Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sektor jasa merupakan unsur terbesar dan penting dalam perekonomian
nasional dan dunia. Perdagangan jasa sangat penting tidak hanya bagi
pertumbuhan perekonomian, namun juga bagi penciptaan lapangan pekerjaan.
Sektor jasa memberikan kontribusi rata-rata sebesar 70% terhadap Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) Dunia, dengan rata-rata 50% di negara-negara
berpendapatan rendah, dan 74% di negara-negara berpendapatan tinggi.
Sedangkan di Asia Timur dan Pasifik sektor jasa mencapai 43% dari PDB tahun
2009 (World Bank 2011).
Sektor Jasa memberikan kontribusi sekitar 47% terhadap GDP ASEAN
dan 47,2% terhadap GDP Indonesia tahun 2012. Dengan semakin terbukanya
kesepakatan di sektor jasa, ditargetkan peningkatan kontribusi sebesar 70% pada
tahun 2025. Penyerapan Tenaga Kerja Nasional sebesar 15% (2012). Total ekspor
jasa ASEAN sebesar US$ 319,7 Milyar dan total impor jasa ASEAN sebesar US$
306,5 Milyar tahun 2012; Total investasi Jasa ASEAN sebesar USD$108, 21
Milyar (2012). Aliran investasi intra ASEAN mencapai US$ 26.27 milyar pada
tahun 2011 dan sebesar US$ 5.8 milyar atau 22,23% masuk ke Indonesia.
Dalam waktu dekat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA 2015) akan
berlaku pada awal tahun 2016. Sebanyak 12 sektor jasa yang terdiri dari 128 sub
sektor jasa akan diintegrasikan pada MEA 2015. Sektor jasa konstruks merupakan
satu diantara dua belas sektor jasa yang akan diintegrasikan dalam MEA 2015.
Pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah masa dimana
kita harus berpikir dan bertindak secara global. Semua itu menjadi satu keharusan
mana kala kita berharap pemberlakuan MEA menjadi satu langkah awal bagi
perkembangan dan pengembangan bisnis jasa konstruksi yang ada di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di buat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa faktor penghambat BUJK Nasional untuk bersaing di Asean ?
2. Apa solusi

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor penghambat BUJK Nasional dalam bersaing di ASEAN
2. Memperoleh strategi dan rekomendasi terbaik dalam mengatasi penghambat
BUJK Nasional dalam bersaing di ASEAN

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1. Umum
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu penyokong utama bagi
perekonomian nasional dan global. Hal ini bisa diukur berdasarkan kontribusi jasa
konstruksi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), besaran investasi dan
tenaga kerja yang terserap. Kontribusi terhadap PDB misalnya, sektor jasa ini
menyumbang porsi dari 3% sampai 10%. Pada mulanya kebutuhan akan sarana
dan prasarana fisik untuk menunjang kegiatan ekonomi yang pesat merupakan
salah satu pemicu tingginya kontribusi jasa konstruksi terhadap PDB
negaranegara maju. Hal ini bisa diukur dari besarnya belanja konstruksi yang
dikeluarkan oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara-negara
berkembang (Gambar 1).

Gambar 3.1. Perubahan Pola Belanja Konstruksi Global

Namun survei terbaru menunjukkan telah terjadi perubahan


kecenderungan yang kini berpihak pada negara berkembang (Davis Langdon,
2010) seirama dengan melajunya pertumbuhan penduduk pada negara-negara
berkembang. Pesatnya pertumbuhan ini menuntut pengadaan sarana dan prasarana
baru, sementara negara maju menghadapi kendala defisit anggaran yang
membatasi belanja konstruksi pemerintah. Diperkirakan bahwa negara-negara
berkembang akan mulai mengambil alih kendali dalam belanja konstruksi pada
tahun 2011 ini, terutama Cina dan India yang akan merupakan negara dengan
belanja konstruksi terbesar bersama dengan beberapa negara di Amerika Latin dan

3
Eropa Timur. Pada tahun 2020, belanja konstruksi dunia akan terbagi atas 55%
pada negara-negara berkembang dan sisanya 45% pada negara-negara maju (lihat
Gambar 2).
Pergeseran kecenderungan ini sekaligus juga akan memicu sengitnya
persaingan pasar konstruksi internasional. Pada tahun 2020, pasar konstruksi
global diperkirakan akan mencapai 12,7 Trilliun Dollar yang meningkat dari 7,5
Trilliun pada tahun ini dengan pasar utama di Cina, India, dan Amerika Serikat
(Lihat Gambar 2). Pasar konstruksi global pada masa tersebut akan ditandai
dengan peningkatan pesat pasar sebesar 110% yang mencerminkan 17,2% PDB
negara-negara berkembang dimana konstruksi prasarana/infrastruktur akan
bertumbuh 128% dibandingkan dengan negara-negara maju yang hanya tumbuh
18% saja.

