Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS Mei 2017

Gizi Buruk

Nama : Tirza Glady Rengkung


No. Stambuk : N 111 16 102
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

1
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

BAB I

PENDAHULUAN

Gizi buruk merupakan masalah yang menimbulkan dampak hambatan

pada pertumbuhan anak. Resiko paling buruk adalah pengaruh pada pertumbuhan

otak dan dilaporkan bahwa pertumbuhan otak dan perkembangan intelektual

paling terganggu jika kekurangan gizi terjadi pada masa pertumbuhan optimal.1

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadimasalah gizi

dan kesehatan masyarakat di Indonesia. BerdasarkanRiset Kesehatan Dasar tahun

2013, sebanyak 13,9% berstatus gizikurang, diantaranya 5,7% berstatus gizi

buruk. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi gizi

berat-kurang terlihat meningkat.Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya

angka kematianbayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak

terkaitdengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah giziperlu

ditangani secara cepat dan tepat. 2,4

Penyebab utama gizi buruk tidak hanya satu. Penyebab utama kasus gizi

buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.

Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidak mampuan orang

2
tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama

meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia, dan juga faktor alam,

manusiawi, pemerintah, dan lain lain.3

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan giziburuk

adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagaiupaya menangani setiap

kasus yang ditemukan. Pada saat iniseiring dengan perkembangan ilmu dan

teknologi tatalaksana giziburuk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani

dengan duapendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia,

pneumoniaberat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan

penurunankesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan,Pusat

Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC),sedangkan gizi

buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.2

Berikut dilaporkan sebuah kasus gizi buruk pada seorang anak laki-laki
berumur 12 tahun yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD UNDATA
Palu.

3
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal lahir/Usia : 17 juni 2004 / 12 tahun
Alamat : pantai barat
Agama : Islam
Waktu Masuk : 03 mei 2017/ 13.00 WITA
Tempat Pemeriksaan : RSUD UNDATA Palu.

B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Muntah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki umur 12 tahun masuk dengan keluhan
muntah-muntah. muntah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, berisi
cairan, berwarna putih, volume sedikit, lendir (-), darah (-), mual (+),
setiap kali makan pasien merasakan mual bahkan sampai muntah. Ada
penurunan nafsu makan. Demam (+) sejak 10 hari yang lalu. Demam
naik turun. Turun jika diberikan obat penurun demam, kemudian
panas naik lagi ketika reaksi obat habis. Pasien menyangkal sakit
kepala (-), pusing(-), batuk (-), flu (-),BAB (+) biasa. BAK (+) lancar.

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya

4
Pasien belum pernah mengalami hal serupa.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga.
e. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah.
f. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien seorang anak yang aktif dan memiliki kebiasaan bermain
diluar lingkungan rumah dan kadang sampai lupa makan jika sudah
seharian bermain.

g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien lahir secara spontan di Rumah, cukup bulan, dan dibantu
oleh bidan. Berat badan lahir 2800 gram.

h. Kemampuan dan Kepandaian Bayi


Pertumbuhan pasien mengalami keterlembatan, sedangkan
perkembangannya sesuai dengan usianya.
i. Anamnesis Makanan
Pasien mendapatkan ASI mulai dari usia 0 1 tahun. Susu
formula dari usia 1 tahun sekarang. Bubur saring umur 6 bulan,
makanan padat umur 1 tahun.
j. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan :128 cm
Status Gizi : CDC 67%, gizi buruk
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 90/40 mmHg
Denyut Nadi : 128/menit, kuat angkat, irama reguler
Respirasi : 20/menit, pola pernapasan reguler
Suhu axilla : 37,5 0C

5
Kulit : warna Sawo matang, sianosis (-), ikterus (-), pucat (-),
eritema (-), turgor (+) cepat kembali, kulit kering (+),
penipisan lemak subkutan (+) , iga gambang
Kepala : Normocephal, wajah old face
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), ikterik (-/-), cekung (+/+)
Hidung : Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)

Mulut : Bibir tidak sianosis, bibir kering (+), Tonsil T 1/T1,


hiperemis (-) Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral (+),
Retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus paru kanan menurun, kiri normal.
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada intercosta V linea
midclavicula
Sinistra
Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen :
Inspeksi : permukaan cekung
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas :
Ekstremitas akral hangat :+ + , Edema : - -
+ + - -
Wasting + +
+ +

6
Baggy pants (+)

Genitalia: Dalam batas normal


+ +

Otot-Otot: Eutrofi ++ , kesan normal

+ +
++
Refleks: Fisiologis ( ), patologis ( )

D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter Hasil Nilai Keterangan
Normal
WBC 24,5 x 4,8
103/uL 10,8 x
103/uL
RBC 5,45 x 4,7 N
106/uL 6,1 x
106/uL
HGB 13,8 14 18
g/dL g/dL
HCT 41, 8% 42 52
%
PLT 391 x 150 N
103/uL 450 x
103/uL
MCV 77 fL 80 - 89
fL
MCH 25,4 27 - 31
pg pg
MCHC 33,1 33 - 37 N
g/dL g/dL

Pemeriksaan status gizi7

7
Untuk mengetahui status gizi seorang anak mulai dari usia 2 tahun
samapi 20 tahun, bisa digunakan grafik CDC, dimana BB anak sekarang
18 kg dan TB: 128 cm. Jika diukur menggunakan grafik :
BB/TB : BB aktual x 100% =
BB ideal
18 x 100% = 69% Gizi Buruk
26

8
9
E. Resume
Pasien anak laki-laki umur 12 tahun masuk dengan keluhan muntah-muntah.
muntah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, berisi cairan, berwarna putih,
volume sedikit, mual (+), setiap kali makan pasien merasakan mual bahkan
sampai muntah. Ada penurunan nafsu makan. Demam (+) sejak 10 hari yang
lalu. Demam naik turun. Turun jika diberikan obat penurun demam,
kemudian panas naik lagi ketika reaksi obat habis. BAB (+) biasa. BAK (+)
lancar.
Pada pemeriksaan fisik tampak lapisan lemak dibawah kulit kurang (severe
wasting) mengakibatkan kulit menjadi kering, kurangnya lapisan lemak
terutama pada daerah lengan atas, paha. Wajah tampak seperti orang tua
(old man face), tulang pipi tidak menonjol. Turgor kulit baik dan perut
tampak cekung.

F. Diagnosis
Gizi buruk tipe marasmus kondisi III + dyspepsia
G. Terapi
- IVFD RL 12 tpm
- Inj. Ceftriaxone 17mg / 12 jam / IV
- Paracetamol syr 4 x 2 cth
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg / IV
- Tatalaksana gizi buruk rencana III/ fase stabilisasi
(muntah/diare/dehidrasi)
2 jam pertama:
Memberikan Resomal secara Oral setiap 30 menit, dosis: 45 ml
Catat nadi, frekuensi nafas, dan pemberian Resomal setiap 30

menit

10 jam berikutnya:
Meneruskan pemberian ReSoMal berselang-seling dengan F75

setiap 1 jam
- ReSoMal: 180 ml
- F-75 setiap 2 jam 195 ml

10
Kemudian lanjutkan pemberian setiap 3 jam bila muntah

berkurang, dan pasien dapat menghabiskan F-75. Lanjutkan lagi

pemberian setiap 4 jam jika tidak ada diare dan pasien dapat

menghabiskan F75.
H. FOLLOW UP
Follow up 04 mei 2017 (Perawatan hari 1)
S : Demam hari ke-11, naik turun,
Muntah (+), 5 kali, berisi cairan, volume sedikit.
Sakit perut (-), sakit menelan (-), batuk (-), flu (-)
BAB biasa
BAK lancar
O : Denyut Nadi : 92 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 38 x/menit
Suhu Tubuh : 37,60C
TD : 110/70 mmHg
Berat Badan : 18kg
Tinggi Badan: 128 cm
Status Gizi : CDC 64%,gizi buruk
Pemeriksaan fisik :
Kulit : Ruam (-), kulit kering (+), penipisan lemak subkutan
(+)
Kepala : Normocephal, wajah old face
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), ikterik (-/-), cekung (+/+)
Hidung : Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, bibir kering (+), Tonsil T 1/T1,
hiperemis (-) Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks :
a. Dinding dada/ paru :
Inspeksi : Bentuk simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

11
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Cardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : permukaan cekung
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas :
Ekstremitas akral hangat :+ + , Edema : - -
+ + - -
Wasting + +
+ +
Baggy pants (+)

Genitalia : Dalam batas normal


+ +

Otot-Otot: Eutrofi ++ , kesan normal

+ +
++
Refleks : Fisiologis ( ), patologis ( )

A : Gizi buruk tipe marasmus kondisi III + dyspepsia
P : IVFD RL 12 tpm
- Inj. Ceftriaxone 17mg / 12 jam / IV
- Paracetamol syr 4 x 2 cth
- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg / IV
- Tatalaksana gizi buruk rencana III/ fase stabilisasi hari ke II
Diberikan F-75 setiap 3 jam 292 ml
Bila anak mampu menghabiskan F-75, diubah menjadi 390 ml

12
BAB III
DISKUSI KASUS

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara

garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan

yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. Pada pasien ini terdapat

beberapa factor yang menyebabkan anak mengalami gizi buruk yaitu:4,5

a. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:


1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi

sosial ekonomi. Pasien ini berasal dari keluarga golongan menengah ke

bawah. Kebutuhan asupan nutrisi pada pasien ini tidak tersedia secara

adekuat karena keterbatasan ekonomi. Selain itu, kadang-kadang

bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi

yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat

identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia

dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik

antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab

pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi

berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan

penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.4,5


2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang

13
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia

6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang

tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status

gizi bayi. Pasien ini mendapatkan ASI hanya sampai usia 4 bulan yang

artinya tidak mendapakan ASI eksklusif. MP-ASI yang baik tidak hanya

cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,

vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-

ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga

dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali

anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi

kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.5


3. Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian

banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang

gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi

ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi

buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi

ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu

dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih

sehat.5
b. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di Negara-

negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana

kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman

endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya

14
tuberkulosis (TB) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti

layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling

terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan

kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk

pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.5,6

Gizi buruk diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinisnya sebagai berikut :

Kwashiorkor atau malnutrisi edematosa, adalah keadaan gizi buruk yang terutama

disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Sementara marasmus merupakan

malnutrisi non-edematosa dengan wasting berat yang disebabkan terutama

kurangnya asupan energi atau gabungan kurangnya asupan energi dan asupan

protein. Apabila anak menunjukkan karakteristik dari kedua kondisi di atas, yaitu

adanya edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini disebut marasmik-

kwashiorkor.6

1. Marasmus
Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak

cukup atau hygiene jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit

klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.

Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup

karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti

mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan

metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh

dapat mengakibatkan malnutrisi.5,6

15
a. Penampilan wajah seperti orang tua (old face), terlihat sangat kurus
b. Perubahan mental, cengeng
c. Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
d. Lemak subkutan menipis hingga turgor kulit berkurang
e. Otot atrofi sehinggga kontur tulang terlihat jelas
f. Bradikardia (kadang-kadang)
g. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak yang sehat.5

2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri protein

berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan

atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang

disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamindan mineral dapat

turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi

yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada

didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti anak

tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi jelas

sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih

dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan

pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak

normal.4,5

16
a. perubahan mental sampai apatis
b. Anemia
c. Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut atau rontok
d. Gangguan sistem gastrointestinal
e. Pembesaran hati
f. Perubahan kulit (dermatosis)
g. Atrofi otot
h. Edema simetris pada kedua punggung kaki dapat sampai seluruh tubuh.5

3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung

protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.5,6


Pada kasus ini, gizi buruk yang dialami oleh pasien termasuk tipe

marasmus. Hal ini berdasarkan pada hasil perhitungan status gizi

menggunakan CDC = 69% menunjukkan bahwa BB dan TB anak tidak sesuai

dengan umurnya dimana harusnya anak memiliki BB 26 kg dan TB 128

cm. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan lapisan lemak di bawah kulit

kurang (severe wasting) mengakibatkan kulit menjadi keriput, kurangnya

lapisan lemak terutama pada daerah bahu, lengan atas, paha,dan pada bagian

bokong (baggy pants), tidak ditemukan edema. Wajah tampak seperti orang

tua (old man face), tulang pipi tampak menonjol dan perut cekung.5,6
Berikut adalah Penentuan kondisi untuk gizi buruk8

Tanda-Tanda Kondisi I Kondisi II Kondisi Kondisi Kondisi V

III IV
Renjatan/Syok + - - - -
Letargi/tidak sadar + + - + -
Muntah/diare/dehidrasi + + + - -

17
Penatalaksanaan gizi buruk berdasarkan kondisi yang dialaminya.Menurut

Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui

yaitu fase stabilisasi ( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi

(Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana tindakan

pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sebagai berikut:8

a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia


b. Mencegah dan mengatasi hipotermia
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
d. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
e. Mengobati infeksi
f. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
g. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
i. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
j. Mempersiapkan diri untuk tindak lanjut dirumah.

Pasien dalam kasus ini mengalami gizi buruk marasmus dengan kondisi 3. Di

mana pasien mengalami gizi buruk yang diserta dengan muntah. Alur

penatalaksanaan gizi buruk dengan kondisi tiga adalah sebagai berikut.8

1. FASE STABILISASI8
Segera berikan 50 ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (Oral/NGT)
2 jam I :
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis: 5 ml/kgBB
catat nadi, frekuensi nafas, dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Membaik Memburuk(Renjatan/Syok)

10 jam berikutnya: Segera infus dan terapi rencana I tanpa


pemberian bolus glukosa
Teruskan pemberian ReSoMal berselang-seling dengan F75 setiap 1 jam
- ReSoMal: 5 10 ml/kgbb/setiap pemberian
- F-75 setiap 2 jam dosis menurut berat badan
Catat nadi, frekuensi nafas.
Bila sudah rehidrasi Diare (-) : Hentikan ReSoMal teruskan F-75 setiap 2 jam
Diare (+) : setiap diare diberikan ReSoMal
18
Anak < 2th : 50 -100 m/setiap diare
Anak 2 th : 100-200 ml/setiap diare
Bila diare/muntah berkurang, dapat menghabiskan F-75, ubah pemberian menjadi setiap 3 jam
Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75 ubah pemberian menjadi setiap 4 jam
Bila anak masih menetek, berikan ASI antara pemberian F-75

2. FASE TRANSISI DAN REHABILITASI8


Pada tahap akhir fase stabilisasi
Bila setiap dosis F-75 yang diberikan dengan interval 4 jam dapat dihabiskan, maka:

F-75 diganti dengan F-100,diberikan setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB dipertahankan selama
2 hari. Uur dan catat nadi, pernapasan dan asupan F-100 setiap4 jam

Pada hari ketiga, mulai diberikan F-100 dengan dosis sesuai BB pada 4 jam berikutnya,
dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu menghabiskan jumlah yang diberikan,
dengan catatan tidak melebihi dosis maksimal

Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB berkisar antara dosis
minimal dan dosis maksimal dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis maksimal.
Pemberian F-100 dengan dosis tersebut dipertahankan sampai hari ke-7-14 sesui dengan
kondisi anak. Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi dengan menggunakan F-100 dan
makanan padat sesuai dengan BB anak

Kriteria pulang dari Rumah Sakit

Bila BB < 7 Kg Bila BB > 7 Kg

Berikan F-100 ditambah dengan Berikan F-100 ditambah dengan


makanan bayi/ lumat dan sari buah makanan anak/lumat serta buah

Terus berikan makanan tahap rehabilitasi sampai tercapai BB/TB-PB


> -2SD standar WHO 2005 (kriteria sembuh)
19
DAFTAR PUSTAKA

1 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan


Dokter Indonesia. IDAI : Jakarta. 2009.
2 Mardante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, dan Behrman RE. Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi Keenam.Elseveir. 2014.
3 Chris Tanto, Frans Liwang dan Sonia hanifati. Kapita selekta Kedokteran.
Edisi IV. Media Aesculapius : Jakarta. 2014
4 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk. Bakti Husada : Jakarta. 2011
5 Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. IDAI : Jakarta.
2011
6 DEPKES RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departement
Kesehatan Repbulik Indonesia : Jakarta.. 2009
7 DEPKES RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departement
Kesehatan Repbulik Indonesia : Jakarta. 2009
8 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bagan Tatalaksana Anak Gizi
Buruk Buku I. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan kesehatan Ibu dan Anak :
Jakarta. 2011

20

Anda mungkin juga menyukai