Laporan Praktikum Proses Kimia berjudul Kontrol Level ini telah disahkan
Hari,Tanggal :
Nama / NIM : 1. Afriyanti / 21030115120002
2. Bagus Hutomo Santoso Putro / 21030115130131
3. Elsa / 21030115140133
Kelompok : 5 / Selasa
Judul Materi : Kontrol Level
1
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga laporan ini dapat disusun. Laporan dengan judul Kontrol Level disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Proses Kimia.
Laporan ini dalam penyusunannya tidak terlepas dari bantuan yang telah di berikan
oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dosen pengampu Laboratorium Proses Kimia Prof. Moh Djaeni, ST., MT.
2. Rinda Ameliya Firdhaus selaku asisten Laboratorium Proses Kimia pengampu
materi Kontrol Level
3. Segenap asisten Laboratorium Proses Kimia.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penyusun dengan lapang dada menerima kritik, saran dan masukan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penyusunan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Akhir
kata semoga laporan resmi ini dapat bermanfaat
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL .v
2
RINGKASAN 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Tujuan Intruksional Umum 2
1.3 Tujuan Intruksional Khusus 3
1.4 Manfaat Percobaan 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar 4
2.2 Perangkat Unit Pengendali 5
2.3 Jenis Pengendali 7
BAB III PELAKSANAAN PERCOBAAN
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan 9
3.2 Variabel Operasi 10
3.3 Respon Uji Hasil 12
3.4 Prosedur Percobaan 13
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan 15
4.2 Pembahasan 16
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 22
5.2 Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN
1. Laporan Sementara
2. Lembar Asistensi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistem Pengendali Umpan Balik 8
Gambar 2. Sistem Pengendali Feedforward 9
Gambar 3. Rangkaian Alat Praktikum 12
Gambar 4. Percobaan jejak titik set atau set point tracking 14
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Percobaan dengan Gangguan Dalam
16
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Percobaan dengan Gangguan Luar
16
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kp terhadap Gangguan Set Point Tracking 17
3
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Kp terhadap gangguan Disturbance Rejection 18
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral (PI) Pada Percobaan dengan Gangguan Dalam 19
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral (PI) Pada Pecobaan dengan Gangguan Luar 20
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral Derivatif (PID) Pada Percobaan dengan Gangguan Dalam 20
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral Derivatif (PID) Pada Percobaan dengan Gangguan Luar 21
4
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Jenis Pengendali On-Off dan PID menggunakan Disturbansi
Rejection (kran dibuka saat t = 50s, set Point 40) 15
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Jenis Pengendali On-Off dan PID menggunakan Set Point
Tracking (set Point 20 ) 15
5
RINGKASAN
Sistem pengendali proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjamin
tingkat keberhasilan proses. Dengan unit pengendali yang kuat maka proses dapat dijalankan
pada kondisi optimalnya dengan cara merejeksi / menolak segala macam gangguan seperti
fluktuasi laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin, ataupun gangguan lain yang tidak
terpresiksi.
Dalam materi ini disajikan 2 jenis sistem pengendali yaitu on-off yang sangat
sederhana, dan pengendali feedback (umpan balik). Sistem pengendali on-off bekerja pada
rentang kesalahan (galat) tertentu.
Langkah percobaannya adalah menyiapkan serangkaian alat dalam keadaan menyala,
lalu keluarkan air dalam tangki. Untuk percobaan disturbansi rejection, masukkan harga
konstanta kontroler dan nilai set point sesuai variabel, biarkan alat bekerja. Kemudian
berikan disturbansi pada detik ke 50 sampai 60, dan hentikan proses pada detik ke 100.
Simpan data percobaan dan grafiknya pada Ms. Excel. Untuk percobaan set point tracking,
masukkan set point 20, 35, dan 60 saat detik ke 0, 40, dan 60 pada semua variabel. Hentikan
proses pada detik ke 80, kemudian simpan data percobaan dan grafiknya pada Ms. Excel.
Nilai dari Set point tracking lebih baik dari disturbance rejection karena nilai respon
terhadap gangguan dalam dari feedback controller lebih baik daripada respon terhadap
gangguan luar. Pada gangguan luar, waktu transmisi sinyal lebih lama dibandingkan pada
gangguan dalam. Dengan transmisi sinyal lebih lama, maka waktu untuk melakukan respon
juga semakin lama Perbandingan antara sistem pengendali on-off dan PID ialah semakin
kecil SSE maka semakin bagus. Penambahan nilai Kp, Ki, dan Kd dapat mempengaruhi
besarnya SSE. Nilai Kp dan Ki yang terlalu besar dapat mengakibatkan respon sistem
berosilasi dan nilai SSE semakin besar, Namun pada Kp akan menurunkan niali SSE karena
sifatnya yang menstabilkan feedback controller. Adapun pada sistem set point tracking,
Pengaruh Kp ialah fungsi dari mode kontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi
kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat. Sedangkan
Pengaruh PID terhadap sistem set point tracking ialah berdasarkan hasil percobaan
konstanta yang menonjol adalah ketika ditambahkan variabel D, hal ini disebabkan karena
Kp yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung membawa loop
berisolasi. Ki yang besar belum tentu efektif menghilangkan offset yang terjadi. Dan unsur D
yang lebih menonjol membuat respon cenderung cepat.
Kesimpulan yang diperoleh adalah sistem pengendalian berpengaruh pada nilai error.
Sistem pengendali PID menghasilkan error yang paling kecil. Saran untuk percobaan ini
adalah saat mereset data aliran plant harus diputuskan dahulu. Nilai Kp, Ti, dan Td harus
tepat dan hati-hati ketika membuka valve untuk membersihkan tangki. Lakukan set level
segera setelah mencapai waktu yang ditentukan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pabrik kimia merupakan susunan/rangkaian berbagai unit pengolahan yang
terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik
kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk
yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami
6
gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama beroperasi, pabrik harus terus
mempertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan kondisi sosial agar tidak
terlalu signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan eksternal tersebut.
Agar proses selalu stabil dibutuhkan instalasi alat-alat pengendalian. Alat-alat
pengendalian dipasang dengan tujuan menjaga keamanan dan keselamatan kerja,
memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan, menjaga peralatan proses dapat berfungsi
sesuai yang diinginkan dalam desain, menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis dan
memenuhi persyaratan lingkungan.
Untuk memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring) yang
terus menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external
intervention) untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu
rangkaian peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi
manusia (plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control
system. Dalam pengoerasian pabrik diperlukan berbagai prasyarat dan kondisi operasi
tertentu, sehingga diperlukan usaha-usaha pemantauan terhadap kondisi operasi pabrik
dan pengendalian proses supaya kondisi operasinya stabil.
7
1.4.Manfaat Percobaan
1. Mengetahui pengoperasian suatu proses dengan system pengendali.
2. Mengetahui evaluasi proses dengan variasi sistem pengendali umpan balik atau
Feedback Controller (Proporsional (P), Integral (I), Derivatif (D), atau gabungan PI,
PID, atau PD).
3. Mengetahui Perbandingan sistem performansi pengendali umpan balik dengan sistem
pengendali on-off dalam menolak gangguan (disturbance rejection) maupun melakukan
jejak titik set (set point tracking).
8
4.
BAB II
LANDASAN TEORI
sensor
Dalam feedforward controller, sistem yang terjadi adalah sebaliknya dimana gangguan
yang ada diukur lebih dulu, kemudian baru nilai inputnya diubah berdasarkan tingkat
gangguan yang ada, sehingga harga output yang menjadi tujuan tidak mengalami perubahan
atau pengaruh gangguan terhadap nilai output dapat dikurangi atau dihilangkan (gambar 2)
Gangguan
Controller
Outp
ut
terukur
Proses
Input
Output
9
Sistem pengendali memerlukan berbagai macam perangkat baik lunak
maupun keras. Perangkat lunak berkaitan dengan model proses, korelasi input dan
output, sistem manipulasi input, serta program-program lainnya berkaitan dengan
pengolahan data karakteristik proses. Sedangkan perangkat keras melibatkan peralatan
fisik yang diperlukan, antara lain terdiri dari (Stephanopoulos, 1984):
1. Proses: adalah suatu sistem yang diamati/dikontrol. Proses ini bisa terdiri dari proses
kimia seperti reaksi kimia (jenis reaksi (hidrolisa, penyabunan, polimerisasi), fase reaksi
(reaksi gas-gas, gas-padar, katalitis dan non katalitis)), maupun fisika (pemanasan, pengisian
tangki, pemisahan, ekstraksi, destilasi, pengeringan).
Dalam sistem pengendalian konvensional seperti feedback dan feedforward ini proses
sebagai suatu sistem harus diidentifikasi dahulu karakteristik prosesnya melalui
permodelan matematika dalam sistem dinamik tervalidasi, diuji karakteristikanya
berdasarkan pengaruh input terukur terhadap output proses, serta hitung parameter
proses yang penting dan digunakan untuk mendesain sistem pengendalinya seperti
time delay, time constant, dan process gain.
2. Alat ukur/sensor: Adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur input maupun
output proses, seperti rotameter dan flow meter untuk mengukur laju alir, thermocouple untuk
mengukur suhu, dan gas chromatography untuk mengukur komposisi. Alat ukur lainnya sepeti
uji kelembaban udara dalam gas maupun padatan. Prinsipnya adalah apa yang terbaca dalam
sensor ini harus dapat ditransmisikan, sehingga dapat dibaca oleh sistem pengolah
data/pengendali. Karena sensor ini memberi sinyal maka keberhasilan suatu sistem pengendali
juga tergantung pada reliabilitas alat ini.
3. Transducers: supaya hasil pengukuran bisa dibaca oleh pengolah data, maka
pengukuran ini harus diubah ke besaran fisik seperti tegangan listrik, tekanan udara.
Transducer adalah alat yang digunakan untuk melakukan konversi ini.
4. Transmission lines: Digunakan untuk mengirimkan sinyal dari alat ukur ke unit
pengendali. Dulu model transmisi ini hanya menggunakan model penuematis
(udara/cairan bertekanan), tapi dengan perkembangan model analog digital dan sistem
komputer, sinyal yang dibawa sudah dalam bentuk aliran/sinyal listrik. Jika output
sinyal listrik tidak mencukupi misalkan hanya beberapa milivolt untuk temperatur
tertentu, maka digunakan amplifier, untuk menguatkan sinyalnya, sehingga dapat
terdeteksi.
5. Controller/Pengendali: Adalah element perangkat keras (hardware), yang memiliki
intelegensi. Dia dapat menerima informasi dari alat ukur, dan menentukan tindakan yang harus
dilakukan untuk mengendalikan/mempertahankan nilai output. Dulu unit ini hanya dapat
melakukan aksi-aksi kontrol sederaha, namun sekarang dengan digital komputer maka kontrol
yang rumit dapat dilakukan dengan perangkat ini.
6. The final control elemen (elemen pengendali akhir). Alat ini akan menerima sinyal dari
controller dan melakukan aksi sesuai dengan perintah. Sebagai contoh input cairan semakin
besar, maka untuk mempertahankan tinggi cairan dalam tangki, valve pengeluaran harus
dibuka lebih lebar. Maka unit pengendali ini akan membuka valve sehingga tinggi level cairan
dapat sesuai dengan nilai set pointnya. Beberapa unit pengendali akhir adalah control valve,
relay-switches untuk on-off controller, variabel-speed pump, dan variable-speed compressor.
7. Recording elements; Adalah perangkat yang men-display proses yang terjadi. Biasanya
variabel yang direcord adalah variabel penting yang dikontrol (output), serta variabel yang
digunakan untuk pengendali (manipulated variable). Variabel seperti komposisi, suhu, tinggi
cairan, laju alir dan lain sebagainya dapat di-display dalam layar monitor, dan datanya dapat
disimpan.
10
o
pada rentang kesalahan (galat) tertentu. Misalkan suhu kita diset pada 100 C.
Thermoregulator akan bekerja berdasarkan ketelitian dan kecepatan dalam mengukur
o
suhu proses (sebagai contoh +/- 5). Jika suhu awal proses 60 C, maka pemanas akan
o o
bekerja pada sistem proses, sehingga suhu tercapai 105 C. Pada kondisi 105 C
o
pemanas akan mati (off), jika suhu proses turun mencapai 95 C, pemanas akan
o
menyala lagi. Dan seterusnya sehingga suhu real proses (95-105 C). Sebagian alat-alat
dalam laboratorium di Jurusan Teknik Kimia Undip bekerja dengan model on-off
controller ini. Tentu saja besar galat total selama proses akan menjadi besar.
A. Sistem Pengendali Feedback
Sistem pengendali feedback seperti dalam gambar 1 secara sistematis memiliki
tahapan aksi seperti berikut ini:
1. Sensor akan memonitor dan mengukur output yang dikontrol (contoh suhu, level,
komposisi, dan sebagainya).
2. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan nilainya dengan nilai set point yang
diinginkan/ditetapkan dalam komparator. Dari komparasi ini menghasilkan
galat/error, dimana besarnya error ini akan dikirimkan ke unit pengendali akhir
(controller)
3. Controller akan mengubah besarnya input, sehingga nilai output akan
dipertahankan sesuai dengan set point-nya.
11
B. Jenis Pengendali Feedback
Jenis-jenis pengendali feedback yang umum dipakai adalah:
1. Proporsional: Controller ini akan memanipulasi input proporsional dengan
besarnya error (galat) yaitu:
BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN
3.1 Rancangan Praktikum
12
3.1.1. Skema Rancangan Percobaan
a. Disturbance Rejection b. Set Point Tracking
Jalankan Alat Sesuai Jalankan Alat Sesuai Petunjuk
Petunjuk Operasi Operasi
Level sensor
13
Air
Masuk Tangki Set
Prose Point
s
PID
controller
Power set
Air Thermocouple
Keluar
Pompa Electric
Heater
Monitor
Reserv
oir
CPU
- CPU
- Monitor
- Electric Heater
- PID Controller
- Thermocouple
- Reservoir
- Pompa
- Tangki Proses
- Level Sensor
14
8. Ulangi percobaan untuk berbagai variasi nilai konstanta controller (K P, KI, dan
KD)
9. Bandingkan performansi pengendali/controller dalam menolak gangguan
(disturance rejection) berdasarkan nilai SSE
10. Ulangi percobaan dengan memilih menu on-off, dan jalankan alat serta hitung
SSE-nya
Set point 2
Set point 4
Set point 1
Set point 3
Gambar 3.4: Percobaan jejak titik set atau set point tracking (Djaeni, 1999)
15
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Jenis Pengendali On-Off dan PID menggunakan
Disturbansi Rejection (kran dibuka saat t = 50s s/d t=60s, set Point 40)
Tabel 4.2. Data Hasil Percobaan Jenis Pengendali On-Off dan PID menggunakan
Set Point Tracking (set Point awal=20, t=35setpoint=40t=60 set point=60))
100
80
On - Of
60
LEVEL Set Point Tracking
40 P
PI
20 PID
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
Gambar IV.1 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Percobaan dengan Gangguan
Dalam
120
100
80
Set Point
LEVEL 60
On - Of
40 P
PI
20 PID
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
Dari data SSE diatas berdasarkan percobaan, dapat dilihat bahwa nilai SSE tiap
variabel jika dibandingkan saat percobaan disturbansi rejection dan saat percobaan set
point tracking terlihat bahwa nilai SSE pada saat perocobaan set point tracking lebih
kecil daripada percobaan disturbansi rejection. Untuk variabel on-off SSE pada saat
disturbansi rejection 12931 sedangkan pada set point tracking 5645.83. Untuk SSE
pada sistem P, PI, dan PID pada saat disturbansi rejection adalah 12458.82, 11918.97,
dan 92991.62 sedangkan pada set point tracking 6430.31,6296.7,dan 70177.21. Secara
umum, nilai SSE selalu turun, mulai dari penambahan Kp, Ki dan Kd. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan Kp, Ki, maupun Kd selalu memberikan nilai
pengendali controller yang lebih baik dibanding pengendali on-off. Hal ini disebabkan
karena faktor koreksi yang diberikan makin akurat. Pada penambahan Kp, controller
akan memanipulasi input proporsional, pada penambahan Ki, controller akan
memanipulasi input proporsional disertai penurunan nilai off-set. Pada Kd, hampir
sama dengan Ki, namun lebih cepat dalam responnya.
Nilai dari Set point tracking lebih baik dari disturbance rejection karena nilai
respon terhadap gangguan dalam dari feedback controller lebih baik daripada respon
terhadap gangguan luar. Pada gangguan luar, waktu transmisi sinyal lebih lama
dibandingkan pada gangguan dalam. Dengan transmisi sinyal lebih lama, maka waktu
untuk melakukan respon juga semakin lama. Oleh karena itu, respon dari controller
lebih baik pada gangguan dalam.
Namun, dalam sistem Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID), nilai
SSE yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan system pengendalian yang
lainya, baik dalam disturbance rejection dan set tracking point. Hal ini dikarenakan
pada system ini terdiri dari beberapa penyesuaian pengendali yaitu penentuan nilai
yang tepat untuk gain (pita proporsional), laju (derivatif) dan parameter yang
menyesuaikan waktu reset (integral) atau konstanta kendali yang akan memberikan
kendali yang diperlukan. Jika nilainya tidak tepat menyebabkan respon transien yang
tinggi sehingga menyebabkan ketidakstabilan sistem. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya osilasi sehingga nilai error pun semakin besar (Isnaeni, 2013).
70
60
50
40
LEVEL Set Point Tracking
30
KP = 10
20 KP = 15
10
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
IV.2.3
Pengaruh Konstanta Proporsional terhadap Set Point Tracking
Grafik IV.3 Grafik Perbandingan Kp terhadap Gangguan Set Point Tracking
Pada grafik diatas, variabel yang dibandingkan adalah variabel 2 (Kp = 10) dan
variabel 3 (Kp = 15) untuk gangguan dari dalam (set point tracking). Pada sistem yang
diberi gangguan dalam atau set point tracking, Kp 15 lebih baik daripada Kp 10
dengan nilai SSE pada Kp 15 sebesar 5985.9 sementara pada Kp 10 sebesar 6430.31.
Hal ini dikarenakan perbedaan nilai Kp, Semakin kecil nilai Kp, semakin lambat
respon terhadap gangguan dalam, dan pada nilai KP yang tinggi, respon terhadap
gangguan dalam semakin cepat (Willis, 1998). respon sistem menunjukkan semakin
cepat mencapai keadaan stabilnya.
45
40
35
30
25
LEVEL 20 Set Point
15 P = 10
10 P = 15
5
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
IV.2.4
Pengaruh konstanta proporsional terhadap gangguan Disturbance Rejection
Pada grafik diatas, variabel yang dibandingkan adalah variabel 2 (Kp = 10) dan
variabel 3 (Kp = 15) untuk gangguan dari luar (disturbance rejection). Pada percobaan
disturbance rejection untuk variabel 2 dan 3 terlihat bahwa variabel 3 memberikan
respon yang lebih baik dibandingkan dengan variabel 2. Hal ini dikarenakan perbedaan
nilai Kp, jika nilai Kp kecil, mode kontrol proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan
stabilnya. Namun jika nilai Kp diperbesar, sistem bekerja stabil, sehingga respon
sistem pada variabel 3 lebih baik karena nilai Kp = 15 (Rahmi, 2009)
70
60
50
40
LEVEL Set Point Tracking
30
P=10 I=10
20 P=10 I=15
10
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
IV.2.5
Pengaruh Konstanta Integral terhadap gangguan Set Point Tracking
Gambar IV.5 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral (PI) Pada Percobaan dengan Gangguan Dalam
45
40
35
30
25
LEVEL 20 Set Point
P=10 I=10
15
P=10 I=15
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
IV.2.6
Pengaruh Konstanta Integral terhadap gangguan Disturbance Rejection
Gambar IV.6 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali Feedback
Proporsional Integral (PI) Pada Percobaan dengan Gangguan Luar
100
80
LEVEL 60
Set Point Tracking
40 PID 1
PID 2
20
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
a)S
et Point Tracking
Gambar IV.7 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali
Feedback Proporsional Integral Derivatif (PID) Pada Percobaan
dengan Gangguan Dalam.
120
100
80
LEVEL 60
Set Point
40 PID 1
PID 2
20
0
0 20 40 60 80 100 120
WAKTU
b)
Disturbance Rejection
Gambar IV.8 Grafik Hubungan Waktu dengan Level Pada Sistem Pengendali
Feedback Proporsional Integral Derivatif (PID) Pada Percobaan
dengan Gangguan Luar.
Dari data SSE pada gambar IV.7 dan gambar IV.8 berdasarkan percobaan,
dapat dilihat bahwa nilai SSE sistem jika dibandingkan saat percobaan disturbansi
rejection dan saat percobaan set point tracking terlihat bahwa nilai SSE pada saat
perocbaan set point tracking lebih kecil daripada percobaan disturbansi rejection,
baik untuk sistem dengan KD 10 maupun KD 15. Gangguan dimaksudkan untuk
melihat respon sistem apabila terjadi perubahan. Pada saat gangguan diberikan di
percobaan disturbansi rejection, sistem mengalami overshoot, dimana overshoot
merupakan nilai relatif yang menyatakan perbandingan harga maksimum
respon yang melampaui harga steady state dibanding dengan nilai steady state
sebelum mencapai kestabilan(Kawarasan,Bagus.2012). Sedangkan pada percobaan
set point tracking, diberikan gangguan dengan beberapa variabel yaitu pada detik
ke-35, ke-60. Diketahui bahwa semakin banyak fungsi keanggotaan dalam suatu
variabel, maka respon pengendali yang dihasilkan semakin baik. Tidak ada
overshoot yang dihasilkan, namun hanya terjadi lonjakan kecil. Oleh karena itu,
kesalahan/error yang terjadi pada saat set point tracking lebih kecil daripada saat
disturbansi rejection. (Willis, 1998)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Nilai dari Set point tracking lebih baik dari disturbance rejection karena nilai
respon terhadap gangguan dalam dari feedback controller lebih baik daripada
respon terhadap gangguan luar. Pada gangguan luar, waktu transmisi sinyal
lebih lama dibandingkan pada gangguan dalam.
2. Pada Set Point Tracking Semakin kecil nilai Kp, semakin lambat respon
terhadap gangguan dalam, Semakin kecil Kp pada Disturbanc Rejection
semakin baik.
3. Pada set point tracking dan disturbance rejection, variabel yang memiliki harga
Ki lebih besar dari harga Kp nya akan memberikan respon yang lebih baik.
4. Semakin tinggi harga KI, semakin baik dalam mengatasi off-set
5. Kesalahan/error yang terjadi pada saat set point tracking lebih kecil daripada
saat disturbansi rejection.
5.2 Saran
1. Saat mereset data aliran plant harus diputuskan dahulu
2. Nilai Kp, Ti, dan Td harus tepat saat melakukan set
3. Lakukan set level segera setelah mencapai waktu yang ditentukan.
4. Hati-hati ketika membuka valve untuk membersihkan tangki
DAFTAR PUSTAKA
nd
Coughannowr, D.R. 1991. Process System Analysis and Control, 2 Edition. McGraw-Hill,
Inc., USA
Djaeni, M. 1999. Modelling and Control of Fuel Cell System. Master Thesis, UTM, Malaysia
Marlin, T.E. 1995. Process Control: Designing Process and Control Systems for Dynamic
Performance. McGraw-Hill, Inc., USA