Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN DEPAN .................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii........
DAFTAR ISI............................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang.......................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah...................................................................................... 1
1.2 TujuanPenulisan........................................................................................ 2
1.3 Manfaat.................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kasus (Masalah Utama)............................................................................ 3........
2.2 Pengertian................................................................................................. 3
2.3 Proses TerjadinyaMasalah........................................................................ 3
2.4 Pohon Masalah......................................................................................... 5
2.5MasalahKeperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji................................... 5
2.6 Diagnosa Keperawatan............................................................................. 6
2.7Rencana TindakanKeperawatanUntukSemuaMasalahPadaKlien............. 6

BAB 3 GAMBARAN KASUS


3.1 Pengkajian.............................................................................................. 10
3.2 Analisa Data........................................................................................... 19
3.3Daftar MasalahKeperawatan................................................................... 21
3.4PohonMasalah (Problem Tree)................................................................. 21
3.5 Prioritas Diagnosa Keperawatan............................................................ 21
3.6 Rencana Tindakan Keperawatan............................................................ 22

BAB 4 IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn H 31

BAB 5 PEMBAHASAN............................................................................ 50

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN....................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 53

LAMPIRAN............................................................................................... 55
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). Pada mulanya klien
merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan
orang lain.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/stimulus yang adekuat untuk
memulihkan keadaan yang stabil.Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan
oleh perawat.Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri
yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup sehari-
hari kurang adekuat.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien Tn H dengan masalah utama isolasi sosial;
menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada klien Tn H
b. Analisa Data keperawatan pada klien Tn H
c. Daftar Masalah Keperawatankeperawatan pada klien Tn H
d. Pohon Masalah (Problem Tree)
e. Prioritas Diagnosa Keperawatan pada klien Tn H
f. Rencana Tindakan Keperawatan pada klien Tn H

A. DEFINISI

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang
lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat, 2006).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

a. Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri
dari:

1) Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan
rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya
dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain pada masa berikutnya.

2) Masa Kanak-kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka
dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan
orang lain.

3) Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua.
Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

4) Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen


antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

5) Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya


menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.

6) Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih
dimiliki harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan


gangguan tingkah laku.

1) Sikap bermusuhan/hostilitas

2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak


3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.

4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan


yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama
dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

5) Ekspresi emosi yang tinggi

6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Factor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan
hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:

a. Stressor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

b. Stressor Biokimia

1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin
dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik


diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan maupun biologis.

d. Stressor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk


berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:

a) Tingkah laku curiga: proyeksi

b) Dependency: reaksi formasi

c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.

C. POHON MASALAH
Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2006)

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:

1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

6. Pasien merasa tidak berguna

7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup


Isolasi Sosial

E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori
halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang
paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. PETALAKSANAAN

1. Terapi Psikofarmaka

a. Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran
diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin
(amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).

b. Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik,
defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey,
2010).

c. Trihexyphenidil (THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson
akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut
kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia,
dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

2. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan
(SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda.
Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang
lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang
dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih
dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)

3. Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi


secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang
meliputi:

1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan
sesudah mandi.

4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.

5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah
makan dan minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan


kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan
lain-lain.

7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan,
tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada
pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:

1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.

2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika
ada kesulitan dan sebagainya.

3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain
seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.

4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan
orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).

5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus
dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan
santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan
diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :

1. Identitas klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan
kegiatan sehari hari , dependen.

3. Factor predisposisi

kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus
sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn,
dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang
5. Aspek Psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b. Konsep diri

1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh ,
persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .

3) Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah,
PHK.

4) Ideal diri

Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu


tinggi

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan
sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.

a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang
lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

6) Status mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

7) Kebutuhan persiapan pulang

a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan
dan merapikan pakaian.

c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah

e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

8) Mekanisme koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang
lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai