Anda di halaman 1dari 5

Riyan Nugroho

03021181419066
Teknik Pertambangan Kelas B

KUALITAS BATUBARA BERDASARKAN MODEL FORMASI


PEMBENTUKANNYA

Batubara dalam proses pembentukkannya, terdapat dua model formasi pembentuk


batubara (coal bearing formation), yakni model formasi insitu dan model formasi endapan
material tertransportasi (teori drift). Berikut adalah penjelasan masing-masing teori dan
bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas batubara.

1. Teori Insitu
a. Proses Pembentukan

Berdasarkan teori insitu, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon atau
tumbuhan pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya pohon-pohon kayu
pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan basah yang terdapat cekungan.
Kronologi pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon pembentuk tersebut,
disebabkan oleh berbagai peristiwa alam. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung
tenggelam ke dasar rawa. Akumulasi air permukaan (hujan) yang masuk ke rawa
mengakibatkan material pembentuk akan mengalami pembusukkan anaerob, tetapi tidak
terlapukan. Material yang mengalami pembusukkan akan melepaskan unsur-unsur hidrogen
(H), Nitrogen (N), Oksigen (O), dan Karbon (C) dalam bentuk senyawa-senyawa: CO 2, H2O,
dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya bakteri-bakteri anaerob merubah material tadi
menjadi gambut (peat). Air permukaan (hujan) juga yang membawa tanah atau batuan yang
tererosi pada daerah sekitar rawa yang kemudian menjadikan material pembentuk tersebut
tetap tenggelam dan tertimbun.
Demikianlah seterusnya, bahwa semakin bertambahnya waktu semakin tebal material
penutup material pembentuk tersebut. Semakin tebalnya timbunan material penutup, semakin
jauh dari permukaan maka material pembentuk akan mengalami peningkatan tekanan dan
suhu. Kombinasi dari adanya proses biokimia, proses kimia, dan proses fisika, yakni berupa
tekanan oleh material penutup itu, dalam jangka waktu geologi yang panjang, material
pembentuk akan berubah menjadi batubara.
Kemudian jika di permukaan di atas tanah penutup tersebut kembali tumbuh vegetasi
tumbuhan pembentuk batubara, dan tumbuhan tersebut tumbang dan tertutupi oleh air
permukaan kemudian tanah dan batuan, dan seterusnya maka peristiwa inilah yang
menyebabkan batubara pada teori insitu dapat ditemukan dalam kondisi lapisan lebih dari
satu.
b. Karakteristik Batubara
Batubara yang terbentuk secara insitu memiliki karakteristik endapan yang lebih
tebal, dikarenakan kuantitas material pembentuknya hampir sama dengan kuantitas tumbuhan
pembentuknya (tidak mengalami perubahan kuantitas yang signifikan) karena tidak
tertransportasi. Karakter lainnya endapannya menerus, dikarenakan seluruh material
pembentuknya mengalami proses pembentukkan batubara pada wilayah yang sama dengan
kondisi yang sama. Batubara insitu dapat ditemukan dalam kondisi lebih dari satu seperti
yang telah disebutkan di atas, tetapi jumlah lapisannya tidak banyak dikarenakan jarak antar
revegetasi tumbuhan pembentuk hingga menjadi batubara dengan revegetasi dan
pembentukan batubara selanjutnya membutuhkan waktu yang sangat lama sehingga pada saat
ditemukan hanya memiliki sedikit lapisan.
Batubara insitu relatif memiliki sedikit pengotor, dikarenakan material pembentuknya
pada proses pembentukan batubara relatif homogen dan tidak terkontaminasi material lain
yang cenderung menjadi pengotor dalam jumlah yang signifikan. Kuantitas pengotor yang
relatif sedikit ini menyebabkan batubara insitu memiliki komposisi mineral matter (ash dan
volatile mineral matter) yang relatif rendah. Sedangkan komposisi pure coal dan moisture-
nya dipengaruhi oleh tekanan dan suhu yang diterima material pembentuk (maturitas
organik).
2. Teori Drift
a. Proses Pembentukan

Berbeda dari teori insitu, menurut teori drift, batubara terbentuk dari timbunan pohon-
pohon atau sisa-sisa tumbuhan pembentuk yang tertransportasikan oleh air permukaan
(sungai) dari tempat tumbuhnya. Dengan kata lain tumbuhan pembentuk batubara itu
tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh aliran air sungai hingga berkumpul
pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan,
kemudian mengalami penggambutan (peatification) dengan proses serupa seperti batubara
pada teori in situ. Material pembentuk ini lalu tertimbun oleh matrial penutup (tanah dan
batuan) yang terbawa oleh air (hujan dan sungai) dari lokasi sekitar cekungan.
Serupa dengan batubara insitu, semakin tebalnya timbunan material penutup maka
material pembentuk akan mengalami peningkatan tekanan dan suhu. Kombinasi dari adanya
proses biokimia, proses kimia, dan proses fisika, yakni berupa tekanan oleh material penutup
itu, dalam jangka waktu geologi yang panjang, material pembentuk akan berubah menjadi
batubara.
Hal yang membedakan, pada teori drift material baru yang berpotensial sebagai
pembentuk batubara lebih cepat terakumulasi dibanding insitu. Hal ini dikarenakan material
baru didapatkan bukan dari daerah pembentukkan melainkan dari tumbuhan pembentuk di
wilayah lain yang tertransportasi oleh aliran air sungai. Material tersebut kemudian tertimbun
material penutup, mengalami proses pembentukan batubara sementara material pembentuk
baru terakumulasi lagi di permukaan. Kondisi ini yang menyebabkan batubara teori drift
sering ditemukan dengan banyak lapisan.
b. Karakteristik Batubara
Batubara pada teori drift ini memiliki lapisan yang relatif tipis, dikarenakan kuantitas
material pembentuknya berbeda secara signifikan dengan kuantitas tumbuhan pembentuknya.
Sebagai permisalan, tumbuhan pembentuk tumbang tetapi tidak seluruh bagian tumbuhan
dapat ditransportasi oleh sungai, kemudian pada aliran sungai bagian-bagian lain dari
tumbuhan tertahan pada wilayah tertentu sehingga material pembentuk yang terakumulasi
pada cekungan hanya berupa sisa-sisa tumbuhan yang dapat tertransportasi hingga cekungan.
Dapat dilihat terjadi perubahan kuantitas yang signifikan. Ditambah dengan bantuan air
sungai, tanah penutup akan lebih cepat menimbun material pembentuk sehingga tidak
memungkinkan akumulasi material pembentuk lebih banyak. Jika kembali terbentuk
akumulasi material pembentuk di atas material penutup, maka akan membentuk lapisan
batubara yang baru.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dengan bantuan air permukaan (hujan dan
sungai) material pembentuk cepat terakumulasi tetapi material penutup juga cepat menimbun
material pembentuk. Kondisi inilah yang menyebabkan endapan batubara teori drift ini selain
tipis juga cenderung memiliki banyak lapisan (multi seam).
Aliran sungai tidak hanya membawa material pembentuk batubara, material lainnya
juga tertransportasi dan terakumulasi di cekungan. Pada kondisi tertentu material yang
tertransportasi didominasi oleh material pembentuk batubara, pada kondisi lain didominasi
oleh selain material pembentuk batubara. Kondisi inilah yang menyebabkan batubara yang
dihasilkan cenderung terputus-putus dan tidak menerus dengan wilayah sesuai kondisi
cekungan.
Heterogenitas material yang tertransportasi oleh aliran sungai ini akan menyebabkan
batubara hasil pembentukan dari teori drift memiliki banyak material pengotor. Jumlah
material pengotor ini berbanding lurus dengan komposisi mineral matter (ash dan volatile
mineral matter) pada batubara hasil pembentukan. Sehingga batubara teori drift ini memiliki
komposisi mineral matter (ash dan volatile mineral matter) relatif tinggi. Sedangkan
komposisi pure coal dan moisture-nya dipengaruhi oleh tekanan dan suhu yang diterima
material pembentuk (maturitas organik).
Jadi kesimpulannya, batubara pada teori in situ memiliki kualitas lebih baik jika ditinjau dari
segi pengotornya. Batubara insitu memiliki komposisi pengotor (mineral matter) yang lebih
rendah dikarenakan kondisi pembentukannya yang menyebabkan material pembentuknya
lebih homogen dan tidak terkontaminasi material lain yang cenderung menjadi pengotor.
Sedangkan pada teori drift kondisi pembentukannya mengakibatkan material yang
terendapkan dan terakumulasi lebih heterogen sehingga komposisi material pengotornya
(mineral matter) lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai