I.
Divisi : Spermatophyta.
Sub-divisi : Angiospermae.
Kelas : Monocotyledoneae.
Ordo : Zingiberales.
Famili : Zingiberaceae.
Genus : Zingiber.
Nama Daerah :
1
beeuing (Gayo), jahe (Sunda), bahing (Batak Karo), halia
(Aceh), jahi (Lampung), sipodeh Minangkabau), jhai (Madura),
lain jae (Jawa dan Bali), melito (Gorontalo), dsb. Tanaman jahe
telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe
merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya
sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak,
pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue,
biskuit, kembanggula dan berbagai minuman. Jahe juga
digunakan dalam industri obat, minyak wangi danjamu
tradisional. Jahe muda dimakan sebagai lalaban, diolah
menjadi asinan dan acar.
Deskripsi
2
Brasil, dan Afrika. Saat ini Equador dan Brasil menjadi
pemasok jahe terbesar di dunia.
3
zingeron. Selain zingeron, juga ada senyawa oleoresin
(gingerol, shogaol), senyawa paradol yang turut menyumbang
rasa pedas ini. Zingeron (4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
butanon)
4
tradisional maupun untuk skala industri dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi (Evans, 2002).
Ciri morfologis
5
sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap
atau terabsorbsi pada fase diam akan bergerak lebih cepat.
Fase Diam KLT ( Stationer Phase )
Lapisan fase diam dibuat dari salah satu penjerap yang
khusus digunakan untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai
perusahaan. Panjang lapisan 200 mm dengan lebar 200 atau
100 mm. Untuk analisis totalnya 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm.
Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang
baik, lembab, dan bebas dari uap laboratorium.
Penjerap yang umum digunakan ialah silica gel, aluminium
oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-
lain. Silica gel adalah yang paling banyak digunakan. Partikel
silika gel mengandung gugus hidroksin pada permukaannya
yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar
air fase diam, pada KLT sering kali juga mengandung substansi
yang dapat berpendarflour dalam sinar untuk fase gerak yang
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Baik silika maupun alumiisa merupakan suatu adsomen
yang bersifat polar, dengan demikian cuplikan akan ditahan
berdasarkan perbedaan kepolaraanya. Oleh karena itu dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa atau ion yang sifatnya
polar. Silica gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek
pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya
sehingga silica gel G Merck, menurut spesifikasi Stahl, yang
diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan
standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti
aluminium oksida dan silica gel mempunyai kadar air yang
berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.
Fase Gerak KLT (Mobile Phase)
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih
sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan
6
hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran
2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini
dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk
dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa
sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar
seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan
kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai
Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti
dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzene
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Untuk solute-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik
digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti
campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-
masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa
dan asam.
7
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ini mirip dengan
kromatograafi kertas, hanya bedanya kertas digantikan dengan
lembaran kaca tau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis
adsorben seperti alumina, silike gel, selulosa atau materi
lainnya.
8
bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
perbedaan warna berbentu bercak-bercak.
1. Persiapan pelat
Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pelat diberi tanda
titik dengan pensil untuk tempat menotolkan noda dan tiap
titik memiliki jarak yang sama panjangnya satu sama lain.
Dan untuk penentuan Rf, pelat diberi tanda garis sebagai
dengan pensil yang berjarak 1 cm dari bagian bawah dan
0,5 cm dari bagian atas. Pada pemberian tanda dan garis ini
tidak menggunakan tinta melainkan menggunkan pensil
karena jika menggunakan tinta nanti tintanya bisa ikut
berpendar atau memancarkan warna sebab tinta terdiri dari
berbagai macam warna. Selain itu dalam pemberian tanda
juga harus hati-hati, jangan sampai silica yang ada pada
pelat ikut terbawa oleh pensil tersebut.
2. Pemilihan pelarut pengembang (eluen)
Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan
dipisahkan. Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang
ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas pelat (solvent
front) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu
9
polar. Sebaliknya jika noda yang ditotolkan sama sekali tidak
bergerak berarti eluen kurang polar.
3. Persiapan Chamber
Chamber yang digunakan dapat berupa bejana, gelas,
atau botol dari kaca dengan dasar rata. Kemudian eluen
yang digunakan dimasukkan kedalam chamber sebanyak 5
mL untuk menjenuhi kertas saring dengan uap eluen
tersebut. Selama proses penjenuhan chamber harus ditutup
dengan pelat kaca sampai kertas saring basah seluruhnya.
Kertas saring tidak boleh melebihi tinggi gelas karena
uapnya dapat keluar melalui kertas saring yang berada di
luar gelas sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda tidak
naik.
Jika kertas saring terlalu kecil maka chamber tidak akan
jenuh semuanya sehingga noda sulit naik atau berkembang.
Bila digunakan campuran pelarut pengembang, persyaratan
kemurnian campuran ini harus sesuai dengan Farmakope
Jerman kecuali etanol yang tercemar oleh eter minyak bumi.
Campuran pelarut pengembang hanya boleh digunakan
untuk sekali pengembangan karena berubah selama proses
pengembangan.
Bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar;
selanjutnya lempeng yang telah siap untuk digunakan
ditempatkan vertikal dalam bejana yang sudah jenuh itu dan
segera ditutup kembali. Penutup jangan berlemak. Selama
pengembangan, bejana tidak boleh dibuka; bejana
diletakkan di tempat yang bebas angin dan terlindung dari
panas serta sinar matahari. Perubahan suhu sedikit tidaklah
mempengaruhi hasil pemisahan. Bila pelarut pengembang
telah merambat setinggi 15 cm dari titik awal penotolan,
10
lempeng dikeluarkan dan kemudian bejana dikeringkan di
udara dalam lemari asam.
4. Tahap penotolan dan tahap pengembangan
Larutan contoh yang akan diaplikasikan (larutan cuplikan)
hendaknya berisi antara 0,1 dan 10 mg kation per cm3 dan
dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 l larutan
ditotolkan dengan sebuah apuit mikro (micro syringe) atau
mikropipet didekat salah satu ujung lempeng kromatografi
(chromatoplate) (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng)
dan kemudian dibiarkan kering diudara. Untuk pengujian
cincin terkonsentrasi, pada sebuah pelat ditotolkan
beberapa noda sampel yang sama kemudian setiap noda
ditotolkan eluen yang berbeda.
Sedangkan untuk penentuan Rf, pada sebuah pelat
ditotolkan beberapa noda yang sama di batas bawah pelat.
Kemudian pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah
dijenuhkan. Penempatan pelat dilakukan dengan hati-hati
sehingga lapisan tipis fasa diam pelat tidak bersentuhan
dengan kertas saring di dalam chamber dan noda yang
ditotolkan tidak terkena pelarut. Setelah pelat diletakkan
dengan benar, chamber ditutup dan dibiarkan eluen
merambat naik secara kapiler. Setelah eluen mencapai
batas atas pelat, maka pelat segera diangkat dan noda yang
terbentuk ditandai dengan pensil, kemudian diukur Rf-nya.
Jika tidak ada noda yang terlihat maka pelat disemprot
dengan pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin,
kalium kromat, amonium sulfida, dan sebagainya. Atau
dengan cara menyinari pelat dengan lampu ultra violet atau
menjenuhkan pelat dengan uap iodium.
a. Larutan Pembanding (campuran uji atau baku)
11
Disamping larutan cuplikan, selalu ada suatu suatu cairan
pembanding yang dikromatografi pada waktu yang
bersamaan. Campuran ini terdiri atas 1-5 senyawa yang
diketahui, dengan konsentrasi yang telah diketahui pula. Bila
mungkin, senyawa pembanding ini sama denga senyawa
yang terdapat di dalam larutan cuplikan. Tetapi, boleh juga
senyawa lain yang berbeda, yang mempunya sifat rambat
serupa dengan senyawa cuplikan.
b. Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak
yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan
secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif
dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet
terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi,
membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak
dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi
indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan
kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan
berfluoresensi.
c. Penilaian kromatogram
Angka pada Rf pada KLT
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram
biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
12
dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0
sampai 100.
Penilaian visual
Pada penilaian visual suatu kromatogram, hal berikut
harus diamati.
1. Jarak pengembangan komponen larutan cuplikan
dibandingkan dengan jarak pengembangan larutan
pembanding.
2. Beberapa sifat dan terutama warna hasil reaksi warna.
Informasi mengenai identitas sering kali dapat juga
diperoleh dengan membandingkan perubahan warna
pada pemanasan, dan selanjutnya pada penyimpanan
pelet.
3. Perbandingan luas bercak memberi informasi
mengenai angka banding kuantitatif. Ukuran bercak
juga tergantung pada kepekaan reaksi deteksi. Pada
deteksi yang tidak peka, ukuran bercak kecil dan
seluruh batasnya tampak tajam, sedangkan pada
deteksi fluorosensi yang sangat peka, bercak sering
kali terlalu besar dan menyatu.
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom
karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih
dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum
dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin
(dari bahasa Yunani anthos , bunga dan kyanos, biru-tua)
adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga
berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di
berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu,
batang, daun dan bahkan akar. Flavonoid sering terdapat di
sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn di vakuola
13
sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar
vakuola.
Kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka
karbon C6-C3-C6. fenil propaniod adalah senyawa fenol alam
yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping
terdiri atas 3 atom karbon. Senyawa ini turunan asam amino
protein aromatik, yaitu fenil propanoid, yang merupakan
fenil propanoid adalah Hidrogsikumarin, fenil propena dan
lignan.
V. PROSEDUR KERJA
Plat KLT diberi garis pada
Siapkan KLT berukuran bagian atas dan bawah
3x10 cm. 14 kemudian diberi garis 1 cm.
Fraksi rimpang jahe di ambil Ekstrak rimpang jahe di
lalu dimasukan kedalam vial ambil lalu di masukan
kemudian dilarutkan dengan kedalam vial lalu di
etil asetat. larutkan dengan etanol.
16
kemudian di keluarkan dan di keringkan. Kemudian bercak
diamati dengan sinar UV 365 nm. Lalu bercak di semprot
menggunakan H2SO4 10% supaya noda lebih tampak.
Kemudian di amati lagi dengan sinar UV. Kemudian di hitung
nilai Rf.
No Pengamtan Dokumentasi
.
1. Mengukur eluen sebanyak
3 ml, dan dimasukkan ke
dalam chamber.
dijenuhkan selama 1 jam .
17
4. Masukan plat kedalam
sinar ultra violet untuk
diperiksa pada 265nm
6. Hasil sesudah
penyemprotan.
VII. PERHITUNGAN
Ekstrak rimpang jahe etanol
0,5
RF Merah = 7
= 0,071
3
RF Kuning = 7
= 0,428
18
4,1
RF Orange = 7
= 0,585
= 0,08
4,9
RF Kuning = 7
= 0,7
3,4
RF Orange = 7
= 0,48
VIII. PEMBAHASAN
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan dapat
mengetahui kuantitasnya.Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya.
KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi secara kromatografi, dan
isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa
yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silica gel adalah
senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang
lebih reaktif seperti asam sulfat.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi,
dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel
19
yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara
sampel dengn eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh
fase gerak tersebut.
Pada praktikum kali ini kita melakukan pemeriksaan
flavonoid secara kromatografi lapis tipis. Pelat kromatografi
yang digunakan berupa silica gel sebagai fase diam dan
toluen : etil asetat (7:3) sebagai fase gerak. Pelarut yang
digunakan adalah toluen-etilasetat karena kepolarannya sama
dengan senyawa yang di uji. toluen-etilasetat bersifat non
polar.
Langkah pertama yang kita lakukan yaitu Sampel ektraks
dan fraksi terlebih dahulu di larutkan dengan pelarut sebelum
nya, perlakuan ini dilakukan agar tidak susah pada saat
penotolan pada fase diam, lalu menjenuhkan bejana
kromatografi dengan larutan fase gerak yang akan digunakan.
Penjenuhan ini dilakukan agar proses elusi berjalan dengan
baik dan juga dimaksudkan untuk memperkecil penguapan
pelarut dan menghasilkan bercak (noda) yang lebih baik.
Jangan membuka bejana kromatografi selama penjenuhan
berlangsung. Karena apabila bejana kromatografi terbuka
larutan yang di dalamnya akan menguap karena sifatnya
mudah menguap bila terkena udara.
Kemudian totolkan larutan percobaan masing-masing
20
terlalu banyak dan menjadi melebar akan mempersempit
ruang gerak senyawa untuk berelusi sehingga terjadi
tabrakan satu dengan yang lain.
Masukkan fase diam silica gel yang sudah ditotoli ke dalam
bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase
gerak, tunggu sampai fase gerak mencapai jarak yang sudah
ditentukan. Dalam mengambil dan meletakkan plat
kromatografi harus hati-hati karena silica gel mudah
terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas
membuat naiknya cairan tidak merata. Lalu angkat fase diam
dari bejana kromatografi, keringkan dengan pemanasan
dalam oven pada suhu 105 0C selama 5 menit. Lalu dilakukan
penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi
penampak bercak sitroborat. Penyemprotan ini dilakukan
untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna di amati
dengan ultra violet 366 nm.
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dua desimal. Pada praktikum ini didapat hasil Rf
dari senyawa flavonoid adalah pada ekstrak etanol rimpang
jahe didapatkan Rf 0,07 0, 42 dan 0,58. Ini menunjukan
bahwa pada Rf 0,58 mengandung flavonoid. Sedangkan Pada
fraksi etil asetat rimpang jahe didapatkan Rf 0,08 0, 48 dan
0,7. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,7 mengandung
flavonoid.
Pada plat KTL noda yang terbentuk pada praktikum tidak
lurus. Noda yang terbentuk akan mempengaruhi harga Rf
yang didapat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa factor,
diantaranya, fase diam (kualitas, keberadaan pengotor,
ketidakseragaman ketebalan, aktivasi pelat), fase gerak
(kemurnian pelarut), bejana pengembang (ukuran bejana,
21
kuantitas pelarut, kejenuhan), suhu (pemisahan-pemisahan
sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap), jarak pengembangan,
dan kuantitas sampel.
IX. KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin layer
Chromatography (TLC) adalah metode pemisahan
fisikokimia dimana komponen yang dipisahkan
didistribusikan diantara 2 fase yaitu fase diam (Stationer
Phase) dan fase gerak (Mobile Phase).
Fase diam yang digunakan pada uji minyak atsiri dengan KLT
ini adalah silica gel dan fase geraknya adalah toluen-
etilasetat dengan konsentrasi 7 : 3.
Alasan menggunakan toluen-etilasetat sebagai fase
geraknya karena kepolarannya sama dengan senyawa yang
di uji, yaitu bersifat non polar.
Alasan penjenuhan fase diam dalam bejana adalah agar
proses elusi berjalan dengan baik dan juga dimaksudkan
untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan
bercak (noda) yang lebih baik.
Penotolan flavonoid pada silica gel harus sekecil mungkin
dan jarak antara totolan yang satu dengan yang lain
minimal 0,5 cm, agar tidak bertabrakan sehingga kita bisa
melihat bagaimana jarak elusi yang terbentuk. Jika totolan
terlalu besar/banyak maka totolan akan melebar dan
mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi
sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.
Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus
hati-hati karena silica gel mudah terkelupas sehingga
22
apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya
cairan tidak merata.
Penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi
sitroborat bertujuan untuk menghasilkan warna atau
memperjelas warna.
Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari senyawa flavonoid
adalah pada ekstrak etanol rimpang jahe didapatkan Rf 0,07
0, 42 dan 0,58. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,58
mengandung flavonoid. Sedangkan Pada fraksi etil asetat
rimpang jahe didapatkan Rf 0,08 0, 48 dan 0,7. Ini
menunjukan bahwa pada Rf 0,7 mengandung flavonoid.
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Penuntun Praktikum Farmakognosi II. AKFAR Bina Husada Kendari.
Agoes, A., 2011. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medika. Jakarta.
Dalimarta, Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Terbitan II, ITB Bandung.
Kardinan, agus. 2010. Tanaman penghasil minyak atsiri. Jakarta : Apu Agro Media
Pustaka.
Ong, Hean Chooi. 2004. Tumbuhan liar : khasiat ubatan dan kegunaan lain. Kuala
lumpur : Utusan publications dan distributor.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung :
Penerbit ITB.
23