Anda di halaman 1dari 4

II.

TELAAH PUSTAKA

Tanaman Syzygium umumnya berupa perdu, dengan tinggi 3-10 m. Batang


umumnya tidak lurus dan bercabang mulai dari pangkal pohon. Daun tunggal terletak
berhadapan, bertangkai. Helaian daun berbentuk jantung jorong sampai bundar telur
terbalik lonjong, tidak atau sedikit berbau aromatis apabila diremas. Karangan bunga
dalam malai di ujung ranting (terminal) atau muncul di ketiak daun yang telah gugur
(parsial), berisi 3-7 kuntum. Bunga kuning keputihan, dengan tabung kelopak, daun
mahkota bundar sampai menyegitiga, benang sari dan tangkai putik. Daging buah
putih, banyak berair, hampir tidak beraroma, berasa asam atau asam manis,
terkadang agak sepat (Heyne, 1987).
Klasifikasi jambu menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Rosidae
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Species : Syzygium samarangense (Blume) Merr. and Perry
Syzygium aqueum (Burm f.) Alston
Daun merupakan salah satu organ tanaman yang penting dimana fungsi
utamanya adalah fotosintesis dan merupakan organ yang paling mudah beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Pertumbuhan yang baik dari tanaman dapat didukung
oleh karakter anatomi daunnya, contoh lebar dan tipisnya daun dapat menguntungkan
tanaman karena cahaya matahari yang ditangkap akan optimal sehingga proses
fotosintesis berlangsung baik. Secara histologis, daun tersusun dari 3 sistem jaringan,
bio.unsoed.ac.id
yaitu sistem jaringan dermal (epidermis), jaringan dasar (mesofil), dan jaringan
pembuluh. Epidermis daun merupakan lapisan sel terluar pada daun, biasanya terdiri
dari satu lapisan sel. Selain sel epidermis biasa, terdapat sel epidermis yang telah
berkembang menjadi sel rambut dan sel penutup pada stomata. Susunan sel pada
epidermis sangat rapat serta memiliki kutikula yang kaku dan kuat, sehingga
epidermis berperan sebagai penyokong mekanik (Hidayat, 1995).

3
Epidermis adalah sistem sel-sel yang bervariasi struktur dan fungsinya, yang
menutupi tubuh tumbuhan. Struktur yang demikian tersebut dapat dihubungkan
dengan peranan jaringan tersebut sebagai lapisan yang berhubungan dengan
lingkungan luar. Adanya bahan lemak, kutin dan kutikula dapat membatasi
penguapan, pada dinding terluar menjadikannnya kompak dan keras, sehingga dapat
dianggap sebagai penyokong mekanis. Di antara sel-sel epidermis terdapat
derivatnya antara lain yang disebut stomata, trikoma, sel kipas, sel silika dan sel
gabus (Hidayat, 1995). Tebal dinding sel epidermis setiap tumbuhan berbeda-beda.
Dinding sel epidermis yang berbatasan pada bagian luar terdapat penebalan oleh zat
kutin sehingga membentuk lapisan kutikula. Lapisan ini membatasi ruang
interselular yang membentuk sistem sehingga berhubungan langsung dengan stomata
(Sutrian, 2004). Permukaan kutikula bila dilihat dari atas akan menampakkan bentuk
kasar, bergerigi, seakan-akan menunjukkan adanya garis-garis (Sutrian, 1992). Cutler
(1969) menyatakan bahwa kutikula pada epidermis daun baik permukaan atas
maupun bawah merupakan faktor ketahanan struktural tanaman. Fungsi kutikula
adalah menghambat terjadinya penetrasi jamur dan mikroorganisme lainnya.
Semakin tebal lapisan kutikula daun maka semakin tahan tanaman tersebut terhadap
penetrasi patogen.
Mesofil merupakan bagian utama helaian daun yang mengandung kloroplas
dan ruang antar sel. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan
tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan palisade terletak
langsung di bawah epidermis, sel ini dapat tersusun dalam satu lapisan atau lebih,
berbentuk memanjang atau sedikit silindris, dan bentuknya lebih teratur daripada
jaringan spons (Hidayat, 1995).
Stomata adalah celah diantara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup. Dekat sel penutup terdapat sel-sel yang
mengelilinginya disebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup
bio.unsoed.ac.id
sesuai dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga
turut serta dalam perubahan osmotik yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel
penutup. Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan yang terdedah ke udara,
tetapi lebih banyak terdapat pada daun (Pandey, 1982). Sel-sel penutup tanaman
dikotil umumnya berbentuk ginjal, sedangkan monokotil mempunyai bentuk halter
dan strukturnya spesifik yang jika dilihat dari permukaan sel terlihat sempit di bagian
tengah dan membesar pada ujungnya. Dilihat dengan mikroskop elektron, protoplas

