Anda di halaman 1dari 4

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI2 SKP

Sindrom Nyeri Myofascial


Andika Surya Atmadja
Dokter Umum di Wilayah Pulomas, Jakarta Timur, Indonesia

ABSTRAK
Sindrom nyeri myofascial adalah sebuah kondisi nyeri baik akut maupun kronik dari otot ataupun fascia yang akan mempengaruhi sensorik,
motorik, ataupun otonom; nyeri myofascial bisa bersifat aktif atau laten. Myofascial trigger points adalah suatu titik/tempat hiperiritabel berlokasi
di struktur otot atau fascia yang menegang, jika ditekan dapat menyebabkan nyeri lokal atau menjalar. Prevalensinya sama antara laki-laki dan
perempuan, terutama pada usia 30-60 tahun. Penyebab umum nyeri myofascial dapat berasal dari trauma langsung ataupun tidak langsung,
kondisi patologis tulang belakang, paparan terhadap tegangan yang berulang dan kumulatif, atau posisi/postur tubuh yang tidak sesuai.
Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial yang paling sering digunakan adalah kriteria Simons, et al, (1999). Terapi farmakologi adalah OAINS,
pelemas otot, anti-depresan, dan obat anestesi. Terapi non-farmakologi dapat dibedakan menjadi invasif dan non-invasif.

Kata Kunci: Diagnosis, myofascial, nyeri, terapi, trigger point

ABSTRACT
Myofascial pain syndrome is an acute or chronic pain from muscle or fascia that will altered sensory, motoric, or autonomic system; myofascial
pain can be either active or latent. Myofascial trigger point is a hyperirritable spot located in stretch muscle or fascia, causing local or referred
pain if palpated. Equal prevalence between men and women, especially at the age of 30-60 years. The common causes of myofascial pain are
direct or indirect trauma, pathologic spine condition, continuous and cummulative stretch exposure, or inappropriate posture/position. The
most common diagnostic criteria are Simons, et al, criteria (1999). The common pharmacological treatments are NSAIDs, muscle relaxant, anti-
depressant, and anesthetic agent. Non-pharmacological treatment can be invasive or non-invasive. Andika Surya Atmadja. Myofascial Pain
Syndrome.

Keywords: Diagnostic, myofascial, pain, therapy, trigger point

PENDAHULUAN atau fascia yang menegang, jika ditekan dapat terbentuk di endplate otot yang menyebabkan
Sindrom nyeri myofascial adalah sebuah menyebabkan nyeri lokal atau menjalar.4 perubahan dan abnormalitas aktivitas endplate
kondisi nyeri otot ataupun fascia, akut MTrPs sering ditemukan di sekitar daerah di neuromuscular junction. Iritasi kontinu pada
maupun kronik, menyangkut fungsi leher dan punggung. endplate akan menyebabkan pengeluaran
sensorik, motorik, ataupun otonom, yang asetilkolin berlebihan, sehingga dapat
berhubungan dengan myofascial trigger menyebabkan ketegangan dan kontraksi
Nyeri myofascial masih sering tidak
points (MTrPs).1 Gejala motorik dapat berupa serat otot yang terlokalisasi.3 Penyebab umum
terdiagnosis, padahal merupakan penyebab
disfungsi motorik atau kelemahan otot akibat nyeri myofascial dapat trauma langsung
utama disabilitas kerja dan penyebab kedua
inhibisi motorik, terbatasnya gerakan dan ataupun tidak langsung, kondisi patologis
terbanyak disabilitas di AS.1 Ada pendapat
kekakuan otot. Gejala sensorik dapat berupa tulang belakang, paparan terhadap tegangan
bahwa istilah sindrom pada nyeri myofascial
nyeri tekan, nyeri alih, hiperalgesia, ataupun yang berulang dan kumulatif, atau posisi/
tidak tepat karena sebetulnya merupakan
alodinia.2 Gejala otonom dapat seperti postur tubuh yang tidak sesuai.6
suatu penyakit.5
berkeringat, aktivitas pilomotor, perubahan
suhu kulit, lakrimasi, dan salivasi. Aktivitas Sindrom nyeri myofascial sering terjadi dan
ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
sistem saraf simpatis akan meningkatkan setiap manusia mungkin pernah memiliki
aktivitas motorik dan menyebabkan nyeri.3 Etiologi pembentukan trigger point pada otot
trigger point selama hidupnya. Prevalensinya
Myofascial trigger points adalah suatu titik/ dan mekanisme terjadinya gejala somatik
sama antara laki-laki dan perempuan,
tempat hiperiritabel berlokasi di struktur otot masih belum dipahami. Trigger point diduga
terutama pada usia antara 30-60 tahun.5

Alamat Korespondensi email: f_andika_surya@yahoo.com

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 176


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Nyeri myofascial dapat bersifat lokal atau Tabel. Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial8
regional, seperti pada leher, bahu, punggung
atas dan bawah, biasanya unilateral atau No Kriteria mayor Kriteria minor
lebih berat di salah satu sisi. Nyeri otot
1 Nyeri spontan yang Terjadinya nyeri
dapat menetap dengan variasi dari ringan terlokalisasi spontan dan
hingga sangat berat; biasanya tidak hilang perubahan sensasi
dengan sendirinya. Ciri khas nyeri ini adalah dengan menekan
trigger point
terdapatnya trigger point.5
2 Nyeri spontan atau Adanya respons
perubahan sensasi pada kedut lokal pada
Myofascial Trigger Points suatu area nyeri alih serat otot dengan
mempalpasi tajam
Trigger point berukuran kecil, gumpalan keras, atau dengan insersi
mungkin dapat terlihat atau terasa di bawah jarum ke trigger
point
kulit.5 Myofascial trigger points dapat terjadi di
otot-otot berbagai anggota tubuh sebagai 3 Teraba adanya Nyeri berkurang
respons dari cedera atau kelebihan beban gumpalan atau benjolan dengan peregangan
pada otot yang nyeri otot atau injeksi
otot. Terdapat hipotesis bahwa serat otot yang trigger point
cedera akan memendek (sehingga terjadi
peningkatan tegangan) akibat pengeluaran 4 Nyeri tekan lokal pada
Gambar. Trigger point pada sindrom nyeri
titik tertentu sepanjang
berlebihan ion kalsium dari serat yang rusak, myofascial1
benjolan atau gumpalan
atau sebagai respons terhadap asetilkolin
dalam jumlah besar dari motor end plate. 5 Adanya penurunan
ruang gerak pada
Nyeri tekan lokal atau menjalar terjadi karena saraf pusat dan perifer. Nyeri dapat sebagai berbagai derajat.
nosiseptor otot terstimulasi akibat kurangnya akibat sekunder kerusakan jaringan yang
oksigen dan peningkatan mediator inflamasi akan menurunkan pH serta mengeluarkan
di tempat cedera.4,5 Belum ada pemeriksaan laboratorium untuk
histamin dan bradikinin lokal. Respons
menegakkan sindrom nyeri myofascial.
serabut C akan ditingkatkan di perifer oleh
Diagnosis masih dibuat berdasarkan hasil
Myofascial trigger points dapat aktif atau serotonin, prostaglandin, thromboxane, dan
temuan klinis. Pemeriksaan penunjang hanya
laten. Myofascial trigger points aktif akan leukotriene akibat hipoksia dan trauma
dapat mendeteksi perubahan yang terjadi,
menimbulkan rasa nyeri, sehingga mencegah jaringan. Substansi P juga dikeluarkan di
seperti elektromiografi dapat mengidentifikasi
pemanjangan otot maksimal, melemahnya perifer dan meningkatkan vasodilatasi perifer
otot yang memiliki trigger point aktif akan
otot, memediasi respons kedutan lokal bila dan sensitisasi serabut C. Serabut C kemudian
lebih cepat mengalami kelelahan, ultrasound
distimulasi, dan menyebabkan nyeri alih di akan menyampaikan impuls menuju kornu
dapat memperlihatkan respons kedut lokal
area nyeri yang bersangkutan. MTrPs laten dorsalis medulla spinalis. Kondisi seperti
yang tercetus bila dipalpasi.8
biasanya tidak bergejala, tidak menimbulkan ini disebut sensitisasi perifer. Sedangkan
nyeri pada aktivitas sehari-hari, tetapi nyeri sensitisasi sentral berarti peningkatan respons
neuron nosiseptif pada sistem saraf pusat. TATALAKSANA FARMAKOLOGI
apabila diberi stimulasi eksternal, seperti
dipalpasi, dan dapat teraktivasi jika otot Baik sensitisasi sentral maupun perifer dapat Terapi dapat berupa terapi farmakologi
tegang, lelah, atau cedera. Beberapa studi terjadi pada nyeri kronik. Gejala yang persisten dan intervensi non-farmakologi. Terapi
menunjukkan bahwa 25-54% individu dapat merupakan hasil sensitisasi perifer simptomatis meliputi antiinflamasi, anagetik,
asimptomatik mempunyai latent trigger terhadap nosiseptor dan juga sensitisasi dan narkotik.1 Obat anti-inflamasi non-steroid
points.3,5,7 sentral untuk modulasi dan modifikasi. Tanda (OAINS) paling sering digunakan karena
sensitisasi sentral dan perifer adalah alodinia efeknya sebagai analgetik dan anti-inflamasi.
dan hiperalgesia.1 Meskipun cara kerja OAINS pada sindrom nyeri
Pasien dengan MTrPs dapat memiliki gejala
myofascial masih belum diketahui, namun
otonom seperti berkeringat, aktivitas
Diagnosis Sindrom Nyeri Myofascial sudah terbukti baik untuk menangani nyeri
pilomotor, perubahan pada suhu kulit,
muskuloskeletal, dan sindrom nyeri myofascial
lakrimasi, dan salivasi. Aktivitas sistem saraf Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial
sering tumpang tindih dengan nyeri
simpatis akan meningkatkan aktivitas motorik masih berbeda-beda karena masih kurangnya
muskuloskeletal.6 Sebuah RCT (Randomized
dan menyebabkan nyeri.3 kriteria diagnosis berbasis studi multisenter
Control Trial) menunjukkan bahwa diclofenac
internasional atau pertemuan konsensus para
patch mempunyai efek signifikan pada
ahli. Kriteria yang paling sering digunakan
Nyeri pada Sindrom Nyeri Myofascial sindrom nyeri myofascial di muskulus
adalah kriteria menurut Simons, et al, (1999).
Nyeri merupakan proses multidimensi trapezius.9 Opioid biasanya tidak digunakan.
Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial
meliputi komponen sensorik dan persepsi, Beberapa studi menunjukkan pemberian
berupa lima kriteria mayor dan setidaknya
yang mengaktivasi beberapa area pada sistem opioid lemah cukup efektif, namun sebagian
satu dari tiga kriteria minor.8
besar studi tidak mendukung penggunaan

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 177


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

opioid untuk tatalaksana nyeri pada sindrom dapat terlihat setelah terapi. Dry needling Terapi Manual
nyeri myofascial,10 karena penggunaan opioid dapat mengakses struktur otot dalam yang Terapi manual saat ini mulai diperhitungkan
pada nyeri akut dapat counter productive tidak pernah tercapai tanpa jarum, sehingga sebagai terapi yang paling efektif untuk
terhadap proses penyembuhan.6 dapat melepaskan restriksi myofascial. Dry menginaktivasi MTrPs. Terapi ini termasuk
needling pada MTrPs berbeda dari akupuntur deep pressure massage, stretch therapy with
walaupun alat yang dipakai sama.2 Jarum spray, dan superficial heat. Namun, belum ada
Beberapa studi RCT,11 laporan kasus,12 dan
harus dimasukkan dan dikeluarkan dari arah studi yang dapat membuktikan keefektifan
studi observasional13 menunjukkan bahwa
berbeda secara cepat untuk mengenai titik jangka panjangnya.6
lidocaine patch dapat meningkatkan ambang
sensitif pada regio MTrP. Beberapa studi telah
nyeri secara signifikan, sehingga dapat
mempelajari mekanisme yang mungkin
meningkatkan aktivitas sehari-hari. Lidokain Ultrasound merupakan teknik yang
terjadi. Ada yang menyebutkan bahwa terjadi
topikal juga dapat digunakan.6 mengubah energi listrik menjadi gelombang
pelepasan opiat endogen pada sistem saraf
pusat, ada juga studi yang mengatakan bahwa suara dengan tujuan menghasilkan energi
Tizanidine bekerja sebagai alfa 2 agonis, reseptor opiat perifer lokal lebih teraktivasi panas pada otot. Transcutaneous electric nerve
sehingga dapat menurunkan spastisitas dibandingkan reseptor sistemik. Inhibisi nyeri stimulation (TENS) juga dapat mengurangi
otot; pada sindrom nyeri myofascial dapat melalui jalur desenden serotoninergik setelah nyeri, namun belum ada bukti6 yang
menurunkan intensitas nyeri dan disabilitas. terapi jarum juga memungkinkan. Mengingat mendukung keunggulan TENS dibandingkan
Beberapa studi menyarankan penggunaan penurunan nyeri yang cepat setelah terapi injeksi trigger points atau medikasi
tizanidine sebagai terapi lini pertama.6 jarum, efek analgesik ini lebih mengarah pada farmakologi, sehingga baru digunakan
jalannya serabut saraf dibandingkan dengan sebagai terapi adjuvan. Electrical twitch
reaksi kimia yang berjalan lama.14 obtaining intramuscular stimulation (ETIOMS)
Benzodiazepin bekerja menghambat
merupakan metode menggunakan arus listrik
pengeluaran serotonin presinaps dan eksitasi
melalui jarum elektromiografi monopolar
GABA. Pada sebuah uji coba klinis, klonazepam Injeksi Trigger Points untuk mencapai deep motor endplates. Studi
terbukti mempunyai efek antinosiseptif untuk Injeksi MTrPs hampir sama dengan dry Chu, et al,16 menunjukkan perbaikan signifikan
sindrom nyeri myofascial.6 needling, namun pada teknik ini dilakukan terhadap nyeri dan ruang gerak, serta sedikit
injeksi obat anestesi atau steroid. Beberapa efek samping. Stimulasi magnetik adalah
TATALAKSANA NON-FARMAKOTERAPI studi menyebutkan bahwa injeksi trigger teknik baru untuk mengatasi nyeri pada
Tatalaksana non-farmakoterapi dapat invasif points dengan obat anestesi tidak lebih baik sindroma nyeri myofascial.6 Studi stimulasi
atau non-invasif. Metode non-invasif dapat daripada dry needling. Injeksi steroid pada magnetik ini masih terbatas, sehingga
berupa fisioterapi, seperti peregangan, terapi MTrPs juga masih kontroversial karena hanya mekanisme terapeutiknya masih belum jelas.6
laser, ultrasound, dan transcutaneous electrical sedikit bukti yang mendukung adanya proses
nerve stimulation (TENS).3 inflamasi pada patofisiologi sindrom nyeri
SIMPULAN
myofascial.6
Sindrom nyeri myofascial adalah sebuah
Dry Needling kondisi nyeri baik akut maupun kronik dari
Botulinum Toxin otot ataupun fascia; menyangkut fungsi
Injeksi pada MTrPs efektif dan sudah sering
dilakukan. Injeksi ini dapat berupa dry Clostridium botulinum menghasilkan tujuh sensorik, motorik, ataupun otonom yang
needling, anestesi kerja cepat ataupun lambat, neurotoksin (neurotoksin A-G). Cara kerja berhubungan dengan myofascial trigger
atau steroid. Trigger point dry needling atau toksin ini adalah menghalangi eksositosis points (MTrPs). Myofascial trigger points adalah
dikenal juga sebagai stimulasi intramuskuler vesikel presinaps terhadap asetilkolin di suatu titik/tempat hiperiritabel berlokasi di
merupakan teknik menggunakan jarum endplate. Botulinum A dan B sudah tersedia struktur otot atau fascia yang menegang,
berfilamen halus pada titik-titik tertentu pada sebagai agen terapeutik biologi dan sering yang jika ditekan dapat menyebabkan nyeri
otot skeletal yang hiperiritabel (MTrPs) tanpa digunakan untuk terapi hiperaktivitas otot.15 lokal atau menjalar.
obat. Dry needling dahulu merupakan salah Botulinum toxin tipe A (BoNT-A) merupakan
satu yang tercepat dan paling efektif untuk neurotoksin yang mencegah terjadinya
Etiologi pembentukan trigger point pada otot
mengurangi nyeri. Teknik dry needling sudah kontraksi otot serta mempunyai efek analgetik
dan mekanisme terjadinya gejala somatik
dikembangkan dengan berbagai variasi. dengan menurunkan produksi substansi P
masih belum dipahami. Penyebab umum
Tujuan insersi jarum berfilamen halus adalah dan glutamat. Injeksi BoNT-A menunjukkan
nyeri myofascial dapat berasal dari trauma
untuk menghasilkan respons kedut (kontraksi hasil signifikan dalam menurunkan intensitas
langsung ataupun tidak langsung, kondisi
singkat) pada otot yang terinsersi.2,6 nyeri dan durasinya; namun baru setelah
patologis tulang belakang, paparan terhadap
empat minggu. Injeksi BoNT-A baik diberikan
tegangan yang berulang dan kumulatif,
jika nyeri menetap dengan terapi konservatif.
Insersi jarum ke MTrPs akan memproduksi rasa atau posisi/postur tubuh yang tidak sesuai.
Efek sampingnya adalah kelemahan otot dan
tidak nyaman singkat, namun dapat bertahan Prevalensinya sama antara laki-laki dan
paralisis yang hampir selalu bersifat lokal dan
selama 24-48 jam. Perbaikan rentang gerak, perempuan, terutama pada usia 30-60 tahun.
reversibel.6
berkurangnya nyeri dan perbaikan mobilisasi Myofascial trigger points dapat diklasifikasikan

178 CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

menjadi aktif dan laten. Kriteria diagnosis mayor dan setidaknya satu dari tiga kriteria invasif dan non-invasif.
yang paling sering digunakan adalah kriteria minor. Terapi sindrom nyeri myofascial dapat
Simons, et al, (1999) berupa lima kriteria farmakologi dan non-farmakologi, yang

Daftar Pustaka
1. Gerber NL, Sikdar S, Hammond J, Shah J. A brief overview and update of myofascial pain sydnrome and myofascial trigger points. J Spinal Res Foundation. 2011;6:56-62
2. Stepien J. Trigger point dry needling. J Spinal Res Foundation. 2013;8:38-40
3. Amirdehi MA, Ansari NN, Naghdi S, Olyaei G, Nourbakhsh MR. The neurophysiological effects of dry needling in patients with upper trapezius myofascial trigger points: Study protocol
of a controlled clinical trial. BMJ Open. 2013;3:e002825
4. Tough EA, White AR, Cummings TM, Richards SH, Campbell JL. Acupuncture and dry needling in the management of myofascial trigger point pain: A systematic review and meta-analysis
of randomised controlled trial. Eur J Pain. 2009;13:3-10
5. Luo JJ, Dun NJ. Chronic pain: Myofascial pain and fibromyalgia. Internat J Physical Med & Rehabilitation. 2013:1:6
6. Desai MJ, Saini V, Saini S. Myofascial pain syndrome: A treatment review. Pain Ther. 2013;2:21-36
7. Bron C, Gast A, Dommerholt J, Stegenga B, Wensing M, Oostendorp RAB. Treatment of myofascial trigger points in patients with chronic shoulder pain: A randomized controlled trial.
BMC Medicine. 2011;9:8.
8. Giamberardino MA, Affaitati G, Fabrizio A, Constantini R. Myofascial pain syndromes and their evaluation. Best Practice and Res Clin Rheumatol. 2011; 25:185-98
9. Hsieh LF, Hong CZ, Chern SH, Chen CC. Efficacy and side effects of diclofenac patch in treatment of patients with myofascial pain syndrome of the upper trapezius. J Pain and Symptom
Management. 2010;39(1):116-24
10. Fleckenstein J, Zaps D, Ruger L. Discrepancy between prevalence and perceived effectiveness of treatment methods in myofascial pain syndrome: Results cross sectional, nationwide
survey. BMC Musculoskeletal Disorder. 2010;11:32
11. Affiati G, Fabrizio A, Savini A, Lerza R, Tafuri E, Constantini R, et al. A randomized controlled study comparing a lidocaine patch, a placebo patch, and anesthetic injection for treatment of
trigger points in patients with myofascial pain syndrome: Evaluation of pain and somatic pain thresholds. Clin Therapeutics. 2009;31:705-20
12. Dalpiaz A, Dodds T. Myofascial pain response to topical lidocaine patch therapy: Case report. J Pain Palliative Care Pharmacother. 2002;16:99-104
13. Dalpiaz A, Lordon S, Lipman A. Topical lidocaine patch therapy for myofascial pain. J Pain Palliative Care Pharmacother. 2004;18:15-34
14. Chou LW, Hsieh YL, Kuan TS, Hong CZ. Needling therapy for myofascial pain: Recommended technique with multiple rapid needle insertion. BioMedicine. 2014;4(2):39-46
15. Climent JM, Kuan TS, Fenollosa P, Rosario FM. Botulinum toxin for the treatment of myofascial pain syndrome involving the neck and back: A review from clinical perspective. Evidence
Based Complementary and Alternative Medicine. 2013
16. Chu J, Schwartz I. Etioms twitch relief method in chronic refractory myofascial pain. Electromyogr Clin Neurophysiol. 2008;48:311-20

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 179

Anda mungkin juga menyukai