrat dan e. pada pasien dengan hiperoksaluria enteric dan batu
kalsium fosfat diberikan kalium sitrat.
BAB II

LAPORAN KASUS
BAB III

KUNJUNGAN LAPANGAN

III. ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN

a. Kebutuhan fisik-biomedis
1. Kecukupan Gizi
Nutrisi Harian Keluarga

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/mingg


u
Karbohidra
t 13-15 sendok nasi 3 kali 21 kali
Nasi - - -
Roti - - -
Mie - - -
Lainnya
Protein 2 potong 2 kali 14 kali
Hewani 2 potong 3 kali 21 kali
Nabati 2 mangkok 3 kali 21 kali
Sayur 1 biji/potong Tidak tentu 2 kali
Buah - - -
Lainnya

Nutrisi harian pasien

Jenis Jumlah Jadwal/har Jadwal/minggu


i
Karbohidra
t 2-3 sendok nasi 3 kali 21 kali
Nasi - - -
Roti - - -
Mie - - -
Lainnya
Protein 1-3 potong 2 kali 14 kali
Hewani 4-5 potong 3 kali 21 kali
Nabati 1-2 mangkok 3 kali 21 kali
Sayur 1 biji/potong 2 kali 2 kali
Buah - - -
Lainnya

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali


sehari dengan uraian menu untuk sarapan berupa nasi, tahu, tempe,
sayuran berupa sayur hijau dan papaya. Pasien jarang makan
makanan di luar, pasien hanya makan makanan yang disediakan oleh
istrinya saja.
2. Kegiatan fisik
Pasien mengatakan aktivitasnya biasa biasa saja. Pasien biasanya
diam di rumah dan bermain dengan cucunya, pasien juga jarang keluar
rumah dan melakukan aktivitas berat. Pasien juga jarang berolahraga.
3. Akses ke tempat pelayanan kesehatan
Jarak dari rumah pasien ke RSUP Sanglah 6 km, pasien dapat
dengan mudah mengunjungi RSUP Sanglah untuk kontrol dan
mengobati penyakitnya. Namun pasien lebih sering kontrol ke praktek
dokter umum di samping rumahnya.
4. Lingkungan
Pasien satu rumah dengan 2 orang anak laki lakinya, dimana 1
diantaranya sudah beristri dan dan mempunya 2 orang anak
perempuan diantaranya berumur 6 tahun dan tahun, sedangkan yang
lainnya masih remaja. Rumah pasien hanya terdapat 1 bangunan
dimana didalamnya terdapat 4 kamar tidur, 1 dapur, 1 toilet, 1 kamar
tamu, 1 garase dan 1 buah taman. Pasien menggunakan sumber air
PAM untuk mandi, mencuci baju, air minum, dan keperluan memasak.
Tempat pembuangan sampah menggunakan tempat sampah, di mana
kalau sudah penuh, dibuang ke truk sampah yang menjadi tempat
pembuangan akhir di banjar setempat yang tidak jauh dari rumah
pasien. Lingkungan halaman rumah tampak bersih dan rapi.
b. Kebutuhan bio-psikososial
1. Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis atau keluarga inti pasien
2. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga, agar senantiasa mengawasi pola makan pasien
yang kurang teratur, dan juga menasehati agar pasien mampu menahan
godaan untuk memakan makanan yang merupakan faktor resiko
penyakitnya. Selain itu juga agar diberikan dorongan agar melakukan
operasi untuk batu ginjalnya.

IV. PENYELESAIAN MASALAH

V. DENAH RUMAH

VI. FOTO KUNJUNGAN

Anda mungkin juga menyukai