Anda di halaman 1dari 18

BAB II

DASAR TEORI

A. Landasan Teori
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan merupakan suatu saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserapkan oleh tubuh dengan
jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan) dengan bantuan enzim dan
zat cair. Susunan saluran pencernaan terdiri dari : mulut (oris0, faring,
oesofagus, lambung, intestinum minor (usus halus) yang terbagi tiga bagian
(doedenum, Yeyenum, dan ileum), Intestinum mayor yang terbagi 5 bagian
yaitu seikum colon asendens colon transversum colon desendens colon
sigmoid rectum dan berakhir pada anus.
b. Usus halus dan Usus besar
Usus halus atau Intestinum minor adalah bagian dari system pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus lambung dan berakhir pada sekum, usus
halus memiliki panjang sekitar 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan
lapisan serosa. Ada 3 bagian utama pada usus halus yaitu :
Duodenum disebut juga usus 12 jari panjangnya kira-kira 25 cm, berjalan
melengkung kekiri pada lengkungan kiri terdapat pankreas dan bagian
lengkungan kanan terdapat saluran empedu. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum memiliki panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian
atas yeyenum dengan panjang kira-kira 2-3 meter dan ileum dengan panjang
kira-kira 4-5 meter. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum yang disebnut
Orifisium Ileosekalis, orifisium inii diperkuat oleh spinter yang berfungsi untuk
mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali kedalam ileum.
Usus besar atau intestinum mayor memiliki panjang kira-kira 1,5 meter,
lebarnya 5-6 cm berfungsi dalam penyerapan air dan mineral dan juga sebagai
tempat tinggal bakteri dan tempat sementara feces sebelum dikeluarkan. Ada
beberapa bagian dari usus besar yaitu :
1) Seikum, dibawah sekum terdapat apendiks/umbai cacing dengan
panjang 6 cm seluruhnya ditutupi oleh rongga peritoneum.
2) Colon Asendens, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur
keatas dari ileum dan membengkok kekiri membentuk fleksure hepatica
dilanjutkan ke colon transversum.
3) Colon transversum, panjangnya kira-kira 38 cm membujur dari colon
asendens sampai dengan colon desendens berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat flexsure hepatica dan sebelah kiri terdapat
fleksure lienalis.
4) Colon Desendens, panjangnya kira-kira 25 cm, terletak dibawah
abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dari fleksure lienalis
sampai kedepan ileum kiri, bersambung dennngan kolon sigmoid.
5) Colon Sigmoid, merupakan lanjutan dari colon desendens terletek
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.\
6) Rectum, terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os cocsigis.
7) Anus, adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan dunia luar. Terlek didasar pelvis.

2. Patologi saluran pencernaan yang berhubungan abdomen


Pada umunya untuk patofisiologi abdomen diindikasikan dalam 2 macam
yaitu Akut Abdomen dan Non Akut Abdomen. Istilah akut abdomen diartikan
sebagai gejala-gejala pada abdomen yang datangnya mendadak (tanpa
persiapan), sedangakan non akut abdomen merupakan gejala-gejala yang
datangnya sudah diketahui sebelumnya.
a. Akut Abdomen
1) Ileus merupakan sumbatan pada colon yang disebabkan oleh trauma
atau hernia yang dapat mengakibatkan terjadinya distensi/desakan
terhadap colon yang tersumbat. Ileus dapat dibagi menjadi 2 yaitu
Ileus Paralitik dan Ileus Obstruktif.
2) Perforasi, adalah adanya udara bebas pada rongga abdomen sebagai
akibat dari usus yang mengalami kebocoran.
3) Ascites, merupakan istilah patologis untuk cairan bebas yang berada
dalam rongga abdomen.
4) Massa intra abdominal, adalah suatu massa pada abdomen dapat
berupa tumor atau kanker yang berakibat terganggunya fungsi
fisiologis tubuh.
5) Abdominal surgery adalah indikasi yang timbul setelah pasca operasi.
b. Nonakut abdomen
Untuk nonakut abdomen dalam patologsinya sering disebabkan oleh kasus
batu ginjal yang terdapat dalam saluran sistem urinary. Dalam kasus non akut
abdomen gejala-gejala baru dapat teridentifikasi jika sudah mengganggu
fungsi fisiologis.

3. Topografi Abdomen
Abdomen dibagi secara topografi menjadi 4 kuadran, yaitu :
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1) Pembagian atas empat kuadran, dengan
membuat garis vertikal dan horizontal melalui
umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran
kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri
bawah.
a. Kuadran kanan atas/Right Upper
Quadrant (RUQ).
b. Kuadran kanan bawah/Right Lower Quadrant (RLQ)
c. Kuadran kiri atas/Left Upper Quadrant (LUQ)
d. Kuadran kiri bawah/Left Lower Quadrant (LLQ)Garis tengah/Midline
yang terdiri dari :
1) Epigastrik
2) Periumbilikal
3) Suprapubik
2) Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan
dua garis vertikal.
Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua
dibuat melalui titik spina
iliaka anterior superior
(SIAS).
Garis vertikal dibuat masing-
masing melalui titik
pertengahan antara SIAS dan
mid-line abdomen.
Terbentuklah daerah
hipokondrium kanan,
epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka
kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus
dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan
normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak
kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih
lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal
dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan
uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
4. ALAT DAN BAHAN
Alat yang dibutuhkan hanya stetoskop
5. PROSEDUR TINDAKAN
Syarat-syarat pemeriksaan abdomen yang baik adalah :
a. Penerangan ruang memadai.
b. Penderita dalam keadaan relaks.
c. Daerah abdomen mulai dari atas processus xiphoideus sampai symphisis pubis
harus terbuka.
Untuk memudahkan relaksasi :
1. Kandung kencing dalam keadaan kosong.
2. Penderita berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepalanya, dan dibawah
lututnya.
3. Kedua lengan diletakkan di samping badan, atau diletakkan menyilang pada
dada. Tangan yang diletakkan di atas kepala akan membuat dinding abdomen
teregang dan mengeras, sehingga menyulitkan palpasi.
4. Gunakan tangan yang hangat, permukaan stetoskop yang hangat, dan kuku yang
dipotong pendek. Menggosok kedua tangan akan membantu menghangatkan
kedua tangan anda.
5. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa
daerah tersebut terakhir.
6. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-
tiba.
7. Apabila perlu ajaklah penderita berbicara.
8. Apabila penderita amat ketakutan atau kegelian, mulailah pemeriksaan dengan
menggenggam kedua tangannya di bawah tangan anda, kemudian secara pelan-
pelan bergeser untuk melakukan palpasi.
9. Monitorlah pemeriksaan anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita.
Biasakanlah untuk mengetahui keadaan di tiap bagian yang Anda periksa.
Pemeriksaan dilakukan dari sebelah kanan penderita, dengan urutan : inspeksi,
auskultasi, perkusi, palpasi.

B. PEMERIKSAAN ABDOMEN
1. INSPEKSI
Inspeksi abdomen adalah melihat perut baik bagian depan, maupun bagian
belakang (pinggang). Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup.
a. INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati
dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
1. Keadaan kulit:

a) warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman)

b) elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi)

c) kelembapan : kering (dehidrasi), lembab (asites)

d) adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus


obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), Adanya garis-garis
putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah
kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas
asites, dan terdapat juga pada sindrom Cushing.

(gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena


(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
2. Besar dan bentuk abdomen

a. Simetris

Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi


terlentang. Adanya tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen
usus membuat bentuk perut tidak simetris. Pergerakan dinding perut
akibat peristaltik dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat.
Bila terlihat maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi
sebagai akibat adanya obstruksi maupun hiperperistaltik dan dilatasi
sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan,
strangulasi maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
b. Bentuk dan ukuran
Dalam keadaan normal bervariasi tergantung dari habitus, jaringan
lemak subkutan atau intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding
perut.

Pada atlet

dengan
berat badan ideal akan terlihat rata, kencang, simetris, terlihat kontur
otot rektus abdominalis dengan sangat jelas. Pada keadaan starvasi
bentuk dinding perut cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Dalam
situasi ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang
membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang
gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan perut
membuncit adalah ileus paralitik, meteorismus, asistes, kistoma ovarii,
dan graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai
kelainan organ yang dibawahnya, misalnya tonjolan yang simetris
pada regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi
prostat pada laki-laki tua atau kehamilan muda pada wanita.
Sedangkan pembesaran uterus juga mengakibatkan penonjolan pada
daerah tersebut.
c. Simetrisitas;

perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,


splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).

d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan


organ apa atau tumor apa.
f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi
ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak
(darm-contour).

g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering


memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan
umbilical.

h. Pelebaran Vena

i. Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar


umbilikus disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom
Banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat
sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus,
sedangkan akibat obstruksi vena kava superior aliran vena ke
distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas
umbilikus ke kranial sedang di bawah umbilikus alirannya ke
distal. Pada umumnya mudah sekali menetukan arah aliran vena
dinding perut di atas umbilikus ke kranial.

2. Palpasi Abdomen
a. Langkah-langkah yang mempermudah palpasi abdomen:
1) Pasien sudah harus mengosongkan kandung kemihnya

2) Buat pasien merasa rileks dalam posisi telentang, letakkan bantal pada bawah
kepala pasien

3) Minta pasien untuk meletakkan tanganya di sisi tubuh atau menyilangkanya di


depan dada.
4) Sebelum memulai palpasi minta pasien menunjuk daerah yang dirasa nyeri,
pemeriksa akan memeriksa daerah tersebut paling akhir.

5) Hangatkan tangan dan stetoskop sebelum digunakan untuk pemeriksaan.

6) Lakukan pendekatan secara perlahan dan hindari gerakan yang terlalu cepat
dan tidak terduga. Amati wajah pasien dengan seksama untuk menemukan
setiap tanda yang menunjukkan rasa nyeri atau ketidaknyamanan.

7) Pasien juga diminta mefleksi kedua tungkai pada sendi paha dan sendi lutut.
Raba dengan telapak tangan dan tekan dengan memfleksikan telapak tangan
pada sendi metakarpofalangea. Lengan pemeriksa harus sehorizontal
mungkin.(1)

Dalam keadaan normal, semua organ dalam rongga perut tak dapat diraba,
kecuali pada orang kurus yang berdinding perut lembek, dapat diraba : sedikit ujung
hepar di bawah Proc. Xiphoideus , kutub bawah ginjal kanan, aorta abdominalais,
vertebra lumbalis IV dan V, uterus dalam keadaan gravid >3 bulan, vesica urinaria
yang penuh.
b. Yang diperiksa pada palpasi abdomen ialah :

1) Palpasi superficial secara menyeluruh: Pemeriksa meraba abdomen


secara lembut, terutama membantu kita untuk
mengidentifikasikan, resistensi otot, dan beberpa organ serta massa
yang letaknya superfisial.

2) Rigiditas dinding perut/ defense muscular

dinding perut yang normal teraba supel. Rigiditas dinding perut


dirasakan seperti meraba papan. Defense muscular dipastikan
dengan cara meletakan kedua telapak tangan pada M. rectus
abdominalais kiri dan kanan, kemudian tangan yang satu menekan.
Bila tangan yang satunya lagi merasakn dinding perut menjadi
seperti papan, defense muscular positif.

Rigiditas dinding perut terdapat pada tetanus. Defense


muscular didapatkan pada peritonitis (disertai dengan
hyperesthesia kulit dinding perut).

a.nyeri tekan/ raba atau nyeri lepas: peradangan peritoneum


menyebabkan nyeri tekan dan nyeri lepas. Peradangan
intraabdominal menyebabkan nyeri tekan. Pada kolik
abdomen, penekanan pada dinding perut justru meringankan
rasa sakit.

3). Palpasi hepar

a) Posisi pasien tidur terlentang

b) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien

c) letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan


posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah
kearah atas.

d) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah


ke kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung
jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati. Palpasi
dilakukan dengan cara meraba sejajar dengan garis midclavikularis
kanan dari SIAS ke arcus costa kanan untuk hepar lobus kanan
manakala untuk lobus kiri dimulai palpasi sejajar garis imaginer
dari prosesus xiphoideus ke umbilicus dan dipalpasi menuju arcus
costa

e) Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.


f) Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat
abdomen mengempis.

Palpasi dilakukan untuk menentukan apakah teraba atau tidak


hepar. Jika didapatkan ada pembesarean maka ditentukan konsistensi,
tepi, permukaan dan rasa nyeri pada masing-masing hepar kanan dan
kiri.

4). Palpasi vesica fellea

a) Posisi pasien tidur terlentang

b) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien

c) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke


kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari
terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.

d) Kemudian tekan lembut ke dalam

e) Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat
abdomen mengempis.

f) Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.

g) Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk


menarik napas dalam selama palpasi palpasi dilakukan dari umbilicus
pada bagian rectus abdominis kanan ke sudut arcus costae. Ditentukan
apakah terdapat pembesaran dan apakah Murphy sign positif atau
negative.

5). Palpasi lien


setelah titik Schuffner ditentukan, palpasi lien untuk
menentukan apakah terdapat pembesaran dari lien dengan
menentukan setinggi titik Schuffner keberapa dan kemudian
ditentukan konsistensi, tepi tajam atau tumpul, permukaan rata
atau berbenjol-benjol, dan nyeri atau tidak.

6). Palpasi lien metode hacket


a) H.0 : Limpa tidak teraba pada inspirasi max
b) H.1 : Limpa teraba pada inspirasi max
c) H.2 : Limpa teraba namun proyeksinya tidak melebihi garis horizontal
yang ditarik melalui pertengahan arcus costae dan umbilicus pada
garis mamillaris kiri
d) H.3 : Limpa teraba di bawah garis horizontal melalui umbilicus
e) H.4 : Limpa teraba di bawah garis horizontal pertengahan antara
umbilicus dan symphisis pubis
f) H.5 : Limpa teraba di bawah garis H.4

GAMBAR :
7). Palpasi ginjal

palpasi dilakukan dengan cara ballottement dan diperiksa apakah terdapat


kelainan pada ginjal dan teraba pembesaran.

8). Pemeriksaan ascites dengan teknik undulasi

teknik ini dilakukan untuk membuktikan adanya gelombang cairan atau


getaran cairan (fluid wave/ fluid thrill). Tangan pemeriksa diletakkan pada salah satu
sisi dinding perut, tangan satunya lagi mengetuk-ngetuk sisi dinding perut lainnya
kearah medial. Sementara untuk mencegah getaran dinding perut pasien yang dapat
menggangu pemeriksaan, dilakukan penekanan pada garis tengah dengan sisi telapak
tangan pasien sendiri atau asisten pemeriksa. Bila rongga abdomen berisi cairan
(ascites) maka ketukan pada salah satu sisi tadi akan menyebabkan timbulnya
gelombang cairan yang seolah memukul tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi
perut lainnya. Ascites yang dapat diperiksa dengan cara ini harus cukup banyak/besar.
Jika cairan ascites hanya sedikit dapat diperiksa dengan cara lain (perkusi).

3. PERKUSI ABDOMEN

Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada
saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi
pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.

Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat


sebelum menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari
tengah yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan
ujung jari tengah tangan kanan.

Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi


suara timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas
pada saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada
sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup.
Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang
teregang atau uterus yang membesar.
Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda akan
mendengar suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri
karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup
pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
a) PERKUSI BATAS HATI
1) Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan
pasien
2) lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus,
geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani
menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3) Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
4) Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga
kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5
sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 12 cm
dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar
2 3 sentimeter

b) PERKUSI LAMBUNG
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian
epigastrium kiri.
4) Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi
timpaniPeriksa :
a. Adanya gas dalam usus
b. Ascites jika cairan ascites sedikit
c. Besarnya viscera (hati,lien,vesica urinaria,uterus) dan tumor
intra abdominal
Gas dalam usus
Adanya gas yang berlebihan di dalam saluran pencernaan
menyebabkan bunyi perkusi tympani yang meningkat (nyaring) tetapi
daerah pekak hati tetap ada. Bila terjadi perforasi usus sehingga udara
memasuki rongga abdomen, maka selain tympani yang nyaring, juga
daerah pekak hati menjadi tidak pekak lagi.
c) Auskultasi Abdomen
Cara pemeriksaan:
1) Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
2) Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di
daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar
tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk
mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising
usus.
3) Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
4) Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5) Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi
desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik,
ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin
dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
6) Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ada bising
usus pada kartu status.Jenis bunyi abnormal :
a. bunyi usus :
Bertambah :seperti pada diare atau obstruksi dini intestinal
Berkurang :seperti pada kasus ileus paralitik dan peritonitis, untuk
memutuskan apakah bunyi usus tidak terdengar lagi perhatikan
pada daerah sekiar umbilicus selama 2 menit atau lebih lama lagi.
b. Bruits
Ada 2 jenis bruits hepatic dan arterial , hepatic terjadi pada kasus
karsinoma hati atau hepatitis alkoholik, arteria bruits terdengar
pada masa sistolik maupun diastolic,menunjukkan oklusi pada
aorta atau pembuluh darah yang besar.
c. friction rubs
Bunyi ini jarang di dengar , adanya bunyi ini memnunjukkan
adanya inflamasi pada permukaan peritoneal suatu organ
intraabdominal.
d. Venous Hum
Bunyi ini jarang terdengar, bunyi ini merupakan bunyi desingan
yang pelan pada masa sistolik maupun diastolik. Adanya venous
hum menunjukkan peningkatan sirkulasi kolateral antara system
vena portal dan vena sistemik.i

Anda mungkin juga menyukai