Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari mengenai


transduksi signal dan mekanisme aksi obat pada berbagai target aksi obat, meliputi kanal ion,
enzim, dan reseptor. Reseptor pada tingkat molekuler, ikatan obat-reseptor pada membran
plasma dan sel, sistem enzim sebagai target aksimolekul obat, perubahan-perubahan biokimia
karena aksi obat, keragaman reseptor obat dan ekspresi gen yang berperan dala
mekanisme resistensi obat.Sehingga memberikan penjelasan bagaimana
a k s i o b a t sampai level molekuler, sehingga banyak membantu dalam menjelaaskan
bagaimana mekanisme aksi obat.

Obat adalah senyawa kimia organic yang dapat berinteraksi secara selektif dengan
system biologi. Obat dapat digolongkan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan aksi
farmakologisnya atau berdasarkan struktur kimianya. Untuk kepentingan terapi, obat
mungkin lebih mudah jika digolongkan berdasarkan aksi farmakologisnya. Namun untuk
memprediksi suatu reaksi alergi atau idiosinkrasi, penggolongan obat berdasarkan struktur
kimia mungkin akan membantu, karena obat dengan struktur kimia serupa mungkin
menghasilkan reaksi yang hamper sama. Untuk itu kadang digabung antara penggolongan
berdasar aksi farmakologi dan struktur kimia, contoh obat golongan sulfa, antibiotika
golongan makrolida atau antidepresan trisiklik. (Ikawati, 2008)

Untuk dapat menghasilkan efek, obat harus melewati berbagai proses yang
menentukan, yaitu absorpsi, dstribusi, metabolisme, dan eliminasinya, namun yang terpenting
adalah bahwa obat harus dapat mencapai tempat aksinya. Dengan semakin diketahuinya
interaksi obat dan reseptornya pada tingkat molekuler, dan untuk kepentingan pengembangan
penemuan obat baru, maka berkembanglah penggolongan obat berdasarkan tempat aksinya,
yang kemudian bisa dirinci lebih jauh. (Ikawati, 2008)

Mekanisme kerja obat lainnya adalah berikatan dengan reseptor karena sebagian besar
obat berikatan dengan suatu reseptor. Suatu reseptor dapat berinteraksi dengan suatu ligan,
antara lain: hormone-hormon endogen dan neurotransmitter, atau agen-agen pengatur lainnya.

Reseptor merupakan suatu molekul protein di dalam atau di membran sel yang
fungsinya untuk berinteraksi dengan pembawa pesan kimia endogen di dalam tubuh
(hormone, neurotransmitter, mediator kimia bagi system kekebalan tubuh, dan lain-lain)
sehingga dapat memicu respons sel. Reseptor membantu mengoordinasikan respons dari sel-
sel tubuh.

Berdasarkan transduksi sinyalnya reseptor dapat digolongkan ke dalam beberapa


kelompok, salah satunya yaitu reseptor yang terkait dengan aktivitas kinase (tyrosine kinase-
linked receptor). Reseptor ini merupakan reseptor single transmembrane (sekali melintasi
membrane), yang memiliki ativitas kinase dalam transduksi signalnya. Contohnya adalaah
reseptor sitokin, reseptor insulin dan reseptor faktor pertumbuhan. (Ikawati, 2008)

Pada sepuluh tahun terakhir ini, reseptor faktor pertumbuhan mendapat perhatian
cukup besar karena merupakan salah satu target aksi bagi obat-obat anti kanker. Diketahui
bahwa kanker adalah suatu penyakit yang ditandai oleh proliferasi sel yang berlebihan dan
terus menerus secara abnormal. Salah satu faktor penentu pertumbuhan adalah adannya faktor
pertumbuhan yang bekerja pada reseptornya. Banyak dijumpai adanya mutasi pada reseptor
faktor pertumbuhan, sehingga signal pertumbuhan melalui respetor tirosin kinase terus
dikirimkan walaupun tidak ada faktor pertumbuhan. (Ikawati, 2008)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan reseptor faktor pertumbuhan.


2. Bagaimana transduksi sinyal reseptor faktor pertumbuhan.
3. Contoh obat yang bereaksi pada reseptor faktor pertumbuhan.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa itu reseptor faktor pertumbuhan.


2. Mengetahui transduksi sinyal dari reseptor faktor pertumbuhan.
3. Mengetahui contoh obat yang bereaksi pada reseptor faktor pertumbuhan.

1.4. Manfaat

Memberikan informasi mengenai reseptor faktor pertumbuhan sehingga mampu


memahami dan menjelaskan kembali resepot faktor pertumbuhan

BAB II
ISI

2.1. Pengertian Reseptor

Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik


langsung berikatan dengan ligan (obat, hormone, neurotransmitter) untuk memicu proses
biokimia antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. Suatu senyawa / ligan
dapat beraksi sebagai agonis dan antagonis. Jika agonis adalah suatu ligan yang jika berikatan
dengan reseptor dapat menghasilkan efek, antagonis dapat berikatan dengan reseptor tetapi
tidak menghasilkan efek. Dalam hal ini agonis dikatakan memiliki afinitas (kemampuan
berikatan) dengan reseptor dan efikasi (kemampuan menghasilkan efek). Sedangkan
antagonis memiliki afinitas tetapi tidak memiliki efikasi. Aktivasi reseptor oleh suatu agonis
atau ligan akan diikuti oleh respons biokimia atau fisiologi yang melibatkan molekul-molekul
pembawa pesan yang dinamakan second messengers. (Ikawati, 2008)

Ikatan antara suatu ligan/obat dan reseptornya tergantung pada kesesuaian antara dua
molekul tersebut. Semakin sesuai dan semakin besar afinitasnya, akan semakin kuat interaksi
yang terbentuk. Selain itu, ikatan antara ligan-reseptor juga memiliki spesifitas, yaitu bahwa
suatu ligan dapat mengikat satu tipe reseptor tertentu. Jika suatu ligan dapat berikatan dengan
beberapa tipe reseptor, maka ligan itu dinyatakan kurang spesifik. Spesifisitas ini dapat
bersifat kimiawi atau biologi. Spesifitas kimiawi artinya adanya perubahan struktur kimia
atau stereoisomerasi saja, dapat menyebabkan perbedaan kekuatan ikatan dengan reseptor
yang pada gilirannya mempengaruhi efek farmakologinya. Sedangkan spesifisitas biologi
artinya efek yang dihasilkan oleh interaksi ligan dan reseptor yang sama dapat berbeda
kekuatannya jika terdapat pada jaringan yang berbeda. Aktivasi reseptor oleh suatu agonis
atau hormone akan diikuti oleh respon biokimia atau fisiologi yang melibatkan molekul-
molekul yang dinamakan second messenger. (Ikawati, 2008)

Reseptor berfungsi mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifisitas yang
tinggi, dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara, yaitu:

1. Perubahan permeabilitasmembran; adanya ikatan ligan dengan reseptor dapat


menyebabkan membrane menjadi lebih permeable dengan adanya permukaan
kanal tertentu sehingga ion-ion tertentu dapat mengalir melintasi membran.
2. Pembentukan second messenger, ikatan obat dengan ligan akan memicu rangkaian
peristiwa biokimia yang menghasilkan berbagai molekul intrasel (second
messenger) yang berperan dalam penghantaran signal. Contoh second messenger
antara lain adalah: cAMP (siklik AMP), Ca (kalsium), DAG (diasil gliserol), IP3
(inositol tri-fosfat),dll.
3. Mempengaruhi transkripsi gen; ikatan ligan dengan reseptor dapat juga
memengaruhi transkripsi gen baik secara langsung maupun tidak langsung.
(Ikawati, 2008)

Berdasarkan transduksi sinyalnya, maka reseptor dapat dikelompokkan menjadi 4,


yaitu:

1. Ligand-ligand ion channel receptor (reseptor kanal ion)


Disebut juga reseptor ionotropik, golongan reseptor ini merupakan suatu reseptor
membrane yang langsung terhubung langsung oleh suatu kanal ion, yang
memperantarai aksi sinaptik yang cepat. Contohnya adalah reseptor asetil kolin
nikotinik, reseptor GABAA dan reseptor glutamate.
2. G-protein coupled receptor (reseptor yang tergandeng dengan protein G)
Reseptor ini merupakan reseptor membrane yang tergandeng dengan system efektor
yang disebut protein G. Selain disebut juga reseptor metabotropik , reseptor ini juga
sering disebut 7TM atau 7 transmembran, karena rangkaian peptide reseptor ini
melintasi membrane sebanyak 7 kali. Reseptor ini memperantarai aksi yang lambat
beberapa neurotransmitter dan hormone. Contohnya: reseptor asetilkolin muskarimik,
reseptor adrenergic, reseptor histamine, reseptor dopaminergik, dan reseptor
serotonin.
3. Tyrosine kinase-linked receptor (reseptor yang terkait dengan aktivitas kinase)
Reseptor ini merupakan reseptor single transmembrane (sekali melintasi membrane),
yang memiliki aktivitas kinase dalam transduksi signalnya. Contohnya adalah reseptor
sitokin , reseptor growth factor, dan reseptor insulin.
4. Reseptor ini (nuclear receptor)
Berbeda dengan tiga kelompok di atas yang berlokasi membrane sel, reseptor ini
disebut juga reseptor intraseluler, berada di dalam sitoplasmik atau nucleus. Aksinya
langsung mengatur transkripsi gen yang menentukan sintesis protein tertentu.
(Ikawati, 2008)

2.2 Pengertian Reseptor Faktor Pertumbuhan

Reseptor faktor pertumbuhan adalah reseptor tirosin kinase yang bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan berbagaii bagian dari sel. Jika suatu faktor pertumbuhan berikatan
dengan reseptornya, ia akan memicu serangkaian peristiwa molekuler yang berujung pada
transkripsi gen. transkripsi gen lebih lanjut akan memicu sintesis potein tertentu yang
dibutuhkan dalam berbagai proses dalam sel yang terkait dengan pertumbuhan dan proliferasi
sel.

Protein tirosin kinase (PTK) adalah enzim yang mengkatalisis proses fosforilasi dari
residu tirosin, yaitu proses transfer ion fosfat dari ATP ke gugus hidroksil (OH) tirosin pada
protein targetnya. Enzim tirosin kinase terlibat dalam berbagai jalur signaling dan meregulasi
fungsi fundamental sel seperti regulasi terhadap proliferasi dan diferensiasi sel, siklus sel,
migrasi sel, keberlangsungan hidup sel, dan modulasi pada metabolisme seluler. Aktivitas
yang tidak terkontrol dari enzim ini, misalnya terjadi mutasi atau overekspresi, dapat
menyebabkan gangguan serius seperti kanker, penyakit inflamasi, dan lain-lain. (Ikawati,
2008)

Reseptor tirosin kinase (Tyrosine kinase-linked receptor) merupakan reseptor


membrane sel terbanyak kedua setelah reseptor tergandeng protein G. Reseptor ini adalah
protein trans-membran yang memiliki satu segmen transmembran, atau dikatakan berbentuk
monomer. Keluarga reseptor tirosin kinase (RTK) memiliki struktur yang mirip. (Ikawati,
2008). Gambaran skematik struktur RTK dapat digambarkan sebagai berikut:

Reseptor Tirosin Kinase (RTK) terdiri dari empat domain:

1. Domain pengikatan ligan ekstraseluler


2. Domain tirosin kinase intraseluler, dengan sekuens asam amino pada pengikatan
ATP dan daerah-daerah pengikatan substrat yang terpelihara oleh protein kinase
yang tergantung cAMP (cAPK, PKA)
3. Domain pengatur (regulatory) intraseluler
4. Domain transmembran (Syamsudin, 2013)
2.3 Mekanisme kerja tirosin kinase

Tirosin kinase adalah sebuah enzim yang dapat mentransfer fosfat dari ATP ke protein
dalam sel. Kelompok fosfat melekat pada asam amino tirosin pada protein. Tirosin kinase
merupakan subkelompok dari kelas yang lebih besar protein kinase yang menempel gugus
fosfat pada asam amino lain ( serin dan treonin ). Fosforilasi protein oleh kinase merupakan
mekanisme penting dalam komunikasi sinyal dalam sel ( transduksi sinyal ) dan mengatur
aktivitas selular, seperti pembelahan sel.

Reaksi yang terjadi berupa: ATP + Tirosin --(Tirosin kinase)--> ADP + Tirosina fosfat.

Tirosina kinase banyak ditemukan pada faktor pertumbuhan, terutama pada domain
sitoplasmiknya. Protein kinase dapat bermutasi menyebabkan pertumbuhan yang tidak diatur
di sel, yang merupakan faktor utama bagi perkembangan kanker. Oleh karena itu, inhibitor
kinase, seperti imatinib, sering dimanfaatkan sebagai pengobatan kanker efektif.

Selain itu, aktivitas tirosin kinase telah ditentukan dan harus dikaitkan dengan
transformasi seluler . ini juga menunjukkan bahwa fosforilasi dari antigen T-tengah pada
tirosin juga berkaitan dengan transformasi sel, perubahan yang mirip dengan pertumbuhan sel
atau reproduksi.

Aktivasi reseptor tirosin kinase memerlukan minimal dua reseptor yang akan
terdimerisasi jika suatu ligan (hormon) terikat pada tempat ikatannya. Ketika dua reseptor
terdimerisasi (reseptor insulin teraktivasi), maka tirosin kinase domain akan saling
memfosforilasi ujung C pada residu tirosin, sehingga disebut autofosforilasi karena terjadi
pada reseptor yang sejenis. Selanjutnya tirosin yang terfosforilasi akan bertindak sebagai
tempat ikatan berafinitas tinggi bai suatu adaptor protein yaitu protein yang memiliki SH2
domain (SH2= Src homology regions 2). Adaptor protein ini berikatan dengan suatu guanyl
nucleotide-releas protein (GNRP). Jika GNRP teraktivasi, dia menyebabkan protein G
bernama Ras (suatu protein yang termasuk GTPase monomerik, dan merupakan protein yang
penting dalam transduksi signal melalui reseptor tirosin kinase) untuk melepaskan GDP dan
menukarnya dengan GTP.

Protein tersebut merupakan substrat bagi reseptor kinase dan difosforilasi. Komponen
yang beraneka ragam dan teraktivasi secara cepat inilah yang mendasari efek faktor
pertumbuhan yang beraneka ragam dan mendalam, misalnya efek PDGF terhadap sel
sasarannya, karena masing-masing jalur pensinyalan yang diaktivasi dapat memicu dan
memperkuat satu respons fungsional atau lebih. Selanjutnya, banyak ligan faktor
pertumbuhan dan menimbulkan heteridimerasi pada reseptor; dan jalur transduksi sinyal dan
respons fungsional yang teraktivasi kemudian akan berubah sesuai komposisi reseptor. Inilah
mekanisme yang menghasilkan banyak respons sel yang berbeda-beda dari reseptor yang
jumlahnya terbatas. (Syamsudin, 2013)

2.4 Transduksi Sinyal Reseptor Tirosin Kinase

Reseptor tirosin kinase transmembran adalah enzim yang berperan di jalur transduksi
sinyal intraseluler dengan memancarkan sinyal dari reseptor membrane ke bagian dalam sel
dan disandarkan ke membrane sel oleh suatu domain transmembran hidrofobik. Sinyal
ekstraseluler diterima enzim ini melalui pengikatan ligan dengan wilayah luar reseptor
membrane, yang merangsang aktivasi domain sitoplasmik. Proses aktivasi ini memiliki dua
tahap yang sangat penting. Tahap pertama tergantung kepada dimerisasi reseptor yang
menyebabkan perubahan konformasi. Pada tahap kedua, TK diautofosforilasi, yang diatur
oleh ligan pengatur. Proses ini menjadi pemicu terjadinya kaskade reaksi fosforilasi yang
mengaktifkan sejumlah protein hingga sinyal mencapai nucleus dan menyebabkan perubahan
ekspresi gen spesifik yang menjadi target kerja. (Syamsudin, 2013)

Tirosin kinase sitoplasmik termasuk enzim-enzim yang diaktivasi oleh ligan yang
terikat dengan reseptor-reseptor sel, dan kinase tak terikat yang diaktivasi oleh transport ion
di sepanjang membrane sel atau di antara fase-fase siklus sel. Mekanisme aktivasi dari kinase
sitoplasmik tak terikat ini sama dengan reseptor kinase yang memiliki domain katalitik
timbal-balik. Setiap domain katalitik pada tirosin kinase memiliki suatu tempat ikatan ATP
tertentu, yang merupakan suatu residu fosfat dan juga suatu tempat ikatan substrat (yang
mentransfer residu fosfat dariATP). (Syamsudin, 2013)
Signal transduksi pada reseptor tirosin kinase ada dua jalur yaitu:

a. Jalur Ras/Raf/MAP kinase, yaitu jalur yang berperan dalam pembelahan sel,
pertumbuhan dan prliferasi sel. Contohnya adalah reseptor growth factor seperti:
reseptor EGF, reseptor VEGF, reseptor insulin, dll.
b. Jalur Jak/Stat, yang diaktivasi oleh berbagai cytokines dan mengontrol sintesis dan
pelepasan berbagai mediator inflamasi. Contohnya adalah pada reseptor sitokin.
(Ikawati, 2008)
2.5 Reseptor Tirosin kinase

Reseptor tirosin kinase (RTK) merupakan keluarga reseptor yang memiliki struktur
yang mirip satu sama lain. Keluarga reseptor ini memiliki satu tyrosin kinase domain, yaitu
yang akan memfosforilasi protein pada residu tirosin, satu hormone binding domain, yaitu
tempat ikatan dengan ligan atau hormon, dan satu segmen karboksil terminal dengan tirosin
ganda untuk autofosforilasi.contoh reseptor yang tergolong reseptor tirosin kinase antara lain
adalah reseptor-reseptor faktor pertumbuhan seperti:

a. EGFR (epithelial growth factor receptor)


b. VEGFR (vaskular endothelial growth factor receptor)
c. Reseptor sitokin
d. Reseptor insulin
a. Reseptor EGF (EPITHELIAL/EPIDERMAL GROWTH FACTOR)
Reseptor EGF dan ligannya terlibat dalam 70% kejadian kanker seperti kanker paru,
kanker payudara, kanker otak dan kanker usus, reseptor EGF terekspresi sampai
kurang lebih 100 kali lebih banyak dibandingkan pada permukaan sel normal. Over-
ekspresi reseptor EGF dan ligannya ini telah terbukti menyebabkan promosi berbagai
tanda-tanda kanker, seperti penghambatan apoptosis, migrasi sel, metastase, resistensi
terhadap terapi sitostatik standar. Secara eksperimental terbukti bahwa penghambatan
terhadap reseptor EGF dapat menekan semua tanda ini (ikawati, 2014:113).
Reseptor EGF sendiri terdiri atas empat anggota reseptor yaitu: EGFR/ErbB1,
HER2/ErbB2,HER3/ErbB3 dan HER4/ErbB4. Dari keempat subtipe reseptor
EGF,HER2 merupakan reseptor yang paling banyak dihubungkan dengan kejadian
kanker, sebuah studi menemukan bahwa polimorfisme genetik HER2 terkait erat
dengan meningkatnya risiko terjadinya kanker payudara pada wanita muda. Over-
ekspresi dan amplipikasi gen HER2 pada berbagai tipe kanker pada manusia,,
khususnya kanker payudara, dijumpai dengan frekuensi mencapai 30% (ikawati,
2014:113).
HER2 (HER-2/neu, erbB2) merupakan anggota family erbB/HER dari reseptor
transmembran tirosin kinase yang dikode oleh gen HER2. Gen HER2 merupakan
proto-onkogen yang ditemukan pada kromosom 17 dan berfungsi sebagai reseptor
membran sel. Gen HER2 mengkode glikoprotein transmembran 185-kDa yang
memiliki aktivitas intrinsik protein tirosin kinase. HER family berperan penting untuk
mengatur pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan diferensiasi sel. Gen HER2
berperan dalam regulasi pertumbuhan, proliferasi dan pembelahan sel normal, namun
mengekspresikan reseptor di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Reseptor HER2
terdiri atas domain ekstraseluler, domain transmembran, dan domain intraseluler.
Reseptor HER2 dianggap sebagai orphan receptor karena tidak memiliki ligan
spesifik sehingga tidak dapat dikenali dan diaktifkan oleh ligan EGF. Sedangkan,
reseptor dari anggota family HER lainnya memiliki ligannya masing-masing. Namun,
reseptor HER2 mampu untuk membentuk heterodimer. Bentuk heterodimer tersebut
merupakan hasil dari kombinasi antara reseptor HER2 dengan berbagai reseptor lain
dalam family HER, sehingga membentuk kompleks reseptor heterodimer. Oleh karena
itu, ligan (EGF) akan mengikat kompleks reseptor heterodimer pada permukaan sel
sehingga menyebabkan aktivasi protein intrinsik dari tirosin kinase. Hasilnya adalah
transmisi sinyal growth factor akan melewati membran sel menuju bagian intraseluler
dari nukleus, sehingga akan mengaktifkan gen HER2.
Semua sel epitel yang normal mengandung 2 kopi gen HER2 dan mengekspresikan
reseptor HER2 di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Pada beberapa kasus selama
transformasi onkogenik, jumlah gen HER2 meningkat sehingga menyebabkan
peningkatan transkripsi mRNA dan peningkatan jumlah reseptor HER2 di permukaan
sel. HER2 onkogen berhubungan dengan keagresifan tumor dan meningkatnya
amplifikasi dari gen tersebut. Selain itu, juga berperan dalam tumorigenesis dan
metastatis. Ekspresi gen HER2 yang menyimpang ini dijumpai diberbagai macam
kanker, namun lebih dipelajari pada kanker payudara.
Amplifikasi gen HER2 pada kanker payudara diperkirakan 20-30%. Peningkatan
ekspresi gen HER2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis, dan
menginduksi angiogenesis dan anti-apoptosis. Aktivasi gen HER2 memerlukan
heterodimer dengan reseptor dari family HER lainnya. Namun, homodimer atau
heterodimer reseptor dari family HER2 (Human Epidermal Growth Factor 2 )
memiliki perbedaan tingkat stimulasi mitogenik. Kompleks reseptor heterodimer
HER2 dengan HER 3 merupakan kompleks reseptor yang sering ditemukan pada sel
kanker.
Untuk kanker solid seperti kanker payudara, telah dikembangkan lapanitip ditosylate,
suatu inhibitor ganda terhadap reseptor EGF (ErbB-1) dan ErbB-2 (Her2/neu). Pada
tahun 2007, lapanitip ditosylate mendapat persetujuan FDA untuk pengobatan kanker
payudara. Ada lagi trastuzumab (herceptin) dan pertuzumab (perjeta) yang merupakan
antibody terhadap reseptor HER2/neu yang terekspresi tinggi pada kanker payudara.
Kedua obat ini telah disetujui untuk indikasi kanker payudara yang telah mengalami
metastasis (ikawati, 2014: 114).
b. Reseptor VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR)
Reseptor VEGF merupakan target aksi lainnya bagi pengobatan kanker. Aktivasi
reseptor VEGF akan memicu proses angiogenesis, yaitu proses pembentukan pembulu
darah baru disekitar tumor untuk menyuplai kebutuhan nutrisis sel. Penghambatan
angiogenesis merupakan salah satu pendekatan terapi kanker dengan cara
menghentikan suplai darah ketempat terjadinya tumor. Salah satu contoh obatnya
adalah bevacizumab (avastin) suatuu antibody monoclonal terhadap VEGF suatu
factor pro-angiogenesis. Bevacizumab merupakan inhibitor angiogenesisi pertama
ynag dipasarkan setelah mendapat persetujuan FDA pada akhirr februari 2004.
Bevacizumab bekerja mengikat VEGF sehingga tidak bias berikatan dengan
reseptornya (ikawati, 2014:114-115).
Sebetulnya angiogenesis adalah sebuah proses yang sehat. Tetapi pada penderita
kanker, proses pembentukan pembuluh darah baru ini akan membuat tumor memiliki
jaringan pembuluh darah sendiri yang akan membuatnya tumbuh dengan cepat dan
ganas. Anti-angiogenesis adalah terapi yang bertujuan untuk menghentikan
pembentukan pembuluh darah baru. Karena tanpa suplai darah, sel tumor/kanker akan
mati. Tanpa memiliki pembuluh darah sendiri, tumor hanya dapat tumbuh maksimal
satu milimeter saja.
Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) adalah sinyal kimia yang diproduksi
oleh sel-sel yang merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru. Ini adalah bagian
dari sistem yang mengembalikan pasokan oksigen ke jaringan bila sirkulasi darah
tidak memadai. Fungsi normal VEGF adalah untuk menciptakan pembuluh darah baru
selama perkembangan embrio, pembuluh darah baru setelah cedera, dan pembuluh
darah baru (sirkulasi kolateral) untuk memotong pembuluh diblokir.
Proses awalnya terjadi ketika manusia menghirup oksigen ke dalam tubuh. Sel tubuh
manusia memerlukan oksigen yang digunakan sebagai energi menjalankan proses
proses molekuler. Kemudian oksigen tersebut dikirimkan melalui darah, dan sebagian
besar sel sel tubuh berada dalam rentang 10 milimeter dari pembuluh kapiler. Sel
sel tumor juga seperti itu, bila massa sel sel tumor telah lebih besar dari 1 milimeter,
hal tersebut menyebabkan sel kekurangan oksigen dan energi. Sel tumor akan terus
berkembang bila dibentuk pembuluh darah baru (angiogenesis). Vascular endothelial
growth factor atau VEGF adalah sinyal kunci yang digunakan oleh sel yang
kekurangan oksigen (oxygen-hungry cells) untuk memicu pertumbuhan pembuluh
darah, terutama dalam hal ini yaitu sel sel tumor.
Pada awalnya, tumor muncul sebagai sebuah sel, yang kemudian tumbuh menjadi
kanker dan mulai membelah, membentuk sel-sel kanker yang baru. Awalnya, sel-sel
ini mendapatkan nutrisi dari pembuluh darah yang ada di dekatnya. Akan tetapi,
karena sel terus membelah, maka sel yang berada di tengah menjadi berada jauh dari
pembuluh darah, sehingga ia harus mempunyai pembuluh darah sendiri. Tanpa
pembentukan pembuluh darah yang baru, tumor tidak akan bisa tumbuh lebih besar
dari 1 milimeter.
Agar tumor dapat berkembang dan bermetastasis diperlukan pembentukan pembuluh
darah melalui angiogenesis. Untuk proses angiogenesis tersebut antara lain diperlukan
vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan peptida angiogenik yang
sangat berpotensi dalam mengendali pengembangan hematopoietic stem cell dan
pengubahan matriks ekstrasel. In vitro VEGF merangsang degradasi matriks ekstrasel
dan proliferasi, migrasi dan pembentukan rongga pembuluh pada sel endotel
pembuluh darah. In vivo mengatur permiabilitas dinding kapiler yang merupakan hal
penting dalam proses awal angiogenesis.
c. Reseptor Sitokinin
Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel untuk saling
berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah interleukin ( IL-1; IL-2, dst), tumor
nekrosis alfa (TNF-), interferon gamma ( IFN-), dll. Sitokin berperan dalam brbagai
peristiwa biologis terutama pada inflamasi. Sama dengan reseptor EGF tadi, jika
sitokin berikatan dengan resetornya maka akan terjadi erangkaian peristiwa yang
berujung pada transkripsi gen, lalu akan menginduksi sintesis protein tertentu
misalnya produksi antibody IgF oleh limfosit.

Seperti telah disebutkan bahwa sitokin banyakmterlibat pada proses inflamasi, maka
banyak obat yang telah dikembangkan dengan sitokin sebgai target aksi obatnya.
Contohnya antagoni9s IL-5 yang telh dicobakan untuk mengurangi rekrutmen
eusinofil kejaringan nafas yang terinflamasi oleh pasien penyakit asma. Pada penyakit
asama kronis lain seperti rhematoid arthritis atau penyakit Crohns, telah
dikenbangkan obat dengan target aksi TNF- yaitu infliksimab, dimana TNF- ini
meupakan salah astu faktoe patoligis dari penyakti Crohns ini.

d. Reseptor Insulin
Tergolong kedalam reseptor tirosin kinase, namun tidak sama dengan RTK lainnya
yang berbentuk monomer, receptor ini berbentuk dimmer. Terdiri dari 2 subunit dan
2 subunit yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Pada proses signalingnya, jika
ligan terikat pada subunit maka subunit akan mengalami autofosforilasi, yang
selanjutnya memicu aktivitas katalitiknya. Reseptor yang teraktivasi akan
memfosforilasi sejumlah reseptor intrasel lainnya sampai akhirnya menimbulkan
respon biolois. Protein yang menjadi efektor bagi reseptor insulin adalah insulin
reseptor substrat 1 atau IRS-1.
Jika IRS-1 terfosforilasi maka ia akan memicu serangkaian peristiwa molekuler
seperti telihat pada gambar berikut ini:

Akan terbentuk suatu transporter glukosa yang disebut Glut-4 menepi dan berdifusi
dengan dengan plasma membrane yang memungkinkan glukosa untuk ditranspor ke
dalam sel. Tanpa insulin dan aktivasi reseptornya, Glut-4 tetap berada didalam
sitoplasma dan tidak berfungsi untuk mentranspor glukosa. Jika kadar insulin
menurunatau reseptor insulin tidak lagi teraktivasi, Glut-4 akan kembali ke
sitoplasma.

2.6 Obat-obat yanng Bereaksi Pada Reseptor Pertumbuhan


a. Antagonisme terhadap reseptor faktor pertumbuhan
Jika pada penyakit kanker digunakan obat-obat antagonis atau inhibitor reseptor
growth factor, pada penyakit gangguan pertumbuhan badan yang disebut dwarfism
(kerdil), beberapa obat ikembangkan sebagai agonis reseptor growth factor contohnya
adalah mecasermin (increlex) yang bekerja pada reseptor insuline-like growt factor
(IGF-1). Obat ini merupakan rDNA human insulin-like growth factor untuk indikasi
defisiensi hormone IGF-1 yang sering dijumpai pada pasien retardasi pertumbuhan
(kerdil) ynag disetujui FDA pada agustus 2005 (Ikawati,2014:116).
IGF-1 (Insulin-Like Growth Factor I) adalah zat yang terutama disekresi oleh hati
sebagai akibat dari stimulasi oleh hormon pertumbuhan (GH). Faktor pertumbuhan
adalah protein yang mengikat reseptor pada permukaan sel, dengan hasil utama
mengaktifkan proliferasi dan / atau diferensiasi sel. Banyak faktor pertumbuhan yang
cukup serbaguna, merangsang divisi seluler menjadi berbagai jenis sel yang berbeda,
sementara yang lain khusus untuk jenis sel tertentu. IGF-1 berperan penting bagi
pengaturan fisiologi normal, serta sejumlah kondisi patologis, termasuk kanker.
Sumbu IGF telah terbukti berperan dalam mempromosikan proliferasi sel dan
menghambat kematian sel (apoptosis). IGF-1 adalah sebuah polipeptida yang
meningkatkan proliferasi sel dan penyerapan gula oleh sel.
Mecasermin memasok rekombinan-DNA-asal IGF-1, yang mengikat ke Tipe I
reseptor IGF-1. Reseptor ini diberikannya aktivitas pemancaran intra-seluler di
sejumlah proses yang terlibat dalam pertumbuhan statural, termasuk mitogenesis di
beberapa jenis jaringan, pertumbuhan kondrosit dan pembagian bersama piring
pertumbuhan tulang rawan, dan peningkatan pertumbuhan organ Mengobati
kegagalan pertumbuhan pada anak dengan berat utama IGF-1 defisiensi atau dengan
hormon pertumbuhan (GH) penghapusan gen yang telah mengembangkan
menetralisir antibodi terhadap GH. Mecasermin adalah hormon. Ia bekerja dengan
menghasilkan efek yang identik dengan tubuh yang alami insulin-seperti faktor
pertumbuhan. Ini merangsang pertumbuhan tulang, sel, dan organ internal. Obat-
obatan dan obat berikut dalam beberapa cara yang berhubungan dengan, atau
digunakan dalam pengobatan Primer IGF-1 Defisiensi.
IGF-1 adalah singkatan dari Insulin-like Growth Factor 1 atau Faktor Pertumbuhan
Serupa Insulin 1. Dikenal di kalangan ilmiah sebagai hormone protein polipeptida,
IGF-1 memainkan peran penting dalam pertumbuhan di masa kanak-kanak dan
menstimulasi efek anabolic (pembangunan otot) pada orang dewasa.
Ada 70 amino acid yang saling terhubung dalam satu rantai tunggal IGF-1. IGF-1
adalah hormon yang diproduksi ketika hati distimulasi oleh HGH. Ketika level HGH
dalam darah naik, hati meresponnya dengan memproduksi lebih banyak IGF-1.
Ledakan pertumbuhan yang lebih tinggi ini dan regenerasi oleh sel-sel tubuh,
terutama pada sel-sel otot. Kenaikan pada level IGF-1 telah menunjukkan efek positif
yaitu dengan bertambahnya kekuatan otot, ukuran dan efisiensi. Ketika anda tidak
memiliki cukup IGF-1 dalam tubuh, baik itu disebabkan oleh penyakit , kekurangan
gizi atau ketidakseimbangan hormon, pertumbuhan anda akan terhambat.
Tujuan utama IGF-1 adalah untuk menstimulasi pertumbuhan sel. Tiap sel pada tubuh
manusia bisa terpengaruhi IGF-1, tapi sel-sel pada otot, tulang rawan, tulang, hati,
ginjal, lapisan kulit, paru-paru dan syaraf lebih cenderung terpengaruh secara positif.
b. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal telah dikembangkan sebagai reflektif yang bertindak sebagai
inhibitor yang hanya akan bekarja dengan cara berikatan dengan VEGF yang terlibat
pada proses angiogenesis sehingga proses angiogenesis tidak akan terjadi . namun
inhibitor ini tidak akan berikatan selain dengan vegf yang memiliki peranan penting
dalam proses angiogenesis atau dengan kata lain penghambatan penempelan ligan
pada reseptor VEGF yang disebabkan oleh ligan lainnya tidak dapat dihambat oleh
senyawa ini.
Antibodi monoklonal sebagai targeting missiles merupakan imunoterapi yang
menjanjikan karena memiliki sifat mengikat secara spesifik terhadap suatu target
antigen atau sel abnormal sehingga antibodi monoklonal sangat efektif untuk dipakai
sebagai dasar terapi kanker. Antibodi monoklonal sebagai terapi kanker diinjeksikan
ke dalam tubuh pasien, molekul itu akan mencari sel kanker (antigen) sebagai target.
Antibodi monoklonal secara potensial merusak atau menghancurkan aktiviti sel
kanker atau dengan cara lain yaitu meningkatkan respons imun jaringan tubuh
melawan kanker.
Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah
satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi
monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul,
memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa
merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam
jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel
yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian
terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian
dapat mendeteksi atau memurnikannya. Antibodi monoklonal tidak hanya
mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik
molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada
permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker.
Spesifisiti antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi.
Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga
membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan menghancurkan sel kanker.
c. Herceptin (Trastuzumab)
Trastuzumab dan pertuzumab merupakan antibodii terhadap reseptor HER2/neu yang
terekspresi tinggi pada kanker payudara. Kedua obat ini telah disetujui untuk indikasi
kanker payudara yang telah mengalami metastasis (ikawati,2014).
Reseptor HER2 mampu untuk membentuk heterodimer. Bentuk heterodimer tersebut
merupakan hasil dari kombinasi antara reseptor HER2 dengan berbagai reseptor lain
dalam family HER, sehingga membentuk kompleks reseptor heterodimer, dan
mengirimkan sinyal Growth Factor yang akan melewati membrane sel menuju bagian
intraseluler dari nucleus, sehingga mengaktifkan gen HER2 (Brennan PJ et al., 2000).
Kerja Herceptin meliputi 3 hal, yaitu menghambat transmisi sinyal growth factor
menuju nucleus, keberadaan Herceptin menginduksi sel imun untuk segera melakukan
apoptosis pada sel kanker, dan memaksimalkan pengobatan secara kemoterapi (Nahta
et al., 2003). Herceptin dapat berikatan dengan HER2 protein pada bagian
ekstraseluler yang mengakibatkan HER2 protein menjadi inaktif sehingga
pertumbuhan tidak terkontrol dari sel payudara terhenti. Trastuzumab bekerja dengan
cara mengurangi sinyal yang dimediasi HER2 melalui PI3K (phosphatidylinositol 3-
kinase) dan MAPK (mitogen-activated protein kinase) (Kute et al., 2004).
Herceptin juga memiliki kemampuan untuk menginduksi respon imun melalui
mekanisme antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC). Mekanisme ini dapat
menyebabkan peristiwa apoptosis sel kanker. Keunggulan mekanisme seperti inilah
yang diharapkan terjadi, karena selama ini obat kanker yang ada, menstimulasi
apoptosis tidak hanya pada sel yang terkena kanker namun juga sel normal (Clynes et
al., 2000 ).
Herceptin adalah antibodi monoklonal yang dirancang untuk bekerja pada target
HER2 positive breast cancer. Kegunaan utamanya adalah untuk mengobati kanker
payudara. Untuk beberapa wanita terapi yang efektif untuk kanker payudara dapat
dimulai dari bagian terdalam penyakit tesebut dapat muncul. Penyebab dari kanker
payudara tersebut adalah overekspresi dari reseptor transmembran yang disebut
HER2. Reseptor HER2 ( Human Epidermal Growth Factor 2 ) atau dikenal juga
dengan Neu atau ErbB2 merupakan reseptor transmembran yang merupakan salah
satu dari golongan EGFR (Epithelial Growth Factor ) yang merupakan kelompok
reseptor tirosin kinase (Hudis, 2007). Dari keempat subtype reseptor EGFR, HER2
merupakan reseptor yang paling banyak dihubungkan dengan kejadian kanker
(Ikawati, 2008). Jalur HER2 mendorong pertumbuhan dan pembelahan sel ketika
berfungsi normal, namun bila diekspresikan, mempercepat pertumbuhan sel
melampaui batas-batas normalnya (Hudis, 2007). Pada permukaan sel normal
payudara, terdapat lebih dari 20.000, namun pada sekitar 25% kasus kanker payudara,
terjadi peningkatan jumlah reseptor HER2 pada permukaan sel sebanyak 100x lipat
menjadi sekitar 2.000.000 reseptor, sehingga kanker payudara ini disebut dengan
HER2 positive breast cancer. Dengan bertambahnya jumlah reseptor HER2 maka
proses pensinyalan pada intraselluler bertambah juga, menyebabkan terjadinya
proliferasi sel dan pertumbuhan sel yang tidak terkendali sehingga jika tidak segera
ditangani maka HER2 positive breast cancer akan semakin parah. Dalam beberapa
kanker, terutama jenis tertentu kanker payudara, overekspresi dari reseptor HER2
menyebabkan sel-sel kanker untuk berkembang biak tak terkendali (Hudis, 2007).
Herceptin (Trastuzumab) adalah antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara
berikatan reseptor HER2. Herceptin bekerja dengan cara meghambat kerja reseptor
HER2 baik pada domain ekstraselluler maupun intraselluler dari reseptor. Herceptin
merupakan satu-satunya metode terapi yang terbukti ditargetkan untuk berikatan
reseptor HER2 di bagian ekstraselluler dan merusak sel kanker tersebut dengan sistem
imun..
Herceptin mengeblok reseptor dan menghentikan aktivitas pensinyalan
intrasellulernya. Dan secara otomatis menghambat proliferasi dari sel kanker tersebut.
Berdasarkan uji prelinik, Herceptin meningkatkan efek dari kemoterapi yang
memicu metastasis dan apoptosis. Dengan mekanisme yang beragam tersebut,
Herceptin bekerja secara ektraselluler dan intrasellular untuk melakukan perlawanan
ganda melawan sel kanker HER2 yang merupakan bentuk paling agresif dari reseptor
yang menyebakan kanker payudara.
Percobaan klinis dengan HER2- kanker payudara dengan metastasis positif
menunjukkan, Setelah tiga setengah tahun pada wanita yang diterapi
dengan:Herceptin + kemoterapi 87% bebas penyakit sedangkan Kemoterapi tanpa
Herceptin 71% bebas penyakit. Kesimpulan: 16% lebih banyak wanita yang bebas
dari penyakit setelah 3,5 tahun jika Herceptin ditambahkan dalam kemoterapi.
d. Bevacizumab (Avastin)
Obat yang memiliki target aksi pada growth factor adalah bevacizumab (avastin),
suatu anti-bodi monoklonal terhadap VEGF, suatu faktor pro-angiogenesis.
Bevacizumab bekerja dengan mengikat VEGF yang dikeluarkan oleh sel kanker agar
tidak berikatan dengan VEGFR di permukaan pembuluh darah sehingga tidak
terbentuk pembuluh darah baru. Tidak terbentuknya pembuluh darah baru ini akan
menyebabkan sel kanker akan kekurangan asupan nutrisi sehingga sel kanker tidak
akan tumbuh menyebar.
Selain itu juga ada obat yang menghambat atau ngeblock pada reseptor tyrosine
kinasenya. Contohnya saja inhibitor reseptor VEGF yang tengah dikembangkan yaitu
semaksanib dan pazopanib. Obat ini menghambat proses fosforilasi pada reseptor
tyrisine kinase sehingga tranduksi sinyal pun tidak dapat berjalan. Oleh sebab itu
tidak akan terbentuk pembuluh darah baru hasil dari transkripsi di dalam sel, yang
berakibat sel kanker atau tumor pun tidak akan tumbuh menyebar.
Bevacizumab adalah antibody rekombinan yang memiliki mekanisme kerja sebagai
inhibitor terhadap VEGF, yang merupakan sebagai kunci dalam angiogenesis tumor.
Mekanisme kerja bevacizumab terhadap VEGF dapat dilihat dari gambar berikut
(Hanafi, 2013)
Pertumbuhan normal pada tumor. Pada saat pertumbuhan mencapai ukuran kritis
(0.5 2 mm), tumor tidak lagi dapat menyediakan makanan dan oksigen dari
