Anda di halaman 1dari 6

PSIKOLOGI ABNORMAL

ANALISIS FILM BEAUTIFUL MIND


(Jenis dan Simptom Skizofrenia Pada Tokoh Utama)

DISUSUN OLEH:
NAMA : NAJMAWATI NASRUDDIN
NIM : Q11115319
KELAS : PSIKOLOGI A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ANALISIS FILM BEAUTIFUL MIND
(Simptom Skizofrenia Pada Tokoh Utama)

A. TEORI SKIZOFRENIA
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama pada pikiran, emosi dan perilaku. Salah satu jenisnya yakni skizofrenia
paranoid, di mana, selain mengalami berbagai simptom, individu juga mengalami
adanya suarasuara halusinasi yang mengancam dan memberi perintah, serta
memiliki berbagai waham dan keyakinan bahwa diri individu sedang dikejar-kejar.
Adapun gejala atau simptom-simptom yang terdapat pada pasien skizofrenia ini
dibagi dalam tiga kategori, yakni simptom positif, simptom negatif, simptom
disorganisasi serta beberapa simptom lain.
1. Simptom positif
Simptom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi, seperti
halusinasi dan waham. Halusinasi adalah distorsi persepsi, atau adanya pengalaman
indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Halusinasi terbagi menjadi
halusinasi visual dan auditori. Halusinasi visual adalah halusinasi pada indera
penglihatan, di mana individu melihat suatu hal yang tidak ada pada kenyataan yang
sebenarnya. Adapun halusinasi auditori adalah halusinasi pada indera pendengaran,
di mana individu mendengar sesuatu yang tidak ada pada kenyataan yang
sebenarnya. Halusinasi menetap juga dapat terjadi dari panca indera apa saja, yang
disertai waham mengambang atau setengah berbentuk, tanpa kandungan afektif atau
disertai ide berlebihan yang menetap
Waham atau delusi merupakan keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan.
Beberapa bentuk delusi seperti delusi grandeur atau keyakinan individu bahwa
dirinya adalah orang yang penting atau memiliki kehebatan tertentu. Selanjutnya
delusi persecution atau keyakinan individu bahwa dirinya sedang dimata-matai,
ditipu, atau ada orang-orang yang sedang bersekongkol menghancurkannya.
Individu juga memiliki delusi mengenai diri yang dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence) dan pasrah (delusion of passivity) oleh
adanya suatu kekuatan tertentu dari luar, serta delusional perception, atau adanya
pengalaman inderawi yang tak wajar.
2. Simptom Negatif
Simptom negatif skizofrenia mencakup defisit behavioral, seperti avolition,
alogia, anhedonia, afek datar, dan asosialitas. Avolition adalah kondisi kurangnya
energi dan ketiadaan minat untuk tekun melakukan apa yang menjadi aktivitas rutin.
Individu dengan skizofrenia akan dapat menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk duduk-duduk tanpa melakukan apapun. Mereka menjadi sulit untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dalam pekerjaan, rumah tangga dan aktivitas rutin
lainnya.
Alogia adalah gangguan pikiran negatif, di mana jumlah percakapan individu
dapat berkurang, atau banyak namun rangkaian kalimatnya tidak berhubungan.
Anhedonia adalah ketidakmampuan individu untuk merasakan kesenangan, yang
tercermin dalam kurangnya minat melakukan aktivitas rekreasional, gagal
mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain, dan kurangnya minat
melakukan hubungan seks.
Afek datar adalah kondisi di mana individu tidak memberikan respon emosional
terhadap stimulus apapun. Individu menatap dengan pandangan kosong, dan
berbicara dengan suara yang datar. Asosialitas adalah keidakmampuan yang parah
dalam hubungan sosial. Individu dengan skizofrenia hanya memiliki sedikit teman.
Keterampilan sosialnya rendah, dan kurang berminat untuk berkumpul bersama
orang lain.
3. Simptom Disorganisasi
Simptom ini terdiri dari disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh.
Disorganisasi pembicaraan merujuk pada terdapatnya masalah dalam
mengorganisasikan pemikiran dalam melakukan pembicaraan sehingga pendengar
dapat memahami, dapat pula berbentuk sulit untuk fokus dalam satu topik
pembicaraan. Adapun perilaku aneh berwujud dalam berbagai macam perilaku
seperti kemarahan yang meledak-ledak tanpa penyebab yang jelas, memakai
pakaian yang tidak biasa, bertingkah-laku seperti anak-anak, dan kesulitan
menyesuaikan perilaku dengan standar masyarakat.
4. Simptom Lain
Simptom lain ini terdiri dari katatonia dan afek yang tidak sesuai. Katatonia
adalah suatu abnormalitas motorik di mana individu dapat menunjukkan berbagai
postur yang tidak biasa dan dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Katatonia juga dapat berbentuk melakukan suatu gerakan berulangkali. Adapun afek
yang tidak sesuai adalah pemberian respons emosional individu yang berbeda
dengan konteksnya.

B. SIMPTOM DAN JENIS SKIZOFRENIA TOKOH UTAMA

John Nash, tokoh utama dalam film Beautiful Mind mengalami halusinasi yang
pertama tatkala dirinya mendengar suara (halusinasi auditori) lalu kemudian melihat
(halusinasi visual) sosok bernama Charles yang menyatakan diri sebagai teman
sekamarnya di Princeton. Selain itu, Nash juga memiliki halusinasi dua tokoh lain, yakni
Marcee yang menjadi keponakan Charles, serta William Parcher yang merupakan seorang
agen pemerintahan yang meminta Nash untuk bergabung sebagai pemecah kode. Halusinasi
ini terungkap tatkala Dr. Rosen yang menangani Nash menghubungi pihak Princeton yang
kemudian menyatakan bahwa Nash dulunya tinggal sendirian. Dr. Rosen juga meminta
Alicia, istri Nash untuk menyelidiki William Parcher, dan ternyata tokoh tersebut tidak
nyata. Nash juga mengalami halusinasi taktual, di mana ia seolah secara nyata merasakan
adanya implan yang ditanam pada lengannya sebagai tanda rahasia. Bahkan untuk
membuktikan hal tersebut, Nash melukai tangannya sendiri.

Delusi grandeur dialami oleh Nash, di mana ia menganggap dirinya adalah


seseorang yang memiliki keahlian dalam memecahkan kode, dan kemudian menjadi salah
satu mata-mata pemerintah. Delusi grandeur ini didukung oleh pernyataan salah satu tokoh
halusinasi Nash yang memujinya sebagai the best natural code-breaker.

Nash juga mengalami delusion of influence, di mana tiga tokoh halusinasi tersebut
mempengaruhi Nash untuk membunuh istrinya. Simptom ini juga ditunjukkan pada adegan
lain ketika Parcher mempengaruhi Nash dengan mengatakan bahwa dirinya adalah nyata,
dan kemudian Nash berusaha untuk mengabaikannya.
Selain itu, Nash juga mengalami delusi persecution, di mana ia beranggapan
bahwa pihak Rusia akan mencelakakan dirinya. Hal ini juga mendorong Nash untuk
menampakkan perilaku aneh, seperti pulang terlambat, marah ketika Alicia menyalakan
lampu rumah, dan selalu melihat melalui jendela dengan hati-hati.

Nash juga mengalami afek datar. Hal ini ditunjukkan pada adegan ketika Nash
menggendong bayinya yang sedang menangis, dan Nash tidak memberikan respon apapun,
juga tidak berusaha membujuk agar tangisan bayinya berhenti. Nash juga tidak pernah
menatap wajah lawan bicara saat bersalaman dengannya. Gejala asosialitas juga
ditunjukkan Nash dengan menarik diri dari lingkungan sosial, dan tidak memiliki relasi
yang baik dengan orang lain. Nash lebih sering terlihat berada sendirian di dekat jendela
perpustakaan dan menuliskan beragam rumus di kacanya.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa John Nash mengalami skizofrenia paranoid,
di mana, beberapa gejala yang mencolok dialaminya adalah suarasuara halusinasi yang
mengancam dan memberi perintah, serta memiliki berbagai waham dan keyakinan bahwa
dirinya sedang dikejar-kejar oleh pihak lain yang dianggap akan menyakiti dirinya.

Nash kemudian memahami kenyataan bahwa dirinya menderita skizofrenia, tatkala


ia menyadari bahwa tokoh halusinasinya tidak pernah menunjukkan pertambahan usia sejak
pertama kali dilihat oleh Nash, dalam hal ini adalah Marcee. Nash dapat belajar untuk
mengabaikan tokoh halusinasi tersebut meskipun mereka tetap selalu hadir dalam
kehidupan Nash. Beberapa hal penting yang berperan dalam menurunnya gejala skizofrenia
yang dialami Nash adalah terapi di rumah sakit jiwa, pemberian obat-obatan, serta
dukungan sosial dari istrinya.

REFERENSI

Davison, GC., Neale, JM., Kring, AM. (2010). Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Maslim, Rusdi. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Nuh Jaya

Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003) Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai