Anda di halaman 1dari 4

A.

Latar Belakang
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat

merupakan sarana kesehatan yang sangat penting dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat melalui beberapa fungsinya yaitu; sebagai

sarana yang meningkatkan dan memberdayakan masyarakat, sebagai

sarana untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), sebagai

sarana untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), serta

sebagai pemantau dan pendorong pembangunan berwawasan

kesehatan. Untuk itu peranan puskemas hendaknya tidak lagi menjadi

sarana pelayanan pengobatan dan rehabiliatif saja tetapi juga lebih

ditingkatkan pada upaya promotif dan preventif (Rencana Strategis

Kemenkes 2015-2019).
Upaya promotif dan prefentif dilakukan Puskesmas melalui upaya

pemberdayaan masyarakat dibawah tanggung jawab unit promosi

kesehatan (PROMKES). Salah satu program Unit Promkes adalah program

perilaku hidup bersih dan sehat. Perkembangan program pembinaan

PHBS di indonesia dimulai sejak tahun 1996 oleh Depertemen Kesehatan,

namun saat ini di galang oleh kementrian kesehatan, bahkan sekarang

Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah membuat Pedoman

Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang tertuang dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:2269/MENKES/PER/XI/2011 yang mengatur upaya peningkatan

perilaku hidup bersih dan sehat atau disingkat PHBS di seluruh Indonesia

dengan mengacu kepada pola manajemen PHBS, mulai dari tahap


pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan serta pemantauan dan

penilaian. Upaya tersebut dilakukan untuk memberdayakan masyarakat

dalam memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya

sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu secara mandiri ikut aktif

dalam meningkatkan status kesehatannya (Depkes, 2013 dalam Ningsih

& Jonyanis, 2014).


Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga atau

keluarga, karena rumah tangga yang sehat merupakan asset atau modal

pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan

dilindungi kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga mempunyai

masa rawan terkena penyakit menular dan penyakit tidak menular, oleh

karena itu untuk mencegah penyakit tersebut, anggota rumah tangga

perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS. Program PHBS ini

merupakan program nasional, yang dibuat untuk seluruh wilayah di

Indonesia. Dengan demikian, program-program yang terdapat dalam

program PHBS tidak membuat perbedaan indikator penilaian untuk

wilayah atau kawasan tertentu, seperti wilayah pantai, wilayah desa atau

wilayah kota. Dengan demikian dalam pelaksanaan program PHBS di

seluruh kawasan Indonesia juga menggunakan 10 indikator PHBS yang

harus diperaktikan dirumah tangga karena dianggap mewakili atau dapat

mencerminkan keseluruhan perliku hidup bersih dan sehat, indikator

tersebut adalah: 1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. 2)

Bayi di beri ASI ekslusif. 3) Menimbang balita setiap bulan. 4)

Ketersediaan air bersih. 5) Ketersediaan jamban sehat. 6) Memberantas


jentik nyamuk. 7) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. 8) Tidak

merokok dalam rumah. 9)Melakukan aktifitas fisik setiap hari. 10) Makan

buah dan sayur (Depkes, 2013 dalam Ningsih & Jonyanis, 2014 ).
Berdasarkan laporan kementrian kesehatan Republik Indonesia

tahun (2015-2019), Persentase rumah tangga yang mempraktikkan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meningkat dari 50,1% (2010)

menjadi 53,9% (2011), dan 56,5% (2012), lalu turun sedikit menjadi

55,0% (2013). Karena target tahun 2014 adalah 70%, maka pencapaian

tahun 2013 tersebut tampak masih jauh dari target yang ditetapkan.
Berikut ini presentase setiap indikator PHBS rumah tangga tahun

2013 menurut Riskesdas, (2013) antara lain: 1) pertolongan persalinan

oleh layanan kesehatan 87,6%. 2) sumber air bersih baik 82,2%. 3) BAB

di jamban 81,9%. 4) tidak merokok di dalam rumah 78,8%. 5) perilaku

mencegah jentik 77,4%. 6) Menimbang balita 68%. 7) aktifitas fisik setiap

hari 52,8%. 8) Cuci tangan dengan benar 47,2%. 9) Memberikan ASI

eksklusif 38%. 10) Konsumsi sayur dan buah tiap hari 19,7%
Proporsi nasional rumah tangga dengan PHBS baik adalah 32,3 %,

dengan proporsi tertinggi pada DKI Jakarta (56,8%) dan terendah Papua

(16,4%), Aceh (20%). Terdapat 20 dari 33 provinsi yang masih memiliki

rumah tangga PHBS baik di bawah proporsi nasional. Proporsi nasional

rumah tangga PHBS pada tahun 2007 adalah sebesar 38,7%.


Adapun Hal yang membuat tidak maksimalnya pelaksanaan

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat adalah terbatasnya

kapasitas promosi kesehatan di daerah akibat kurangnya tenaga promosi

kesehatan. Berdasarkan laporan Rifaskes 2011, diketahui bahwa jumlah


tenaga penyuluh kesehatan masyarakat di Puskesmas hanya 4.144 orang

di seluruh Indonesia. Tenaga tersebut tersebar di 3.085 Puskesmas

(34,4%). Rata-rata tenaga promosi kesehatan di Puskesmas sebanyak

0,46 per Puskesmas. Itu pun hanya 1% yang memiliki basis pendidikan/

pelatihan promosi kesehatan.


Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Promkes di

Puskesmas Darussalam pada tanggal 21 April 2016, diperoleh data

bahwa program PHBS rumah tangga biasanya dilakukan setelah adanya

pengkajian pada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan sekali dalam setahun

pada 29 gampong yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas

Darussalam namun, karena terbatasanya dana Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) dan kurangnya tenaga Promkes yang hanya 2 orang.

Program ini hanya dilakukan pada 10 kepala keluarga di tiap-tiap

gampong wilayah kerja Puskesmas Darussalam. Hal ini menyebabkan

beberapa indikator PHBS rumah tangga yang belum mencapai target

antara lain; rendahnya bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, rendahnya

perilaku mencuci tangan memakai sabun, dan tingginya perilaku merokok

dalam rumah.

Anda mungkin juga menyukai