Anda di halaman 1dari 36

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia
(archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia
atau sekitar 5.8 juta km berupa laut. Garis pantai Indonesia
81.000 km atau terbesar kedua di dunia. Potensi lestari atau
maximum sustainable yield ikan laut seluruhnya 6.4 juta ton
pertahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut di
dunia, namun baru sekitar 58.5% yang dimanfaatkan, hasil
perikanan laut Indonesia pada tahun 2003 mencapai 4.1 juta ton
(63% dari potensi lestari), sedangkan pada tahun 2005, produksi
ikan secara nasional mencapai 4.970.010 ton. Bidang kelautan
dan perikanan menyumbang 65% dari kebutuhan protein
masyarakat, 60% diantaranya adalah hewan tangkapan
(Numberi, 2008).
Ikan sebagai komoditi utama disubsektor perikanan
merupakan salah satu bahan pangan yang kaya protein serta
lemak. Salah satunya Ikan tenggiri memiliki kandungan lemak
yang tinggi yaitu 0,2-5% dan protein sekitar 18-22% yang sangat
baik untuk pertumbuhan. Selain itu, ikan tenggiri secara fisik
memiliki daging yang tebal sehingga masyarakat
memanfaatkannya menjadi beberapa produk olahan laut salah
satunya adalah otak-otak. Otak-otak merupakan salah satu
produk olahan dari ikan tenggiri dengan campuran santan, sagu,
gula dan bahan tambahan lainnya yang dibungkus dengan daun
pisang dan dipanggang. Tekstur yang kenyal tetapi lembut pada
daging ikan tenggiri , juga rasanya yang gurih menjadi nilai
tambah dalam pemanfaatannya menjadi bahan baku produk
otak-otak. Bahan baku yang digunakan untuk membuat produk
otak-otak ikan tenggiri sangat menetukan kualitas mutu produk
yang dihasilkan (Karim et.al., 2013).
Dalam pembuatan otak-otak perlu mengetahui teknologi
pengolahannya untuk mejadikan produk yang berkualitas dan
bermanfaat bagi tubuh manusia. Pengolahan otak-otak sering
disalahgunakan oleh oknum yang tak bertanggung jawab demi
mendapatkan keuntungan yang lebih. Oleh karena itu, pada
praktikum ini dilakukan pengolahan otak-otak yang baik serta
dapat memahami apa saja perubahan yang terjadi setiap
tahapan pengolahannya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini dalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara pembuatan otak-otak.
2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen pada otak-
otak dengan perbedaan formulasi dan jenis tepung.
3. Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik terhadap otak-otak
dengan perbedaan formulasi dan jenis tepung.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Otak-otak dan Kandungan Gizi Otak-otak


Otak-otak merupakan salah satu produk hasil olahan
daging ikan yang dibuat dari campuran daging lumat, tepung
tapioka, santan dan bumbu-bumbu lainnya yang kemudian
dibungkus dengan daun pisang dan selanjutnya dilakukan proses
pemasakan. Berdasarkan hasil observasi, produk otak-otak ikan
tenggiri yang produksi di Laboratorium Pengembangan Produk
melalui beberapa tahapan pengolahan yaitu pencucian,
pemfiletan, penggilingan, pembuatan adonan dengan
penambahan bumbu, pencetakan dan pengemasan dengan daun
pisang dan selanjutnya pengukusan. Ikan tenggiri yang
digunakan merupakan ikan yang kaya akan omega 3 yang
sangat baik untuk perkembangan otak.
Otak-otak ikan adalah sejenis makanan yang dibuat dari
ikan yang dibungkus dengan daun pisang dan dibakar
menggunakan api arang kayu. Otak-otak pada umumnya terbuat
dari ikan tenggiri, santan, sagu, bumbu, dan gula. Otak-otak ini
merupakan makanan khas daerah Sumatera Selatan. Namun
penyebarannya hampir di seluruh Indonesia termasuk Sulawesi
Selatan . Otak-otak digunakan sebagai hidangan dan sajian
pembuka. Otak-otak ini dapat tahan lebih dari satu hari jika
disimpan dalam lemari pendingin (Hendrik, 2008).
Otak-otak dibuat dari ikan yang diambil dagingnya,
dihaluskan dan dibumbui. Selanjutnya daging ikan tersebut
dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya seperti santan, sagu
dan daun bawang yang kemudian dikukus, digoreng atau
dipanggang dalam balutan daun pisang. Otak-otak biasanya
identik dengan menggunakan daun pisang, yang menjadi kunci
kelezatannya karena bau khasnya yang menyatu dengan bahan-
bahan yang lain saat dipanggang (Hartanto, 2009).

Berikut ini pada Tabel persyaratan mutu dan keamanan otak-otak


ikan :
Tabel 1. Syarat Mutu Dan Keamanan Otak-Otak
Parameter Uji Satuan Persyaratan
Sensori - Min 7 (skor 3-9)
kimia -
Kadar air % Maks 60,0
Kadar abu % Maks 2,0
Kadar Protein % Maks 5,0
Kadar Lemak % Maks 16,0
Cemaran - -
Mikroba
ALT koloni/g Maks 5 x 104
Escherichia coli APM/g <3
Salmonella - Negatif/25 g
Vibrio cholerae - Negatif/25 g
Staphylococcus koloni/g Maks 1,0 x 102
aureus
Cemaran - -
Logam
Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,5
Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,3
Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0
Cemaran Fisik - -

Otak-otak merupakan produk makanan yang menggunakan


bahan baku utama daging atau filet ikan yang diolah menjadi
pasta atau gel protein yang disebut kamaboko. Selanjutnya
kamaboko diolah menjadi otak-otak. Bahan baku yang digunakan
adalah fillet ikan segar seperti yang memilki daging berwarna
putih dan tidak memiliki banyak duri serta daging yang kenyal.
Daging ikan yang berwarna putih memiliki kandungan protein
yang lebih baik. Kualitas dan kandungan protein ikan dapat
berpengaruh terhadap tingkat kekenyalan otak-otak (Suzuki,
1981). Kandungan gizi ikan tenggiri dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2. Kandungan kimia ikan tenggiri
Kandungan Ikan Utuh
Protein(%) 18-22
Lemak (%) 0,2-5
Karbohidrat (%) <5
Abu (%) 1-3
Air (%) 60-80
Sumber: Stansby, 1962
Komposisi asam amino pada ikan tenggiri dapat dilihat pada
Tabel 02 di bawah ini :
Tabel 3. Kandungan Asam Amino pada Ikan Tenggiri
Asam Amino Komposisi
Fenil alanin (%) 23,0
Histidin (%) 2,0
Phenylalanine (%) 3,9
Leucine (%) 6,4
Isoleucine (%) 6,0
Threonine (%) 4,6
Valine (%) 6,0
Triptophan (%) 1,0
Metthionine cystein (%) 4,0
Sumber: Stansby, 1962
Ikan tenggiri mengandung asam lemak tak jenuh yaitu
omega 3 sebanyak 16,1 %. Asam lemak tak jenuh sangat penting
bagi pertumbuhan tubuh karena asam lemak esensial tidak
dapat dibentuk didalam tubuh. Sebanyak 18 spesies ikan pelagis
diketahui mengandung omega 3 diantaranya adalah ikan
tenggiri. Ikan ini juga memiliki tekstur yang lembut, rasa yang
gurih sehingga masyarakat memanfaatkannya sebagai bahan
baku dalam pembuatan otak-otak (Kolodziejski et al., 2008).

2.2 Fungsi Penambahan Bahan


2.2.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi.
Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur
makanan, dimana campuran ganula pati dan air bila dipanaskan
akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel
bersifat irreversible dimana molekul-molekul pati saling melekat
dan membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya akan
semakin meningkat (Anderson, 1997).
2.2.2. Tepung terigu
Menurut Astawan (1999), keistimewaan tepung terigu
adalah kemampuannya dalam membentuk gluten pada saat
terigu dibasahi denganair. Sifat elastis gluten menyebabkan mie
yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
pemasakan Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan
yang saling berikatan pada adonan dan bertanggung jawab
sebagai komponen yang membentuk karakteristik kental dan
elastis. (Damodaran dan Paraf, 1997)
2.2.3 Telur
Telur merupakan bahan makanan yang mempunyai sumber
protein antara lain, kandungan asam amino paling lengkap. Telur
berfungsi sebagai emulsifier karena kandungan lesitin yanga da
didalam telur. Menurut Muctadi (1992), kandungan gizi telur
ayam adalah air 37%, protein 12,9%, lemak 11,5%, karbohidrat
1,1%, abu 1%.
2.2.4 Santan
Santan atau santen adalah cairan berwarna putih susu
yang diperoleh dengan cara pengepresan hasil parutan daging
kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Santan berfungsi
sebagai emulsifier yang memiliki emulsi yang lebih stabil selain
itu santan juga berfungsi memberi aroma atau rasa yang gurih
pada makanan.
2.2.5 Bawang Merah
Bawang merah adalah tanaman semusim dan memiliki
umbi yang berlapis. Tanaman mempunyai akar serabut, dengan
daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal
daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk
dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi
bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang
membesar dan bersatu. Tujuan dari penambahan bawang merah
dalam proses pembuatan otak-otak ini adalah sebagai penambah
cita rasa serta memberikan rasa harum yang khas pada
masakan.
2.2.6 Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang Putih (Allium sativum) adalah tanaman yang
mengandung antioksidan dan dapat menghambat pertumbuhan
bakteri khamir karena adanya zat allicin yang sangat efektif.
Bahan ini juga memiliki sifat antimikrobia terhadap E. Coli,
Aerobacter aeromonas dan Staphylococcus aureus. Menurut
Saparinto dan Hidayati (2004) Kandungan gizi bawang putih
adalah air 60.9 - 67.8 % air, protein 3.5 7 %, lemak 0.3 % dan
karbohidrat 0.7%. Tujuan dari penambahan bawang putih dalam
proses pembuatan otak-otak ini adalah sebagai penambah cita
rasa serta memberikan rasa harum yang khas pada masakan.
2.2.7 Garam
Garam adalah bahan yang sangat penting dalam
pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam juga
dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan
suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, et.
al., 1987). Garam berfungsi untuk meningkatkan cita rasa,
berperan sebagai pembentuk tekstur, pengontrol pertumbuhan
mikroorganisme dan menghambat pertumbuhan pembusuk dan
patogen, karena mempunyai sifat tekanan osmotik yang tinggi
sehingga kadar air sel-sel bakteri berkurang.
2.2.8 Gula
Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling
sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan
untuk merubah rasa manis dan keadaan makanan atau
minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel. Dalam istilah kuliner, gula adalah
tipe makanan yang diasosiasikan dengan rasa manis
2.2.9 Lada
Lada atau mrica (Piper ningrum L) adalah tumbuhan
penghasil rempah-rempah yang berasal dari bijinya. Biji lada
yang telah dikerigkan biasa digunakan sebagai penambah rasa
lezat pada makanan dan sebagai pengawet daging (Aryanto,
1997). Komposisi kimia lada adalah energi 13 kal, protein 359 g,
lemak 11,5 g, karbon 6,8 g, Ca 54,4 mg, P 480 mg (Soediatama,
2000). Lada berfungsi untuk menambah cita rasa pada otak-otak.

2.3 Teknologi Pengolahan


Proses pengolahan dari pembuatan produk otak-otak ikan
adalah sebagai berikut :
a. Pencucian
Tujuan utama dari pencucian daging ikan adalah untuk
menghilangkan garam-garam organik, protein yang larut dalam
air, pigmen-pigmen dan kontaminan yang berasal dari isi perut.
Selain itu, pencucian juga dilakukan untuk meningkatkan
konsentrasi protein miofibril atau aktomiosin (Suzuki, 1981).
Pencucian menggunakan air es pada suhu di bawah suhu 5 0C,
karena apabila menggunakan air kran dapat merusak tekstur
(akibat denaturasi/kerusakan protein) dan mempercepat
degradasi lemak. Pencucian yang berulang-ulang dilakukan akan
meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan. Dengan cara ini, warna
dan bau daging menjadi lebih baik, di samping kandungan
aktomiosinnya meningkat, sehingga secara nyata dapat
memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan. Aktomiosin
adalah senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh otot ikan
selama berkontaksi. Senyawa aktomiosin berperan dalam
pembentukan kekenyalan yang redapat dalam daging ikan
(Irianto, 1990). Komponen daging ikan yang berperan dalam
pembuatan otak-otak adalah protein, khususnya protein yang
bersifat larut dalam garam, terutama aktin dan miosin yang
merupakan komponen utama dari protein ikan yang larut garam
(protein miofibrilar) dan berperan penting dalam membentuk
karakteristik utama otak-otak, yaitu kemampuan untuk
membentuk gel yang kokoh dan tetap elastis pada suhu yang
relatif rendah (sekitar 40oC). Fungsi protein yaitu sebagai bahan
pengikat hancuran daging daging sebagai emilsifier (Nurfianti,
2007).
b. Penggilingan Daging Ikan
Penggilingan daging merupakan salah satu tahapan yang
sangat penting. Tujuan dari penggilingan daging ikan yaitu untuk
menghaluskan partikelnya sehingga memudahkan protein
bereaksi dengan garam atau bahan-bahan tambahan lainnya.
Tetapi hal ini tidak dapat dilakukan terlalu lama untuk
menghindari penurunan kemampuan membentuk gelnya
(Anggawati, 2002).
c. Pencetakan/Pembungkusan
Sifat elastisitas adonan daging ikan yang didapatkan
bervariasi pada saat pencetakan. Diusahakan agar tidak terdapat
udara dalam adonan daging ikan karena akan memberikan
kenampakan yang jelek setelah proses pemanasan tersebut
berlangsung (Suzuki, 1981).
d. Pemasakan/Pengukusan
Pemasakan meliputi kegiatan seperti pembakaran,
pemanggangan, perebusan, penggorengan dan pengukusan.
Cara pengaturan suhu dalam penggunaan energi panas untuk
setiap kali kegiatan akan berbeda-beda.

2.4 Reaksi Setiap Tahapan dan Perubahan Yang Terjadi


2.4.1 Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula
pati pada waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan
tidak dapat kembali ke bentuk semula (Winarno,
2002). Gelatinisasi disebut juga sebagai peristiwa koagulasi
koloid yang mengakibatkan terperangkapnya air. Gelatinasi tidak
dapat kembali kebentuk semula karena terjadinya perubahan
struktur granula pada suhu tertentu.
Proses gelatinasi menurut (McCready, 1970) gelatinisasi
terjadi apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi
panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air
masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya
membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin.
Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat
sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut
pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan
amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati
yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah.
Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar,
maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula

2.4.2 Browning
Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai peristiwa
dimana gugus asam amino dari protein bereaksi dengan gugus
aldehida atau keton dari gula pereduksi dan menghasilkan warna
yang coklat (Winarno,1984). Menurut Deman (1997),reaksi
pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang
mulai dengan gugus amino,peptide atau protein dengan gugus
hidroksi glikosidik pada gula,urutan diakhiri dengan
pembentukan olimer nitrogen berwarna coklat atau melanadin.
2.4.3 Denaturasi Protein
Denaturasi Protein adalah proses perubahan
struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein akibat dari
gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural.
Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga dimensi
bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam
amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang
terjadi didalam senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein
juga tidak mempengaruhi kandungan struktur utama protein
yaitu C, H, O, dan N. Meskipun beberapa protein mengalami
kemungkinan untuk kehilangan kandungan senyawa mereka
karakteristik struktural saat Denaturasi. Namun, kebanyakan
protein tidak akan mengalami hal tersebut, hanya saja tidak
menutup kemungkinan juga protein akan berubah struktur kecil
didalamnya saat proses denaturasi terjadi. Bagaimanapun, untuk
perubahan denaturasi secara umum, prosesnya sama dan tidak
dapat diubah. (Winarno,1984).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Baskom
3. Talenan
4. Blender
5. Sendok
6. Panci
7. Gunting
8. Kompor
3.1.2 Bahan
1. Daging ikan
2. Tapioka
3. Telur ayam
4. Bawang daun polong
5. Santan kelapa kental
6. BawangIkan tengiri
putih (haluskan)
7. Bawang merah (haluskan)
8. Merica bubuk
Pencucian
9. Gula pasir
10. Garam halus
11. Daun pisang
12. Pemfiletan
Air untuk merebus

Daging Ikan tengiri

Pemotongan

Penggilingan dengan food processorDitambahkan bawang putih dan merah

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


Penuangan ke baskom
3.2.1 Perlakuan 1

Pengulenan
Penambahan tepung tapioka, santan, telur, gula pasir, garam

Pencetakan

Pemanggangan/pengovenan

Diuji Fisik dan Organoleptik


Otak-otak merupakan produk olahan dari ikan salah
satunya yakni ikan tengiri. Pada praktikum ini menggunakkan
ikan tengiri yang masih segar, dengan tujuan produk akhir akan
berkualitas baik. Tahap awal yaitu ikan tengiri dicuci agar bersih
dari kotoran, selanjutnya pemfiletan atau pemisahan untuk
diambil daging ikan. Pemfiletan ini harus teliti agar daging yang
diambil maksimal atau keseluruhan menggunakan pisau. Daging
ikan tenggiri kemudian dipotong dengan tujuan mempermudah
proses selanjutnya yakni penggilingan menggunakan food
processor, alat ini mampu menghancurkan dan menghaluskan
segala jenis daging. Penggilingan dilakukan sampai daging
setengah halus, kemudian tambahkan bawang putih dan bawang
merah yang sudah dihaluskan sebelumnya. Fungsi penggilingan
bersama ini agar tercampur merata antara daging dan bawang.
Setelah keduanya halus, dituang ke baskom untuk dilakukan
pengulenan. Pada saat pengulenan ditambahkan bahan
tambahan yaitu 50 gr tapioka, butir telur, 15 mL santan kelapa
kental, 2% sendok makan gula pasir, 2% sendok makan garam,
sachet merica bubuk. Tujuan ditambahkan bahan tersebut
untuk menambah cita rasa dan memperbaiki tekstur. Alangkah
baiknya pengulenan dilakukan dengan tangan agar tercampur
merata, selanjutnya adonan dicetak di daun pisang. Daun pisang
disini sebagai bungkus adonan yang mempengaruhi rasa dan
aroma dari otak-otak. Kemudian diletakkan di loyang dan di
masukkan ke dalam oven untuk pemanggangan dengan suhu
120oC selama kurang lebih 30 menit. Otak-otak yang telah
matang kemudian diuji fisik dengan parameter tekstur
menggunakan rheotex dan parameter warna menggunakan color
reader, serta diuji organoleptik oleh panelis.
3.2.2 Perlakuan 2

Ikan tengiri

Pencucian

Pemfiletan

Daging Ikan tengiri

Pemotongan

Penggilingan dengan food processorDitambahkan bawang putih dan merah

Penuangan ke baskom

Pengulenantepung tapioka, tepung terigu, santan, telur, gula pasir,


Penambahan

Pencetakan

Pemanggangan/pengovenan

Diuji Fisik dan Organoleptik

Ikan tenggiri yang kaya akan protein ini baik digunakan


untuk olahan otak otak. Perlakuan kedua pada praktikum
pengolahan otak-otak ini sama seperti pada perlakuan yang
pertama hanya yang membedakan pada bahan tambahan yaitu
perlakuan kedua ini menggunakan tepung terigu yang bertujuan
mempengaruhi kekenyalan otak-otak. Tahap awal yaitu ikan
tengiri dicuci agar bersih dari kotoran, selanjutnya pemfiletan
atau pemisahan untuk diambil daging ikan. Pemfiletan ini harus
teliti agar daging yang diambil maksimal atau keseluruhan
menggunakan pisau. Daging ikan tenggiri kemudian dipotong
dengan tujuan mempermudah proses selanjutnya yakni
penggilingan menggunakan food processor, alat ini mampu
menghancurkan dan menghaluskan segala jenis daging.
Penggilingan dilakukan sampai daging setengah halus, kemudian
tambahkan bawang putih dan bawang merah yang sudah
dihaluskan sebelumnya. Fungsi penggilingan bersama ini agar
tercampur merata antara daging dan bawang. Setelah keduanya
halus, dituang ke baskom untuk dilakukan pengulenan. Perlakuan
kedua pada saat pengulenan ditambahkan bahan tambahan
yaitu 25 gr, tapioka, 25 gr tepung terigu, butir telur, 15 mL
santan kelapa kental, 2% sendok makan gula pasir, 2% sendok
makan garam, sachet merica bubuk. Tujuan ditambahkan
bahan tersebut untuk menambah cita rasa dan memperbaiki
tekstur. Alangkah baiknya pengulenan dilakukan dengan tangan
agar tercampur merata, selanjutnya adonan dicetak di daun
pisang. Daun pisang disini sebagai bungkus adonan yang
mempengaruhi rasa dan aroma dari otak-otak. Kemudian
diletakkan di loyang dan di masukkan ke dalam oven untuk
pemanggangan dengan suhu 120oC selama kurang lebih 30
menit. Otak-otak yang telah matang kemudian diuji fisik dengan
parameter tekstur menggunakan rheotex dan parameter warna
menggunakan color reader, serta diuji organoleptik oleh panelis.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Tabel Uji Organoleptik (Warna, Kenampakan, Aroma,


Tekstur)
No Nama Panelis Warna Kenampak Aroma Tekstur
. an
978 417 978 417 978 417 978 417
1. Dwi Hidayani 3 4 3 4 4 4 4 5
2. Nofal Ilhami P. 3 4 3 4 4 3 4 3
3. Citra Wahyu 2 3 3 4 3 4 4 3
4. Sofin Murdiana 3 4 3 4 4 3 3 4
5. Lusianti 4 5 4 5 5 4 5 4
6. Nugroho Setya 4 4 4 4 4 4 4 4
7. Hasna Amalia 3 4 4 3 5 4 4 4
8. Fatmawati A. 4 3 4 3 2 4 3 2
9. Nur Yanti 3 4 3 4 4 4 3 4
10 Lailatul 3 4 3 4 3 4 4 3
. Nichmah
11 Izzatul Qoniah 4 5 4 5 3 4 3 4
.
12 Lilik Krisna 4 4 3 4 4 3 3 4
.
13 Pujiati 3 4 3 4 3 4 3 4
.
14 Awi metalisa 3 4 4 4 2 4 3 3
.
15 Qonitah 3 4 3 4 3 5 5 5
.

4.1.2 Data Pengamatan Uji Fisik Otak-Otak


a. Parameter Tekstur
Perlakuan II
Pengulan Perlakuan I
(Dengan Tepung
gan (Tanpa Tepung Terigu)
Terigu)
1 44 45
2 46 50
3 40 48

b. Parameter Warna
Pengulan Perlakuan I Perlakuan II
Ket. (Tanpa Tepung (Dengan Tepung
gan Terigu) Terigu)
L 44.3 46.7
1
b 28.0 32.0
L 42.31 49.2
2
b 23.1 31.0
L 43.7 46.7
3
b 26.3 31.9

4.2 Hasil Perhitungan

4.2.1 Tabel Hasil Uji Organoleptik (Warna, Kenampakan, Aroma,


Tekstur)
No Nama Panelis Warna Kenampak Aroma Tekstur
. an
978 417 978 417 978 417 978 417
1. Dwi Hidayani 3 4 3 4 4 4 4 5
2. Nofal Ilhami P. 3 4 3 4 4 3 4 3
3. Citra Wahyu 2 3 3 4 3 4 4 3
4. Sofin Murdiana 3 4 3 4 4 3 3 4
5. Lusianti 4 5 4 5 5 4 5 4
6. Nugroho Setya 4 4 4 4 4 4 4 4
7. Hasna Amalia 3 4 4 3 5 4 4 4
8. Fatmawati A. 4 3 4 3 2 4 3 2
9. Nur Yanti 3 4 3 4 4 4 3 4
10 Lailatul 3 4 3 4 3 4 4 3
. Nichmah
11 Izzatul Qoniah 4 5 4 5 3 4 3 4
.
12 Lilik Krisna 4 4 3 4 4 3 3 4
.
13 Pujiati 3 4 3 4 3 4 3 4
.
14 Awi metalisa 3 4 4 4 2 4 3 3
.
15 Qonitah 3 4 3 4 3 5 5 5
.
Jumlah 49 60 51 60 53 58 55 56
Rata-rata 3,3 4 3,4 4 3,5 3,9 3,6 3,7

4.2.2 Data Pengamatan Uji Fisik Otak-Otak


a. Parameter Tekstur
Pengulan Perlakuan I Perlakuan II
(Dengan Tepung
gan (Tanpa Tepung Terigu)
Terigu)
1 44 45
2 46 50
3 40 48
Rata-
43.3 47.7
Rata

a. Parameter Warna
Pengulan Perlakuan I Perlakuan II
Ket. (Tanpa Tepung (Dengan Tepung
gan Terigu) Terigu)
L 44.3 46.7
1
b 28.0 32.0
L 42.31 49.2
2
b 23.1 31.0
L 43.7 46.7
3
b 26.3 31.9
Rata- L 43.4 47.53
Rata b 25.8 31.6
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Uji Organoleptik Otak-otak Parameter Warna


Salah satu perubahan yang terjadi selama pengolahan
otak-otak adalah parameter warna yang berpengaruh pada
kualitas produk yang baik. Apriyana (2014) menyatakan bahwa
uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat
atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenangi. Namun pengujian menggunakan instrument fisik
(manusia) memiliki nilai mutu subjektif. Berikut hasil rata-rata
nilai warna otak-otak dari segi Leigthness dan b dengan
menggunakan color reader.
50 47.5
45 43.4
40
35 31.6
30 25.8
25
Rata-rata
20 L
15 b
10
5
0
978 714
Sampel

Gambar 1. Nilai Rata-Rata Uji Fisik Warna Otak-otak


Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa sampel 714
(dengan penambahan tepioka dan terigu) memiliki tingkat warna
kecerahan lebih tinggi daripada sampel 978 (dengan
penambahan tepung tapioka). Pada sampel 978 didapatkan rata-
rata nilai L=43.4 dan nilai b=25.8 sedangkan pada sampel 417
didapatkan rata-rata nilai L=47.5 dan nilai b=31.6. Pada sampel
714 memiliki kecerahan yang tinggi dikarenakan adanya
penambahan tepung terigu yang dapat mempengaruhi warna
dari otak-otak yang menjadikan warna lebih putih. Dalam system
Hunter warna dibedakan menjadi 3 dimensi warna. Simbol a
untuk dimensi kemerahan dan kehijauan. Simbol b untuk dimensi
kekuningan dan kebiruan. Dimensi warna yang ketiga adalah L
(Lightness) atau kecerahan (de man, 1999). Menurut Buckle at
al., (1997) bahwa perubahan warna bahan pangan yang
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme yang menghasilkan
koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen yang dapat
memberi warna pada bahan pangan yang tercemar.
Sedangkan pada uji organoleptik dengan parameter warna
menggunakan 15 panelis dengan uji skoring. Skala yang
digunakan yaitu 1-5, dengan skala 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak
suka), 3 (agak suka), 4 (suka), 5 (sangat suka). Hasil uji
organoleptik parameter warna didapatkan hasil sebagai berikut.

5
4.5 4
4
3.5 3.3
3
2.5
Rata-Rata
2
1.5
1
0.5
0
978 417
Sampe l

Gambar 2. Uji Organoleptik Warna Otak-otak antara Sampel 978


( penambahan 50 gr tapioka) dan Sampel 417 (penambahan 25
gr tapioka dan 25 gr terigu)

Berdasarkan gambar 2. diperoleh tingkat kesukaan panelis


pada warna otak-otak dengan penambahan tepung tapioka dan
tepung terigu lebih disukai daripada otak-otak hanya dengan
penambahan tepung tapioka saja, hal ini dikarenakan pada
sampel 417 memiliki warna yang lebih cerah sehingga disukai
oleh panelis. Jika dibandingkan dengan uji fisik cenderung sama
yakni pada sampel 714 lebih tinggi daripada sampel 978. Warna
pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber
diantaranya adalah adanya pigmen, pengaruh panas yang
menyebabkan adanya reaksi antara gula dan asam amino
(Maillard), dan adanya pencampuran bahan lain (Winarno, 1997).
Warna pada perlakuan dengan tepung tapioka saja lebih gelap
juga kemungkinan karena adanya dominasi warna dari telur yang
menyebabkan warna otak-otak tersebut berwarna kekuningan.

5.2 Uji Organoleptik Otak-otak Parameter Kenampakan


Kenampakan merupakan bentuk fisik dari pengolahan otak-otak
yang dapat dilihat secara langsung tanpa kita merasakan. Salah
satu cara yang digunakan untuk menentukan kualitas produk
secara visual adalah melihat kenampakan (Sudariastuty, 2011.).
Uji organoleptik dengan parameter kenampakan menggunakan
15 panelis dengan uji skoring. Skala yang digunakan yaitu 1-5,
dengan skala 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak suka),
4 (suka), 5 (sangat suka). Hasil uji organoleptik parameter
kenampakan didapatkan hasil sebagai berikut.

5
4.5 4
4
3.4
3.5
3
2.5
Rata-Rata
2
1.5
1
0.5
0
978 417
Sampe l

Gambar 3. Uji Organoleptik Kenampakan Otak-otak antara


Sampel 978 (penambahan 50 gr tapioka) dan Sampel 417
(penambahan 25 gr tapioka dan 25 gr terigu)

Berdasarkan gambar 3. diperoleh rata-rata uji skoring


dengan 15 panelis bahwa kenampakan otak-otak berbeda untuk
kedua perlakuan tersebut. Sampel 978 (penambahan 50 gr
tapioka) didapatkan rata-rata skoring 3.4 sedangkan sampel 417
(penambahan 25 gr tapioka dan 25 gr terigu) kesukaannya
dengan rata-rata skoring 4. Pada otak-otak dengan perlakuan
penambahan tepung tapioka dan tepung terigu mempunyai
kenampakan lebih tinggi dibandingkan dengan hanya dengan
tepung tapioka saja. Hal ini dikarenakan Tepung terigu memiliki
tekstur yang lebih kompak karena protein dari tepung terigu
membentuk suatu jaringan yang saling berikatan pada adonan
dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk
karakteristik kental dan elastis. (Damodaran dan Paraf, 1997).
Pada tepung terigu terdapat banyak gula pereduk ,sedangkan
pada tapioka gula pereduksinya tidak sebanyak tepung terigu.
Pada otak-otak dengan penambahan tepung terigu memiliki
warna yang lebih putih dan bersih dari pada otak-otak dengan
penambahan tepung tapioka saja.

5.3 Uji Organoleptik Otak-otak Parameter Aroma


Daya terima terhadap aroma merupakan hasil reaksi
fisiopsikologis berupa tanggapan atau kesan pribadi seorang
panelis atau penguji mutu. Kepekaan indra pembauan sangat
berperan penting dalam penilaian daya terima aroma (Soekarto
1990 dalam Apriyani 2014). Uji organoleptik dengan parameter
aroma menggunakan 15 panelis dengan uji skoring. Hasil uji
organoleptik parameter aroma didapatkan hasil sebagai berikut.
5
3.9
4 3.5
3
Rata-rata 2

0
978 417
Sampe l

Gambar 4. Uji Organoleptik Aroma Otak-otak antara Sampel 978


(penambahan 50 gr tapioka) dan Sampel 417 (penambahan 25
gr tapioka dan 25 gr terigu)

Berdasarkan gambar 4. diperoleh rata-rata uji skoring


dengan 15 panelis bahwa aroma otak-otak berbeda untuk kedua
perlakuan tersebut. Sampel 978 (penambahan 50 gr tapioka)
didapatkan rata-rata skoring 3.5 sedangkan sampel 417
(penambahan 25 gr tapioka dan 25 gr terigu) kesukaannya
dengan rata-rata skoring 3,9. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
aroma otak-otak dengan penambahan tapioka dan terigu
memiliki tingkat kesukaan yang tinggi daripada otak-otak hanya
dengan penambahan tapioka saja. Aroma dari otak-otak ini
disebabkan oleh banyak bahan tambahan yang
mempengaruhinya. Pada sampel yang menggunakan terigu
menurut Astawan (1999), keistimewaan tepung terigu adalah
kemampuannya dalam membentuk gluten pada saat terigu
dibasahi dengan air. Sehingga bumbu terserap ke tepung terigu
namun tidak menimbulkan aroma karena tidak menguap. Aroma
yang muncul juga dipengaruhi oleh jumlah ikan yang
ditambahkan, ikan memiliki bau yang amis sehingga semakin
banyak ikan yang ditambahkan maka aroma ikan akan semakin
terasa atau tercium. Menurut Hadiwiyoto (1993) berbagai
peptida-peptida dan asam amino bebas serta asam lemak bebas
seringkali dikaitkan dengan rasa dan aroma daging ikan.
Senyawa-senyawa lain yang berperan dalam bau/aroma ikan
adalah senyawa belerang atsiri, hidrogen sulfida, metil
merkaptan, metil disulfida dan gula yaitu ribose, glukosa dan
glukosa 6 fosfat (deMan, 1997). Selain itu kemungkinan aroma
juga dipengaruhi oleh bumbu bumbu yang ditambahkan.
Menurut Zaika et al. (1978), aroma dipengaruhi oleh jumlah
bumbu yang ditambahkan ke dalam adonan, makin banyak maka
aroma makin tajam. Bahan yang ditambahkan sebagian memiliki
senyawa-senyawa yang bersifat volatil sehingga saat diberi suhu
tinggi saat pemanggangan senyawa akan menguap.

5.4 Uji Organoleptik Otak-otak Parameter Tekstur


Perubahan yang terjadi selama pengolahan otak-otak salah
satunya yakni parameter tekstur yang berpengaruh pada kualitas
produk yang baik. Daya terima terhadap tekstur merupakan
reaksi fisiopsikologis berupa tanggapan atau kesan pribadi
seorang panelis atau penguji mutu dari suatu komoditi atau
produk makanan yang akan diuji. Yaitu dengan mengemukakan
tanggapan pribadi yakni kesan yang berhubungan dengan
kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat
sensorik atau kualitas yang dinilai (Soekarto 1985 dalam Apriyani
2014).
50 47.7
45 43.3
40
35
30
25
Rata-rata
20
15
10
5
0
978 417
Sampe l

Gambar 5. Nilai Rata-Rata Uji Fisik Tekstur Otak-otak


Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa tekstur otak-otak
dengan penambahan tapioka dan terigu memiliki tingkat tekstur
lebih tinggi daripada dengan penambahan tapioka saja. Dilihat
dari nilai rata-rata nilai dari pengukuran reothex tekstur otak-
otak dengan penambahan tapioka dan terigu didapatakan nilai
47.7 sedangkan tekstur otak-otak dengan penambahan tapioka
saja didapatkan 43.3. Pengukuran reothex dengan penembus
kedalaman 0.5 mm, hal ini sesuai dengan pernyataan
Martosubroto dkk (1991) bahwa hasil pengukuran tekstur
merupakan nilai kekuatan yang dibutuhkan untuk menembus
kedalaman 5 mm. Pengukuran tekstur dinyatakan dalam
besarnya gaya (gf) yang diperlukan untuk memotong produk.
Nilai yang semakin besar menunjukkan semakin keras tekstur
produk tersebut dan sebaliknya. Penggunaan tepung terigu pada
pembuatan otak-otak mempengaruhi teksturnya, menurut Irianto
(1990) menyatakan bahwa kandungan gluten pada tepung terigu
akan menghasilkan tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan
tekstur yang dihasilkan oleh MOCAF.
Sedangkan pada Uji organoleptik dengan parameter
tekstur menggunakan 15 panelis dengan uji skoring. Skala yang
digunakan yaitu 1-5, dengan skala 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak
suka), 3 (agak suka), 4 (suka), 5 (sangat suka). Hasil uji
organoleptik parameter tekstur didapatkan hasil sebagai berikut.

5
4.5
4 3.6 3.7
3.5
3
2.5
Rata-rata
2
1.5
1
0.5
0
978 417
Sampe l

Gambar 6. Uji Oragnoleptik Otak-otak antara Sampel 978


(penambahan 50 gr tapioka) dan Sampel 417 (penambahan 25
gr tapioka dan 25 gr terigu)
Berdasarkan gambar 6. diperoleh rata-rata tekstur otak-
otak menggunakan uji skoring dengan 15 panelis berbeda untuk
kedua perlakuan. Sampel 978 (penambahan 50 gr tapioka)
didapatkan rata-rata skoring 3.6 sedangkan sampel 417
(penambahan 25 gr tapioka dan 25 gr terigu) kesukaannya
dengan rata-rata skoring 3,7. Pada otak-otak dengan perlakuan
penambahan tepung tapioka dan tepung terigu mempunyai
tekstur lebih tinggi dibandingkan dengan hanya dengan tepung
tapioka saja. Panelis lebih menyukai otak-otak dengan
penambahan tepung tapioka dan tepung terigu, hal ini sesuai
dengan pernyataan Damodaran dan Paraf (1997) bahwa protein
dari tepung terigu akan membentuk suatu jaringan yang saling
berikatan pada adonan dan bertanggung jawab sebagai
komponen yang membentuk karakteristik kental dan elastis
Hal ini dapat disimpulkan bahwa tepung terigu akan
meningkatkan viskositas yang akan membuat adonan menjadi
kental sedangkan tepung tapioka akan menurunkan viskositas
dan akan membuat produk menjadi kenyal. Oleh sebab itu otak-
otak dengan penambahan tapung tapoka lebih disukai oleh
panelis. Tekstur juga dipengaruhi oleh jumlah penambahan
tepung, semakin banyak tepung yang ditambhkan maka adonan
akan menjadi padat dan cenderung keras. Menurut Potter (1973
dalam Rospiati, 2007) tekstur akan berubah dengan berubahnya
kandungan air. Sehingga dalam pembuatan adonan formulasi
tepung dan air sangat diperhatikan karena sangat
mempengaruhi tekstur yang dihasilkan.
.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Ksesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Bahan pembuatan otak-otak dari daging ikan tenggiri
dengan penambahan tepung dan bahan tambahan yang
dihaluskan kemudian dibungkus dan dipanggang.
2. Penambahan tepung dengan formulasi yang berbeda
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Otak-otak
dengan penambahan tepung tapioka dan tepung terigu
lebih disukai oleh panelis.
3. Otak-otak dengan penambahan tapioka dan terigu memiliki
tekstur yang keras dengan nilai 47.7 gr/0.5mm sedangkan
warnanya lebih cerah daripada otak-otak penambahan
tapioka saja.

6.2 Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya jumlah bahan yang
dibutuhkan diperhitungkan dengan baik agar pada saat
praktikum tidak kehabisan bahan. Serta lebih teliti dalam
penimbangan bahan. Terimakasih asisten yang telah menambah
ilmu kita.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, 1997. A Literature Review and Research


Recommendation on Cassava (Manihot esculenta, Crantz).
Food and Agicultural Organization of Nation, Rome.

Anggawati. A. M. 2002. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca


Panen Perikanan. Pusat Riset Pengolahan Produk Dan Sosial
Ekonomi Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Apriyana, Ika. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Kepala Ikan


Lele (Clarias sp) dalam Pembuatan Cilok terhadap Kadar
Protein dan Sifat organoleptiknya. Jurnal Public Health Vol
3(2).

Astawan, M.W dan M. Astawan. 1999. Teknologi Pengolahan


Pangan Tepat Guna. CV. Akademi. Pressindo. Jakarta. Hal
69.

Buckle, K.A., Edwards, R.A, Fleet, G.H., dan Woofon, M. 1987.


Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.

Damodaran, S. and Paraf, A. 1997. FoodbProteins and Their


Applications.Marcel Dekker Inc. New York

Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.

Deman, J.M., 1999, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.

Hadiwiyoto,S.1993.Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.Liberti:


Yogyakarta.

Hartanto, H. 2009. Perbandingan Uji Coba Variasi Bahan Dasar


Pembuatan Otak-Otak Ikan. http//
one.indoskripsi.com/html. Diakses tanggal 28 Februari
2015 pukul 09.45 WITA, Makassar.

Hendrik. (2008). Proses Pembuatan yoghurtskala rumah tangga


dan Pembuatan Tapai Ketan. [diakses 7 Mei 2009]; [37
screens].

Irianto, B. 1990. Teknologi SurimiSalah Satu Cara Mempelajari


Nilai Tambah Ikan-ikan yang kurang Dimanfaatkan. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9(2). 35-39.
Jakarta.
Karim, Mutemainna., Susilowati, A. Dan Asnidar, 2013. Tingkat
Kesukaan Konsumen Terhadap Otak-otak dengan Bahan
Baku Ikan Berbeda. Jurnal Balik Diwa Sains dan Teknologi
Volume 4 No.1 Januari-Juni 2013. Makassar.

Kolodziejski, I., Skierka, E., Sadiwska, M., Kolodziejski, W., and


Niecikowska, C.,(2008), Effect Of Extracting Time And
Temperature On Yield Of Gelatin From Different Fish Offal.
Food Chemistry, 107(2), pp. 700-706.

Martosubroto, P., Nurzali Naamin dan Ben B. Abdul Malik. 1991.


Potensi Dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut Di
Perairan Indonesia. Ditjenkan, Puslitbangkan Oseanologi.

McCready, R. M. 1970. Starch and Dextrin. In: Joslyn M. A. Editor


Method in Food Analysis. Academic Press, New York.

Muchtadi, T dan sugiyono.1992. Ilmu Pengetahuan Bahan


Pangan. ITB.Bogor. Hal 119, 173 dan 340.

Numberi, F. 2008. Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia Masih


Rendah. http://www.indonesia.go.id. Diakses 26 Desembar
2009.

Nurfianti, D. 2007. Pembuatan Kitosan Sebagai Pembentukan


Geldan Pengawet Bakso Ikan Kurisi [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Potter. 1973. Food Science. The Avi Publishing company. Inc. 706.

Saparinto, C dan D. Hidayat, 2004. Bahan Tambahan Makanan.


Kanisius. Yogyakarta

Sodiaoetama, A.D. 2000. Ilmu Gizi Jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta

Soekarto, ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan


dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.

Stansby M. E. dan Olcott, H. S. 1962. Composition of Fish. dalam:


Stansby ME, Dassow JA, editor. Industrial Fishery
Technology. Reinhold Publishing Co. Chapman and Hall Ltd.,
London.
Sudariastuty, E. 2011. Pengolahan Ikan Tenggiri. Materi
Penyuluhan perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.

Suzuki, T. 1981. Fish And Krill Protein Processing Technology.


Applied Science Publishers. LTD. London. Tapai Ketan.
[diakses 7 Mei 2009]; [37 screens].
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.
Zaika, l.l., e.z. Tatiana, s.a. Palumbo dan j.l. Smith. 1978. Effect of
spice and salt on fermentation of libanon bologna-type
sausage. J. Food Sci. 43: 186 189.
Lampiran Perhitungan

1. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Warna kode 978

3+3+2+3+ 4+ 4+3+ 4 +3+3+ 4+ 4+3+3+ 3=49

3+ 3+2+3+4 + 4+3+ 4+3+ 3+4 +4 +3+3+3


=3.3
15

2. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Warna kode 417

4 +4 +3+ 4+5+ 4+ 4+3+ 4+ 4+ 5+4 +4 +4 +4=60

4+ 4+3+ 4+ 5+4 +4 +3+ 4+ 4+5+ 4+ 4+ 4+ 4


=4
15

3. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Kenampakan kode


978

3+3+3+3+ 4+ 4+ 4 +4 +3+3+ 4+3+3+ 4+ 3=54

3+ 3+3+3+ 4+ 4+ 4+ 4+3+ 3+4 +3+3+ 4+3


=3.4
15

4. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Kenampakan kode


417

4 +4 +4 +4 +5+ 4+3+3+ 4+ 4+ 5+4 +4 +4 +4=60

4+ 4+ 4+ 4+5+ 4 +3+3+ 4+ 4+5+ 4+ 4+ 4+ 4


=4
15

5. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Aroma kode 978

4 +4 +3+ 4+5+ 4+5+ 2+ 4+ 3+3+4 +3+2+3=53

4+ 4+3+ 4+ 5+4 +5+2+ 4+3+3+ 4+ 3+2+3


=3.5
15

6. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Aroma kode 417


4 +3+ 4+3+ 4+ 4+ 4+ 4+ 4+ 4+ 4+ 3+ 4 +4 +5=58

4+3+ 4+ 3+4 +4 +4 +4 +4 +4 + 4+3+ 4+ 4+5


=3.9
15

7. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Tekstur kode 978

4 +4 +4 +3+5+ 4+ 4+3+ 3+4 +3+3+3+3+ 5=55

4+ 4+ 4+3+ 5+4 +4 +3+3+ 4+3+ 3+3+3+5


=3.6
15

8. Uji Organoleptik Jumlah dan Rata-rata Tekstur kode 417

5+3+3+ 4+ 4+ 4+ 4+ 2+ 4+ 3+4 +4 +4 +3+5=56

5+3+3+ 4+ 4+ 4+ 4+ 2+ 4+ 3+4 +4 +4 +3+5= =3.7


15

9. Uji Fisik Rata-rata Parameter Tekstur Perlakuan I

44 +46+ 40=130

44 +46+ 40= =43.3


3

10. Uji Fisik Rata-rata Parameter Tekstur Perlakuan II

45+50+ 48=143

45+50+ 48= =47.7


3

Anda mungkin juga menyukai