Genetik
Genetik
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Epidemiologi Genetik
Disusun Oleh:
Siti Lutfiyah Rahmani
1113101000045
Semester 7
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................3
1.2 Tujuan.....................................................................................3
1.3 Manfaat..................................................................................4
BAB IV PENUTUP..............................................................................13
4.1. Kesimpulan...........................................................................13
4.2. Saran....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atopic Eczema atau dermatitis atopik merupakan penyakit
yang sering terjadi. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia
dan negara industri lain, prevalensi dermatitis atopik pada anak
mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%.
Prevalensi dermatitis atopik Negara agraris seperti Cina, Eropa
Timur, Asia Tengah cenderung leih rendah (William dkk., 1999).
Dermatitis Atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-
laki dengan rasio kira-kira 1,5:1 (Kster dkk., 1990).
Data mengenai penderita dermatitis atopik pada anak di
Indonesia belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data di Unit
Rawat jalan Penyakit Kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan
jumlah pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Jumlah pasien dermatitis atopik baru yang berkunjung
pada tahun 2006 sebanyak 116 pasien (8,14%) dan pada tahun
2007 sebanyak 148 pasien (11,05%), sedangkan tahun 2008
sebanyak 230 pasien (17,65%) (Zulkarnain, 2009).
Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum
sepenuhnya dimengerti. Riwayat keluarga yang positif
mempunyai peran yang penting dalam kerentanan terhadap
dermatitis atopik, namun faktor genetik saja tidak dapat
menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari
hasil observasi yang dilakukan pada negara-negara yang
memiliki etnis grup yang sama didapatkan bahwa faktor
lingkungan berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis
atopik (Flohr dkk., 2005). Oleh karena itu, penulis ingin
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
dermatitis atopik.
3
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Dermatitis Atopik
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Dermatitis Atopik
b. Mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi
terjadinya penyakit Dermatitis Atopik
c. Mengetahui sejarah Dermatitis atopik
d. Mengetahui interaksi faktor genetik dan lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit Dermattis Atopik
1.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Tulisan ini diharapkan menjadi latihan dalam kepenulisan serta
menambah wawasan penulis terkait penyakit Dermatitis
Atopik dan interaksinya antara genetik dan lingkungan.
b. Bagi Mahasiswa
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Dermatitis Atopik, sehingga dapat dijadikan referensi dalam
penulisan artikel maupun makalah lainnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah inflamasi kulit berulang dan bersifat
kronik spesifik dengan tanda awal gatal, kemerahan, papula dan
vesikula, dan pengerasan kulit. Pada umumnya terjadi selama
masa bayi dan anak-anak dan sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada
keluarga atau penderita. Sinonim dari penyakit ini adalah eczema
atopik, eczema konstitusional, eczema fleksural, neurodermatitis
diseminata, prurigo besnier (IDI, 2014).
5
juga didapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar 17,2%
(Flohr dkk., 2005; Laughter dkk., 2000). Penelitian Chan dkk, di
Asia Tenggara didapatkan prevalensi dermatitis atopik pada
orang dewasa adalah sebesar kurang lebih 20% (Chan dkk.,
2008)
Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di daerah pedesaan
dibandingkan dengan daerah perkotaan yang dihubungkan
dengan hygiene hypothesis, yang mendalilkan bahwa
ketiadaan pemaparan terhadap agen infeksi pada masa anak-
anak yang dini meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
alergi (Williams dan Flohr, 2006; Zutavern dkk., 2005). Beberapa
faktor resiko yang dapat meningkatkan prevalensi dermatitis
atopik yaitu pada daerah kota dengan peningkatan pemaparan
stimulus dari lingkungan industri yang berbahaya, sosial ekonomi
yang tinggi, jumlah anak yang sedikit, migrasi dari pedesaan ke
perkotaan, infeksi terhadap Staphylococcus aureus, dan umur ibu
yang tua pada saat melahirkan (Larsen dan Hanifin, 2002).
6
kimase sel mask dengan dermatitis atopik, tetapi tidak
dengan asma bronkial atau rhinitis alergik (Ruzicka dkk.,
2013).
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik
lebih banyak diturunkan dari garis keturunan ibu daripada
garis keturunan ayah. Sejumlah survei berbasis populasi
menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih
besar ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya.
Darah tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya
atopik atau memiliki IgE yang tinggi, sedangkan atopik
paternal atau IgE yang meningkat tidak berhubungan
dengan kenaikan darah tali pusat IgE (Ruzicka dkk., 2013).
2.3.2. Faktor Imunologi
Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah
melalui reaksi imunologik, yang diperantai oleh sel-sel yang
berasal dari sumsum tulang. Beberapa parameter
imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik,
seperti kadar IgE dalam serum penderita pada 60-80%
kasus meningkat, adanya IgE spesifik terhadap bermacam
aerolergen dan eosinofilia darah serta diketemukannya
molekul IgE pada permukaan sel langerhans epidermal.
Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara
dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80%
anak dengan dermatitis atopik mengalami asma bronkial
atau rhinitis alergik (Alikhan dkk., 2014).
Pada individu yang normal terdapat keseimbangan
sel T seperti Th1, Th 2, Th 17, sedangkan pada penderita
dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T. Sitokin
Th2 jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang
menurun.Hal ini menyebabkan produksi dari sitokin Th 2
seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13 ditemukan lebih
banyak diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi
peningkatan IgE dari sel plasma dan penurunan kadar
interferon-gamma. Dermatitis atopik akut berhubungan
7
dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang
membantu immunoglobulin tipe isq berubah menjadi
sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul adhesi pada
sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam
perkembangan dan ketahanan eosinofil, dan mendominasi
dermatitis atopik kronis (Alikhan dkk., 2014).
Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan
paparan imunogen atau alergen dari luar yang mencapai
kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi, dimana
alergen akan ditangkap oleh antigen presenting cell untuk
kemudian disajikan kepada sel limfosit T untuk kemudian
diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan
bantuan molekul MHC kelas II. Hal ini menyebabkan sel T
menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut melalui T cell
reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi
menjadi subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan
sitokin ini merangsang aktivitas sel B untuk menjadi sel
plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada di sirkulasi IgE
segera berikatan dengan sel mast dan basofil. Pada
paparan alergen berikutnya IgE telah bersedia pada
permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen
dengan IgE. Ikatan ini akan menyebabkan degranulasi sel
mast. Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator
baik yang telah tersedia seperti histamin yang akan
menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator baru yang
dibentuk seperti leukotrien C4, prostaglandin D2 dan lain
sebagainya (Alikhan dkk., 2014).
8
Gambar 1 Mekanisme Alergen
9
merupakan superantigen yang diduga memiliki peran
patogenik dengan cara menstimulasi aktivitas sel T dan
makrofag. Apabila ada superantigen menembus sawar kulit
yang terganggu akan menginduksi IgE spesifik, dan
degranulasi sel mast, kejadian ini memicu siklus gatal
garuk yang akan menimbulkan lesi. Superantigen juga
meningkatkan sintesis IgE spesifik dan menginduksi
resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis
atopik (Allen dan Berth-Jones, 1995).
2.3.3. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup
berpengaruh terhadap pravelensi dermatitis atopik.
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status
sosial yang tinggi daripada status sosial yang rendah.
Penghasilan meningkat, pendidikan ibu makin tinggi,
migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil
berpotensi menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik
(Alikhan dkk., 2014; Ashe, 2013; Ruzicka dkk., 2013).
Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-
alergen mungkin memicu reaksi atopik pada individu yang
rentan. Paparan polutan dan alergen tersebut adalah:
a. Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara,
pemakaian pemanas ruangan sehingga terjadi
peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara,
penggunaan pendingin ruangan.
b. Alergen:
a) Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu
rumah, serbuk sari buah, bulu binatang, jamur kecoa
b) Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut
dan gandum
c) Mikroorganisme: Staphylococcus aureus,
Streptococcus sp, P.ovale, Candida albicans,
Trycophyton sp.
d) Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.
2.3.4. Faktor Psikologi
Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik,
egois, frustasi, merasa tidak aman yang mengakibatkan
10
timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori ini masih
belum jelas (Hepplewhite dkk., 2007).
11
BAB III
12
IgE pada penderita atopi, belum memberikan kontribusi pada
patogenesis Dermatitis Atopik secara jelas, oleh karena itu
Wuthrich (1999) menyatakan bahwa atopi lebih merupakan
suatu kondisi dari pada suatu penyakit atau sindroma (Ring,
2016).
13
Gambar 2 Klasifikasi Penyakit Atopik
14
atopik (p = 0,045;aOR 3,661;95% CI: 1,032 12,990) (Ludfi
dkk., 2012). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa polutan
dan alergen akan mencetuskan alergi pada anak yang
mempunyai predisposisi genetik atopi salah satunya
dermatitis atopi (Nency, 2005). Johnson, dkk. menunjukkan
bahwa tungau debu rumah, kecoak, dan alergen dari hewan
peliharaan, menunjukkan adanya korelasi yang kuat terhadap
terbentuknya sensitisasi atopi (Johnson et al., 2002).
15
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Atopi adalah suatu kondisi yang meliputi sindroma respirasi
seperti asma dan rinitis serta manifestasi pada kulit, merupakan
reaksi hipersensitivitas terhadap allergen lingkungan yang
menunjukkan respons imun Th2 dengan produksi IgE spesifik
fakultatif disertai aktivitas eosinofil dan mempunyai predisposisi
genetik. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi
kulit yang kronis dan kambuhan, cenderung diturunkan
(herediter) dan terjadi disebabkan disregulasi respons imun.
Manifestasi atopi pada kulit sebagai dermatitis atopik, berupa
inflamasi kronis spesifik disebabkan reaksi hipersensitivitas
terhadap alergen dengan respons imun Th2 dominan pada
stadium akut dan Th1 pada stadium kronis.
4.2. Saran
Saran yang bisa diberikan dari penulisan ini adalah bagi
mahasiswa:
16
DAFTAR PUSTAKA
berg, N., 1993. Familial occurrence of atopic disease: genetic
versus environmental factors. Clin. Exp. Allergy 23, 829834.
doi:10.1111/j.1365-2222.1993.tb00260.x
Alikhan, A., Lachapelle, J.-M., Maibach, H.I., 2014. Textbook of Hand
Eczema. Springer.
Allen, B.R., Berth-Jones, J., 1995. Tell Me More about Atopic Eczema:
A Patients Guide. CRC Press.
Ashe, R., 2013. The Complete Guide to Eczema and Psoriasis
Prevention, Treatment and Remedies. Lulu Press, Inc.
Bieber/Leung, 2002. Atopic Dermatitis. CRC Press.
Chan, B.C.L.C., Hon, K.L.E., Leung, P.C., Sam, S.W., Fung, K.P., Lee,
M.Y.H., Lau, H.Y.A., 2008. Traditional Chinese medicine for
atopic eczema: PentaHerbs formula suppresses inflammatory
mediators release from mast cells. Elsevier J. Ethnopharmacol.
Coleman, R., Trembath, R. c., Harper, J. i., 1997. Genetic studies of
atopy and atopic dermatitis. Br. J. Dermatol. 136, 15.
doi:10.1046/j.1365-2133.1997.d01-1133.x
Flohr, C., Pascoe, D., Williams, H. c., 2005. Atopic dermatitis and the
hygiene hypothesis: too clean to be true? Br. J. Dermatol.
152, 202216. doi:10.1111/j.1365-2133.2004.06436.x
Gdalevich, M., Mimouni, D., David, M., Mimouni, M., 2001. Breast-
feeding and the onset of atopic dermatitis in childhood: A
systematic review and meta-analysis of prospective studies. J.
Am. Acad. Dermatol. 45, 520527.
doi:10.1067/mjd.2001.114741
Hepplewhite, M.&, Mitchell, T., Hepplewhite, A., 2007. Eczema Ayf.
Class Publishing Ltd.
IDI, 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. IDI, Jakarta.
