Yoghurt dapat didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah
dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri hingga diperoleh keasaman bau dan
rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Yoghurt yang baik
memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten dan tidak ada sineresis. Fermentasi susu meru
salah merupakan salah satu bentuk pengolahan susu dengan melibatkan aktivitas satu atau
beberapa spesies mikroorganisme yang dikehendaki. Proses fermentasi tersebut dapat
mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa sehingga lebih mudah dicerna (Gianti dan
Herly, 2011).
Dalam pengamatan uji organoleptik didapatkan hasil bahwa tekstur yoghurt yang
dibuat dengan starter yakult diperoleh nilai rerata sebesar 3 dengan keterangan terbentuk
lapisan kental yang tebal dan merata pada permukaan. Menurut Ginting dan Pasaribu (2005)
tekstur dari yoghurt yang dihasilkan menentukan apakah yoghurt tersebut berkualitas baik.
Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak
pula terlalu padat, dengan kata lain yaitu terbentuk lapisan yang lebih kental dari susu biasa.
Jadi, menurut penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yoghurt yang dihasilkan sudah
memiliki tekstur dengan kualitas yang cukup baik. Tekstur yoghurt ini juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu perlakuan pada susu sebelum diinokulasikan, ketersediaan nutrisi,
bahan bahan pendorong, produksi metabolis oleh lactobacilli, interaksi dengan bakteri
biakan lainnya, penanganan bakteri sebelum digunakan dan juga ada atau tidaknya antibiotika
dalam susu (Gilliland, 1986). Selain itu keberhasilan pembentukan yoghurt juga ditentukan
oleh suhu, pH, sumber nutrisi, kondisi aerob serta kehadiran kontaminan (Chandan dan
Shahani, 1993). Keasaman yang meningkat akibat dari rombakan laktosa menjadi asam
laktat menyebabkan protein susu (kasein) yang peka akan pH asam menjadi menggumpal dan
gumpalan ini dikenal dengan yoghurt. Jenis dan jumlah mikroorganisme dalam starter yang
digunakan sangat berperan dalam pembentukan dan formasi rasa serta tekstur yoghurt. Selain
itu tentunya lama fermentasi dan suhu lingkungan juga berpengaruh pada tekstur dan rasa
yoghurt (Hidayat, 2013).
Aroma yoghurt yang diperoleh dari uji organoleptik memiliki nilai rerata sebesar 2,2
dengan pembulatan angka menjadi 2 dengan keterangan agak masam. Dalam pembuatan
yoghurt terdapat bakteri yang membantu fermentasi susu. Fermentasi ini sendiri akan
mengubah laktosa menjadi asam laktat (Lihat Bagan 1). Asam ini sekaligus dapat
mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (Ginting dan Pasaribu, 2005). Dari penjelasan
diatas dapat diketahui bahwa aroma asam didapat dari aktivitas bakteri yang merombak
laktosa menjadi asam laktat. Disini bakteri yang digunakan merupakan bakteri dari produk
yakult yaitu Lactobacillus casei strain Shirota yang merupakan salah satu bakteri asam
laktat. Aroma asam yang lemah ini dipenagaruhi oleh lama fermentasi susu serta penggunaan
suhu, sebab bakteri belum sepenuhnya tumbuh dalam susu dan cenderung belum optimal
dalam mendegradasi laktosa menjadi asam laktat (Hidayat, 2013).
Rasa yoghurt yang diperoleh dari uji organoleptik memiliki nilai rerata sebesar 1
dengan keterangan tidak ada rasa masam. Rasa asam tidak dapat diamati karena dalam
pembuatan yoghurt ini hanya menggunakan satu spesies bakteri asam laktat yaitu L. casei
Shirota strain, sehingga potensi atau kemampuan fermentasinya lebih kecil jika dibandingkan
dengan hasil fermentasi yang menngunakan variasi campuran beberapa spesies bakteri asam
laktat. Hal ini dapat dijelaskan dari pernyataan Sirait (1984) yaitu penggunaan variasi bakteri
dapat menstimulir bentuk dan sifat "flavor" yoghurt yang baik. Seperti penggunaan dua
macam bakteri asam laktat yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Interaksi antara kedua
bakteri dalam biakan yoghurt bersifat saling menguntungkan (mutualisme). Kedua bakteri
tersebut akan saling menstimulir sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan jika
masing masing bakteri hidup sendiri sendiri dalam susu, oleh sebab itu proses fermentasi
susu menjadi yoghurt akan lebih efisien. Streptococcus thermophilus berkembang biak lebih
cepat dan menghasilkan baik asam laktat maupun CO2. Asam dan CO2 yang dihasilkan
tersebut kemudian akan merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain,
aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan
asam amino untuk dapat dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisma ini
sepenuhnya bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).
Lama fermentasi susu serta suhu inkubasi, juga dapat menyebabkan bakteri belum
sepenuhnya tumbuh dalam susu dan cenderung belum optimal dalam mendegradasi laktosa
menjadi asam laktat, sehingga rasa asam belum nampak (Hidayat, 2013).
.
J. Kesimpulan
Oleh:
Kelompok 1/Offering H/2015
Achmad Makin Amin 150342604504
Chomisatut Thoyibah 150342604725
Ida Nurpitasari 150342604029
Madaniyatus Saidah 150342608308
Rina Fiji Lestari 150342602674