pembuluh darah kecil di sekitarnya untuk dirinya sendiri. Sebagai respon, tumor
mengeluarkan protein yang disebut Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
menempel pada pembuluh darah di dekatnya dan merangsang pertumbuhan terhadap
tumor.
Mekanisme aksi anti-VEGF. Antibodi monoklonal spesifik untuk VEGF, menghambat
sinyal dari tumor yang mempercepat tumbuhnya pembuluh darah. Tanpa adanya
nutrisi dan oksigen menyebabkan pertumbuhan tumor berhenti.
Sel kanker akan mengeluarkan VEGF dengan tujuan untuk membentuk pembuluh
darah baru sehingga dapat mencapai sel kanker dan mensuplai nutrisi. VEGF ini akan
berikatan dengan reseptor VEGF yang berada di permukaan pembuluh darah.
VEGF yang berikatan dengan VEGFR akan menyebabkan dimerisasi reseptor,
kemudian akan terjadi autofosforilasi tirosin. Selanjutnya tirosin yang terfosforilasi
akan bertindak sebagai tempat ikatan berafinitas tinggi bagi suatu protein adaptor
bernama Grb2 yaitu protein yang mempunyai SH2 domain, yang selanjutnya memicu
aktivasi Ras. Ras adalah suatu protein yang termasuk GTPase monomerik, dan
merupakan protein yang penting dalam transduksi signal dari reseptor melalui
RTK(reseptor tirosin kinase). Aktivasi Ras terjadi melalui pertukaran GDP (Guanosin
Dipospat) dengan GTP (Guanosin Tripospat). Ras yang teraktivasi akan mengaktifkan
Raf, suatu tirosin kinase seluler, yang selanjutnya akan memicu serangkaian peristiwa
fosforilasi berurutan (kinase cascade) yaitu : MEK, ERK(extracelluler signal-
regulated kinases), dan faktor transkripsi. Faktor transkripsi ini yang akan masuk ke
dalam nukleus dan mempengaruhi proses transkripsi gen yang berperan dalam proses
proliferasi dan pertumbuhan sel, dalam kasus ini akan terbentuk pembuluh darah baru
(angiogenesis). Terbentuknya pembuluh darah baru ini akan mensuplai nutrisi bagi sel
kanker, akibatnya sel kanker akan terus berproliferasi (membelah) sehingga penderita
kanker akan semakin parah.
Dalam literature lain didapatkan bahwa VEGF akan menempel pada vascular
endothelial growth factor receptor (VEGFR). Setelah itu akan terjadi peristiwa
dimerisasi atau perubahan konformasi pada VEGF reseptor. Lalu terjadi
autofosforilasi atau transfosforilasi. Proses autofosforilasi ini terjadi pada tyrosine
kinase reseptor yang berada di sitosol. Proses ini membutuhkan suatu fosfat, sihingga
proses dapat berjalan bila fosfat menempel pada tyrosine kinase reseptor. Tirosin yang
terfosforilasi (phosphotyrosine) akan bertindak sebagai tempat ikatan bagi protein
lain, yaitu protein yang mengandung SH2(seraca homology 2) domains (Grb2/growth
factor receptor bound protein-2).
SH2 domain (Src homology region 2) merupakan suatu jenis kelompok protein yang
dapat mengenal tirosin yang terfosforilasi. Setelah itu Grb2 terikat dengan SOS(son of
sevenles). SOS adalah suatu guanyl nucleotiderelease protein (GNRP). Jika
teraktivasi akan menyebabkan pertukaran GDP dengan GTP pada suatu protein G,
yaitu Ras. Nantinya Ras ini yang awalnya inaktif menjadi aktif. Ras merupakan
protein penting dalam signaling RTK berfungsi mengantarkan signal dari reseptor
tyrosine kinase ke dalam nukleus. Ras yang teraktivasi akan mengaktifkan kinase
seluler yaitu raf-1. Kemudian Raf-1 kinase akan memfosforilasi cellular kinase yang
lain yaitu MEK sehingga MEK menjadi aktif. MEK aktif ini akan diubah menjadi
ERK di dalam nukleus sel. Salah satu target akhir kinase cascade adalah faktor
transkripsi. Fosforilasi faktor transkripsi akan menjadi aktif dan mengikat DNA lalu
akan mempengaruhi perubahan transkripsi gen. yang kemudian tumbuh dan
membentuk pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru itu akan membuat sel kanker
tumbuh dengan cepat, semakin banyak mengeluarkan VEGF, dan pada gilirannya
semakin memicu tumbuhnya jaringan pembuluh darah baru lagi. Ketika VEGF yang
diekspresikan, dapat berkontribusi terhadap penyakit. Kanker padat tidak dapat
tumbuh melampaui ukuran yang terbatas tanpa suplai darah yang cukup, kanker yang
dapat mengekspresikan VEGF dapat tumbuh dan bermetastasis.
Bevacizumab bekerja dengan mengikat EGF yang dikeluarkan oleh sel kanker agar
tidak berikatan dengan EGFR di permukaan pembuluh darah sehingga tidak terbentuk
pembuluh darah baru. Tidak terbentuknya pembuluh darah baru ini akan
menyebabkan sel kanker akan kekurangan asupan nutrisi sehingga sel kanker tidak
akan tumbuh menyebar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Reseptor faktor pertumbuhan adalah reseptor RTK yang bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan berbagaii bagian dari sel. Jika suatu growth factor berikatan dengan
reseptornya, ia akan memicu serangkaian peristiwa molekuler yang berujung pada
transkripsi gen. transkripsi gen lebih lanjut akan memicu sintesis potein tertentu yang
dibutuhkan dalam berbagai proses dalam sel yang terkait dengan pertumbuhan dan
proliferasi sel
2. Signal transduksi pada reseptor tirosin kinase ada dua jalur yaitu:
a. Jalur Ras/Raf/MAP kinase, yaitu jalur yang berperan dalam pembelahan sel,
pertumbuhan dan prliferasi sel. Contohnya adalah reseptor growth factor seperti:
reseptor EGF, reseptor VEGF, reseptor insulin, dll.
b. Jalur Jak/Stat, yang diaktivasi oleh berbagai cytokines dan mengontrol sintesis dan
pelepasan berbagai mediator inflamasi. Contohnya adalah pada reseptor sitokin.
(Ikawati, 2008)
3. Obat-obat yanng Bereaksi Pada Reseptor Pertumbuhan
a. Antagonisme terhadap reseptor faktor pertumbuhan
b. Antibodi monoklonal
c. Herceptin (Trastuzumab)
d. Bevacizumab (Avastin)
3.2 Saran
Semoga makalah mengenai reseptor faktor pertumbuhanini dapat bermanfaat bagi kita
semua, akan tetapi Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan
masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi perbaikan penulisan yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai