Anda di halaman 1dari 3

Tak dapat dipungkiri betapa dalam luka hati Roro Kembang Sore.

Kala itu ia baru


pertama kali merasakan kobaran asmara seorang lelaki. Selama ini baginya tak ada
laki-laki yang mampu memikat hati. Dan suatu sore di taman sari kadipaten Betak,
hatinya mulai mengembang. Penglihatannya semakin segar tatkala sesosok pria
gagah perkasa datang menghampirinya. Pria itu adalah Pangeran Lembu Peteng.
Kembang Sore yang tak pernah melihat pria serupawan Pangeran Majapahit itu
langsung saja jatuh cinta. Begitu pula dengan Pangeran Lembu Peteng. Seolah
terbius dengan kecantikan Roro Kembang Sore, Lembu Peteng lupa akan tugas yang
diberikan oleh Kyai Pacet. Lembu Peteng seharusnya terus mencari keberadaan Kyai
Besari dan Adipati Kalang. Namun apalah daya. Keduanya sama-sama berdarah
muda. Sama-sama belum pernah merasakan bagaimana cinta itu dapat terasa.
Dengan malu-malu Kembang Sore mempersilahkan Lembu Peteng untuk duduk di
sampingnya. Mereka bercerita kesana kemari bak burung pipit yang sedang dalam
musim kawin. Tampak sangat lekat dan seperti sudah mengenal sangat lama.

Tatkala tatapan mata telah saling bertemu, Lembu Peteng yang tak mau kehilangan
wanita secantik Kembang Sore tiba-tiba merengkuhnya. Kembang Sore terkejut. Tapi
ia hanya bisa diam malu-malu. Dipejamkan matanya sembari merasakan
kehangatan yang diberikan Pangeran Lembu Peteng. Mereka sudah tenggelam
dalam kemesraan. Semburat senja kala itu menjadi saksi diantara pertemuan indah
mereka. Namun mereka berdua tak sadar bahwa ada seseorang yang tengah
mengintai dari kejauhan. Dialah Pangeran Kalang yang merupakan buronan Kyai
Pacet sekaligus paman Kembang Sore. Kyai Besari tengah bersembunyi di
Ringinpitu. Sedangkan Roro Kembang Sore lupa bahwasanya tadi Pangeran Kalang
meminta tempat persembunyian padanya. Skandal Roro Kembang Sore dan
Pangeran Lembu Peteng lantas dilaporkan kepada ayah Kembang Sore yang tak lain
tak bukan adalah Pangeran Bedalem.

Pangeran Bedalem begitu murka mengetahui ada skandal yang menyangkut


putrinya. Apalagi itu dilakukan oleh temannya seperguruan saat masih berguru
kepada Kyai Pacet. Dan terjadilah perang antara Pangeran Lembu Peteng dan
Pangeran Bedalem. Peperangan sengit yang terjadi belum membuahkan hasil yang
berarti. Pangeran Lembu Peteng langsung saja membawa Roro Kembang Sore untuk
lari. Mereka berdua berhasil lolos. Akan tetapi Pengeran Bedalem tidak berhenti
untuk terus mengejar. Hingga suatu waktu dalam pengejaran mereka, Kembang
Sore tak henti-hentinya bergelayut kepada Pangeran Lembu Peteng. Lembu Peteng
berusaha meyakinkan Kembang Sore bahwasanya ia akan segera membawa wanita
yang ia cintai itu pergi menuju kerajaan Majapahit. Kembang Sore memiliki firasat
yang tajam. Sebagai wanita ia pasti dapat merasakan adanya suatu hal yang tidak
baik menimpa mereka berdua.

Kakanda. Aku tak dapat membayangkan bilamana kakanda nanti meninggalkanku


lari sendiri.
Apa maksudmu Adinda?Tanya Lembu Peteng keheranan. Aku tidak akan lari
meninggalkanmu.

Kembang Sore tak mampu menahan linangan air matanya. Hatinya begitu sakit jika
percintaan pertamanya harus mengalami hal seperti ini. Tidakkah ayahnya
memahami bahwa ini adalah saat bagi Kembang Sore untuk tumbuh dewasa dan
mencari pendamping. Namun keadaan tak akan pernah memahami. Kala pasangan
yang tengah dimabuk cinta itu beristirahat di tepi sungai, datanglah Kyai Besari dan
Pangeran Bedalem. Seketika dibunuhnya Pangeran Lembu Peteng dan jenazahnya
dibuang ke sungai. Kembang Sore yang menyaksikan pembunuhan itu secara
langsung merasa ngilu. Hatinya seperti tersayat-sayat pisau. Firasatnya yang tajam
itu benar. Pangeran Bedalem mencoba untuk mengajaknya kembali. Kembang Sore
tak mau. Ia merasa sangat benci dengan ayahnya sendiri. Kemudian ia memilih
untuk melarikan diri.

Roro Kembang Sore terus berlari hingga akhirnya ia merasa lelah. Dia berhenti di
sebuah desa yang bernama Desa Dadapan. Disanalah Kembang Sore bertemu
dengan Mbok Rondo Dadapan. Mbok Rondo mengizinkan Roro Kembang Sore untuk
tinggal di rumahnya. Di sana Mbok Rondo juga memiliki seorang putra yang
bernama Joko Bodho. Dasarnya lelaki yang selalu tak tahan bilamana melihat
kecantikan wanita, Joko Bodho akhirnya terpikat dengan Roro Kembang Sore.
Berulangkali Joko Bodho menyatakan perasaannya untuk memperistri Roro
Kembang Sore, namun ditolak. Akhirnya karena terus menerus mendesak, Kembang
Sore mengajukan permintaan agar Joko Bodho menjalani Topo Mbisu di gunung
dekat desa itu. Sementara itu Roro Kembang Sore pergi ke gunung cilik.

Maka, ketika Mbok Rondo Dadapan pulang dan tidak mendapati keduanya di rumah,
ia merasa kebingungan. Ia mencari ke sana kemari hingga menemukan Joko Bodho
yang tengah duduk termenung menghadap ke barat. Mbok Rondo memanggil-
manggil Joko Bodho. Namun tak digubris oleh anaknya. Akhirnya Mbok Rondo
mengumpat kalau Joko Bodho itu hanya diam saja seperti batu.

Kala itu petir langsung menyambar-nyambar dan langit berubah menjadi gelap. Joko
Bodho seketika berubah menjadi batu. Mbok Rondho menyesali perkataannya.
Akhirnya gunung di desa itu memiliki nama yaitu gunung Budhek.

Resi Winadi yang bergelayut di pangkuan ibundanya terbangun. Roro Mursodo


prihatin dengan kondisi putrinya. Namun Resi Winadi tampak begitu tegar. Ia
bertingkah janggal. Senyum tetapi sinis.

Sebentar lagi Adipati Kalang akan habis.

Dan benar saja. Kala Adipati kalang menuju gunung cilik berkat konspirasi yang
dilakukan Resi Winadi dengan anak buahnya. Dan pada saat itu Adipati Kalang
terkejut bahwasanya Resi Winadi adalah Roro Kembang Sore, keponakannya sendiri.
Rasa malu dan bercampur takut membuatnya ingin melarikan diri dan selanjutnya
dikejar-kejar oleh pasukan Patih Gajah Mada.

Roro Kembang Sore mungkin lega. Namun karena rasa cintanya yang begitu besar
kepada Pangeran Lembu Peteng, ia memilih untuk bertapa hingga akhir hayatnya.

Seorang wanita yang pernah tersakiti akan membalas seribu kali lebih kejam
daripada rasa sakitnya. Dan Adipati Kalang pun mati dengan tubuh tercincang-
cincang oleh pasukan Patih Gajah Mada yang saat itu masih bernama Perwira Mada.

Anda mungkin juga menyukai