TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau
kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan
sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara
klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan.1
B. Etiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil
berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-
42 nm . Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan
bagian dalam berupa nukleokapsid atau core.2,3
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial
dengan 3200 nukleotida.Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open
Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein
envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs),
medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan
target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160
HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut
d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda epidemiologik
tambahan.4,5
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang
mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir
gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun
host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati.2
1
2
C. Epidemiologi Hepatitis B
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis,
sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh,
sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur
Tengah, dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention
(CDC) memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang
(terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari
mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di
rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan.6
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar
400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi
di Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% Virus Hepatitis B diperkirakan
telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini selama
kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis hidup
di Asia dan pesisir Pasifik Barat.2,4
Indonesia merupakan negara dengan endemisitas Hepatitis B sedang-
tinggi dengan pengidap kronis dalam kisaran 2,5-36,17% dan terbesar kedua di
negara Asia Tenggara setelah myanmar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, studi dan uji saring darah donor di PMI, maka
diperkirakan di antara 100 orang di indonesia, 10 di antaranya telah terinfeksi
virus hepatitis B. Selain itu, jumlah orang yang di diagnosis hepatitis di
fasilitas kesehatan pada tahun 2013 meningkat dua kali lipat dibandingkan
tahun 2007. Ibu hamil di Indonesia yang terinveksi VHB diperkirakan 1-5%
dan pervalensi tertinggi yaitu Nusa tenggara Timur dan Papua.7
2
3
D. Penularan Hepatitis B
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus
membran mukosa, terutama berhubungan seksual. Penanda HBsAg telah
diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu
saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu.
Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui
infeksius.6,8
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal
(kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik,
penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada
semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada
serum.9
E. Patogenesis Hepatitis B
Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA
VHB terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap
dan semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel
disertai dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T
CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom
pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi
virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya
3
4
F. Patofisiologi Hepatitis B
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
4
5
5
6
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90
hari.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
6
7
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi
dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis
B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati
yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati
yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang
menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT
normal
H. Diagnosis Hepatitis B
7
8
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10
kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat.2
2. Pemeriksaan Serologis
Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-
kurangnya 2 pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama
infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang
terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala. HBeAg
sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat
infeksius. Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM
terhadap antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan
karena ia naik awal pasca infeksi dan menetap selama beberapa bulan
sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama beberapa
tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal.
Anti-HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling
berharga karena ia muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian
dalam perjalanan penyakit bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-
HBsAg yang ada pada orang-orang yang diimunisasi dengan vaksin
hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg terdeteksi pada orang
dengan infeksi yang sembuh.
3. Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara
laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau
plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi
carrier, menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan
antiviral. Metode pemeriksaannya antara lain:2
8
9
HbeAg Negatif
11
12
I. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan
prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada
periode simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan
kortikosteroid tidak efektif. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat
digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB.
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi
dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya
replikasi virus dengan terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe
dan tidak terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan
terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga sirosis serta
karsinoma hepatoseluler dapat dicegah.
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of
the Liver), anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi
antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari
6 bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif).
Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk
mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah
disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis
Efektivitas Dosis Resistensi
Peg-Interferon 30% Tidak ada
Peg-IFN-2a 180pg/minggu SC
Peg-IFN-2b 1-1,5
ug/KgBB/minggu
SC
Analog <50% 70% pada 5 tahun
Nukleos(t)ida
1.Analog <70% 30% pada 5 tahun
Nukleosida:
Lamivudin (3TC) <90% 100 mg/ hari PO <1%
Telbivudin (LdT) 600 mg/ hari PO
Entecavir (ETV) <50% 0,5-1 mg/ hari PO 30 -40%
2.Analog <90% <1%
12
13
Nukleotida
Adefovir (ADV) 10 mg/ hari PO
Tenofovir (TDF) 300 mg/ hari PO
Daftar Pustaka
13
14
2. Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi
ke-7. Jakarta: EGC
5. Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W.
2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta:
EGC. hlm.1638-63.
6. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.
7. Balitbag Kemenkes RI.2013. Riset Kesehatan Dasar ; RISKESDAS.
Jakarta : Balitbag Kemenkes RI
8. Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia:
Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative.
9. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS.
2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
14