Anda di halaman 1dari 10

Escherichia coli

Pendahuluan
Escherichia coli pertama kali diidentifikasi oleh Theodor Escherich, seorang dokter
spesialis anak berkebangsaan Jerman-Austria yang pertama kali mengidentifikasi bakteri
Escherichia coli. Bakteri itu ia temukan pada tahun 1885 ketika meneliti penyebab penyakit
usus parah yang menimpa anak-anak di negaranya. Dari sampel kotoran anak-anak yang
sakit, Theodor menemukan mikroba berbentuk lonjong yang berkembang dengan cepat. Ia
menamakannya sebagai Bacillus Communis Coli. Setelah Theodor meninggal dunia pada
1911, genus bakteri ini kemudian dinamakan Escherichia coli atau dikenal sebagai E-coli,
mengambil dari nama belakangnya Escherich (
E.coli merupakan salah satu spesies bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif adalah
bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan
gram sehingga akan menghasilkan warna merah bila diamati dengan mikroskop, sedangkan
bakteri gram positif akan menghasilkan warna ungu hal ini terjadi terutama karena adanya
perbedaan struktur dinding sel. E.coli merupakan bakteri fakultatif anaerob. Bakteri ini baik
tumbuh pada suhu optimal 37oC dan dapat hidup pada berbagai substrat dengan melakukan
fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida
(Anonim 2008).
Tinjauan Pustaka
Kualitas dari produk pangan untuk dikonsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi
oleh mikroorganisme salah satu contohnya adalah cemaran dari bakteri Escherichia coli.
Dalam persyaratan mikrobiologi Escherichia coli atau dapat disingkat E.coli dipilih sebagai
indikator tercemarnya air atau makanan, karena keberadaan E.coli dalam sumber air atau
makanan merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia dan hewan. E.coli
yang terdapat pada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia dan hewan
dapat menyebabkan penyakit seperti kolera, disentri, gastroenteritis, diare dan berbagai
penyakit saluran pencernaan yang lain (Nurwantoro dkk, 1997 ; Wibawa dkk, 014).
E. coli merupakan mikroba normal di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.
Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan dan membran
dalam. Membran luarnya terdiri dari lipopolysacharida dan protein. Sedangkan peptidoglikan
yang terkandung dalam bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks
dibandingkan gram positif. Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel
kaku dan memberi bentuk kepada sel. E.coli berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4
x 0,4 sampai 0,7 ,gram negatif, tidak bersimpai, bergerak aktif dan tidak berspora. E.coli
dapat bertahan hingga suhu 60oC selama 15 menit atau 55oC selama 60 menit. (Purwoko,
2007).
Kebanyakan E.coli tidak berbahaya tetapi beberapa spesies E.coli seperti tipe
O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan pada manusia yaitu diare berdarah karena
eksotoksin yang dihasilkan yaitu bernama verotoksin (Anggraeni, 2012). Strain E. Coli
O157:H7 penting terkait dengan gejala haemorrhagic colitis (HC) dan haemolytic uraemic
syndrome (HUS) pada manusia. Sekitar 2-10% kasus infeksi E. coli O157:H7 menyebabkan
kematian (Baehaqi, 2014).
I. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli. (Hardjoeno, 2007)
II. Patogenitas
Beberapa strain dari E. coli selama proses evolusi mendapat kemampuan
virulensi yang membantu mereka menginfeksi host. Jenis E. coli yang patogen
tersebut dapat mengakibatkan gangguan intestinal dan infeksi saluran kemih (Prescott,
2008). Di negara-negara berkembang E. coli patogen menyebabkan lebih kurang
seperempat dari seluruh kejadian diare. Transmisi kuman berlangsung secara water
borne dan/atau food borne disease. Dulu dikenal ada 3 grup (kelompok E. coli
patogen penyebab diare yaitu ETEC (Entero Toxigenic E. coli), EPEC (Entero
Pathogenic E. coli) dan EIEC (Enteroinvasive E. coli). Sekarang ditemukan 2 grup
yang diketahui pula sebagai penyebab diare yaitu EHEC (Enterohaemorrhagic E.
coli) dan EAEC (Entero Adherent E. coli).
1. ETEC (Entero Toxigenic E. coli)
ETEC (Entero Toxigenic E. coli) merupakan E. coli patogen penyebab utama diare
akut dengan dehidrasi pada anak-anak dan orang dewasa di negara-negara yang
mempunyai 2 musim maupun 3 musim. ETEC menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan terjadinya ekskresi cairan elektrolit tubuh sehingga timbul diare dengan
dehidrasi. Secara immunologis enterotoksin yang dihasilkan oleh ETEC sama dengan
enterotoksin yang dihasilkan oleh cholera. Enterotoksin ETEC terdiri dari dua macam
yaitu:
a. Labile Toxin (LT) yang mempunyai berat molekul yang tinggi dan tidak tahan
panas (musnah pada pemanasan 60oC selama 10 menit), toksin inilah yang mirip
dengan cholera toxin.
b. Stabile Toxin (ST) merupakan peptide berukuran kecil yang terdiri atas 18-48 asam
amino yang memiliki banyak cystein dalam rantainya. Mempunyai berat molekul
rendah, tahan pada pemanasan dan tidak mempunyai sifat antigenik. Manusia dapat
berperan sebagai carrier kuman ini, yaitu sebagai pembawa kuman tetapi dia
sendiri tidak sakit. Transmisi kuman dapat berlangsung secara food-borne maupun
waterborne. Di daerah endemik diare seperti halnya Indonesia, ETEC juga
merupakan penyebab utama diare akut yang mirip cholera serta merupakan
penyebab travellers diarrhea (Dubreuil., et al, 2002).
2. EPEC (Entero Pathogenic E. coli)
EPEC (Entero Pathogenic E. coli) merupakan strain pertama diantara strain E. coli
yang berhasil diidentifikasikan sebagai penyebab diare patogenik pada bayi dan anak-
anak pada rumah sakit di Inggris dan beberapa negara di Eropa. Di beberapa daerah
urban, sekitar 30% kasus-kasus diare akut pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh
EPEC. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EPEC belum bisa
diungkapkan secara jelas, tetapi diduga EPEC ini menghasilkan cytotoxin yang
merupakan penyebab terjadinya diare. Penyakit diare yang ditimbulkan biasanya self-
limited tetapi dapat fatal atau berkembang menjadi diare persisten terutama pada
anak-anak di bawah umur 6 bulan. Di negara-negara berkembang, anak-anak yang
terkena infeksi EPEC biasanya adalah yang berumur 1 tahun ke atas (Whittam, et al,
2011).
3. EIEC (Enteroinvasive E. coli)
EIEC (Enteroinvasive E. coli) mempunyai beberapa persamaan dengan shigella antara
lain dalam hal reaksi biokimia dengan gula-gula pendek, serologi dan sifat
patogenitasnya. Sebagaimana halnya dengan shigella, EIEC mengadakan penetrasi
mukosa usus dan mengadakan multiplikasi pada sel-sel epitel colon (usus besar).
Kerusakan yang terjadi pada epitel usus menimbulkan diare berdarah. Secara
mikroskopis leukosit polimorfonuklear selalu hadir dalam feses penderita yang
terinfeksi EIEC. Gejala klinik yang ditimbulkan mirip disentri yang disebabkan oleh
Shigella (Parsot., et al, 2005).
4. EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli)
Di Amerika Utara dan beberapa daerah lainnya, EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli)
menyebabkan haemorrhagic colitis (radang usus besar). Transmisi EHEC terjadi
melalui makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak higienis. tapi dapat
pula terjadi secara person to person (kontak langsung). Patogenitas EHEC adalah
dengan memproduksi sitotoksin yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
peradangan dan perdarahan yang meluas di usus besar yang menimbulkan terjadinya
haemolytic uraemic syndrome terutama pada anak-anak. Gejala karakteristik yang
timbul ditandai dengan diare akut, kejang, panas dan dalam waktu relatif singkat diare
menjadi berdarah. Kejadian diare yang berdarah tersebut yang membedakan strain
EHEC dengan shigella. Di negara-negara berkembang kejadian diare yang
disebabkan oleh EHEC masih jarang ditemukan (Karch., et al 2001).
5. EAEC (Entero Adherent E. coli)
EAEC (Entero Adherent E. coli) telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini.
Transmisinya melalui food-borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi
karena bakteri melekat rapat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan
gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas
diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya
diare. Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan
diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten (Eslava., et al,
2009).

III. Gejala Klinis


Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), pada Januari - September tahun
2004 menyebutkan terdapat 3,734 kasus keracunan pangan (BPOM, 2004 dalam Wibawa
dkk, 2014). Pada tahun 2010 berdasarkan laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Nasional kasus keracunan yang disebabkan oleh makanan menduduki peringkat
kelima sebanyak 592 kasus dan pada tahun 2004 penyebab terjadinya Food Borne Diseases
(Januari hingga Agustus) yaitu 16% disebabkan oleh mikroba patogen dan 2% oleh senyawa
kimia (Suwondo, 2004).
Foodborne disease merupakan penyakit yang diakibatkan karena mengkonsumsi
makanan yang tercemar mikroba pantogen (Riemann dan Bryan, 1979). Mikroba patogen
menempati posisi teratas sebagai penyebab keracunan makanan yaitu 80-90%. The Council
for Agricultural Science and Technology (CAST) menunjukan 6-33 juta kasus penyakit diare
dan sekitar 9000 kematian setiap tahunnya yang disebabkan oleh bakteri pantogen (Putri,
dkk, 2015). Tipus, Disentri, Botulisme, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti Hepatitis A
merupakan penyakit- penyakit yang umumnya timbul akibat mengkonsumsi makanan yang
tercemar bakteri patogen (Winarno, 1997). Menurut Volk (Astawan, 2010), keracunan
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi
makanan yang mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang
menimbulkan penyakit.
Menurut Adam dan Moss (1995), semua bahan makanan yang berasal dari hewan
akan mudah mengalami perubahan/kerusakan, salah satunya dapat disebabkan oleh cemaran
bakteri. Escherichia coli dan Salmonella sp. merupakan salah satu agen penyebab keracunan
pangan yang berasal dari produk hewani. E. coli juga menjadi salah satu mikroba indikator
sanitasi. Keberadaan E. coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan
yang buruk (Wijaya, 2009)
Materi dan Metode
Alat
tabung Durham; pH meter;
cawan Petri; timbangan;
tabung reaksi; magnetic stirer;
pipet ukuran 1ml,2ml,5ml,10ml; pengocok tabung (vortex);
botol media; inkubator;
gunting; penangas air;
pinset; autoklaf;
jarum inokulasi (ose); lemari steril (clean bench);
stomacher; lemari pendingin (refrigerator);
pembakar bunsen; freezer.

Bahan

Prosedur Kerja

1. Timbang sampel daging sebanyak 25 gram.


2. Campurkan dengan larutan BPW (Buffered Pepton Water) sebanyak 225 ml.
masukkan kedalam plastic stomacher.
3. Stomacher dengan kecepatan sedang selama 1 menit. Ini merupakan larutan dengan
pengenceran 10-1.
4. Kemudian buatlah pengenceran untuk 10-2 dan 10-3. Dengan pengenceran BPW
sebanyak 9ml. dan 1ml pengenceran sebelumnya.
5. Ambil setiap pengenceran sebanyak 1 ml (10-1, 10-2, 10-3). Kemudian pindahkan
ke tabung Lauryl Tryptose Broth (LTB) yang berisi tabung durham.
6. Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35oC.
7. Setelah itu, pindahkan biakan positif (terbentuk gas) ke E.Coli Broth (ECB), lalu
inkubasi selama 24 jam pada waterbath dengan suhu 45,5oC.
8. Kemudian amati. Jika terjadi pembentukan gas maka hasilnya negative, inkubasikan
kembali selama 48 jam. Jika ada biakan positif (terbentuk gas) maka dipindahkan
dengan cara streak/ gores ke media Levine Eosin Methylen Blue Agar (L-EMBA).
Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC.
9. Koloni yang diduga E. Coli berdiameter 2-3mm, warna hitam atau gelap pada
bagian pusat koloni dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat pada media
L-EMBA.
10. -Koloni yang dicurigai E. Coli, dilanjut ke uji IMVIC.
Hasil pengujian :
Setelah semua media diinkubasi selama 24 jam, kemudian dilakukan
pengamatan dengan melihat adanya perubahan yang tumbuh pada media Lauryl Tryptose
Broth (LTB) bertujuan untuk memperkaya bakteri kemudian dipindahkan ke media E-coli
broth (ECB), perubahan yang terlihat pada media ECB yaitu terbentuknya gas, semua tabung
yang menunjukkan terbentuknya gas kemudian dikultur di media agar (L-EMBA),
perubahan yang terlihat pada media L-EMBA adanya koloni yang warna hitam atau gelap
pada bagian pusat koloni dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat. Media yang
menunjukkan hasil positif kemudian dilanjutkan ke uji selanjutnya yaitu ditanam pada PCA
miring.

Gambar 1. Hasil Uji Ec. Broth (positif: terbentuk gas pada tabung
durham, sedangkan negative: tidak terbentuk gas)

Gambar 2 : Hasil positif e-coli pada media L-EMBA


LAMPIRAN GAMBAR
GAMBAR KETERANGAN
Buffered peptone
water merupakan
media yang
digunakan sebagai
larutan penyangga.
E C Broth
merupakan media
yang digunakan
untuk memperkaya
pertumbuhan
bakteri e-coli
sebelum di kultur.

Penuangan media
Lauril tryptose
broth (LTB) pada
tabung durham.

Sampel daging
ayam yang
digunakan untuk
pengujian

terhadap bakteri e
coli , yang telah
di tambahkan
media lactose
broth


Inkubasi dalam
waterbath 45,5oC
Selama 24 jam

Pengamatan
pertumbuhan
bakteri e coli
pada media EC
Broth dengan
adanya
pembentukan
gas.

Proses inkubasi
terhadap sampel
daging pada suhu
35oC selama 24-
48 jam

Anda mungkin juga menyukai