4
dari kedua sel penutup saling berhubungan melalui pori dinding yang membesar
tersebut karena adanya sinambung ini, sel-sel penutup dianggap sebagai satu unit
secara fisiologi dimana terjadi keseimbangan perubahan turgor (Fahn, 1991).
Tipe stomata pada daun sangat bervariasi. Berdasarkan hubungan stomata
dengan sel epidermis dan sel tetangga ada banyak tipe stomata. Klasifikasi ini
terpisah dari klasifikasi berdasarkan perkembangan. Walaupun tipe yang berbeda
dapat terjadi pada satu familia yang sama atau dapat juga pada daun dari spesies
yang sama. Struktur stomata dapat digunakan dalam studi taksonomi (Fahn, 1991).
Tjitrosoepomo (1978) menyatakan bahwa pada umumnya daun tanaman dikotil
mempunyai helaian menjari atau menyirip, sedangkan monokotil umumnya sejajar
atau melengkung. Hal ini menyebabkan perkembangan distribusi stomatanya juga
mengikuti kaidah tersebut. Sebenarnya jika dilihat ukurannya, stomata mempunyai
ukuran yang berbeda-beda ada yang kecil ada yang besar. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pada daun tanaman monokotil ukuran stomatanya relatif kecil,
sehingga terlihat sangat padat daripada stomata daun dikotil (Haryanti, 2010).
Shukla dan Misra (1982), menyatakan bahwa kekerabatan taksonomi adalah
kekerabatan fenetik (penampakan) dan filogenetik (evolusi) antar individu.
Kekerabatan sering diekspresikan dalam kekerabatan filogenetik saja. Meskipun
demikian, konsep taksonomi numerik yang sekarang diterima sangat luas
kekerabatan antar individu baik fenetik maupun filogenetik. Kekerabatan taksonomi
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu fenetik, filogenetik, kladistik, dan kekerabatan
kronistik. Kekerabatan taksonomi sudah lazim dipakai dalam pustaka atau artikel
yang membahas atau berhubungan dengan taksimetri atau taksonomi numerik.
Penelitian tentang keanekaragaman dan hubungan kekerabatan Syzygium
berdasarkan morfologi pernah dilakukan oleh Fahrurozi (2012) di Kecamatan
Baturraden, Kabupaten Banyumas. Dalam penelitiannya Fahrurozi menemukan 1
kultivar Syzygium aqueum yaitu S. aqueum Merah dan 5 kultivar Syzygium
bio.unsoed.ac.id
samarangense yaitu S. samarangense Kaget Merah, S. samarangense Bangkok,
S. samarangense Lonceng, S. samarangense Camplong, dan S. samarangense
Lilin Hijau. Sedangkan nilai kekerabatan fenetik yang terdekat yaitu antara S.
samarangense Camplong dengan S. samarangense Lilin Hijau dan S.
samarangense Camplong dengan S. samarangense Kaget Merah. Jarak
kekerabatan yang jauh antara S. aqueum Merah dengan S. samarangense
Camplong.

5
Pendekatan anatomi dapat menunjukkan korelasi antara karakter anatomi dan
karakter-karakter yang lain, oleh karena itu data anatomi dapat digunakan untuk
menguatkan batasan-batasan takson, terutama untuk bukti-bukti taksonomi seperti
karakter morfologi yang masih meragukan. Umumnya karakter anatomi merupakan
basis yang dapat diandalkan untuk membedakan jenis (Stone, 1976), karakter
anatomi ini memiliki kegunaan yang besar pada takson. Karakter-karakter ini cukup
konstan dan dapat bersifat diagnostik. Karakter anatomi digunakan baik untuk
praktek identifikasi maupun untuk menentukan hubungan filogenetik (Judd et al.,
2002). Secara anatomi, daun sangat bervariasi dan menyediakan banyak karakter
yang secara sistematik nyata. Menurut hasil penelitian Kam (1971), karakter anatomi
daun terutama karakter sel epidermis dan stomata sangat berguna di dalam membuat
batasan takson untuk tingkat infragenerik dan pengelompokkan jenis ke dalam seksi.
Studi perbandingan struktur tumbuhan, morfologi dan anatomi telah menjadi tulang
punggung sistematik tumbuhan yang berusaha untuk menjelaskan keanekaragaman,
filogeni dan evolusi (Rahayu & Sri, 2008).
Kultivar unggul jambu semarang (Syzygium samarangense) merupakan salah
satu penghasil buah tropis yang sangat populer dan disukai di Indonesia. Jambu ini
terdiri dari banyak kultivar yang sangat bervariasi baik bentuk, warna, dan rasanya
(Widodo, 2010). Sedangkan jambu air (S. aqueum), suatu spesies jambu asli
Indonesia dan Malaysia yang bermanfaat sebagai tanaman buah maupun tanaman
obat. Berbagai bagian dari pohon telah digunakan dalam pengobatan tradisional,
misalnya sebagai antibiotik (Palanisamy et al., 2011). Setelah diteliti ternyata jambu
semarang terdiri dari banyak kultivar yang menyebabkan kesulitan dalam penentuan
jenis asli (S. samarangense var. samarangense). Spesiasi terus terjadi akibat
pemuliaan dan seleksi jambu untuk menghasilkan jambu yang unggul. Akibatnya,
muncul banyak kultivar antara lain: jambu apel, Bangkok, Camplong, Cikampek,
cincalo semarang, ch Gondrong, ch merah, ch hijau, citra, demak, jamaika, kaget
bio.unsoed.ac.id
putih, kaget hijau, lilin hijau, lilin merah, madura putih, madura merah, merah
delima, mutiara, dll (Hariyanto, 2003). Selain itu, ada beberapa jambu peralihan
antara S. samarangense dan S. aqueum (Burm.f.) Alston (Widodo, 2010).

Anda mungkin juga menyukai