Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis jaune yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya ( membran
mukosa ) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu
ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.

1.2 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini di buat dengan tujuan :

1.2.1 Menjelaskan mengenai ikterik post hepatik secara klinis ilmu


kedokteran
1.2.2 Menjadi bahan penjelasan untuk pengetahuan pasien tentang ikterik
post hepatik di Rumah Sakit Umum Daerah Solok sehingga dapat di
jadikan edukasi kepada pasien
1.2.3 Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di stase Interna di Rumah
Sakit Umum Daerah Solo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikterus
2.1.1 Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata perancis jaune yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya ( membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
kadarnya dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera
dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang
ringan dapat dilihat paling awal disklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin
sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar bilirubin serum normal
adalah bilirubin direk : 0-0,3, dan total bilirubin : 0,3 1,9 mg/dl.

2.1.2 Epidemiologi

Infark

2.1.3 Etiologi

Sindroma

2.1.4 Patogenesis

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung


dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intahepatik, pasca hepatik, masih relevan. Pentahapan
yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin
menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transfor plasma, liver uptake,
konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari
5 fase metabolisme bilirubin tersebut.

1) Fase Prahepatik
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal
yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel
darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme
lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan
hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni

2) Fase Intrahepatik
Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati
yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin
c. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan
cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada
asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi /
bilirubin direk.

3) Fase Pascahepatik
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh
batu empedu atau tumor.
e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang
memberi warnacoklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam
empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen.
Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan
hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.Gangguan metabolisme bilirubin dapat
terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan
ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik,penurunan eksresi bilirubin ke
dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik
ekstrahepatik)

2.1.5 Diagnosis

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada
apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan
tanpa warna air seni yang gelap harus difikirkan kemungkinan adanya
hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma
Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit hepatobilier.
Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap menandakan
penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan segera
bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu
atau keganasan kaput pankreas)
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut
(painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih
tinggi, warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana
ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis
ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.
Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin
indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk.
Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.
Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan
beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat
obat-obatan/drug induced).

Pemeriksaan pencitraan sangat berharga untuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan


kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan
penyakit fokal pada hati.
Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans
Transhepatic Colangiography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk
mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus
pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat
dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus
ikterus

2.1.6 Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.

1. Tatalaksana awal

Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya


2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi
mekanik (pump failure).

Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi


ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.
Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis


Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien
yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

2. Tatalaksana umum

Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG). Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan
cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah
kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG
IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi
nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien
yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan fosfodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga dapat mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai
dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%.
Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.

Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162 mg.
Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta IV, selain nitrat, mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR
<0,24 detik dan rhonki <10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah door-to-needle time
untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-
balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

a. Terapi Menurut ACC/AHA

ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan
STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low
Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan
Angiotensin Receptor Blocker

Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran
terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi, antara
lain:

1. Waktu onset gejala

Waktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark
dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus
sangat tergantung waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama
(terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara
dramatis menurunkan angka kematian.

Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi


paten, kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa
laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju
mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.

2. Risiko STEMI

Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai


risiko mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis
sangat tinggi, seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan
strategi PCI lebih baik.

3. Risiko perdarahan

Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika
tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi
fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia,
manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.

4. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI

Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI


dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian
menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end
point kematian, infark miokard rekuren nonfatal atau stroke dianalisis, superioritas
PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard nonfatal berulang.

Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI
primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat
dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih
baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien <
75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2
atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya
terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit
Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase
(TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin (Fauci et al, 2010)
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif
sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI)
grading system :
a. Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
b. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
c. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
d. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan
laju mortalitas, selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan dalam reperfusi,
fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita. Keuntungan ini lebih nyata bila
streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama setelah timbulnya gejala, dengan
anjuran pemberian streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin
Obat-obat Fibrinolitik :
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah. (Fesmire et al, 2006)
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open
Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari
sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun,
tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial
sedikit lebih tinggi. (Rieves et al, 2000)
2) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus
lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang (International Joint
Efficacy Comparison of Thrombolytics, 1995).
3) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas
fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI
3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.
2.2 HIPERTENSI
2.2.1 Definisi
Menurut JNC VII ( Joint National Committee on detection, Evaluation and
treatment of High Blood Pressure) Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan
darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
2.2.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi
primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol.
Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang
khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
1.
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik
memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan
poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak
karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat
tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. 7 Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder.

Penyakit Obat Obat


1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi


Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment
of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat
tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan International Society Of
Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).2

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi stadium 1 140 159 Atau 90 99
Hipertensi stadium 2 160 Atau 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan


International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 139 Atau 85 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 159 Atau 90 99
Hipertensi derajat II 160 179 Atau 100 109
Hipertensi derajat III 180 Atau 110

2.2.4 Faktor Risiko Hipertensi


1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia,
kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila
perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya
hipertensi.

b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera
Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.10
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi
dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua
orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.11
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul
tanda dan gejala.

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya,
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.11
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15
gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh
asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8
gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit,
kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam
lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil
terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut
lemak, karbohidrat dan protein.
e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang
terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak
minum atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat
sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam
darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30
% memiliki berat badan lebih.
g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan
pada arteri.
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.11
i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen
dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN
Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (
12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.16

2.2.5 Patogenesis Hipertensi


Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari
arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah
ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.

Endotelium
Exces Reduce stress Genetic obesity
derived
sodium nephrone alteration
factors
intake number

Renal Decreased Sympathetic Renin - Cell Hyper


sodium Filtration nervous angiotensin membrane insulinemia
retentio surface overactivity excess alteration

Fluid Venous
volume constiction

Preload Contractability Functional Structural


constriction hypertrophy
BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUT X PERIPHERAL RESISTANCE
Hypertension = Increased CO And/or Increased PR

Autoregulation
Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11

2.2.6 Gejala Klinis Hipertensi


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok
dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.2.7 Diagnosis Hipertensi


Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,
beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis
hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai
faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan
tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam
keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau
kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial
lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan
pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian
diperiksa ulang dengan kontrolatera.

2.2.8 Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa
yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah
arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk
mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis
spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang
dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan
konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat
ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan
menekan akstremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga
dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga
tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.19
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan
denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang
lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana denyut
arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri
brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan perlahan dengan
melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar
suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan
(tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa
didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara
semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut
berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut
akan menyebabkan bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan
diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.13
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya
relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka
yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi
karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit
naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang
harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan
atas.13

2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi


1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang
yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang
penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan
hipertensi
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.8
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi
asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai
pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan
penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.11
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran
tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita
hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu,
dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan
belum tentu turun.11
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
digunakan sebagai pengobatan hipertensi.
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi
sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau
dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai
tingkat kapasitas fisik.
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan tidak menambah peningkatan darah.
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan
darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya
dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang
bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya
berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).20
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan
hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan
kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan
tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam
sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu
makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut
diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam
secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara
drastis.13,21
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi
lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.22
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya
stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat
dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan
buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur
(banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.11,21
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.
Perubahan-perubahan itu ialah:
a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan
setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa
harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
m. Carilah humor.
n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 15
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker
(ARB).2

Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat


Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung gout kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension,
ras afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi
ginjal, gagal
jantung
Diuretika (anti Gagal ginjal,
kongestif
aldosteron) Gagal jantung hiperkalemia
penyekat kongestif, pasca
Penyakit
infark Asma,
pembuluh darah
miokardium penyakit paru
Angina pectoris, perifer,
obstruktif
pasca infark menahun, A-V intoleransi
myocardium block glukosa, atlit atau
gagal jantung pasien yang aktif
kongestif, secara fisik
kehamilan,
takiaritmia
Calcium Usia lanjut, Takiaritmia,
Antagonist isolated systolic gagal jantung
(dihydropiridine hypertension, kongestif
) angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah
perifer,
A-V block,
aterosklerosis
gagal jantung
karotis,
Calcium
kongestif
kehamilan
Antagonist
Angina pectoris,
(verapamil,
aterosklerosis
diltiazem)
karotis,
takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis
pasca infark bilateral
myocardium,
non-diabetik
nefropati,
Angiotensi II
nefropati DM
reseptor
tipe 1,
antagonist (AT1- proteinuria Kehamilan,
Nefropati DM
blocker) hiperkalemia,
tipe 2,
stenosis arteri
mikroalbumiuria
renalis
diabetic,
bilateral
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2
Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat
pada tebel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa indikasi Dengan
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup yang indikasi yang
Darah memaksa memaksa
Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau ya Tidak indikasi Obat-obatan


80-89
obat untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi 140-159 Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan
90-99
derajat 1 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
Obat
kasus, dapat
antihipertensi
dipertimbangka
lain (diuretika,
n ACEI, ARB,
ACEI, ARB,
BB, CCB, atau
BB, CCB)
kombinasi
sesuai
kebutuhan

Hipertensi 160 Atau ya Kombinasi 2


derajat 2 100 obat untuk
sebagian besar
kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau
ARB atau BB
atau CCB
Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan
dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil factor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovasskular.2
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan.
Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi
tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan
pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan
khusus (special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling
indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).2
Indikasi yang memaksa meliputi:
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.2
Keadaan khusus lainnya meliputi :
a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai
terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada
tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu
jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan
menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah,
tetapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.2
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
a. CCB dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.2

Diuretika

Bloker ARB

Bloker CCB

ACEI

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny A

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Tj Alai
Masuk : 7 maret 2017

Bangsal/Ruang : Z. Interne Wanita /

No. Rekam Medik : 136309

3.2 ANAMNESA
a. Keluhan Utama

Nyeri dada pada perut kanan atas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri perut kanan atas yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu, nyeri
sebenarnya sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul dan
kadang menjalar ke bahu dan punggung kanan, nyeri setelah makan (+), nyeri
setelah makan makanan berlemak disangkal pasien, nyeri juga dirasakan pada
ulu hati.
Mata kuning disadari sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan mata kuning juga
diikuti oleh badan yang semakin menguning.

- BAK berwarna seperti teh pekat sejak sebulan yang lalu.


- BAB berwarna disadari pasien sejak 1 minggu yang lalu, sebelumnya BAB
pasien berwarna seperti dempul sejak 7 bulan yang lalu.
- Nafsu makan menurun sejak 2 minggu yang lalu.
- Penurunan berat badan drastis sejak 11 bulan yang lalu.
- Mual dan muntah disangkal
- Demam (-)
- Gatal gatal (- )

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien pernah dirawat sekitar 5 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.
Dengan diagnosa Ca caput pankreas, akan tetapi pasien menolak dilakukan
tindakan operasi.
- Riwayat trauma pada bagian perut disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
pasien
- Riwayat keluarga yang menderita sakit tumor / kanker tidak ada
- Keluarga pasien tidak ada yang menderita hipertensi, diabetes mellitus dan
sakit jantung

e. Riwayat Psikososial dan Kebiasaan


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Pasien mempunyai 1 orang suami dan 4 orang anak.
Riwayat memakai jarum suntik atau narkoba disangkal
Riwayat transfusi darah
Riwayat mengkonsumsi alkohol tidak ada

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a) Keadaan Umum: Pasien tampak sakit sedang


IMT = BB/ TB2 = 64kg/1.712 = 64/2,92 = 21.92
b) Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 112 kali/menit

Pernafasan : 19 kali/menit

Suhu : 37.3 oC

c) Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam dan beruban, tidak
mudah di cabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik kehijauan (+/+)

Telinga : Tidak di temukan kelainan


Hidung : Tidak di temukan kelainan

Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor

Leher : JVP (5-2 cmH2O)

KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening (KGB) pada


submandibula, sepanjang M. Sternocleidomastoideus,
supra/infraclavicula kiri dan kanan

Paru :

- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Jantung :

-Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


- Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari di RIC V sejajar linea
midclavicularis sinistra
- Perkusi

Batas kiri : RIC sejajar linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra

Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra

-Auskultasi : Irama murni, M1>M2, P2<A2, murmur (-) gallop S3 (-)

Abdomen :

- Inspeksi : Perut datar, tidak terdapat striae, tidak terdapat tanda-tanda


peradangan dan hernia umbilicalis
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak tidak membuncit, sikatrik (-)


- Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-)
- Perkusi : Bunyi tympani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

- Superior
Inspeksi : Edema (-/+) Sianosis (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus normal dan sensibilitas kasar normal
Reflek fisiologis :

Kanan Kiri
Refleks biceps + +
Refleks triceps + +
Refleks + +
brachioradialis
Reflek patologis :

Kanan Kiri
Reflek Hoffman- - -
Tromer

- Inferior
Inspeksi : Edema tungkai (-/-) Edema pergelangan kaki (-/-) Sianosis
(-/-)
Palpasi : Perabaan hangat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus normal dan sensibilitas kasar normal
Reflek fisiologis :

Kanan Kiri
Refleks patella + +
Refleks cremaster + +
Refleks Achilles + +
Reflek patologis :

Kanan Kiri
Refleks babinsky - -
Refleks gordon - -

Refleks - -
Oppenheim
Refleks Chaddoks - -

d) Pemeriksaan Elektrokardiografi (25/2/2017)

Interpretasi EKG :

- Irama dasar : Sinus


- P wave : 0.16 s
- Heart rate : 88x/menit
- PR interval : 0.24 s
- QRS complex : 0.08 s
- ST segmen : elevasi di V1-V3
- Kesimpulan : Irama sinus, HR 88 x/menit, RBBB STEMI anteroseptal wall

e) Pemeriksaan Laboratorium rutin (07/03/2017)


HASIL NILAI UNIT
HEMATOLOGI RUJUKAN

HGB 10,1 13.0 18.0 [g/dL]

HCT 27,4 40.0 50.0 [%]

WBC 49.38 4.00 11.0 [103/Ul]

PLT 520 150 400 [103/uL]

Ureum 60,9 20-50 Mg/dl

Kreatinin 0,80 <1,3 Mg/dl

GDR 113 <200 Mg%

f) Pemeriksaan Foto Thorax (05/10/2012)


Tidak di lakukan

g) Diagnosis Kerja
- Kolestatis ekstrahepatal ec susp. Ca Caput Pankreas

h) Diagnosis Banding
- NSTEMI
-
-
-
i) Penatalaksanaan
) Nonfarmakologi
- Istirahat
- Diet Hati
2) Farmakologi
- IVFD Nacl 0,5 % 8 jam/kolf
- Ceftriaxon injeksi 1x2gr
- Transamin 3x1
- Vit K 3x1
-
j) Pemeriksaan Anjuran
- Rontgen foto thorak
- EKG perhari
- Pemeriksaan marker serum jantung ( CKMB dan Troponin T)
-
k) Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
-

Anda mungkin juga menyukai