Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA

MEMPELAJARI KNOWLEDGE

Setiap manusia senantiasa memiliki naluri untuk terus belajar dan mengembangkan diri
dalam hal apapun. Abraham Maslow (1943) menyebutkan bahwa setiap individu memiliki
kebutuhan untuk memenuhi potensial dirinya, dimana potensial diri pada masing-masing
individu akan sangat bervariasi. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan proses belajar,
secara langsung maupun tidak langsung, setiap individu akan terdorong untuk mencari berbagai
pendekatan cara belajar yang mampu mempermudah mereka untuk mempelajari knowledge.

(Darwin Hunt, 2003), Knowledge adalah kepercayaan yang benar dan dibenarkan.
Knowledge erat kaitannya dengan learning atau pembelajaran. Pembelajaran merupakan
perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara
tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya (Dalle Schunk,
2012). Kita bisa melihat bagaimana seseorang mempelajari knowledge dari berbagai macam
teori pembelajaran yang dicetuskan oleh para ahli.

Salah satu teori pembelajaran yang bisa dikaitkan untuk melihat bagaimana seseorang
mempelajari knowledge adalah teori kognitivisme. Teori kognitivisme adalah teori yang
mempelajari proses masuknya informasi ke dalam kognitif seseorang. Dalam teori kognitivisme,
pembelajaran terjadi karena adanya keterlibatan proses mental seperti sensasi, persepsi, atensi,
pengkodean, dan memori (Anne Jordan ,Orison, Anneta, 2008).

Sensasi adalah informasi-informasi yang diperoleh dari lingkungan luar. Setelah


memperoleh stimulus dari luar, maka informasi akan diteruskan untuk diinterpretasikan, proses
interpretasi inilah yang disebut dengan persepsi. Proses selanjutnya adalah atensi, atensi
merupakan proses yang dilakukan untuk fokus pada informasi yang diinginkan maupun yang
tidak diinginkan. Informasi yang diinginkan kemudian akan melewati proses pengkodean.
Pengkodean adalah proses mengelompokkan sebuah informasi dalam bentuk skema. Sebagai
contoh, informasi terkait makan malam akan dikelompokkan dalam bentuk skema menjadi tipe
rumah makan, lokasi rumah makan, jenis makanan dan sebagainya. Proses terakhir adalah
memori, yaitu kemampuan seseorang untuk memunculkan kembali informasi yang telah

1
diperoleh. Informasi-informasi yang dinginkan akan masuk ke dalam short term memory (STM)
dan akan diteruskan ke dalam long therm memory (LTM) jika dianggap penting (Anne Jordan
,Orison, Anneta, 2008).

Lima proses mental yang telah dijelaskan pada teori kognitivisme tersebut merupakan
dasar penting untuk melihat bagaimana seseorang mempelajari knowledge. Ketika memasuki
proses pengkodean, informasi atau knowledge akan dikelompokkan dalam skema sebagai fakta,
konsep, hingga prinsip yang merupakan bentuk-bentuk dari knowledge . (Ehrenberg, Sydelle D,
1981), Fakta adalah nama dari sebuah object atau label, sedangkan konsep adalah kumpulan dari
berbagai fakta yang memiliki hubungan dan dapat didefinisikan. Berbagai macam konsep yang
berhubungan disebut dengan prinsip. Setelah proses pengkodean selesai, maka informasi yang
berupa fakta hanya akan bertahan di STM. Kapasitas penyimpanan data di STM sangat
minimum, sehingga akan mudah terhapus jika dirasa sudah penuh, sedangkan informasi yang
berupa konsep dan prinsip akan masuk ke LTM. LTM memiliki kapasitas penyimpanan yang
sangat luas, sehingga informasi dapat terus disimpan dan dapat dimunculkan kembali sesuai
dengan kebutuhan.

Seorang individu mempelajari bentuk-bentuk knowledge untuk menghubungkan mereka


dengan berbagai pendekatan cara belajar. Pendekatan belajar adalah perilaku nyata individu
sebagai seorang pelajar dalam belajar yang menentukan tingkat hasil belajarnya (Phan, 2006).
(David & Robert, 2001), Pada umumnya, mahasiswa menggunakan salah satu dari beberapa
pendekatan cara belajar, yaitu, surface approach dan deep approach.

Surface approach biasanya digunakan oleh mahasiswa yang fokus untuk menghapal
fakta-fakta saja dan mengabaikan konsep serta prinsip dari knowledge . Mahasiswa cenderung
menghindari kegagalan namun tidak belajar keras. Pendekatan ini melahirkan level pemahaman
dalam tingkat superficial saja. Sedangkan mahasiswa yang dalam proses belajarnya cenderung
menekankan konsep dan prinsip dari knowledge, menggunakan pendekatan cara belajar deep
approach. Mahasiswa akan selalu berusaha memuaskan keingintahuannya terhadap materi.
Pendekatan ini tidak menekankan proses menghapal seperti halnya pendekatan surface
approach.

2
Meski begitu, mahasiswa yang belajar menggunakan proses menghapal, tidak selalu
berarti mahasiswa tersebut menggunakan surface approach sebagai pendekatan belajarnya, juga
tidak serta merta mereka kehilangan pemahaman akan objek yang sedang dipelajarinya. Bisa
jadi, mahasiswa tersebut menggunakan pendekatan cara belajar deep approach, karena dalam
pendekatan cara belajar deep approach juga dibutuhkan teknik connecting, storing, retrieving
yang kesemuanya ditempatkan didalam memori pembelajar. Itu artinya dibutuhkan proses
menghapal di dalamnya (Marton et all, 1996).

Faktor internal yang mempengaruhi mahasiswa menggunakan pendekatan surface


approach adalah awareness of learning process, Surface approach mungkin digunakan untuk
menunjukkan keterampilan metakognitif (Biggs dan Moore, 1993). Metakognitif adalah
kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu
masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan
berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri
(Flavell, 1979). Sebagai contoh, mahasiswa sengaja menggunakan pendekatan surface
approach sebagai solusi dari ketidakpahamannya terhadap sebuah materi, sehingga ia meyakini
hanya bisa belajar dari fakta-fakta saja (Biggs dan Moore, 1993). Seeorang yang memiliki
kemampuan metakognisi baik, akan dengan mudah memotivasi belajar pada dirinya, sehingga
mampu menentukan pendekatan cara belajar yang terbaik untuk dirinya (Saemah, R dan John,
A , 2006).

Wankowski, 19991 juga menjelaskan bahwa salah satu faktor internal yang berkontribusi
dalam proses belajar mahasiswa adalah past experience of learning. Mahasiswa baru yang saat
sekolah menengah masih menggunakan sistem belajar teacher center, lalu ketika masuk ke
perguruan tinggi harus terpapar dengan sistem belajar student center. Dibutuhkan proses
adaptasi yang tidak lama, maka ketika terjadi keterlambatan proses adaptasi, mahasiswa akan
cenderung menggunakan surface approach, untuk mencoba mengcover kekurangan dirinya.

Assessment menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi mahasiswa


menggunakan pendekatan surface approach. Ketakutan akan kegagalan dan ketakutan akan nilai
yang jelek, mendorong mahasiswa untuk menggunakan pendekatan tersebut (Marton dan Slj
(1976). Surface learner cenderung tidak memiliki ketertarikan dan pemahaman atas apa yang
sedang dipelajari, motivasi belajar mereka adalah nilai, gelar, dan kualifikasi (Jackie, L, 2003).

3
Ketika mahasiswa diberi stimulus dengan penilaian yang strict, maka mereka akan mencari cara
untuk menyelamatkan diri pada saat itu juga salah satu caranya dengan menghapal atau
mempelajari materi yang hanya berupa fakta-fakta pada saat itu juga. Materi yang dipelajari
pada akhirnya hanya masuk pada STM saja.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis pada mahasiswa
undergraduate fakultas kedokteran UGM, ada faktor eksternal task content yang mempengaruhi
pemilihan pendekatan surface approach. .Kesulitan belajar yang kami alami adalah, tugas
yang banyak dengan waktu yang sedikit, sehingga belajarnya menjadi tidak mendalam..
Mahasiswa cenderung tidak mendalami materi karena harus menyelesaikan tugas yang begitu
banyak dalam satu waktu. Materi yang harus mereka pelajari sangat banyak sehingga mereka
harus cepat menghapal semua materi tanpa sempat memahami makna dari materi tersebut.
(Ehrenberg, Sydelle D, 1981),

Sama halnya dengan surface approach, penggunaan pendekatan cara belajar deep
approach juga dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Mahasiswa dengan
deep approach memiliki kecenderungan untuk memahami materi belajar dan memiliki
ketertarikan terhadap materi tersebut (Marton dan Slj, 1976). Mahasiswa yang kami
wawancarai mengatakan bahwa . Saya merubah kebiasaan belajar dari yang sekedarnya saja
menjadi belajar lebih mendalam, karena untuk menjadi dokter yang baik saya harus memahami
materi secara penuh., hal tersebut masuk ke dalam faktor recognition of need, yang
merupakan faktor internal dari diri seseorang. Adanya motivasi dari dalam diri sendiri
merupakan cirri khas dari pendekatan deep approach.

Impact of colleagues juga termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi pemilihan deep
approaches sebagai pendekatan belajar. .Teman-teman saya di Jogja sangat mendalam saat
belajar, sehingga saya menjadi terbawa cara belajar mereka.. Deep approach memiliki
hubungan dengan rasa keterlibatan, ketertantangan, serta pencapaian. Rasa ketertarikan ini
mendorong mahasiswa untuk lebih mendedikasikan waktu untuk belajar (Marton dan Slj,
1976). Impact of colleagues dalam hal ini adalah teman sebaya sangatlah kuat, belajar bersama
dapat meningkatkan motivasi untuk terus belajar karena adanya keselarasan kognitif (I Made
Pariar et al, 2014).

4
Surface approach dan deep approach adalah dua pendekatan cara belajar yang
diperkenalkan oleh Marton dan Slj pada tahun 1976, kemudian dikembangkan oleh Entwistle
dan Waterston pada tahun 1988. Pengembangan tersebut, memunculkan satu pendekatan baru
yaitu strategic approach. Strategic approach merujuk pada kecenderungan untuk mendapat nilai
yang baik yang disesuaikan dengan permintaan penilaian (Age Diseth dan Oyvind Martinsen,
2003). Hal tersebut dapat terlaksana dengan pengaturan waktu dan sumber intelektual yang baik.
Pada dasarnya, Strategic approach adalah kombinasi dari dua pendekatan sebelumnya. Namun,
dorongan terhadap pencapaian nilai yang baik lebih dominan dibandingkan dengan ketertarikan
belajar (deep approaches) atau ketakutan mendapat nilai yang buruk (surface approaches).

Beberapa faktor internal maupun eksternal pun mempengaruhi mahasiswa untuk


menggunakan pendekatan ini, diantaranya adalah motivasi internal yang berupa tekanan untuk
mendapatkan nilai yang tinggi agar dapat masuk ke universitas yang mereka inginkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Age Diseth dan Oyvind Martinsen menunjukkan bahwa, strategic
approaches sangat berpengaruh terhadap pencapaian akademik mahasiswa sedangkan deep
approach ternyata tidak memiliki signifikansi. Selain itu, karena motivasi utama penggunaan
strategic approach adalah nilai yang baik, maka faktor eksternal yang juga mempengaruhinya
adalah Ego-Enhacement atau persaingan untuk mendapatkan prestasi yang tinggi (Biss, 1991).

Strategic approach mulai banyak digunakan oleh mahasiswa pada umumya. Lagi-lagi
kita tidak bisa menampik hal ini dikarenakan materi belajar yang cukup banyak terutama pada
mahasiswa kedokteran dan keperawatan, dan kebutuhan untuk memperoleh prestasi akademik
yang baik.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pemaparan diatas adalah, sebagai seorang pendidik
kita wajib memperhatikan bagaimana mahasiswa mempelajari knowledge dan apa pendekatan
yang digunakan, dengan begitu kita dapat memaksimalkan faktor-faktor yang positif dan
menekan faktor yang negatif. Selama ini mungkin kita cenderung menghakimi mahasiswa untuk
mengubah faktor-faktor internal mereka yang negative, padahal ada beberapa faktor eksternal
negative yang dapat kita modifikasi, seperti faktor task content. Seringkali kita memberi
penugasan yang melebihi kemampuan mahasiswa, namun menuntut mahasiswa untuk tetap
menggunakan pendekatan deep learning atau menuntut mahasiswa untuk berprestasi akademik

5
tinggi tanpa memberikan arahan, bahwa mereka masih bisa menggunakan pendekatan strategic
approach sebagai alternatif lain.

Selain itu, dengan mempelajari berbagai pendekatan belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, kita tidak bisa lagi menentukan bahwa ada pendekatan yang salah dan ada
pendekatan yang benar. (Entwistle, 1988), penggunaan berbagai macam strategi dan pendekatan
belajar dikembangkan dari kebutuhan dan keadaan mahasiswa sebagai hasil dari aktivitas
kognitif mereka. Efek dari penggunaan pendekatan belajar yang berbeda menunjukkan bahwa
mahasiswa beradaptasi terhadap cara belajar mereka untuk memenuhi kebutuhan akademik.
Peran kita adalah mengarahkan mahasiswa untuk menggunakan berbagai macam pendekatan
belajar sesuai kebutuhan mereka.

BIBLIOGRAPHY

6
1. Anne, J., Orison, C., Anneta, S. (2008). Approaches to Learning. New York ; Open
University Press
2. Biggs,J (2003). Teaching for quality learning at university (Maidenhead, open
university press)
3. Cassidy, S.,Eachus, P. (2000). Learning Style, Academic Belief Systems, Self-Report
Student Proficiency and Academic Achievement in Higher Education. Journal of
Educational psychology. Vol. 20:3
4. Clarck, R.C. (1999). Developing Technical Training 2nd edition. Washington DC :
International Society for Perfomance Improvement
5. David, N & Robert, C . (2001). A Handbook for Medical Teachers.Netherlands :
Kluwer Academic
6. Diseth, A., Martynsen, O. (2003). Approaches to Learning, Cognitive Style, and
Motives as Predictors of Academic Achievements. Journal of Educational psychology.
Vol. 23:2
7. Ehrenberg, S.D. (1981). Concept Learning: How to make it happen in the Classroom.
Educational Leadership
8. Hunt, Darwin. (2003). The Concepts of Knowledge and How to Measure it. Journal of
Intellectual Capital. Vol 4 : 1
9. I Made Pariar et al. (2014). Perbedaan Efektifitas Diskusi Kelompok, Motivasi
Intrinsik dan Nilai Modul dari Mahasiswa yang Difasilitasi Dosen dan Tutor Sebaya.
Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia. Vol 3 : 2
10. Jackie Lublin. (2003). Deep, Surfece And Strategic Approaches To Learning : UCD
Dublin
11. Pan, P.H. (2006). Examination of Student Learning Approach, Reflective Thinking
and Epistemological beliefe. Electronic journal of Research in Educational
Psychology
12. Saemah, R dan John, A. (2006). Hubungan antara Kesadaran Metakognisi, Motivasi
dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti. Jurnal Pendidikan. Vol 31 :21-39
13. Schunk, D.H. (2012). Learning Theories : An Aducational Perspectives. Pearson Education
14. Valiente, C. (2008). Are Students Using the Wrong Style of Learning ? : A
Multicultural Scrutiny for Helping Teachers to Appreciate differences. London : Sage
publication

Anda mungkin juga menyukai