Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs valas dapat diperjelaskan berdasarkan teori
Purchasing Power Parity atau Paritas Daya Beli atau Keseimbangan/ Kesamaan Daya
Beli. Diperkenalkan oleh Gustav Cassel pada Perang Dunia II. Penjelasan teori ini
berdasarkan pada LOW OF ONE PRICE/LOP dikenal dengan teori PPP ABSOLUT.
Kurs Valas berdasarkan teori PPP Absolut tidak sesuai dengan kurs valas yang ditetapkan
pemerintah. Karena akan terjadi Overvaluation dan Undervaluation.
Misalkan :
Price Index Home Country = Ph
Inflation Rate Home Country = Ih
Price Index Foreign Country = Pf
Inflation Rate Foreign Country = If
Persentase (%) perubahan kurs valas = ef
Dengan demikian jika ada inflasi, harga barang dimasing2 negara menjadi
Price Home Country = Ph (1 + ih)
Price Foreign Country = Pf (1 + if) (1 + ef)
Dimana :
An = jumlah uang dalam negeri yang akan diterima pada akhir periode suatu
investasi/deposito
Ah = jumlah uang dalam negeri yang diinvestasikan atau didepositokan
If = interest rateau tingkat bunga foreign deposit
SR = Spot Rate
FR = Forward rate
Karena besarnya FR = SR (1 + p), atau p = FR/SR -1, dimana p = Forward rate premium
atau discount, rumus dapat ditulis sebagai berikut:
Jadi
ROR atau Rate of Return yang akan diperoleh dari investasi atau deposito yang dilakukan
diluar negeri (rf) adalah sebesar :
Jadi
Secara teoritis, seorang investor akan menginvestasikan dana adalam valas apabila ROR
dari luar (rf) minimal sama atau lebih tinggi dari tingkat bunga dalam negeri atau home
country interest rate (ih) atau dengan kata lain: rf = ih. Rumus menjadi:
Mixed Forecasting
Mixed forecasting dapat dilakukan bila masing-masing teknik peramalan
memiliki tingkat superioritas yang sama. Cara melakukan mixed forecast ini adalah
dengan menimbang hasil proyeksi masing-masing teknik dengan total timbangan
lebih tinggi. Dan MNC dapat mengukur ketidakpastian dengan mengukur kisaran
hasil peramalan teknik-teknik yang digunakan.