Anda di halaman 1dari 1

PENGARUH KADAR PROTEIN RANSUM DAN SUPEROVULASI INDUK BABI TERHADAP LAMA BUNTING,

BOBOT INDUK BUNTING AKHIR, LITER SIZE LAHIR , BOBOT LAHIR

Mien Theodora R. Lapian 1) dan Abraham F. Pendong 2)


1) Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi
2) Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi

PENDAHULUAN Metode :
Ternak babi mempunyai potensi besar dalam penyediaan daging secara nasional, karena sifatnya Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 yang terdiri atas dua faktor.
prolifik dan sangat mudah dipelihara dan mampu mengubah bahan makanan berupa limbah menjadi Faktor pertama ialah superovulasi dengan hormon PMSG+ hCG yang terdiri atas dua level, nol (kontrol) dan disuntik dengan
daging. Pertumbuhan anak mamalia selama dikandung dipengaruhi oleh hormon kebuntingan. Pada hewan PMSG+hCG. Faktor kedua adalah tingkat protein dalam pakan, yaitu: 14%, 16% dan 18%, masing-masing dengan tiga ulangan,
politikus, bobot lahir dan bobot pertumbuhan anak pasca lahir akan berkurang, jika jumlah anak yang analisis data mengikuti prosedur model linier sebagai berikut:
dikandung meningkat. Penurunan ini disebabkan karena rasio antara hormon kebuntingan dikandung Yijk = + i +j+()ij+ijk
menurun. Namun demikian apabila tidak memperhatikan kebutuhan pakan induk laktasi akan
menyebabkan penurunan produksi litter size sapihan yang dapat menentuhan produksi sampai dipotong.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penampilan reproduksi baik induk babi, maupun anak babi, disajikan pada tabel 2, sebagai berikut :
TUJUAN PENELITIAN Tabel 2. Lama Bunting (LBT) , Bobot Badan Bunting Akhir (BBIBA), Litter Size Lahir (LTL), Bobot Lahir (BL)
Melalui ovulasi ganda dan kualitas pakan yang disesuaikan dengan kebutuhan induk laktasi sehingga
diharapkan akan memperbaiki bobot lahir anak, dan dapat mempertahankan daya hidup anak babi melalui Level Protein Rataan
Parameter Perlakuan
produksi air susu induk sehingga angka mortalitas dapat ditekan dan dapat memperbaiki bobot sapih pada 14% 16% 18%
bc a a
akhirnya dapat dimanfaatkan untuk menunjang upaya peningkatan produksi serta dapat mempertahankan SO 113.33 106.67
109.00 109.67
LBT (Hari) c c bc
bobot badan induk untuk persiapkan bunting kembali. NSO 116.33 114.67
113.83 114.94
b a a
SO 181.67 190.33
188.00 186.67
BBIBA (Kg) d d c
NSO 164.64 168.33173.92 168.96
MATERI DAN METODE PENELITIAN SO 10.17 13.72 11.5 11.8
Materi : LSL (Ekor)
NSO 8.17 10.97 10 9.71
bc a ab
Ternak calon induk babi (babi dara) sebanyak 18 ekor dengan bobot badan berkisar antara 100 107 kg. SO 1.36 1.611.56 1.51
BL (Kg) d c c
NSO 1.21 1.30 1.31 1.27
Agen superovulasi: Hormon PMSG (Follig on, Intervet, North Holland) dan hCG (Chorulon, Intervet, North
Holland). Ket : - SO = Super ovulasi ; NSO = Non Super ovulasi
- Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
Prostaglandin (Prosolvin, Intervet, North Holland) untuk penyerentakan berahi.
Ransum yang digunakan, sebagai berikut : Lama Bunting (LBT) . Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pendapat dari Eusebio (1980) yang
menyatakan bahwa umur kebuntingan ternak babi berkisar antara 112 120 hari dengan rataan 114 hari. LBT induk
Tabel 1. Komposisi Bahan dan Zat Makanan Dalam Ransum Induk Babi, Induk Bunting dan Laktasi (%) SO lebih singkat 5.27 hari dari pada NSO.
Proporsi bahan pakan dalam ransum
Bobot Badan Induk Bunting Akhir (BBIBA). Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa interaksi level protein 14%
Bahan pakan dengan NSO memberikan hasil yang paling rendah (164.67 kg) dan interaksi level protein 16% dengan SO
% % % memberikan hasil yang paling tinggi (190.33 kg).
Jagung 49 44 39 Litter Size Lahir (LSL) . Interaksi level protein 14% dengan NSO memberi hasil paling rendah pada LSL, hanya 8.7,
Dedak halus 34 34 34 sedangkan interasi level proten 16% dengan SO memberikan hasil lebih baik dibanding interaksi lainnya.
Bungkil kelapa 9 9 9 Bobot Lahir Anak Babi (BL). Interaksi antara level protein 14% dan NSO memberi hasil BL paling rendah, yakni
Tepung ikan 5 10 15 sebesar 1.21 dibandingkan interaksi lainnya. Hasil yang paling tinggi terdapat pada interaksi antara level protein 16%
dengan SO, yakni sebesar 1.61.
Konsentrat 3 3 3
Hasil di atas memberi gambaran bahwa secara fisiologis induk babi memberikan respons yang baik terhadap
Total 100 100 100
pemberian PMSG dan hCG, yaitu merangsang pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium untuk mensekresi
Zat makanan estrogen yang selanjutnya akan merangsang ovulasi (Bates et al. 1987: Estiene dan Harper 2003). Superovulasi mampu
Protein kasar (%) 14,34 16,39 18,44 meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu, et al. 2000), yang memiliki kaitan erat dengan
Serat kasar (%) 8,32 8,24 8,15 tingkat sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik, seperti estradiol dan progesterone, dimana hormon-
Energi Metabolis 3291,31 3323,61 3355,91 hormon tersebut selain berperan dalam memantapkan proses kebuntingan juga berfungsi dalam modulasi ekspresi
(Kkal/kg) sejumlah protein, dan berkorelasi positif dengan peningkatan bobot uterus, bobot fetus dalam kandungan (Manalu &
Sumaryadi 1999), serta berpotensi meningkatkan jumlah anak sekelahiran (Mege, dkk. 2007).

SIMPULAN: Performans reproduksi induk babi melalui ovulasi ganda dengan PMSG hCG dan level protein sebelum pengawinan, dapat mempersingkat lama bunting, memperbaiki bobot badan
induk bunting, litter size lahir, bobot lahir.

Bates RO, Day BN, Britt JH, Clark LK, Brauer MA. 1991. Reproductive performance of sows treated with a combination of pregnan mares serum gonadotropin and prostaglandins during lactation. J. Anim. Sci.^9:894-898.
Eusebio, J.A. 1980.The Science and Practice of Swine Production. College of Agriculture.Philippines.470 p.
Estiene JM, Harper AF. 2003. Uses of P.G.600 in swine breeding herd management http://ext.vt.edu/news/livestock/aps-0344.htmi. [29 Mei 2004].
Manalu W, Sumaryadi MY. 1999. Correlation between lamb birth weight and the concentrations of hormones and metabolites in the maternal serum during pregnancy. J. Agric. Sci. 133:227-234.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000. Effect of superovulation prior to mating on milk production performance during lactation in ewes. J. Dairy Sci. 83:477-483.
Mege R.A, Manalu W, Nasution SH, Kusumorini N, 2007. Pertumbuhan dan Perkembangan Uterus dan Plasenta Babi dengan Superovulasi.J. Hayati J.of Biosciences Vol.14 hal.1-6.

Anda mungkin juga menyukai