Anda di halaman 1dari 28

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Meningitis Tuberkulosa


1.1.1. Definisi1
Proses keradangan yang menjalar ke otak dan selaput otak, sehingga
menimbulkan manifestasi lokalisatorik yang khas yang disebabkan oleh
kuman tuberkulosa.

1.1.2. Anatomi6
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri
dari tiga lapis, yaitu:
- Duramater : merupakan lapisan terluar yang padat dan keras
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Berfungsi untuk
membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal
dan pembuluh darah. Duramater terbagi atas bagian luar
(periosteum) yang merupakan selaput tulang tengkorak dan bagian
dalam (meningeal) yang meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.
- Arachnoid : selaput halus yang memisahkan piamater dan
duramater, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan antara
duramater dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi
sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini
terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
- Piamater : merupakan selaput halus yang kaya pembuluh
darah berfungsi menyuplai darah untuk otak dan sumsum tulang
belakang. Lapisan ini melekat dengan jaringan otak dan mengikuti
gyrus otak. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Pada

1
selaput ini mengalir cairan serebrospinal dari otak ke sumsum
tulang belakang.

Gambar 1.1. Anatomi otak


1.1.3. Patofisiologi1,5
Meningitis terjadi akibat penyebaran secara hematogen ke meningen.
Meningitis menyebar melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau
meningen akibat penyebaran secara hematogen selama infeksi primer dan
kemudian menjalar ke otak.
Sarang infeksi primer tuberkulosis berada diluar susunan saraf yang
umumnya berada di paru-paru, melepaskan Mycobacterium tuberkulosis.
Kuman tuberkulosa beredar ke organ lain melalui lintasan hematogen
sehingga sampai di pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen,
dan berkembang biak membentuk eksudat kaseosa (Richs foci atau tuberkel
kecil). Eksudat tersebut dapat pecah dan masuk serta membawa kuman
tuberkulosis ke dalam ruang subarakhnoidal atau ke dalam sistem ventrikel
yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis. Meningitis TB biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.

Paru-paru
(sebagai fokus infeksi tersering)

Menyebar melalui lintasan hematogen ke korteks serebri

Membentuk Richs foci dan pecah

2
Kuman masuk ke ruang subarakhnoidal atau sistem ventrikel

Meningitis

Gambar 1.2. Bagan Patofisiologi Meningitis Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa dapat berkembang sebagai penjalaran infeksi


tuberkulosis di mastoid atau spondilitis tuberkulosa. Meninges yang paling
berat terkena radang adalah bagian basal yang terdapat sisterna, sehingga
komplikasi umum dapat terjadi hidrosefalus.
Jika pleksus koroideus terkena radang tuberkulosis, maka produksi
likuor sangat besar sehingga hidrosefalus komunikan akan berkembang. Hal
ini, akan menyebabkan proses atrofi otak semakin cepat.

1.1.4. Gejala Klinis1,6


Gejala meningitis terjadi dalam 3 stadium :
Stadium Non-Spesifik :
Kelemahan umum, apatis, anoreksia, subfebril, nyeri kepala
yang kumat-kumatan nyeri otot. Pada tahap ini kesadaran masih
baik.

Gejala pada bayi Gejala pada orang dewasa

Kebingungan yang kumat-


Rewel
Nyeri perut kumatan
Fontanelia cembung Kaku kuduk muncul 1-3
Kaku kuduk
minggu setelah keluhan muncul

Stadium rangsang meningeal (stadium intermediet) :


- Nyeri kepala
- Muntah
- Iritabel
- Kebingungan bertambah
- Kelumpuhan saraf otak
- Penurunan kesadaran
- Papil edema ringan
- Vaskulitis dan gangguan fokal
- Kejang
Stadium lanjut :
Kebingungan bertambah, delirium yang berfluktuasi dan gejala
fokal semakin memberat. Pasien mengalami koma, disertai

3
tanda-tanda toksisitas sistemik dan didapatkan tanpa
paresis/paralysis.

1.1.5. Diagnosis1,2,3
Anamnesa
Tanyakan mengenai gejala yang timbul, mulai kapan, ada
tidaknya riwayat kontak (adakah keluarga yang menderita batuk
lama dan sudah atau sedang menjalani pengobatan OAT) dan
tanyakan mengenai tanda-tanda yang mengarah ke fokus infeksi
seperti :
- Batuk lama
- Sumer-sumer
- Penurunan berat badan
- Keringat dingin malam hari
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan berurutan :
- Keadaan umum pasien
Periksa kesadaran pasien secara :
Kualitatif (compos mentis, apatis, somnolen,
sopor/stupor, koma)
Kuantitatif (periksa GCS pasien)
- Pemeriksaan Interna
Periksa apakah ada :
Peningkatan suhu
Rhonki / wheezing
Pengukuran berat badan
- Pemeriksaan Neurologis
Kepala dan leher : bentuk, fontanella tertutup atau
tidak, transluminasi.
Rangsangan meningeal
o Kaku kuduk : baringkan pasien, ambil bantal,
letakkan tangan pemeriksa dibagian belakang
kepala pasien kemudian angkat kepala, tolehkan
ke kanan dan ke kiri. Bila tidak ada tahanan,
pegang dada dan fleksikan kepala ke arah dada.

4
Gambar 1.3. Kaku Kuduk
o Kernig Sign : baringkan pasien, fleksikan bagian
paha pasien sampai sudut 900C, kemudian
ekstensikan bagian sendi lutut sampai sudut lebih
dari 1350C. Bila didapatkan tahanan pada sudut
kurang dari 1350C maka dikatakan kernig sign
positif.

Gambar 1.4. Kernig Sign


o Brudzinski Sign :
Brudzinski I (Neck Sign)
Bersamaan dengan pemeriksaan kaku
kuduk, sekaligus melihat gerakan fleksi pada
kedua kaki pasien.

Gambar 1.5. Brudzinski Neck Sign

5
Brudzinski II (Resiprocal Legn Sign)
Dalam keadaan pasien terlentang, tungkai
dirangsang dan difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas difleksikan pada
sendi panggul. Bila timbul gerakan
reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut dan panggul
positif.
Brudzinski III (Cheek Sign)
Penekanan pada kedua pipi dibawah os
zygomatikus, akan disusul gerakan fleksi
reflektorik pada kedua siku dan gerakan
reflektorik sejenak pada kedua siku dan
gerakan reflektorik sejenak dari kedua
tangan.
Brudzinski IV (Symphysis Sign)
Penekanan pada simphisis pubis akan
disusul timbulnya gerakan fleksi reflektorik
pada kedua tungkai pada sendi lutut dan
panggul.

o Laseque Sign : baringkan pasien,luruskan kedua


ekstremitas. Salah satu ektremitas angkat namun
pada salah satu ekstremitas harus dalam keadaan
lurus. Positif bila pada sudut < 600C pasien
merasa sakit menjalar mulai dari pantat sampai ke
ujung kaki. Pada pasien meningitis, meningeal
sign positif bila nyeri dirasakan pada kedua kaki.

Gambar 1.6. Laseque test


Saraf-saraf otak :

6
Pemeriksaan sarafsaraf otak perlu dilakukan untuk
mengindentifikasi ada tidaknya parese pada saraf.
Parese saraf otak yang tersering adalah N VI, diikuti N
III, IV, dan VII, dapat terjadi juga pada N VIII dan N II.
Cara pemeriksaan :
o Nervus II
Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Menggunakan Snellen Eye chart (6 meter) untuk
penglihatan jauh (distant vision) dan Rosenbaum
pocked eye chart untuk penglihatan dekat (near
vision). Bila tidak dapat melihat Snellen, dapat
digunakan jari-jari tangan (normal : 1/60 m), lalu
lambaian tangan (normal 1/300), kemudian
cahaya lampu (1/~). Dengan cahaya lampu tidak
bisa melihat buta total.
Pemeriksaan Lapangan Pandang (Visual
Field)
Paling sederhana : tes konfrontasi. Nilai normal
untuk penglihatan superior 60o, penglihatan
inferior 75o, penglihatan temporal 100o,
penglihatan nasal 60o.
Cara : pasien duduk dalam posisi berhadapan
dengan pemeriksa dengan jarak 1 meter,
masing-masing mata diperiksa bergantian. Mata
yang tidak diperiksa ditutup dengan tangan
pasien. Saat pemeriksaan, mata pasien difiksasi
dengan menyuruh melihat ke arah hidung
pemeriksa, kemudian pemeriksa memeriksa
secara cermat kuadran dengan ujung pulpen
berwarna.
Pemeriksaan warna
Menggunakan buku Ishihara atau benang wol
berwarna.
Cara : pasien diminta untuk emngambil benang
wol merah pada kumpulan benang wol berwarna.

7
Kelainan : color blindness.
Pemeriksaan funduskopi
Tujuan : untuk melihat adanya (1) myopia,
hipermetropia atau emetropia, (2) kondisi retina
dan (3) papil nerve optikus.
Cara : mata yang tidak diperiksa ditutup dengan
tangan pasien, kemudian diminta melihat jauh ke
depan. Tangan kiri pemeriksa melakukan fiksasi
dahi, opthalmoskop dipegang dengan tangan
kanan, kemudian dilakukan penyinaran 15o dari
nasal.

o Nervus III, IV, VI


Pemeriksaan kedudukan mata saat diam
Melihat apakah bola mata terletak di tengah,
bergeser ke lateral.
Pemeriksaan gerakan bola mata
Pemeriksaan celah mata (eye lid margin)
Reflek cahaya kornea (Kornea Light reflex)
Terdapat bayangan putih ditengah, tidak akan
tertutup lid margin. Kalau tertutup : ptosis.
Lid margin secara normal (2-3 mm) menutupi
limbus kornea. Cek langsung dengan membuka
lid margin dan lihat jaraknya. Bila limbus
terlihat : ptosis.
Pemeriksaan pupil
Bentuk, lebar dan perbedaan lebar :
Horners miosis bertambah bila diberi
cahaya, bila dibuat gelap maka pupil akan
midriasis makin lebar.
Reflek cahaya :
Menutup satu mata yang tidak diperiksa dan
mata yang diperiksa delakukan penyinaran
dengan senter dari aral lateral ke medial.
Reflek langsung pada mata yang disinari
jaras yang ipsilateral.

8
Reflek konsensuil pada mata yang lain
jaras yang decussatio lewat commisura
posterior.
Reflek akomodasi dan konvergensi :
Pasien diminta untuk melihat jauh ke arah
jari tangan pemeriksa, kemudian jari
pemeriksa mendadak didektakan ke hidung
pasien dan pasien diminta untuk mengikuti
gerakan jari pemeriksa. Lalu dilihat apakah
pada kedua mata saling mendekat ke medial
(konvergensi positif) dan lihat apakah terjadi
miosis yang artinya reaksi akomodasi positif.
Reflek akomodasi meliputi jaras dari cortex
visual di lobus occipital ke pretectum.

o Nervus VII
Motorik (face)
Diam : membandingkan adakah asimetri pada
lipatan dahi, sudut mata, nasolabial dan sudut
mulut.
Bergerak :
- M. Frontalis : gerakan mengangkat alis.
- M. Corrugator supersii : mengerutkan
dahi.
- M. Nasalis : melebarkan cuping hidung
diikuti gerakan kompresi transeversal
hidung.
- M. Orbicularis oculi : gerakan menutup
mata.
- M. Orbicularis oris : gerakan
mendekatkan dan menekankan kedua
bibir.
- M. Zygomaticus : gerakan tersenyum.
- M. Buccinator : gerakan meniup.
- M. Mentalis : menarik ujung dagu ke
atas.

9
- M. Platysma : menarik bibir bawah dan
sudut mulut ke bawah, atau dengan
menurunkan / menaikkan rahang bawah
disertai mengkertukan kulit leher
mengejan.
Lesi Fascialis sentral : parese otot hanya di lower
face, karena upper face (bilateral inervasi
ipsilateral dan kontralateral)
Lesi Fascialis perifer : parese otot wajah baik
upper atau lower (lesi ipsilateral) pada sisi yang
lumpuh.
Sensorik daerah luar telinga
Berampur dengan inervasi n. IX/X dan
auricularis magnus.
Sensorik khusus
Lakrimasi (tear) Schirmers Test :
Tujuan : mengetahui fungsi n. petrosus
superficialis mayor (parasimpatis salivatory
sup).
Cara : menggunakan kertas lakmus warna
merah ukuran 5 x 50 mm. Salah satu ujung
kertas dilipat dan diselipkan pada konjugtival
sac di cantus medial kiri dan kanan,
kemudian dibiarkan selama 5 menit. Pada
kondisi normal, kertas lakmus akan berubah
menjadi biru, sepanjang 20-30 mm. Jika
perembesan < 20 mm atau tidak ada sama
sekali, maka produksi air mata berkurang.
Reflek stapedius (hear) stetoskop loudness
balance test :
Tujuan : untuk mengetahui fungsi n.
stapedius.
Cara : memasangkan stetoskop pada telinga
pasien, kemudian dilakukan pengetukan
lembut pada diafragma stetoskop atau dengan

10
menggetarkan garputala 256 Hz di dekat
stetoskop.
Abnormal : hiperakusis (suara lebih
keras/nyeri).
Pengecapan 2/3 anterior lidah (taste) :
Tujuan : untuk mengetahui fungsi n. corda
tymphani.
Cara : menggunakan cairan Bornstein 4%
glukosa (manis), 1% asam sitrat (asam),
2,5% sodium klorida (asin), 0,075% quini
HCl (pahit). Pasien diminta untuk
menjulurkan lidah, kemudian lidah
dikeringkan dulu. Dengan menggunakan lidi
kapas, bahan tersebut disentuhkan pada 2/3
depan lidah. Rasa manis diujung lidah, asin
dan asam di pinggir lidah dan pahit di
belakang lidah. Pasien menunjukkan kertas
yang bertuliskan manis, asam, asin, dan
pahit. Setiap selesai pemeriksaan pasien
berkumur dulu dengan air hangat kuku dan
kemudian dikeringkan dulu, baru dilanjutkan
pemeriksaan dengan bahan lain.

o Nervus VIII
Pemeriksaan fungsi n. cochlearis/ acusticus
Tes Batas atas bawah garpu tala
Tes suara bisik
Tes Rinne :
Garpu tala (frek : 512 Hz) dibunyikan, lalu
ditempelkan pada prosesus mastoideus.
Setelah pasien memberi tanda bahwa bunyi
hilang, lalu secepatnya dipindahkan ke depan
Meatus Akustikus Eksterna.
Rinne (+) : AC > BC (tuli sensori)
Rinne (-) : BC > AC (tuli konduksi)
Tes Weber :

11
Garpu tala dibunyikan, lalu diletakkan pada
midline kepala (dahi, vertex), dibandingkan
antara BC pada kedua telinga.
Normal : suara sama / lateralisasi (-)
Konduksi : lateralisasi ke telinga sakit
Sensori : lateralisasi ke telinga sehat
Tes Schwabach :
Membandingkan AC pasien dengan AC
pemeriksa (dengan asumsi telinga
pemeriksaa sehat) pada satu telinga. Garpu
tala dibunyikan, letakkan di depan MAE
pasien, lalu setelah tidak terdengar pindahkan
ke depan MAE pemeriksa. Bila pemeriksa
masih memdengar (tuli konduksi), bila tidak
mendengar (Normal atau tuli sensori).
Lakukan pada telinga sebelahnya.
Audiometri
Pemeriksaan fungsi n. vestibularis
Reflek vestibulospinal :
Past pointing : deviasi ekstremitas karena
gangguan cerebelum atau vestibular.
- Finger to nose test, with close eye
Past pointing + (adanya gangguan
vestibular), deviasi ke arah lesi, karena
tidak adanya koreksi visual.
- Rombergs test
Membandingkan keseimbangan pasien
saat berdiri dengan mata terbuka dan
tertutup. Vestibulopathy (gangguan
proprioseptik), dengan mata tertutup
pasien akan jatuh pada sisi lesi.
- Fukuda stepping test
Dengan mata tertutup, pasien
ditempatkan diam pada satu posisi
selama 1 menit. Pada pasien normal,
akah terus melangkah pada arah yang

12
sama. Pada vestibulopathy, slowly pivot
ke arah lesi.
Reflek vestibulo-okular :
- Dolls eye test pada pasien koma
- Head thrust pada pasien sadar
Menggerakkan kepala dengan cepat,
sementara mata pasien diminta menatap
hidung pemeriksa. Normalnya mata tetap
bisa melihat target. Abnormal bila gerak
mata tertinggal dari kepala Saccadic.
- Dynamic Visual Acuity
Membandingkan visus sebelum dan
sesudah head movement. Perbedaan
lebih dari 3 baris Snellen chart
gangguan vestibular.
- Caloric tes pada pasien koma (pada
pasien normal lihat nystagmus)
Rangsangan dingin dengan suhu 30 C,
sedang hangat suhu 42 C. Respon
terhadap suhu dingin timbul nistagmus
(fase cepatnya) ke sisi kontralateral
rangsangan, bila dengan air hangat maka
nistagmus searah dengan rangsangan
(COWS = Cold Opposite Warm Same
side). Bila secara bersamaan kedua
telinga diberi rangsangan dingin, akan
timbul nistagmus kearah bawah,
sedangkan bila diberi air hangat secara
bersamaan timbul nistagmus ke atas.
NOTE : Rangasangan suhu dingin
dengan air es hanya digunakan pada
pasien koma. Bila (+) akan timbul
gerakan mata ke sisi rangsangan karena
kornea tidak ada nistagmus, sednagkan
bila diberi air hangat, akan timbul

13
gerakan mata ke sisi kontralateral
rangsangan.
Nystagmus :
Adanya nystagmus spontan dan nystagmus
positional (Hallpike manuver).
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : darah lengkap, urin lengkap.
- Tuberkulin skin test (untuk anak)
- Sputum SPS
Membantu memastikan diagnosa tuberkulosis.
- Funduskopi
Untuk memeriksa adanya papil edema
- Foto thorak
Untuk melihat apakah ada adenopati hilar, infiltrasi nodular
lobus atas, pola milier.
- Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Untuk melihat peningkatan tekanan, peningkatan jumlah sel
mononuklear, peningkatan kadar protein yang lebih dari 40
mg% dan semakin meningkat, penurunan kadar glukosa
lebih rendah dari 40 mg%.
Pada meningitis tuberkulosa didapatkan likuor jernih,
pleiositosis limpositer yang berjumlah 10-350 per mm kubik
dan kadar Cl kurang dari 680 mg%.
- CT-Scan kepala
Untuk melihat ada tidaknya hidrosefalus dan basilar
meningeal enhancement pasca kontras.
Gold standart untuk mendiagnosa meningitis TB adalah
menenukan Mycobacterium tuberculosa dalam kultur CSS.
Namun pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama dan
kemungkinan positif hanya pada sekitar setengah penderita.

1.1.6. Diagnosis Banding1


a. Meningoensefalitis oleh karena virus
b. Partially treated bacterial meningitis
c. Meningitis pyogen oleh karena organisme yang tidak lazim
d. Abses otak dan atau radang bernanah pada meningeal
e. Sarkoidosis SSP

1.1.7. Komplikasi1
Hidrosepalus

14
Merupakan yang paling sering terjadi karena adanya perluasan
inflamasi pada sisterna basal menyebabkan gangguan absorpsi
CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikan.
Kelumpuhan saraf otak
Parese saraf disebabkan arena adanya eksudat tebal pada ruang
subarakhnoid yang menyebabkan kompresi pembuluh darah
pada basis otak dan penjeratan saraf kranialis.
Iskemia dan infark pada otak, myelum
Blokade di myelum dengan kerusakan di myelum dan akar saraf
Ensefalopati tuberkulosa
SIADH (Syndroma Inappropriate Anti Diuretic Hormon)
Merupakan peningkatan anti diuretic hormon (arginin
vasopresin) yang berhubungan dengan hiponatremia tanpa
terjadinya edema maupun hipovolemia. Pasien di duga SIADH
jika konsentrasi urin >300 mOsm/kg.
Keadaan ini terjadi mungkin disebabkan oleh karena reaksi
peradangan lebih banyak pada basis otak arau basil TBC host
response terhadap organisme penyebab.
Kriteria diagnostik :
a. Kadar natrium <135 mEq/L
b. Osmolaritas serum <280 mOsm/L
c. Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya >18 mEq/L)
d. Rasio osolaritas urin / serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 1
e. Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal
f. Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi
Pasien biasanya normovolemik.

1.1.8. Penatalaksanaan1
a. Umum
- Bed rest dan tirah baring
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Ventilasi
- Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance

b. Kausa

Obat Dosis Dosis yg dianjurkan DosisMaks Dosis (mg) / berat badan


(mg) (kg)
(Mg/Kg Harian Intermitten < 40 40-60 >60
(mg/ (mg/Kg/BB/kali)
BB/Hari) kgBB /
hari)

15
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
- Obat Anti Tuberkulosa (OAT)

- Steroid
Steroid pada pengobatan berfungsi untuk menghambat
edema serebri dan menghindari perlekatan-perlekatan antara
arachnoid dan otak.
Fungsi :
o Menghambat reaksi inflamasi
o Mencegah komplikasi infeksi
o Menurunkan edema serebri
o Mencegah perlekatan
o Mencegah infark otak
Indikasi steroid :
o Penurunan kesadaran
o Defisit neurologi fokal
Dosis : dexamethason 10mg bolus intravena, kemudian 4 kali
5 mg intravena selama 2 minggu dan tappering off perlahan
selama 1 bulan.
6
1.1.9. Prognosa
Prognosa meningitis bergantung pada umur, mikroorganisme spesifik,
banyaknya organisme yang terdapat dalam selaput otak, jenis meningitis dan
lama penyakti sebelum pemberian obat.
Pada meningitis tuberkulosa, angka kematian dan kecacatan tinggi serta
mempunyai prognosa yang buruk paling banyak ditemui pada anak-anak
serta orang tua.

1.2. Spondilitis Tuberkulosa


1.2.1. Definisi4
Merupakan peradangan granulmatosa yang bersifat kronik destruktif
oleh mikobakterium tuberkulosa.

1.2.2. Etiologi4
Merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh.
Lokasi spondilitis tuberkulosa terutama di daerah vertebra torakal bawah
dan lumbal atas. Penyebaran melalui pleksus Batson pada vena

16
paravertebralis akibat adanya tuberkulosa traktus urinarius. Spondilitis
sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada C1-2.

1.2.3. Patofisiologi4
Umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal pada
bagian sentral, depan, atau epifisial korpus vertebra. Keradangan tersebut
menyebabkan timbulnya eksudasi dan hiperemi sehingga terjadi
osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya, terjadi kerusakan pada
bagian korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra disekitarnya.
Kerusakan pada bagian depan korpus yang menyebabkan terjadinya kifosis.

1.2.4. Gejala Klinis2


Gejala klinis yang mucnul sama seperti gejala klinis tuberkulosis pada
umumnya yaitu badan lemah, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, suhu badan yang sedeikit meningkat terutama malam hari dan sakit
pada punggung. Pada anak-anak sering menangis pada malam hari (night
cries). Pada tuberkulosis vertebra servikal ditemukan nyeri pada daerah
belakang kepala. Terkadang pasien datang dengan gejala paraparesis,
paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme
atau gibus. Gibus merupakan struktur segment pendek thorakolumbal
kifosis sehingga terjadi angulasi tajam.

Gambar 1.9. Gibbus


1.2.5. Diagnosis4
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klnis dan
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan yang dilakukan, yaitu :
1. Pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap
2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral
3. Foto polos toraks posisi PA
4. Uji mantoux
5. Sputum BTA

17
1.2.6. Penatalaksanaan4
Tujuan terapi spondilitis yaitu :
- Mengeradikasi infeksi atau menahan progresifitas penyakit
- Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit
neurologis.

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Nn. Ratih Puji

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 16 tahun

Alamat : Krawang RT 004 RW 004 Kedawung Wetan Grati-Grati

Agama : Islam

Status marital : Belum menikah

Pekerjaan : Pelajar

No MedRek : 19.96.90

Ruangan : H1

Tanggal MRS : 28 Agustus 2013

Tanggal pemeriksaan : 03 September 2013

2.2 Subjektif (Heteroanamnesa)

18
Keluhan utama : Penurunan kesadaran

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan penurunan kesadaran


kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien
mengalami panas, mual, dan muntah kurang lebih 2 hari saat
dirumah. Kemudian, dibawa ke dokter tetapi setelah beberapa kali
minum obat, keadaan pasien tidak membaik. Sehingga, keluarga
membawa pasien ke puskemas Grati. Saat di puskemas pasien
sempat mengeluh sakit kepala dan bagian belakang leher terasa kaku
kemudian pada tanggal 28 Agustus 2013, pasien mulai bicara
melantur dan mulai mengalami penurunan kesadaran sehingga
pasien dirujuk ke RSUD Bangil oleh puskemas. Keluarga
mengatakan saat pasien di puskesmas sempat diperiksa kencingnya
dan periksa dahak. Namun, hasil pemeriksaan dahak belum jadi.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien sering mengeluh kedua kaki terasa nyeri dibagian samping


terutama setelah pasien beraktifitas. Nyeri tersebut dirasakan setelah
muncul benjolan yang tidak nyeri di bagian punggung kurang lebih
3-4 bulan yang lalu bersamaan dengan munculnya batuk dan sumer-
sumer. Keluarga mengatakan bahwa pasien terlihat lebih kurus
semenjak batuk.

Riwayat pengobatan

Pasien tidak pernah mendapatkan pengobatan untuk batuknya karena


pasien tidak mengeluh dan menurut keluarga, pasien tidak tampak
sakit.

Pasien pernah ke pengobatan alternatif kurang lebih 1 bulan yang


lalu karena keluhan nyeri di bagian samping kedua kaki nya.
Menurut penjelasan dari tempat pengobatan, pasien pernah jatuh
terduduk. Namun, saat pasien ditanya pasien mengatakan lupa.

19
Riwayat penyakit keluarga

Kakak pasien pernah menderita TBC dan sudah mendapatkan


pengobatan selama 6 bulan, kurang lebih 1 tahun yang lalu. Namun,
pada akhir pengobatan kakak pasien tidak datang untuk foto rontgen.

2.3 Objektif

Status interna

- Vital sign :

Tensi : 140/80 mmHg


Suhu : 37,9o C
Nadi : 160 x / menit irreguler kuat angkat
RR : 20 x / menit

- Kepala

Konjungtiva : pucat negatif / negatif

Sklera : ikterik negatif / negatif

- Thorax

Inspeksi : gerak dada simetris

Palpasi : gerak dada simetris

Auskultasi : rhonki positif di seluruh lapang paru ; wheezing


negatif

- Abdomen : Bising usus positif normal

Status Neurologis

- Kesadaran

Kualitatif : Koma

20
Kuantitatif : GCS 111

- Meningeal Sign

Kaku kuduk : positif

Kernig : positif (terdapat tahanan)

Laseque : terdapat tahanan

Brudzinski I : negatif

Brudzinski II : negatif

Brudzinski III : negatif

- Nervus Kranialis

Nervus II : sulit dievaluasi

Nervus III, IV,VI :

Kedudukan bola mata : ditengah

Gerakan bola mata : sulit dievaluasi

Eyelid Margin : >3mm Ptosis

Reflek Cahaya : negatif/negatif

Pemeriksaan Pupil

Bentuk : bulat, isokor

Diameter : 7mm/7mm

Nervus VII : sulit dievaluasi

Nervus VIII : sulit dievaluasi

- Kolumna Vertebralis : Gibbus

- Pemeriksaan Motorik : sulit dievaluasi

21
- Pemeriksaan Sensorik : sulit dievaluasi

- Pemeriksaan Autonom : sulit dievaluasi

2.4 Penunjang

Laboratorium tanggal 28 Agustus 2013

GDA 178,9 mg/dl


BUN / SK 12.0 / 0.7 mg/dl
SGOT / SGPT 10.4 / 18.7 u/l
WBC 10.7
LYM .474
MONO .649
EOS .017
BAS .060
RBC 4.22
HGB 8.32
HCT 29.6
MCV 70.2
MCH 19.7
MCHC 28.1
RDW 16.3
PLT 310

Urin lengkap tanggal 26 Agustus 2013

Reduksi Negatif

Albumin Positif 2+

Urobilin Negatif

22
Bilirubin Negatif

Sediment Eritrosit

Leukosit

Epitel 10-15

Kristal negatif

Bakteri positif

Foto thorax tanggal 28 Agustus 2013

Foto Thorak Foto Thorakolumbal Foto Thorakolumbal

Tampak infiltrate pada Tidak tampak kelainan, Tampak kompresi


bagian apeks paru kanan tampak kompresi vertebra lumbal 3

2.5 Problem List

Perempuan usia 16th

Penurunan kesadaran (koma)

Demam

23
Muntah

Nyeri kepala

Leher kaku

Batuk lama

Penurunan berat badan

Kaku kuduk positif

Parese Nervus III

Gibbus

2.6 Assesment

Diagnosa klinis :

Acute decrease of consiousness

Acute febrile illnes

Acute vomitting

Acute headache

Acute neck stiffness

Chronic cough

Parese Nervus III

Gibbus

Diagnosa topikal : meningen + encephalon

Diagnosa etiologi : Meningoencephalitis TB + Spondilitis TB

24
Diagnosa banding : Meningitis Bakterial, Meningitis TB

2.7 Planning

Infus RL 2 fl/hari

O2 3-4 lpm

OAT

Injeksi dexamethasone 3 x 1 ampul

Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul

Injeksi ondansetron 2 x 1 ampul

Injeksi santagesik kalau perlu

Konsul paru

25
BAB III

PENUTUP

3.1. Diskusi

Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan


kesadaran serta adanya muntah. Hal ini menunjukkan adanya infeksi yang
menyerang ensefalon. Didapatkan pula muntah serta kekakuan pada leher
yang menunjukkan adanya infeksi pada meningen. Tanda-tanda keradangan
sistemik ditandai oleh adanya demam.

Kuman penyebab keradangan pada ensefalon serta meningen dapat


diketahui dengan adanya riwayat batuk lama serta adanya riwayat kontak.
Kuman tersering penyebab timbulnya gejala klinis ini adalah
Mycobacterium tuberculosa.

Selain itu, keluhan pasien mengenai nyeri kedua kaki setelah


beraktifitas serta ditemukannya gibbus pada pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya infeksi kuman tuberkulosa yang sudah menyebar ke vertebra yang
menyebabkan perlunakan korpus. Keadaanya ini biasa disebut sebagai
spondilitis tuberkulosa.

Pemeriksaan yang menunjang diagnosa adanya infeksi kuman TB ke


vertebra yaitu ditemukannya fraktur kompresi pada L3 pada foto
thorakolumbal. Hal ini ditunjang dengan pemeriksaan foto thorax yang
menunjukkan adanya infiltrat pada apex paru kanan sebagai fokus infeksi.

Penatalaksanaan utama yaitu Obat Anti Tuberkulosa untuk


membunuh kuman penyebabnya. Pemberian kortikosteroid berfungsi untuk
mengurangi adanya edema serebri. Pada pasien dengan penurunan
kesadaran, ranitidin digunakan untuk mengurangi stres ulcer yang timbul.

26
Secara umum, prognosa pasien dengan menigitis tuberkulosa
bergantung pada banyaknya kuman yang menyerang, lamanya proses
infeksi yang di derita oleh pasien serta seberapa luas kuman tuberkulosa
menginfeksi organ lain di dalam tubuh pasien. Pada pasien ini, prognosa nya
adalah dubia ad malam dikarenakan keadaan umum pasien yang buruk,
keterlambatan keluarga untuk membawa pasien agar berobat karena pasien
tidak mengeluh serta penyebaran infeksi oleh kuman tuberkulosa yang
sudah mencapai ke otak.

3.2. Kesimpulan

Mycobaterium tuberkulosa sebagai penyebab tersering meningitis


merupakan kuman yang membutuhkan tempat berkembang biak dengan
keadaan oksigen yang tinggi, yaitu paru-paru. Kuman ini menyebar ke organ
lain melalui aliran darah. Apabila kuman ini sampai di otak, maka muncul
manifestasi lokalisatorik khas. Selain ke otak, kuman ini dapat menyebar ke
tulang belakang melalui pleksus Batson yang mempunyai kadar oksigen
tinggi karena merupakan pembuluh darah yang besar. Penyebaran infeksi
kuman tuberkulosa sehingga menimbulkan manifestasi klinis berupa gibbus
pada tulang belakang ini disebut spondilitis.

Anamnesa dan pemeriksaan neurologis yang teliti akan dapat


menentukan kuman penyebab, diagnosa, serta terapi yang tepat.

Gejala atau tanda khas yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik
pasien dengan meningitis TB adalah adanya tanda meningeal yang positif
ditambah adanya pemeriksaan penunjang foto thorax untuk menemukan
fokus infeksi pada paru-paru.

Pengobatan yang diberikan adalah mengobati kausa meningitis TB


serta pemberian kortikosteroid dengan tappering off.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Baoezier, Fauziah, dr, Sp.S(K),dkk. Meningitis Bakterial. 2006. Pedoman


Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Syaraf. Edisi III. Rumah Sakit
Dokter Soetomo Surabaya.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis &


Penatalaksanaan di Indonesia. 2006.

3. Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Tata


Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat.

4. Tim editor. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.


Tuberkulosis Tulang. Diakses di : www.ppti.info/2012/09/tb-tulang.html.

5. Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi


Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.

6. repository.usu.ac.id.

28

Anda mungkin juga menyukai