Secara formal UU No.7 tahun 1950 tersebut hanya sebagai perubahan saja dari
konstitusi RIS, bukan suatu pergantian konstitusi sehinggan Negara yang berdiri atas
dasar perubahan konstitusi ini dapat dinyatakan sebagai lanjutan dari Negara RIS.
Tetapi secara substansi meteri undang-undang, perubahan ini merupakan suatu
perubahan yang prinsip dan integral terhadap Konstitusi RIS. Sehingga secara materi
seolah-olah lahir suatu UUD dasar yang baru karena di dalam bungkusan UU
No.7 Tahun 1950 termuat suatu UUDS 1950 yang lengkap dan sempurna dengan
pembukaan dan batang tubuhnya yang baru. Persetujuan mendirikan Negara kesatuan
Republik Indonesia kembali tertuang dalam perjanjian 19 mei 1990. Untuk
mewujudkan kemauan itu di bentuklah suatu Panitia yang bertugas membuat UUD
yang baru pada tanggal 12 Agustus 1990. Rancangan UUD tersebut oleh badan
pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat RIS pada
tanggal 14 Agustus 1950 disahkan dan di nyatakan mulai berlaku pada tanggal 17
Agustus 1950. Pembukan UUD 1950 ini dengan menggunakan pasal 190, pasal 127 a
dan pasal 191 ayat (2) UUD RIS maka dengan UUD No.7 tahun 1950 Lembaran RIS
1950 No.56, yang berisi dua ketentuan, yaitu:
1. Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan dengan menggunakan UUD,S
1950 yang merupakan hasil perubahan konstitusi RIS.
2. Perubahan bentuk susunan Negara dengan UUD,S 1950 secara resmi
dinyatakan berlaku mulai 17 Agustus 1950.
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia
[UUD 1950], tersebut terdapat rumusan dan sistematika dasar Negara Pancasila yang
sama dengan yang tercantum dalam Konstitusi RIS, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Kedailan Sosial
Dengan dekrit presiden 5 Juli 1959, maka berlaku kembali UUD Dengan
demikiaan rumusan dan sistematika pancasila tetap seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ke 4. Untuk mewujudkan pemerintahan Negara
berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila di bentuklah alat-alat perlengkapan Negara.
1.Presiden dan Menteri-menteri
Dengan berlakunya kembalinya UUD 1945, presiden yang sebelumnya hanya
berlaku sebagai kepala Negara maka selanjutnya juga sebagai kepala pemeritah. Pada
tangal 10 juli 1959 Preiden Soekarno di ambil sumpahnya sebagai presiden Menurut
UUD 1945 dan bersamaan dengan itu Presiden mengumumkan susunan dan nama-
nama menteri dan kabinet baru. Menteri-menteri tersebut sebagai pembantu presiden,
di angkat dan di hentikan oleh Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR
melainkan kepada Presiden.
Pelaksanaan UUD 1945 periode ini semenjak Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan
kembali kepada UUD 1945, tetapi dalam praktek ketatanegaraan hingga tahun 1966
ternyata belum pernah melaksanakan jiwa dan ketentuan UUD 1945, terjadi beberapa
penyimpangan, antara lain:
a. Pelaksanaan Demokrasi Terpempin, dimana Presiden membentuk MPRS
dan DPAS dengan Penpres Nomor 2 tahun 1955 yang bertentangan dengan system
pemerintahan Presidentil sebagaimana dalam UUD 1945
b. Penentuan masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini bertentangan dengan
pasal UUD yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden adalah 5 tahun dan
setelahnya dapat dipilih kembali.
c. Berdirinya Partai Komunis Indonesia yang berhaluan atheisme, dan adanya
kudeta PKI dengan gerakan 30 September yang secara nyata akan membentuk Negara
Komunis Indonesia.
Menyikapi kondisi ketatanegaraan yang kekacauan tersebut, memunculkan
Tritura yang salah satu isinya adalah pelaksanaan kembali secara murni dan
konsekuen Pancasila dan UUD 1945
Hasil Amandemen UUD 1945 mempertegas deklarasi negara hukum dari semula
hanya ada di dalam penjelasan menjadi bagian dari batang tubuh UUD 1945
a. Pemisahan kekuasaan negara ditegaskan
b. Dasar hukum sistem pemilu diatur
c. Pemilu langsung diterapkan bagi presiden dan wakil presiden
d. Periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara tegas
e. Kekuasaan kehakiman yang mandiri
f. Akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota parleman (suara
terbanyak)
g. Adanya perlindungan secara tegas terhadap HAM
Satu hal yang perlu dicatat bahwa amandemen hanya dilakukan terhadap batang
tubuh UUD 1945 tanpa sedikitpun merubah pembukaan UUD 1945 yang pada
hakekatnya adalah ruh negara proklamasi. Dengan tidak diubahnya Pembukaan UUD
1945 maka sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan.