Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan IPTEK sekarang ini semakin pesat. Saking pesatnya setiap
minggu ada saja perkembangan teknologi yang dipamerkan dan dipublikasikan. Saat
ini rakyat Indonesia sebagian besar hanya sebagai komsumen dari teknologi-teknologi
yang dihasilkan, bukan menjadi produsen yang dapat membantu perkembangan
IPTEK dan perekonomian di Indonesia. Perkembangan IPTEK yang pesat ini
membuat kita sebagai rakyat Indonesia harus bealajar dengan segera dan tidak boleh
terus tertinggal dalam perkembangan IPTEK ini.
Perkembangan IPTEK yang pesat pada saat ini tidak diseimbangkan dengan
perkembangan nilai-nilai etika dan agama yang harusnya menjadi pondasi bagi
IPTEK. Tidak dipungkiri hal ini pun terjadi pada saat ini, dimana nilai-nilai etika dan
agama tidak lagi dipandang sebagai hal yang harus dipelajari dan dipahami. Sehingga
penyimpangan yang ada bukanlah hal yang harus disalahi. Alasan utamanya adalah
IPTEK dengan etika dan agama tidak ada sangkut pautnya.
Di zaman resainanance, orang-orang Atheis menganggap agama sebagai
penghalang dalam perkembangan IPTEK. Oleh karena itu, agama bukanlah hal yang
penting untuk dipelajari karena tidak membuat IPTEK semakin maju. Memang di
zaman ini pun ada yang tidak setuju dengan pendapat ini. Tetapi tetap saja hingga saat
ini kedua hal ini belum dapat terintegrasi satu sama lain. Selain agama, etika pun
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dijalankan. Etika dan agama
sebenarnya menjadi suatu kesatuan. Karena didalam agama juga dipelajari etika.
Namun di beberapa negara ataupun wilayah, etika dan agama merupakan hal yang
terpisah karena etika bukanlah dari agama tetapi dari pendangan dan tanggapan
masyarakat terhadap tingkah laku sosial masyarakat. Sehingga bisa saja etika di setiap
wilayah di dunia ini dapat berbeda-beda, karena adat di setiap wilayah berbeda.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana beretika dalam pengembangan dan penerapan iptek
dilihat dari pandangan islam.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Etika


Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris
dikenal sebagai ethics dan etiquette. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang
filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-
macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral,
noprma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan
perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal
dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma
moral berasal dari etika.

2.2 Peran Etika dalam Perkembangan IPTEK


Perkembangan secara ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung sangat cepat.
Dengan perkembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan
meningkatkan taraf hidup manusia, untuk menjadi manusia secara utuh, maka tidak
cukup dengan mangandalkan Ilmu pengetahuan dan teknologi, manusian juga harus
menghayati secara mendalam kode etik ilmu, teknologi dan kehidupan. Apabila manusia
sudah jauh dari nilai-nilai, maka kehidupan ini akan terasa kering dan hampa. Oleh
karena ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia harus tidak mengabaikan
nilai-nilai kehidupan dan keluhuran. Para pakar ilmu kognitif telah menemukan bahwa
teknologi mengambil alih fungsi mental manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian
yang di akibatkan oleh hilangnya fungsi tersebut dari kerja mental manusia.
Perubahan yang terjadi pada cara berfikir manusia sebagai akibat perkembangan
teknologi sedikit banyaknya berpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang
manusia terhadap etika dan norma dalam kehidupannya. Etika profesi merupakan bagian
dari etika sosial yang menyakut bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara
profesional agar diterima oleh masyarakat. Dengan etika profesi diharapkan kaum
profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas
yang dilakukan dari segi tuntutan pekerjaannya.

2
2.3 Peranan islam dalam perkembangan dan penerapan iptek
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus
dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana
yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah yang seharusnya
diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada
sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap
membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya
hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler
inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang
Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal
haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan
konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim.
Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah
Islam.kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total.
Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme)
yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.Namun di
sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan
iptek,. Yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah
bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang
dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Jika suatu
konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti
harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah
hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui
seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia
modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi
Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan
firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa
seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk
lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001).

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sinergi Ilmu dan Pengintegrasiannya Dengan Nilai dan Ajaran Islam

Merujuk kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing.


Teknologi akan terus berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk
memudahkan urusan kehidupan. Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan
mengharamkan teknologi terutama dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum
sesuatu itu haram kecuali terdapat nas dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.

Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama


digaungkan sebagaimana yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal
30 yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata
pendidikan sebagai bentuk kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup yang
utuh.

Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran
pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu
maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang
keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan
mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan
agama Islam dan sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang
utuh kepada peserta didik.

Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan
menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki
dengan diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam
tidak lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk
perkembangan ilmu dan teknologi.

Agama, dalam hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai
justifikasi atau pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi
paradigma keilmuan yang menyeluruh (holistik). Orientasi dan sistem pedidikan di
sekolah antara ilmu Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan secara terpadu

4
dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan
secara fleksibel, dan link and match.

Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan


anggapan antara Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan
untuk membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan Agama yang kolot yang tidak
menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka
dan wahyu (al-quran) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.

Sebagai seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam
dalam kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah kalau bangsa-
bangsa lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir
tentang bagaimana mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita
(Islam) masih sibuk untuk menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah
tidak perlu dipersoalkan seperti halnya kunut, bidah, doa jamaah, zikir bada shalat,
dan lain sebagainya.

Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat
mengenal sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu, baik
ilmu Agama maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam
ilmu umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/
tersirat) sebut saja misalnya Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-
1111) Ibn Rusd, Ibn Thufail dan lain sebagainya. Mereka adalah para figur intelektual
muslim yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat
modern sekarang ini. Jika pada awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada
Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah
kemenangan Islam di berbagai wilayah, kajian tersebut berkembang dalam berbagai
disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa


munculnya para ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual
muslim yang direbut pada masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib
dan menurut beliau inilah yang mesti direbut kembali dengan dalih ilmu itu
merupakan daur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke Bangsa Arab (Islam) dan
sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insyaAlloh akan dapat kita raih
kembali.

5
3.2 Paradigma Ilmu

Paradigma ilmu tidak bebas nilai

Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu
terikat dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan
nilai-nilai yang lainnya.

Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen
Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai,
karena setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu
menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing :

a. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-
analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan
hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula
disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan
terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi
sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena
tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami
manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek
kemasyarakatan yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi,
sedangkan kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman
makna.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan
mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat
dipentingkan disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan
dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.

Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait
dengan nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas
tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik,
ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.

6
Paradigma ilmu bebas nilai

Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktro eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri. Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-
kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:

1. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa


ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious,
cultural, dan social.
2. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Dalam pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal
tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin
melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan
pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut,
tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat
perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilimu itu untuk ilmu.

3.3 Perlunya Akhlak Islami Dalam Penerapan IPTEKS

Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan


seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk
melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS.
Bagi Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari
keberadaannya.

7
Artinya: Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...( QS.
Yunus ayat 101).

Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi, diantaranya adalah


sebagai berikut :

a. Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan Teknologi


Inilah peran pertama pendidikan islam yang dimainkan dalam iptek, yaitu
menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah
paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.

b. Syariah Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi


Peran kedua Islam dalam perkembangan sains dan teknologi, adalah bahwa
Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan sains dan teknologi. Ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam
pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan,
adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan sains dan teknologi yang
tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Jika dua peran
ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaAlloh akan ada berbagai
berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits
yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]:
65).

Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak negatif Sains dan Teknologi

Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah
ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik,
entah sebagai hamba Allah SWT..ataupun sebagai khalifah dimuka bumi. Menurut
Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam
sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan sains dan teknologi ke posisi
semula, yaitu:

8
1. Amar maruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar maruf. Tidak
hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar maruf ini dimaknai
juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan
oleh umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan
habitat di sekelilingnya. Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus
mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah
SWT.
2. Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan
memilih kebenaran. Seandainya ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam
mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah
penyalahgunaannya kembali.
3. Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan
keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang
hadir. Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat
terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun
serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui
peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif
iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik
mungkin untuk menghadapinya.

BAB IV
PENUTUP

9
4.1 Kesimpulan

IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat
diperhatikan dalam Islam. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk
menuntut ilmu, karena manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal
yang sepatutnya diperintahkan untuk berfikir dan berilmu.

Sejatinya, ilmu adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan
sesuai dengan hukum dan syara dan yang patut dipertimbangkah adalah mengenai
halal-haramnya, bukan manfaatnya saja.

10

Anda mungkin juga menyukai