Anda di halaman 1dari 12

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses
migrasi differensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu
diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya szat- zat
itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi,
kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian,
masing- masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik. Teknik
kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, yaitu satu
diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat
terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau
lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut
berbentuk cairan gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap,
seperti gas yang disebut eluen. Fase diam ddapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti
halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silica gel, dan resin penukar ion, atau dapat
bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam fan fase
gerak.dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert
berfungsi sebagai fase diam. Jenis- jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis
kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian farmakope
indonesia adalah kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi kertas, kromatografi
lapis tipis (KLT), dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Aulia Nova Sari, 2015)

Kromatografi lapis tipis merupakan metoda pilihan untuk pemisahan semua


kandungan yang larut dalam lipid (lemak), yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana,
dan klorofil. Larutan campuran bahan atau sampel yang akan dipisahkan ditotolkan berupa
bercak atau pita. Pelat kemudian ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
sebagai fase gerak. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Selanjutnya komponen yang terpisah dapat dideteksi dengan sinar ultraviolet atau pereaksi
kimia tertentu. Fase diam KLT biasanya terdiri dari serbuk halus yang hampir seragam, tidak
larut dalam fase gerak dan secara kimia tidak bereaksi dengan fase gerak dan zat terlarut,
mempunyai bentuk partikel yang memungkinkan pemisahan dalam waktu yang wajar.
Ketebalan untuk analisis biasanya 0,2 mm sampai 0,3 mm sedangkan untuk preparatif 0,5
mm. Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan
bergerak didalam fase diam karena adanya daya kapiler. Pemakaian campuran pelarut yang
mempunyai polaritas berbeda akan memberikan daya pemisahan yang baik karena daya
kembangnya dapat disesuaikan untuk semua jenis senyawa. Persyaratan yang harus dipenuhi
pelarut adalah mampu menghasilkan pemisahan yang baik, tidak merusak lapisan penjerap
yang digunakan dan tidak bereaksi secara kimia dengan senyawa yang dipisahkan. Pelarut
yang digunakan lebih baik yang mudah menguap untuk memudahkan pengerjaan selanjutnya
seperti penjenuhan bejana kromatografi.
PRINSIP KERJA KLT
Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang . KLT
sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan
nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis
adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan
kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase
diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi
dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase
diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul (Watson, 2010).
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KLT
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan
metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007)
10. Waktu yang dibutuhkan tidak lama (2 5 menit) dan sampel yang dipakai hanya
sedikit
sekali (2 20 g) (Widodo Nanang, 2007)
Adapun kekurangan KLT yaitu:
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang
diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun (Gandjar dan
Rohman, 2007)
4. Waktu yang dibutuhkan tidak lama (2 5 menit) dan sampel yang dipakai hanya
sedikit
sekali (2 20 g) (Widodo Nanang, 2007)

SKEMA METODOLOGI YANG DIGUNAKAN PADA PENELITIAN INI DAPAT


DILIHAT PADA GAMBAR BERIKUT:
1. Prosedur persiapan dan inject sampel

2. Prosedur proses pemisahan sampel

3. Proses pengukuran scan (standart) dan sampel

4. Analisa data

Adapun pelaksanaan KLT sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007) :


1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi
dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa.
Sementara mekanisme sorpsi yang paling utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.
Berikut adalah beberapa penyerap fase diam yang digunakan pada KLT :

Jenis-jenis bahan penyerap fase diam KLT

2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah
campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sensitif
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase
gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik diguunakan campuran pelarut sebagai
fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu.

3. Penotolan sampel
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5
L. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 L maka penotolan harus
dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Totolkan Larutan uji
dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak
antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan
mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat
membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Ketika bekerja dengan lempeng,
gangguan fisik harus terhindarkan dari zat penjerap (Departemen kesehatan, 1995). Beri
tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak
penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah,dan masukkan rak ke dalam
bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi
titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan
sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya
diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana, buat
tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati bercak mula- mula dengan
cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet
gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat
panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama.
Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan
kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen kesehatan, 1995).
Gambar Skema Penotolan Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh hanya jika penotolan sampel
dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur
kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan
resolusi. Penotolan dapat dilakukan dengan mikropipet atau dengan mikrosyringe, biasanya
diperlukan 1-20 ul. Volume lebih besar dari itu dapat ditotolkan bertahan dalam bagian-
bagian kecil dengan pengeringan di antara penotolan itu. Kelebihan beban menyebabkan
bercak asimetri dan perubahan harga Rf, yang dapt dihindari cuplikan kurang dari 10-20 g.
Pada lempeng KLT efisien tinggi (KLTET) (biasanya 10x10 cm atau 10x20 cm)
hanya diperlukan cuplikan dalam nano sampai pikogram setiap bercak. Diameternya harus
tidak lebih 0,2 l. Diperlukan teknik penotolan khusus, yaitu dengan syringe 1 l yang
dihubungkan dengan skrup mikrometer atau sebuah kapiler platina iridium dalam aplikator
otomatis.
Pada lempeng KLT konvensional (20x20 cm, 10x20 cm, 5x20cm, tebal 0,2 mm)
cuplikan biasanya ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis, 1,5-2,0 cm dari tepi bawah dan
dimulai dan diakhiri kira-kira 0,5 cm dari samping kaca dan noda-noda diteteskan masing-
masing pada jarak 1 cm dari pusat noda. Penempatan noda diatas plat kira-kira 1 cm dari
salah satu ujungnya dimana ujung ini nantinya dicelupkan dalam pelarut. Bercak sebaiknya
berukuran sama dan mempunyai diameter 3-6 mm. Kedudukan noda tidak dapat diberi tanda
dengan pensil, seperti dikerjakan pada kertas, hingga penunjuk noda dapat digunakan,
misalnya penggaris yang diletakkan si samping plat kaca.
Garis awal dapat diberi tanda pada ujung dari plat dengan pensil dan garis akhir dapat
dibuat di bagian atas dengan menggoreskan pensil dan disebabkan goresan ini aliran pelarut
akan ditahan bila permukaan pelarut sampai pada garis. Jangan terlalu lama mencelupkan plat
dalam bejana bila permukaan pelarut telah mencapai garis akhir, karena oleh pengaruh difusi
dan penguapan dapat menyebabkan pemancaran dari noda-noda yang terpisah. Ujung plat
yang dicelupkan dalam fase bergerak jangan dibiarkan hingga rusak. Bila akan dilakukan
pemisahan dua jalan, maka lapisan dari dua sisi yang berdekatan tidak perlu dihilangkan.
Penotolan sampel secara otomatis dan manual
Penotolan sampel dalam Jumlah banyak secara manual membutuhkan waktu yang lama dan
juga menghasilkan reprodusibilitas yang kurang bagus. Reprodusibilitas dan kecepatan sering
dicapai dengan menggunakan penotol otomatis. Diagram skematik penotol analitik dengan
kontrol mekanik ditunjukkan dalam gambar dibawah. Motor stepper akan mengontrol
kecepatan gerakan sedotan syring; dengan demikian banyaknya sampel per bercak atau per
pita dapat dikontrol. Lebih lanjut motor stepper akan menggerakkan lempeng lapis tipis pada
arah sumbu x. Parameter-parameter ini diprogram dan dikontrol dengan mikroprosesor.

Gambar 3.2. Diagram syring analitik dengan kontrol mekanis. 1 = sampel; 2 = syring analitik;
3 = aksi kontrol mekanik; 4 == motor stepper; 5 = kontrol motor stepper; dan 6 = lempeng
lapis tipis'"".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih
daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 ul.
Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak
ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5
ul. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 ul maka penotolan harus
dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antartotolan (Rohman, Abdul.
2009)

4. Pengembangan
Selanjutnya mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya
telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli
sampel selanjutnya dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak
dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi
harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi
harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk
melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase
gerak telah mencapai ujung dari kertas saring maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah
jenuh.
Ada tiga macam teknik elusi, yaitu pengembangan secara ascending, descending, dan
radial atau horizontal. Teknik ascending merupakan cara yang paling sederhana. Kertas atau
lapis tipis sesudah diberi sampel, tepinya setinggi kurang lebih 2,5cm dicelupkan pada eluen
yang ditempatkan di dalam bejana. Eluen akan meresap pada kertas atau bahan penyangga
dan bergerak naik secara kapileri sampai pada ketinggian yang dikehendaki. Teknik
descending merupakan kebalikan dari teknik ascending. Eluen dialirkan dari tepi kertas
bagian atas dimana sampel diaplikasikan. Eluen akan bergerak mengalir (meresap) ke bawah
melalui kertas atau bahan penyangga secara perlahan-lahan sampai batas yang dikehendaki.
Jika dibanding dengan teknik ascending, maka teknik descending lebih cepat elusinya oleh
karena faktor gravitasi berpengaruh pada kecepatan aliran eluen dan gerakan komponen yang
memisah. Ada satu hal yang perlu mendapat perhatian pada teknik descending, yaitu cara
mengalirkan eluen dan atas ke bawah. ini dapat ditempuh dengan menghubungkan kertas atau
lapis tipis dengan kertas saring yang dicelupkan pada tangki atau bejana penyedia eluen. Pada
teknik radial atau horizontal, sampel diteteskan di sekitar pusat kertas atau lapis tipis. Eluen
dialirkan tepat melalui tengah-tengah kertas sehingga peresapan atau gerakan eluen akan
menyebar ke arah radial.
Ada pun metoda pengembangannya ada dua cara, yaitu metode satu arah (one way
direction) dan metoda dua arah (two ways direction). Pada metoda satu arah, kertas atau lapis
tipis dikembangkan melalui satu sisinya di mana sampel dimuatkan. Sedangkan pada metoda
dua arah, kertas atau lapis tipis yang telah dikembangkan, dilakukan pengembangan sekali
lagi melalui tepi siku-siku kertas atau lapis tipis (lihat gambar).

Metoda pengembangan Metoda pengembangan


satu arah dua arah

Pengembangan dikerjakan di dalam suatu tangki atau bejana dan kaca sepaya tampak dan
luar, dan ditutup sehingga ruang di dalam tangki akan jenuh dengan uap eluen. Kejenuhan
ruangan termasuk faktor keberhasilan pemisahan.
5. Metode Deteksi
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa
dilakukan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat dialakukan untuk
menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar
ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi,
membuat bercak akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi
bercak :
a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia
dengan solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi
bewarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi
pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
b. Mengamati lempeng di bawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi
254 atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. lempeng yang
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan fluoresen
yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi
atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan
pengembangan.
c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk
mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklat-coklatan.
d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument
yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika
disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap
sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder). Perhitungan nilai Rf
didasarkan atas rumus
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0. Beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik
yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
Daftar Pustaka

Aulia Nova Sari. 2015. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p- Metoksisinamat Melalui Proses
Nitrasi dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Anti Inflamasi.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Rohman, Abdul. 2009. Kromatigrafi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Widodo Nanang. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung dalam
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang

Anda mungkin juga menyukai