PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat sendiri
ketentuan mengenai masalah perpajakannya, namun Indonesia juga tidak mungkin
lepas dari pergaulan internasional yang juga bersinggungan dengan masalah
pajak.
Transaksi antar kedua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan
aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau
seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara,
agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak
yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang
mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk
mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku di suatu negara, dimana setiap
negara dipastikan mengatur adanya pajak di wilayah kedaulatan negara tersebut.
Pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana
setiap negara mau tidak mau harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional
yang sering disebut Konvensi Wina.
Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena telah
menandatangani Konvensi Wina, dan sebagai subjek hukum internasional,
Indonesia tidak bisa menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat
Indonesia telah berhubungan dan memperoleh penghasilan di negara lain tersebut.
Banyaknya masalah tax treaty yang terjadi dewasa ini membuat penulis tertarik
untuk membahas tentang Tax Treaty dan segala cara pencegahannya.
Dalam rangka mengelola kekayaan perusahaan untuk memperoleh laba
dan memaksimalkan nilai perusahaan, manajemen perusahaan akan membuat
keputusan melalui pertimbangan yang matang. Salah satu komponen penting yang
menjadi pertimbangan perusahaan adalah pajak, oleh karenanya pajak harus
direncanakan dengan baik.
1
Upaya untuk meminimalkan beban pajak dilakukan dengan membuat
perencanaan pajak (tax planning). Secara sederhana tax planning adalah upaya-
upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk meminimalisir pajak terhutang. Tax
planning dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi
ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan
(unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance (penghindaran
pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak). Tax avoidance dilakukan dengan
cara-cara yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku, yaitu memanfaatkan
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan perpajakan. Sedangkan tax
evasion dilakukan dengan cara-cara yang bersifat illegal, yaitu melanggar
ketentuan perpajakan. Seringkali dalam praktik antara tax avoidance dan tax
avasion sulit untuk dibedakan. Walaupun secara legal tax avoidance dan tax
avasion dapat dibedakan, namun secara ekonomis baik perencanaan pajak melalui
tax avoidance maupun tax avasion sama-sama mengakibatkan berkurangnya
penerimaan pajak.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
3
mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau
meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang
menurut aturan perundang-undangan.
Pengertian Tax Evasion menurut Lyons Susan M dalam Erly Suandy (2008:7),
yaitu:
Tax Evasion is the reduction of tax by ilegal means. The distincion,however, is not
always easy. Some example of tax avoidance scheme include locatting assets in
offshore jurisdiction, delaying repatriation of profit earn in low-tax foreign
jurisdiction, ensuring that gains are capital rather than income so the gains are
not subject to tax (or a subject at a lower rate), spreading of income to other tax
payers with lower marginal tax rates and taking advantages of tax incentives.
2.4 Indikator Penggelapan Pajak
Adapun yang menjadi indikator dari Penggelapan Pajak menurut M Zain
(2008:51), yaitu :
1. Tidak menyampaikan SPT.
2. Menyampaikan SPT dengan tidak benar.
3. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP atau Pengukuhan
PKP.
4. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong.
5. Berusaha menyuap fiskus.
2.5 Penyebab Penggelapan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149) yang menyebabkan terjadinya tax
evasion yaitu :
1. Kondisi lingkungan
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan dari
manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu saling bergantung satu sama
lain. Hampir tidak ditemukan manusia di dunia ini yang hidupnya hanya
bergantung pada diri sendiri tanpa memperdulikan keberadaan orang lain, begitu
juga dalam dunia perpajakan, manusia akan melihat lingkungan sekitar yang
seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling mengamati terhadap
pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungannya baik (taat aturan),
masing-masing individu akan termotivasi untuk mematuhi peraturan perpajakan
4
dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika
lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru
untuk tidak mematuhi peraturan karena dengan membayar pajak, mereka merasa
rugi telah membayarnya sementara yang lain tidak.
2. Pelayanan fiskus yang mengecewakan
Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup menentukan
dalam pengambilan keputusan wajib pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut
disebabkan oleh perasaan wajib pajak yang merasa dirinya telah memberikan
kontribusi pada negara dengan membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan
telah memuaskan wajib pajak, mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh
fiskus. Mereka menganggap bahwa kontribusinya telah dihargai meskipun hanya
sekedar dengan pelayanan yang ramah saja. Tapi jika yang dilakukan tidak
menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak, masyarakat merasa malas
untuk membayar pajak kembali.
3. Tingginya tarif pajak
Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal
pembayaran pajak. Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak
terlalu keberatan untuk memenuhi kewajibannya. Meskipun masih ingin berkelit
dari pajak, mereka tidak akan terlalu membangkang terhadap aturan perpajakan
karena harta yang berkurang hanyalah sebagian kecilnya. Dengan pembebanan
tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius berusaha untuk terlepas dari jeratan
pajak yang menghantuinya. Wajib pajak ingin mengamankan hartanya sebanyak
mungkin dengan berbagai cara karena mereka tengah berusaha untuk mencukupi
berbagai kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak ingin apa yang telah diperoleh
dengan kerja keras harus hilang begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.
4. Sistem administrasi perpajakan yang buruk
Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting dalam
proses pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi yang bagus,
pengelolaan perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan terlalu banyak
menemui hambatan yang berarti. Sistem yang baik akan menciptakan manajemen
pajak yang profesional, prosedur berlangsung sistematis dan tidak semrawut. Ini
membuat masyarakat menjadi terbantu karena pengelolaan pajak yang tidak
5
membingungkan dan transparan. Seandainya sistem yang diterapkan berjalan jauh
dari harapan, mayarakat menjadi berkeinginan untuk menghindari pajak. Mereka
bertanya-tanya apakah pajak yang telah dibayarnya akan dikelola dengan baik
atau tidak. Setelah timbul pemikiran yang menyangsikan kinerja fiskus seperti itu,
kemungkinan besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari kewajiban
membayar pajak.
2.6 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat
dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali
tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak
adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
a. Pengertian Penghindaran Pajak
Pengertian Tax Avoidance menurut Lyons Susan M dalam Erly Suandy (2008:7),
yaitu:
Tax Avoidance is a term used to describe the legal arrangements of tax fairs
affairs so as to reduce his tax liability. Its often to pejorative overtones, for
example it is use to describe avoidance achieved by artificial arrengements of
personal or bussiness affair to take advantage of loopholes, ambiguities,
anomalies or other deficiencies of tax law. Legislation designed to counter
avoidance has become more commonplace and often involves highly complex
provision.
Pengertian Tax Avoidance menurut Harry Graham dalam Siti Kurnia Rahayu
(2010:147), yaitu :
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) merupakan usaha yang sama yang tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengertian Tax Avoidance menurut Robert H Anderson dalam Siti Kurnia Rahayu
(2010:147), yaitu :
Cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan
perpajakan.
Pengertian Tax Avoidance menurut NA Barr SR James AR Prest dalam Siti Kurnia
Rahayu (2010:147), yaitu :
6
Sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah
pajak yang terutang.
b. Indikator Penghindaran Pajak
Adapun yang menjadi indikator dari Penghindaran Pajak menurut Arnold dan
McIntyre (1995) dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan
sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh :
Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap
perbuatan seorang perokok yang mengurangi kebiasaan merokoknya sebagai
orang yang menghindari pajak. Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak
merokok sama sekali dianggap sebagai tindakan terpuji.
Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi
ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
7
rendah. Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk
memilih tempat atau lokasi usaha/domisilinya.
Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan legal dan
dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu penghindaran pajak
dikatakan ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan
penghindaran pajak atau transaksi tersebut tidak mempunyai tujuan usaha yang
8
baik (bonafide business purpose). Oleh karena itu, untuk mencegah praktik
penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, sebagian besar
negara telah mempunyai ketentuan anti penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan
Michael J. McIntyre, 2002:81). Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga
wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan
suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan,
maka negara juga tidak membutuhkan kerelaan wajib pajak. Yang dibutuhkan
oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi
negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan
kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini. Mengingat pajak adalah beban yang
akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya
semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya
untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan
dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini
perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus
penggelapan pajak :
Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol namun
tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita
menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa,
9
maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara
tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.
10
(2) penghindaran PPh pemotongan dan pemungutan (withholding tax), yaitu
melalui praktik pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, dan praktik
pemakaian bahan baku untuk perusahaan di luar negeri dan pemakaian merek
dagang induk perusahaan tanpa pembayaran royalti kepada induk perusahaan di
luar negeri.
2.7.2 Pemanfaatan Tax Haven Country
Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan kewajiban
pajak yang rendah atau daerah yang tidak akan dikenakan pajak di mana para
pengusaha melakukan usaha. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Azzara
(1999), a tax haven is a location which offer a low-tax or no-tax environment for
which businessman can operate.
Namun demikian, beberapa ahli perpajakan ada yang berpendapat bahwa
negara tax haven tidak dapat didefinisikan dengan jelas karena sifatnya sangat
relatif, yaitu tergantung pada ketentuan masing-masing negara. Suatu negara dapat
saja disebut sebagai tax haven oleh negara lain apabila negara tersebut
memberikan suatu insentif dalam kegiatan perekonomian di suatu daerah tertentu
dalam wilayah negara tersebut. Jadi, apakah suatu negara akan diklasifikasikan
sebagai negara tax haven atau tidak oleh negara lain tergantung dari definisi
negara tax haven yang diberikan oleh negara lain tersebut.
Karena tidak ada definisi yang jelas, maka untuk menentukan bahwa suatu negara
sebagai tax haven dapat berdasarkan beberapa keriteria sebagai berikut
(Zain:2005):
Tidak memungut pajak sama sekali atau apabila memungut pajak maka
tarifnya sangat rendah.
Memiliki peraturan yang ketat tentang rahasia bank dan atau rahasia bisnis
dan tidak akan mengungkapkan kerahasiaan tersebut kepada siapapun atau
negara manapun, walaupun hal itu dimungkinkan pengungkapannya
berdasarkan perjanjian internasional.
Tersedia fasilitas alat komunikasi modern yang memungkinkan
komunikasi ke seluruh dunia tanpa ada hambatan apapun.
Pengawasan yang longgar terhadap lalu lintas devisa, termasuk deposito
yang berasal dari negara asing, baik perorangan maupun badan.
11
Adanya promosi dan kepercayaan bahwa negara-negara tax haven
merupakan pusat keuangan yang baik dan terjamin.
Para peneliti di bidang international taxation pada umumnya membagi negara tax
haven dalam empat kelompok (Darussalam, Danny dan Indrayagus:2007), yaitu:
Classical tax haven, yaitu negara yang tidak mengenakan pajak
penghasilan sama sekali atau menerapkan tarif pajak penghasilan yang
rendah (no-tax haven).
Tax havens, yaitu negara yang menerapkan pembebasan pajak atas sumber
penghasilan yang diterima dari luar negeri (no tax on foreign source of
income).
Special tax regimes, yaitu suatu negara yang memberikan fasilitas pajak
khusus bagi daerah-daerah tertentu di wilayah negaranya.
Treaty tax havens, yaitu negara yang mempunyai treaty network yang
sangat baik serta menerapkan tarif pajak yang rendah untuk withholding
tax atas passive income.
12
Paralel loan. Investor luar negeri mencari mitra perusahaan Indonesia
yang mempunyai anak perusahaan yang berada di negara investor. Sebagai
imbalan atas pemberian pinjaman kepada anak perusahaan (Indonesia) di
negara investor, selanjutnya investor meminta kepada perusahaan
Indonesia untuk juga memberikan pinjaman kepada anak perusahaan milik
investor di Indonesia.
13
lagi selain sebagai resident untuk mendapatkan fasilitas penurunan tarif
yang disediakan, yaitu beneficial owner.
14
perjanjian penghindaran pajak berganda tersebut. Oleh karena itu,
keinginan sepihak untuk memasukkan anti penghindaran pajak dalam
perjanjian penghindaran pajak berganda banyak menemui kendala dalam
praktiknya.
15
pengadilan di banyak negara dalam menyangkal praktik treaty
shopping, melalui pendirian conduit company/paperbox company,
yaitu dengan cara membuat aturan tentang step transaction doctrine.
Ketentuan tentang step transaction doctrine tersebut telah
dikembangkan di Pengadilan Pajak AS (US Tax Court).
Terkait dengan ketentuan step transaction doctrine, Pengadilan
Pajak AS menyatakan bahwa suatu rangkaian transaksi yang secara
formal dibuat terpisah akan dibatalkan dan dijadikan sebagai satu
transaksi yang tidak terpisahkan. Selain itu, dalam rangka untuk
menangkal complex series of transactions yang tidak mempunyai
tujuan bisnis, semata-mata untuk menghindari pajak, Pengadilan Pajak
AS memberikan 3 (tiga) macam alat uji untuk menerapkan ketentuan
step transaction doctrine sebagai berikut ini:
16
Dalam pasal-pasal perjanjian penghindaran pajak berganda
terdapat ketentuan untuk menangkal agar suatu perjanjian
penghindaran pajak berganda tidak disalahgunakan oleh subjek
pajak yang tidak berhak (treay shopping) seperti pasal limitation of
benefits. Akan tetapi, untuk memasukkan pasal-pasal tersebut ke
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda, yang masih
berlaku, tidak mudah untuk dilakukan.
Penghindaran pajak oleh Wajib Pajak dalam negeri ini dilakukan dengan
mengalihkan penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC yang sengaja
dibentuk di negara tax haven country. Agar tidak dikenakan pajak, laba dari
perusahaan CFC ini tidak dibagikan kepada pemegang sahamnya, yaitu Wajib
17
Pajak dalam negeri. Dengan kata lain, Wajib Pajak dalam negeri ini tidak meminta
haknya atas laba yang diperoleh CFC.
Berdasarkan ketentuan di atas, apabila ada Wajib Pajak dalam negeri yang
memiliki CFC, maka Menteri Keuangan dapat menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri tersebut sehingga tidak ada celah untuk
menunda pengakuan laba agar tidak dikenakan pajak di Indonesia.
Sebagai peraturan pelaksanaan dari Pasal 18 Ayat (2) UU PPh ini, Menteri
Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
256/PMK.03/2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri
Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek.
18
Diperolehnya Dividen Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri
Yang Sahamnya Tidak Diperdagangkan Di Bursa Efek.
Tujuan dari pasal yang mengatur tentang non diskriminasi ini pada dasarnya
adalah sebagai berikut :
19
2. Mencegah diskriminasi pengenaan pajak yang kurang menguntungkan
oleh suatu Negara terhadap subyek pajak dalam negeri dari Negara lain
yang memperoleh penghasilan dari Negara tsb melalui 3 skema berikut :
Permanent estabilishment yang didirikan di Negara oleh subyek
pajak dalam negeri Negara lain (non diskriminasi atas pemajakan
permanent estabisihment)
Perhitungan biaya bunga, royalty, dan pembebanan biaya lainnya
yang dibayarkan kepada subyek pajak dalam negeri dari asing
sebagai dasar pengurangan penghasilan bruto (non diskriminasi
atas pembebanan biaya)
Perusahaan di suatu Negara yang dimiliki oleh subyek pajak
negara lain (non diskriminasi atas perusahaan milik subyek pajak
luar negeri)
Tujuan nomor 1 dari pasal 24 OECD model tentang non diskriminasi atas
kewarganegaraan dibahas pada pasal 24 ayat 1 OECD model yang berbunyi
sebagai berikut :
Dilihat dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa subyek pajak tidak
boleh dibebankan pajak yang lebih berat dari subyek pajak lain di Negara yang
sama pada kasus yang sama berdasarkan pada kewarganegaraan.
20
Stateless person who residents of a constracting state shall not be subjected in
either contracting state to any taxation or any requirement connected therewith,
wich is other or more burdensome than the taxation and connected requirements
to wich nationals of the state concerned in the same circumtances, in particular
with respect to residence, are or may be subjected.
21
civil status or family responsibilities which it grants to its own
residents.
Maksud dari pasal 24 ayat 3 OECD Model adalah jika suatu perusahaan
yang merupakan sumber pajak dalam negeri dari suatu Negara mempunyai
permanent estabilishment dinegara lain, maka perlakuan perpajakan atas
permanent estabilishment tersebut tidak boleh kurang menguntungkan
dibandingkan perusahaan lain di Negara asing tersebut dengan syarat kegiatan
usaha yang dilakukan adalah sama. Tetapi perlakuan perpajakan atas permanent
estabilishment dapat dibedakan sepanjang perbedaan perlakuan pajak tersebut
tidak menyebabkan dikenakan pajak yang lebih berat.
Apabila terdapat subyek pajak orang pribadi yang mempunyai permanent
estabilishment di Negara lain maka bisa saja subyek pajak tersebut memperoleh
perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan subyek orang
pribadi dari Negara lain dikarenakan dua kali pengurangan PTKP. Oleh karena itu
OECD pasal 24 ayat 3 memperkenankan negara subyek pajak orang pribadi
tersebut untuk tidak memberikan PTKP orang pribadi dengan klausul sebagai
berikut :
Menurut Kees van Raad pengaturan non diskriminasi diatas (pasal 24 ayat
1, 2, dan 3) adalah pengaturan prinsip non diskriminasi yang berdasarkan atas
status kewarganegaraan.
22
sebagai pengurangan penghasilan kena pajak tanpa membedakan pembiayaan
tersebut dibayarkan kepada subyek pajak dalam negeri dari Negara sumber
ataupun domisili. Berikut ini adalah bunyi pasal 24 ayat 4 dari OECD model :
Maksud dari pasal 24 ayat 4 diatas adalah pembayaran royalty, bunga dan
beban beban lainnya sebagai pengurang pengurang penghasilan kena pajak yang
dibayarkan baik ke resident luar maupun dalam negeri diperlakukan sama dengan
syarat kondisi yang sama.
Model ini tunduk pada pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 6 dan pasal 12 ayat 4
yaitu jika terbukti terdapat isu transfer pricing maka Negara residen dapat
melakukan adjustment selama dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa dan pembebanan tidak mencerminkan harga pasar yang wajar.
2.12 Non diskriminasi atas perusahaan milik subyek pajak luar negeri
Ketentuan Pasal 24 ayat 5 melarang suatu Negara mengenakan pajak yang
kurang menguntungkan kepada suatu perusahaan dimana perusahaan tersebut
dimiliki oleh subyek pajak Negara lain. Berikut ini adalah pasal 24 ayat 5 OECD
model :
23
2.13 Jenis pajak yang dicakup oleh prinsip non diskriminasi
Pasal 24 ayat 6 mengatur bahwa prinsip non diskriminasi diterapkan
terhadap semua jenis pajak dan tidak terbatas pada pajak yang diatur dalam pasal
2 OECD model. Hal ini tampak pada klausul berikut ini :
Pasal 24 ayat 6 ini sebenarnya tidak sesuai dengan maksud dari perjanjian
penghindaran pajak berganda itu sendiri yang hanya mengatur pemajakan atas
income dan capital gain sesuai dengan judul dari perjanjian penghindaran pajak
berganda yaitu Model Convention with Respect to Taxes on Income and Capital.
24
BAB III
25
Terkait dengan kasus di atas, pengadilan dengan tegas menyatakan bahwa
SKD hanya merupakan opini dari pihak yang menerbitkan SKD tersebut dan
pihak otoritas pajak berhak untuk mendapatkan bukti-bukti lainnya untuk melihat
transaksi sesungguhnya secara lebih mendalam (lebih diutamakan) dan melihat
fakta-fakta yang sebenarnya.
26
PT. Cantika Indah (Perusahaan) bergerak di bidang produksi alat-alat
kosmetik dengan memegang lisensi dari Swedia. Perusahaan berdiri sejak tahun
2004, di awal pendiriannya, Perusahaan mendapatkan bantuan pendanaan dari
pinjaman kepada Beauty Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di Singapura
sebesar USD5.000.000 dengan tingkat bunga 18% dengan jangka waktu 10
tahun. Beauty Ltd. Merupakan sister company dari Perusahaan. Tingkat suku
bunga pasar adalah 12%
27
Pte.Ltd. yang tertanggal 3 Februari 2011. Berdasarkan informasi tersebut di atas,
bagaimanakah implikasi perpajakannya?
Pembayaran gaji konsultan dan pembayaran fee atas jasa konsultasi bisnis kepada
United States Consulting yang berkedudukan di Amerika Serikat:
28
Negara sumber penghasilan (dalam kasus ini Indonesia) hanya berhak
mengenakan pajak penghasilan atas imbalan dari jasa konsultasi bisnis
(gaji konsultan per bulan dan consulting fee)hanya jika konsultan memiliki
tempat tetap untuk menyediakan jasanya atau berada di Indonesia selama
120 hari atau lebih secara berurutan. Dalam kasus ini, konsultan hanya
berada di Indonesia selama 3 bulan atau 90 hari. Oleh karena itu, negara
yang berhak mengenakan pajak adalah negara tempat kedudukan
konsultan bisnis tersebut, yaituAmerika Serikat , berdasarkan tax treaty di
atas dengan tarif yang berlaku di Amerika Serikat. Artinya, Perusahaan
tidak memiliki kewajiban memotong, menyetorkan, dan melaporkan pajak
penghasilan atas pembayaran imbalan dari jasa konsultasi.Pembayaran fee
atas jasa arsitek yang didatangkan dari Perancis:
Tax Treaty Indonesia dengan Perancis pada pasal 14 tentang Pekerja Bebas
Pribadi menjelaskan:
1. Pendapatan yang diperoleh seorang penduduk salah satu Negara pihak
pada Persetujuan (dalam kasus ini Perancis) sehubungan dengan suatu
pekerjaan bebas atau kegiatan- kegiatan bebas lainnya yang serupa,
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu (Perancis), kecuali jika ia di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya (Indonesia) mempunyai suatu
basis tetap yang secara teratur tersedia baginya untuk menjalankan
kegiatan-kegiatannya. Jika ia mempunyai basis tetap demikian, maka
pendapatannya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan (Indonesia) tetapi hanya sepanjang mengenai bagian
pendapatan yang dapat dianggap berasal dari basis tetap itu. Istilah
pekerjaan bebas meliputi teristimewa pekerjaan- pekerjaan bebas di
bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau
pengajaran, demikian pula pekerjaan pekerjaan bebas oleh para dokter,
ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
Pengertian basis tetap seperti yang tercantum dalam pasal di atas berarti
tempat tetap yang digunakan oleh arsitek tersebut untuk memberikan
jasanya, sesuai dengan pengertian yang dipakai oleh OECD.
29
Dalam kasus ini, dengan asumsi bahwa arsitek tersebut tidak memberikan
jasanya melalui sebuah tempat tetap seperti ruangan atau kantor, sesuai
dengan tax treaty di atas negara yang berhak mengenakan pajak hanya
negara tempat kedudukan subjek pajak yaitu negara Perancis.
30
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-
31
-memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari
jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau
32
diterapkan kepada semua jenis pajak meskipun OECD model itu sendiri
hanya mengatur pemajakan atas income dan capital gain saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pajak.go.id/content/article/melalui-pajak-kita-membangun-negeri
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/berita-pajak/12651-tax-treaty-dan-tax-
avoidance-dalam-sistem-perpajakan-indonesia
http://linda-akutansi.blogspot.com/2011/12/tax-planning.html
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=36&q=&hlm=3
33