Gambar 3.2. Perubahan Pasar Konstruksi Global Terbesar

Sebagai akibatnya pelaku jasa konstruksi global yang umumnya berasal


dari negara-negara maju pun akan lebih jauh merangsek masuk pada pasar
konstruksi di negara-negara berkembang sebagai perwujudan dari globalisasi
perdagangan barang dan jasa antar berbagai negara. Terlebih lagi, globalisasi jasa
konstruksi disemaikan dengan pembukaan pasar domestic oleh negara-negara
yang yang meratifikasi perjanjian GATT (General Agreement on Tariffs and

4
Trade) yang kini menjadi WTO (World Trade Organization) dan pakta
perdagangan bebas di kawasan regional seperti APEC, NAFTA, dan lain-lain.
Perkembangan jasa telekomunikasi, dan jasa perjalanan yang cepat semakin
mempermudah globalisasi perdagangan.
Meski demikian, pemanfaatan peluang-peluang globalisasi dalam pasar
konstruksi internasional adalah hal yang tidak mudah. Terdapat berbagai issu yang
harus dievaluasi dan dijawab secara strategis oleh pelaku pasar, terutama badan
usaha jasa konstruksi (BUJK) nasional yang ingin berperan sebagai pelaku pasar
global yang merambah pasar internasional (luar negeri) dan sekaligus
mempertahankan pangsa pasar local (dalam negeri). Misalnya, resiko-resiko yang
terdapat dalam berusaha pada pasar internasional tidak hanya terbatas pada resiko
kontraktual proyek, tetapi juga resiko investasi usaha yang tidak berdiri sendiri
tetapi juga melibatkan pihak-pihak berkepentingan lainnya seperti pemerintah
negara asal dan pemerintah negara tujuan. Issu-isu lainnya akan terkait dengan
aspek-aspek eksternal seperti lingkungan sosial politik, ekonomi, hukum dan
sosial budaya dan juga aspek-aspek internal seperti sumber daya dan kapabilitas
serta daya saing BUJK. Pada akhirnya isu-isu ini harus pula dapat dipetakan
menjadi suatu bentuk strategi penetrasi oleh pelaku atau BUJK nasional untuk
dapat menembus pasar internasional dan unggul bersaing dalam pasar global.

2.2. Usaha Jasa Konstruksi Internasional


Secara sederhana jasa konstruksi internasional adalah jasa konstruksi yang
dilakukan di n oleh suatu badan usaha jasa konstruksi (BUJK) asing pada suatu
negara (Mawhinney, 2002; Ofori 2003). Ketika operasi jasa konstruksi hanya
dilakukan luar negeri saja maka BUJK tersebut merupakan penyedia jasa
konstruksi Internasional, sedangkan pelaku jasa konstruksi global melayani jasa
konstruksi baik di dalam maupun di luar negeri (ENR, 2010).
Dalam perdagangan jasa konstruksi internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) melalui UN Provisional CPC of 1991 membagi lima segmen jasa
konstruksi dan keteknikan terkait yaitu :

5
General construction work for buildings (CPC 512): Pekerjaan konstruksi
yang meliputi pekerjaan baru, tambahan, dan renovasi setiap jenis bangunan
termasuk bangunan pemukiman atau bukan baik yang dimiliki oleh pihak
swasta atau pemerintah.
General construction work for civil engineering (CPC 513): Pekerjaan
konstruksi yang meliputi struktur-struktur selain bangunan seperti jalan raya,
jalan kereta api, landasan pacu, jembatan dan twrowongan, saluran air dan
pelabuhan, bendung, jaringa perpipaan, komunikasi dan listrik, serta lapangan
dan stadion olah raga. Installation and assembly work (CPC 514, 516):
Pekerjaan konstruksi yang meliputi kegiatan-kegiatan perakitan dan ereksi
pra-pabrikan konstruksi, pekerjaan instalasi AC, plumbing air, fiting gas,
pengabelan listrik, konstruksi alarm api, insulasi, dan konstruksi lift.
Building completion and finishing work (CPC 517): Pekerjaan konstruksi
yang meliputi pekerjaan konstruksi khusus untuk penyelesaian bangunan
seperti glazing, plastering, pengecetan, pemsangan lantai dan dinding,
pengarpetan, pertukangan, interior fitting dan dekorasi, ornamen fitting.
Other (CPC 511, 515, 518): Pekerjaan konstruksi yang meliputi pekerjaan
pra-ereksi pada lokasi proyek, termasuk pekerjaan fondasi, water well
drilling, roofing, concrete work, steel bending and erection, and masonry
work. Juga dan termasuk jasa penyewaan peralatan konstruksi atau demolisi
bangunan atau pekerjaan sipil lainnya.
Sedangkan akses pasar internasional atau yang lebih dikenal dengan mode
perdagangan barang dan jasa internasional dalam WTO/GATTS di bagi atas (1)
cross-border supply; (2) consumption abroad, (3) commercial presence, dan (4)
presence of natural persons.

2.3. Usaha Jasa Konstruksi Nasional


Industri jasa konstruksi adalah salah satu pilar perekonomian Indonesia.
Business Monitor Internasional/BMI (2009) memperkirakan bahwa Indonesia
adalah negara dengan pertumbuhan industri konstruksi yang terpesat di Asia dan

6
paling berprospek positif di kawasan Asia Pasifik meskipun rata-rata tingkat
pertumbuhan tetap berada di bawah 10% selama periode 2006-2010. BMI
memproyeksikan bahwa sektor industri ini akan mencapai nilai dari US $ 78
Miliar pada tahun 2013, dua kali lipat angka dari nilai yang dicapai pada tahun
2008, dan akan mempekerjakan 5,6 juta pekerja dan jumlah ini berpotensi akan
mencapai 6,5 juta di 2012 yang membentuk sekitar 6,27% dari total angkatan
kerja di Indonesia pada tahun 2012. Senada dengan BMI, Howlett dan Powell
(2006) menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 20 pasar konstruksi
terbesar pasar di 2010. Hal ini juga sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai
tujuan pasar Internasional yang menjanjikan bagi para pelaku jasa konstruksi
dunia, apalagi memang pangsa pasar konstruksi dunia akan bergeser arahnya ke
negara-negara berkembang. Davis Langdon (2011) memproyeksikan sekitar 37%
besaran belanja konstruksi global akan terjadi di kawasan Asia pada tahun 2010,
dan diperkirakan meningkat menjadi 43% pada tahun 2020. Pusat-pusat
pertumbuhan pasar konstruksi terkuat dalam kawasan tersebut pada tahun 2011
adalah Cina (10%), India (10%), Indonesia (5%) dan Vietnam (5%).
Meskipun prospek pasar konstruksi Indonesia pada khususnya atau Asia
pada umumnya merupakan hal yang menarik dan menjanjikan, justru banyak
perusahaan konstruksi lokal atau nasional masih keteteran dalam menghadapi
serbuan perusahaan-perusahaan global atau internasional. Perusahaan-perusahaan
Indonesia masih rendah daya saing dan profitabilitasnya (Pamulu, 2008). Gambar
7 menunjukkan laba bersih perusahaan konstruksi Indonesia yang terdaftar di
bursa efek dibandingkan dengan perusahaan publik lainnya di Asia Tenggara.
Kinerja yang sama jika menelurusi kinerja ekspor jasa konstruksi Indonesia jika
dibandingkan dengan negara-ngeara tetangga di kawasan Asia Tenaggara.

7
Gambar 3.3. Ekspor Jasa Konstruksi di Asia Tenggara (UNCTAD, 2011)

Dari gambar tersebut di atas, terlihat bahwa perusahaan nasional memiliki


tingkat daya saing dan profitabilitas lebih rendah padahal pendapatan yang
diperoleh lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan Indonesia
belum mampu menangkap peluang pasar tersebut untuk mencapai tingkat kinerja
yang lebih tinggi baik di pasar nasional maupun internasional. Sudarto dkk.
(2008) menemukan bahwa kendala di pasar menangkap sebagai faktor paling
signifikan yang berkontribusi dalam menurunkan kinerja perusahaan konstruksi
Indonesia. Tingginya Rendahnya daya saing memang diduga sebagai salah satu
faktor utama dalam hal kekuatan pertumbuhan pasar. Selain tingginya persaingan
antar perusahaan nasional (Budiwibowo dkk., 2009), perusahaan-perusahaan
besar termasuk perusahaan asing atau internasional memainkan peran yang
dominan dalam pasar konstruksi di Indonesia. Pasar konstruksi Indonesia
didominasi 60% oleh perusahaan internasional, sisanya diperebutkan oleh
perusahaan-perusahaan nasional. Perusahaan perusahaan internasional tersebut
beroperasi melalui kebijakan perjanjian pinjaman atau hibah dan penawaran
kompetitif internasional terutama di sektor minyak dan gas, pertambangan,
pembangkit listrik dan proyek infrastruktur fisik besar lainnya. Sementara

8
perusahaan perusahaan nasional masih berkutat dan terjebak dalam sektor
tradisional yaitu pengadaan jasa dan barang umum yang ditandai oleh inefisiensi
dan biaya transaksi yang tinggi, kolusi, profitabilitas dan pertumbuhan yang
rendah, dan sumber daya manusia yang kurang kompeten (Suraji, 2007).
Singkatnya, ada dua masalah utama yang mendera pelaku usaha nasional
yaitu: lingkungan lokal yang dihadapi tidak menguntungkan, dan kurangnya arah
strategis untuk meningkatkan daya saing di pasar Internasional. Masalah-masalah
ini perlu mendapat prioritas perhatian berbagai pemangku kepentingan dalam
industri jasa konstruksi di Indonesia terutama lembaja pengembangan jasa
konstruksi nasional (LPJKN) dan pemerintah sehingga perusahaan-perusahaan
dapat unggul bersaing sehingga dapat memperbesar dan memperluas akses ke
sektor pasar non-tradisional dan pasar internasional baik di dalam maupun di luar
negeri.

Gambar 3.4. Faktor Daya Saing Indonesia

UNCTAD (2006) mencatat bahwa salah satu kelemahan BUJK nasional


dalah akses terhadap modal dan teknologi. Masalah akses terhadap permodalan
merupakan masalah yang menghambat BUJK nasional untuk mengembangkan
usahnya ke luar negeri atau pasar internacional. Referensi bank-bank Indonesia
untuk penjaminan penawaran dan kinerja juga menjadi masalah yang menghadang
karena bank-bank Indonesia tidak begitu dikenal di luar negeri. Tingginya suku
bunga bank di dalam negeri juga menyebabkan tingginya biaya modal bagi BJUK

9
nasional. Hal ini sekaligus menegaskan ulang factor-faktor penting yang telah
diindentifikasi pada bagian sebelumnya bahwa pembiayaan proyek-proyek
merupakan issu strategis bagi BUJK nasional dalam merambah pasar
internacional.

Gambar 3.5. Ekspor dan Impor Jasa Konstruksi Indonesia (UNCTAD, 2011)

Khusus untuk pasar ekspor jasa konstruksi, terdapat beberapa masalah


yang menghambat (Anggraini, 2010) seperti daya saing nasional yang rendah
terutama akses terhadap permodalan dan penjaminan, pajak berganda untuk
ekspor jasa konstruksi, kepastian pembayaran bagi perusahaan asing yng penetrasi
ke Indonesia, distorsi pasar domestik, kalusul dalam perjanjian pinjaman
internasional yang mensyaratkan keterlibatan perusahaan lokal, dan kesulitan
dalam implementasi transfer pengetahuan dan keterampilan dari perusahaan asing
ke perusahaan lokal. Suraji dkk. (2011) mengidentifikasi berbagai masalah lokal
dalam pasar konstruksi global dengan menggunakan analisis SWOT (Tabel 3) dan
Evaluasi SWOT (Tabel 4)

10
Tabel 3.1. Analisis SWOT Konstruksi Global di ndonesia
Strengths Weaknesses
Banyak pekerja, insinyur, desainer, Kesenjangan modal
PM
Daya saing harga Kesenjangan insinyur berkualitas
tertentu
Loyalitas dan workmanship tinggi Kesenjangan inovasi teknologi
Adanya BUMN KesenjanganIndonesia incorporation
Produktivitas yang tinggi Kesenjangan kebijakan yang afirmatif
Mutu yang teruji Kesenjangan keahlian akan kontrak
Daya penyesuaian teknologi Kesenjangan promosi strategis negara
Kekayaan budaya, nilai sosial Kesenjangan jaringan bisnis
Keuntungan nilai tukar Kesenjangan manajemen SDM
Negara yang ramah Kesenjangan dukungan kebijakan
pemerintah
Opportunities Threats
Liberalisasi perdagangan Banyaknya pesaing
Pangsa pasar lokal dan global yang Kesenjangan budaya dan iklim
besar
Permintaan peran-serta dari negara Stigma kehilangan
tertentu
Potensi counter trade Dominasi perusahaan asing
Reputasi yang dikenal baik Perbedaan standar, tradisi dan regulasi
Banyak investor dalam pasar domestik Turnover pekerja profesional

Sebagai perbandingan, Perusahaan-perusahaan Cina mengalami


pertumbuhan yang pesat dalam pasar konstruksi global, sehingga menjadi rujukan
oleh perusahaan-perusahaan global baik di negara maju maupun negara
berkembang dalam memasuki atau mengembangkan pangsa pasar di bisnis
konstruksi global. Weisheng Lu dkk. (2009) menelaah faktor-faktor internal
strategis dari perusahaan-perusahaan internasional Cina di sektor usaha konstruksi
global dengan menggunakan Analisis SWOT sebagai berikut:

Tabel 3.2. Analisis SWOT Perusahaan-perusahaan Konstruksi Global Cina


Strengths Weaknesses

11
Biaya rendah (ekonomis) Apasitas manajemen yang relatif
rendah
Banyak tenaga kerja murah Kesenjangan pengalaman dalam
pengadaan proyek yang
canggih/kompleks
Pekerja keras Kemampuan yang rendah dalam
membuat solusi keuangan bagi klien
Tersedia banyak material konstruksi Kemampuan yang relatif rendah
yang murah dalam mengelola proyek yang
canggih/kompleks
Hubungan yang baik dengan negara- Keterbatasan penggunaan lanjut dari
negara di Timur Tengah dan Afrika ICT
Pasar dalam negri yang pesat Lemah dalam layanan profesional
Dukungan yang kuat dari pemerintah
Opportunities Threats
Pasar konstruksi internasional tumbuh Kompetensi yang tinggi dalam pasar
pesat konstruksi global
Lebih terbuka pasar konstruksi Tingginya kendala non-tarif
Meningkatnya ODI oleh perusahaan Kecanggihan manajemen dan
Cina teknologi
Reformasi industri konstruksi Cina ke Menigkatnya kecendrungan untuk
praktek internasional penyediaan layanan terpadu
Meningkatnya kerjasama dan kemitraan Kompetisi yang tinggi untuk
atar pesaing internasional orangoran berbakat

Dari analisis SWOT antara Indonesia dan Cina tampak bahwa terdapat
perbedaan yang mencolok dalam faktor SO yaitu dukungan pemerintah, dan
reformasi industri menuju praktek/standar internasional serta peningkatan
investasi keluar negeri oleh perusahaanperusahaan Cina.
Selain itu, memahami sumber-sumber keunggulan bersaing, akan sangat
bermanfaat untuk memahami bagaimana potensi dari sumber-sumber kekuatan
dan peluang tersebut dapat dikonversi menjadi keberhasilan internasional.
Sumber-sumber keunggulan bersaing bagi kontraktor internasional adalah terletak
pada kemampuan-kembapuan sebagai berikut (Langford & Male, 2001):
Kemampuan untuk menyediakan paket finasial yang menarik
Kemampuan untuk membangun jaringan dan aliansi strategis
Kemampuan untuk mengelola resiko
Kemampuan untuk berinvestasi dalam hal R&D dan pendapatan

12
Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien melalu riset pasar
Kemampuan untuk memprocure secara global basis
Keahlian teknologi dan rekayasa teknologi serta inovasi
Kemampuan untuk mengitegrasikan pengetahuan lokal dan global
Dukungan politis baik dari pemerintah negara asal maupun negara tujuan
Sumber-sumber keunggulan, kekuatan dan pelauang yang dimiliki Cina
dapat menjadi agenda untuk direspon secara strategis oleh BUJK nasional dalam
berkiprah dalam pasar konstruksi internasional.

2.4. Strategis Badan Usaha Jasa Konstruksi


Dengan berbagai faktor-faktor kendala internal dan eksternal BUJK yang
menjadi issu strategis yang penting dan berampak secara jangka panjang, maka
diperlukan juga respon strategis oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam
pembinaan dan pengembangan usaha jasa konstruksi di Indonesia.

2.4.1. Strategi korporat : Pertumbuhan dan Diversifikasi (non traditional


related sector)
Dengan mengadopsi pendekatan SWOT tersebut di atas dan kemudian
mengaitkannya dengan bauran strategi dengan parameter posisi pertumbuhan
pasar (Tabel 6) maka diperoleh alternative pilihan sebagai berikut:

Tabel 3.3. Alternatif Strategi Pertumbuhan Pasar


SWOT Strategi Pertumbuhan Pasar
S-O Market Penetration, Market
Development, Product Developmet
SWOT Strategi Pertumbuhan Pasar
T-S Diversification

Menurut Ansoff (1987), Penetrasi pasar diadopsi untuk pasar yang sudah
ada dengan produk/layanan yang sudah ada, sedangkan untuk pasar baru
digunakan strategi pengembangan pasar. Pengembangan produk/layanan dipakai
untuk produk/layanan baru untuk pangsa pasar yang sudah ada, sedangkan strategi
diversifikasi diadopsi untuk pasar baru.

13
Pangsa pasar global untuk jasa konstruksi bergeser ke negara-negara
berkembang pada tahun 2010 dan berpusat di kawasan Asia pada tahun 2020. Hal
ini dapat menjadi peluang untuk pertumbuhan pasar bagi perusahaan-perusahaan
lokal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai peluang dan
sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan lokal dalam memasuki
pasar konstruksi global, mulai ancaman resiko dan kelemahan daya saing dalam
hal keuangan, hukum, politik dan sosial buddan inovasi teknologi, terutama
perusahaan-perusahaan global dari negara-negara maju yang telah unggul
sehingga mendominasi pasar internasional.
Pada laporan The Top 225 International Contractor Firms (ENR, 2010),
perusahaan perusahaan global pada umumnya unggul pada segmen pasar non-
tradisional dengan perolehan pendapatan lebih 40% dari segmen perminyakan,
ketenagaan, industri, dan lain-lain. ENR (2010 membagi pasar konstruksi
internasionalatas delapan segmen yaitu (1) bangunan, (2) manufaktur, (3)
industrial, (4) perminyakan, (5) keairan, (6) limbah cair, (7) transportasi, (8)
limbah padat, (9) ketenagaan, dan (10) segmen lainnya. Oleh karena itu strategi
diversifikasi juga perlu diadopsi oleh BJUK Nasional untuk menggenjot
pertumbuhan.
Pasar baru dapat dikaitkan dengan kebutuhan analisis kluster (Porter,
2009) untuk menambah daya saing nasional dengan memnacu integrasi ekonomi
melalui strategi pasar regional antar negara bertetangga misalnya ASEAN dan
Timor Leste serta Papua New Guinea (PNG). Startegi ini dapat merupakan
transformasi dari pendekatan lama yang bertumpu pada region dianggap sebagai
zona perdagangan bebas, tetapi juga pendekatan baru dengan memanfaatkan
strategi regional sebagai wahana yang kuat dan strategis untuk memnacu daya
saing antar negara. Strategi ini di lakukan dengan cara sebagai berikut:
Mengembangkan perdagangan dan investasi dalam region/kawasan
Menarik lebih banyak investasi asing dalam kawasan
Sinergi bersama dalam memperbaiki iklim usaha
Memacu tingkat penyempurnaan kebijakan domestik
Memacu minatdan investasi dalam kawasan oleh kumnitas internasional

14
Berbagai kendala dan masalah teknis dan institusional tersebut di atas
hanya dapat diatasi melalui dukungan kebijakan pemerintah, sebagaimana juga
diidentifikasi donalalam analisis SWOT diatas bahwa lemahnya dukungan
pemerintah merupakan salah satu kelemahan bagi badan usaha jasa konstruksi
nasional untuk melakukan pengembangan dan penetrasi pasar global, terutama
perusahaan-perusahaan Indonesia dapat memeiliki daya penetrasi dan
pengembangan yang tinggi dalam pasar regional ASEAN.
2.4.2. Strategi Bisnis : Biaya Rendah atau Differensiasi
Untuk dapat bersaing secara internasional, BUJK nasional harus dapat
memilih strategi persaingan baik untuk strategi biaya rendah atau premium
dengan strategi differensiasi untuk masing-masing pasar sasaran atau segmen
pasar.
2.4.3. Strategi Fungsional
BUJK perlu mengkalibrasi ulang sumber daya yang dimiliki baik yang
tangible atau intangible untuk dapat menciptakan keunggulan bersaing dan
mencapai kinerja yang Lestari dalam pasar konstruksi internasional.
2.4.4. Stretegi Industri
Dari analisis SWO (Suraji dkk, 2010) terdapat beberapa pilhan strategi
industri yang dapatdilakukan sebagai respon strategis sebagaiamna disebut dalam
tabel berikut:
Tabel 3.4. Evaluasi SWOT Konstruksi Global di Indonesia
S-O W-O
Establishment of government led Financial back up
Indonesia Incorporate
Construction diplomacy Banking supports
Subcontracting deal International supply chain
integration
Manpower supply Establishment of leading companies
for certain market
Affirmative policy on tax and Market database systems
immigration
Take and give strategy Business systems and culture
information
Counter trade policy Improving manpower

15
communication
Professional remuneration systems
T-S T-W
Promoting global partnership International internship for
specialized engineers and
professionals
Country risk assessment Reviving professional engineers
Qualification
Foreign culture studies Development of business links
Price preferences Indonesian native communication
strategy
Increasing opportunity for Indonesian
company to enter
G to G supports

BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Pemberlakuan MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean ) memaksa kita harus
berfikir dan bertindak secara global. Semua itu menjadi satu keharusan mana kala
kita berharap pemberlakuan MEA menjadi satu langkah awal bagi perkembangan
dan pengembangan bisnis jasa konstruksi yang ada di Indonesia.
Sektor jasa konstruksi merupakan sektor jasa yang vital bagi pertumbuhan
eknomi suatu negara. Sektor jasa konstruksi menjadi tulang punggung bagi jasa
transportasi, distribusi, pariwisata, dan bahkan merupakan tulang punggung bagi
bidang lain seperti pertanian dan manufaktur. Secara umum perusahaan konstruksi

16
nasional telah berperan penting dan melakukan ekspor jasa konstruksi ke negara-
negara ASEAN dan non ASEAN. Hal ini tentunya tidak dengan mudah diperoleh.
Kualitas dan kepercayaan terhadap perusahaan konstruksi nasional merupakan
bukti pembinaan terhadap potensi sumber daya konstruksi nasional telah
dilakukan dengan baik dan berkelanjutan.
Tantangan peningkatan daya saing sebenarnya bersifat universal. Tanpa
atau dengan MEA Pasca 2015, industri konstruksi nasional harus mampu
meningkatkan daya saingnya secara berkesinambungan.

3.2. Rekomendasi
3.2.1. Badan Usaha Jasa Konstruksi
Melakukan perencanaan usaha jangka panjang sesuai dengan respon
strategis yang telah diidentifikasikan diatas dengan beradaptasi pada perubahan
lingkungan pasar dan teknologi yang kian dinamis dengan mengkonfigurasikan
asset atau sumber daya BUJK baik yang tangible maupun intangible.
Meningkatkan kinerja manajemen proyek yang terkait dengan kelemahan dan
ancaman dalam analisis SWOT

3.2.2. Pemerintah
Dalam rangka mendukung penterasi dan pengembangan pasar konstruksi
internasional baik di dalam maupun di luar negeri maka diperlukan kebijakan
pemerintah dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan Promosi
a. Kebijakan Finansial dan Perpajakan: keringanan pajak, dukungan
pinjaman/kredit kebijakan nilai tukar: Memberikan dukungan finansial
(fiskal/moneter) dan perbankan termasuk prosedur ekspor/impor, sistem
perpajakan, regulasi sistem nilai tukar. Jika diperlukan membentuk bank
ekspor/impor (EXIM) konstruksi.
Pemerintah memberika dukungan finansial untuk badan usaha yang
ke luar negeri. Selain itu, perusahaan yang beroperasi di luar,

17
memperoleh diskon suku bunga pinjaman sehingga lebih rendah dari
suku bunga efektif
Prinsip pajak penghasilan tunggal diberlakukan untuk mencegah
pajak berganda pada saaat perusahaan beroperasi di luar negeri
(penandatangan perjanjian penghindaharan pajak berganda dengan
Negara lain)
Untuk dukungan kredit pembiayaan, BANK EXIM menyediakan
dana setiap tahun untuk mendukung proyek-proyek OFDI utama.
Suku bunga kredit ini cukup rendah, proses persetujuannya cepat,
dan syarat-syaratnya diperingan.
Bank EXIM juga menawarkan asuransi kredit ekspor jangka pendek
(seperti letter of credit), juga asuransi jangka mengengah dan
panjang, program pemjaminan kredit yang serupa dikeluarkan oleh
bank-bank swasta di Negara maju
b. Jaringan layanan informasi: laporan/panduan kendala-kendalan aturan
investasi pada berbagai negara, bank informasi untuk rencana OFDI
Panduan arah investasi OFDI: katalog/panduan investasi luar negeri
untuk bidang usaha dan negara, panduan penyelesaian
keluhan/masalah yang lebih disukai/terpilih
c. Mekanisme pengamanan resiko: subsidi asuransi untuk ekspatriat yang
bekerja di luar negeri, kebijakan perlindungan bersama (negara asal &
tujuan)
Melakukan hubungan diplomasi bilateral/multilateral yang istimewa
terutama ke negara-negara yang memiliki hubungan sejarah dan
budaya dengan Indonesia
d. Meningkatkan kapasitas riset dan pengembangan untuk industri jasa
konstruksi dan/atau memberikan insentif bagi kegiatan R&D dan/atau
dukungan inovasi teknologi yang dilakukan secara mandiri oleh
perusahaan atau konsorsium perusahaan.
Pusat penelitian untuk FDI dibentuk untuk mendukung perusahaan
yang ingin berkompetisi di luar negeri.
e. Membentuk lembaga khusus (Indonesia Incorporated?) untuk mengatasi
kemungkinan persaingan yang tinggi dan tidak sehat antar perusahaan

18
nasional pada pasar internasional dan untuk meningkatkan kerjasama dan
koordinasi antar perusahaan nasional
Selain itu pemerintah memekarkan lembaga pendukung seperti
badan promosi ekspor konstruksi dan pemerintah juga perlu
memandu arah OFDI. Mereka mengdisseminasi kalatog panduan
untuk investasi di sektor industri dan Negara tertentu yang juga
berfungsi sebagai daftar badan kerjasama ekonomi.
Memfasilitasi dukungan industri manufaktur nasional terhadap
bahan dan peralatan konstruksi terhadap BUJK yang melakukan
ekspor konstruksi.
Melakukan atau melanjutkan reformasi BUMN dengan
meningkatkan fungsi jasa terpadu untuk menjadi sumber keunggulan
bersaing di pasar internasional.
f. Memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan nasional dalam
mengadopsi danmempertahankan sistem manajemen mutu, keselamatan
dan kesehatan kerja serta lingkungan yang diperlukan dalam mencapai
kinerja proyek-proyek di pasar internasional.
Pada level makro ekonomi, pemerintah mengurangi resiko yang
terkait dengan OFDI melalui promosi dan perjanjian bersama dengan
Negara lain tentang perlindungan bersama. Pada level mikro,
pemerintah menyediakan subsidi asuransi jiwa kepada ekspatriat
yang bekerja diluar (rasio sumsidi maksimum 50%)
g. Memberikan insentif kepada tenaga-tenaga professional untuk
memperoleh sertifikasi kualifikasi pada tingkat regional ASEAN dan
kawasan pakta ekonomi lainnya.
Meningkatkan kerjasama antar negara untuk meningkatkan
pengakuan bersama untuk kualifikasi professional di sektor
konstruksi
h. Memacu pengadopsian pengembangan kluster sebagai pendekatan sentral
dan menggunakan kluster untuk memacu promosi ekspor dan menarik
FDI di sektor jasa konstruksi serta sebagai alat untuk merangkul sektor
swasta dalam kerjasama yang lebih efektif dengan pemerintah baik pada
tingkat nasional maupun regional ASEANdan pakta internasional lainnya

19
2. Kebijakan Supervisi
a. Penyederhanaan proses approval: Untuk memfaslitasi investasi di luar,
pemerintah menyederhanakan proses persetujuan, waktu proses yang
lebih singkat dan pendelegasian kewenangan untuk sektor dan nilai
ekspor tertentu.
b. Studi kelayakan tidak harus oleh perusahaan tapi dipandu pemerintah
yang lebih terfokus kepada aspek kelayakan ekonomis dan teknologi.
c. Sarana Interim untuk inspeksi bersama berkala/tahunan pada investasi
OFDI

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa, Kesiapan Sektor Jasa Konstruks


Nasional Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, 2015

LPJK, Buletin LPJK, Edisi kedua, 2014

Pamulu Sapri, Strategi Penetrasi Pasar Internasional untuk Badan Usaha Jasa
Konstruksi Nasional, 2015

Suanda Budi, Potensi Implikasi MEA dan Rekomendasinya, 2016

Utomo pudjo, Kesiapan Sumber Daya Manusia (Tenaga Kerja) Bidang


Konstruksi di Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean,
Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2014

20

Anda mungkin juga menyukai