Illi, S., Mutius, E. von, Lau, S., Nickel, R., Grber, C., Niggemann, B.,
Wahn, U., Group, the M.A.S., 2004. The natural course of
17
atopic dermatitis from birth to age 7 years and the association
with asthma. J. Allergy Clin. Immunol. 113, 925931.
doi:10.1016/j.jaci.2004.01.778
Johnson, C.C., Ownby, D.R., Zoratti, E.M., Alford, S.H., Williams, L.K.,
Joseph, C.L.M., 2002. Environmental Epidemiology of Pediatric
Asthma and Allergy. Johns Hopkins Bloom. Sch. Public Health.
Kster, W., Petersen, M., Christophers, E., Goos, M., Sterry, W., 1990.
A family study of atopic dermatitis. Arch. Dermatol. Res. 282,
98102. doi:10.1007/BF00493466
Larsen, F.S., Hanifin, J.M., 2002. Epidemiology of atopic dermatitis.
Immunol. Allergy Clin. 22, 124. doi:10.1016/S0889-
8561(03)00066-3
Laughter, D., Istvan, J.A., Tofte, S.J., Hanifin, J.M., 2000. The
prevalence of atopic dermatitis in Oregon schoolchildren. J.
Am. Acad. Dermatol. 43, 649655.
doi:10.1067/mjd.2000.107773
Ludfi, A.S., , Agustina, L., Fetarayani, Baskoro, Gatot, Efendi, C.,
2012. ASOSIASI PENYAKIT ALERGI ATOPI ANAK DENGAN ATOPI
ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN. J. Penyakit Dalam Vol
13 No1.
Magnusson, C.G.M., 1988. Cord serum IgE in relation to family
history and as predictor of atopic disease in early infancy.
Allergy 43, 241251. doi:10.1111/j.1398-9995.1988.tb00896.x
Nency, Y.M., 2005. Prevalensi dan Faktor Risiko Alergi Pada Anak
Usia 6-7 Tahun di Semarang (Thesis). Universitas Diponegoro,
Semarang.
Nickolof, B.J., Nestle, F.O., 2008. Dermatologic Immunity. Karger
Medical and Scientific Publishers.
Novak, Bieber T, Leung, D.Y.M, 2003. Immune Mechanisms Leading
to Atopic March. J. Allergy Clin. Immunol.
Palmer, C.N.A., Irvine, A.D., Terron-Kwiatkowski, A., Zhao, Y., Liao, H.,
Lee, S.P., Goudie, D.R., Sandilands, A., Campbell, L.E., Smith,
F.J.D., ORegan, G.M., Watson, R.M., Cecil, J.E., Bale, S.J.,
18
Compton, J.G., DiGiovanna, J.J., Fleckman, P., Lewis-Jones, S.,
Arseculeratne, G., Sergeant, A., Munro, C.S., El Houate, B.,
McElreavey, K., Halkjaer, L.B., Bisgaard, H., Mukhopadhyay, S.,
McLean, W.H.I., 2006. Common loss-of-function variants of the
epidermal barrier protein filaggrin are a major predisposing
factor for atopic dermatitis. Nat. Genet. 38, 441446.
doi:10.1038/ng1767
Ring, J., 2016. Atopic Dermatitis: Eczema. Springer.
Ruzicka, T., Ring, J., Przybilla, B., 2013. Handbook of Atopic Eczema.
Springer Science & Business Media.
Titman, P., 2003. Understanding Childhood Eczema. John Wiley &
Sons.
William, H., Robertson, C., Stewart, A., Ait-Khaled, N., Anabwani, G.,
Anderson, R., Asher, I., Beasley, R., Bjorksten, B., Burr, M.,
1999. Worlwide Variations in the Prevalence of Symptoms of
Atopic Eczema in The International Study of Asthma and
Allergies in Childhood (Journal of Allergy and Clinical
Immunology). USA.
Williams, H., Flohr, C., 2006. How epidemiology has challenged 3
prevailing concepts about atopic dermatitis. J. Allergy Clin.
Immunol. 118, 209213. doi:10.1016/j.jaci.2006.04.043
Zulkarnain, 2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis Atopik.
Dalam: Boediardja, S.A, ed. Dermatitis Atopik. Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Zutavern, Hirsch, Leupold, Weiland, Keil, von Mutius, 2005. Atopic
dermatitis, extrinsic atopic dermatitis and the hygiene
hypothesis: results from a cross-sectional study. Blackwell
Publ. Ltd.
19