Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu
reaksi kimia organik. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang
ditentukan oleh hormon sebagai promoter. (Juryatin, 1997)
Proses pencoklatan enzimatis atau browning sering terjadi pada buah-
buahan seperti pisang, peach, pear, salak, apel, dan pala. Buah yang memar atau
terluka akibat pemotongan dan lain-lain juga mengalami pencoklatan. Bagian
yang luka tersebut menjadi berwarna gelap karena terjadi kontak dengan udara.
Proses pencoklatan enzimatis berlangsung karena aktivitas enzim terhadap
senyawa polifenol. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan
perubahan dari bentuk kuinol yang teroksidasi menjadi kuinon lalu mengalami
polimerisasi menjadi pigmen berwarna coklat. Dalam reaksinya, substrat
bergabung dengan holoenzim dan dilepas dalam bentuk yang telah dimodifikasi.
Pencoklatan pangan terjadi secara luas, misalnya pada bahan pangan yang
akan diolah atau memar karena perlakuan mekanis.pencoklatan enzimatis ini
terjadi pada beberapa buah dan sayuran seperti kentang, apel, dan pisang apabila
bagian jaringannya memar, dipotong, dikupas, terkena penyakit atau karena
kondisi yang tidak normal. Jaringan yang memar akan cepat menjadi gelap
apabila kontak dengan udara, atau disebabkan oleh konversi senyawa fenol
menjadi melanin yang berwarna coklat dan menyebabkan pencoklatan enzimatis.
Enzim yang berperan dalam reaksi pencoklatan ini diantaranya adalah polifenol
oksidase atau fenolase.
Adanya sejumlah enzim terutama katalase dan peroksidase yang
bersifat heat-resistant dalam buah-buahan dan sayuran, dapat menimbulkan
perubahan yang tidak dikehendaki selama masa penyimpanan. Agar perubahan
tersebut tidak terjadi, aktivitas enzim tersebut harus ditekan. Cara yang lazim
dilakukan untuk inaktivasi enzim tersebut adalah dengan memblansing buah-
buahan dan sayuran tersebut sebelum diproses lebih lanjut. Lama pemanasan
sangat menentukan efektivitas inaktivasi enzim. Maka dari itu pada praktikum kali
ini dilakukan perlakuan-perlakuan yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim
dengan melakukan pemblansingan, pengujian peroksidase dan katalase serta
mengamati proses pencoklatan enzimatis pada bahan pangan.

I.2 Tujuan
1. Melihat pengaruh pemblanshingan terhadap aktivitas enzim katalase dan
peroksidase.
2. Mengamati proses pencoklatan enzimatis pada bahan pangan.
3. Mengamati pengaruh berbagai perlakuan terhadap proses pencoklatan.
II. TEORI DASAR
Reaksi pencoklatan dapat dialami oleh buah-buahan dan sayur-sayuran
yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan karena menyebabkan
warna makanan berubah menjadi coklat. Ada beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya reaksi pencoklatan, salah satunya adalah keberadaan enzim. Reaksi
pencoklatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pencoklatan
enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis.
Adanya proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan
seperti pisang, peach, salak, pala dan pear. Buah yang memar juga mengalami
proses pencoklatan. Pada umumnya proses pencoklatan yang enzimatik dan non
enzimatik (Winarno, 2004).
Enzim merupakan biokatalisator yang diproduksi oleh jaringan makhluk
hidup digunakan untuk mengkatalisis reaksi yang terdapat pada makhluk hidup
dan dapat meningkatkan laju reaksi yang terdapat pada jaringan. Enzim juga
dapat dikaitkan sebagai unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan
urutan tertentu, mengkatalisis reaksi bertahap yang berjumlah hingga ratusan yang
menyimpan dan mentransformasikan energi kimiawi dan membuat
makromolekul
dari prekursor yang sederhana (Lehninger, 1990). Enzim merupakan
protein yang dihasilkan oleh sel hidup yang bertindak sebagai katalis dalam reaksi
kimia organik, yang dapat mengubah bahan sedangkan dia sendiri tidak
mengalami perubahan (Sucipto, 2008).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya
holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat.
Apoenzim
adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan
holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein.
Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor
ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut
gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah
terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya
merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat
merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Secara disingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro,
1992) berfungsi sebagi biokatalisator, merupakan suatu protein, bersifat khusus
atau spesifik, merupakan suatu koloid, jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu
banyak, serta tidak tahan panas. Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia
dapat terjadi baik didalam maupun di luar sel. Suatu enzim bekerja secara khas
terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali
lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis
dengan cara menurunkan energi aktivasi, sehingga laju reaksi meningkat
(Poedjadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
A. Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi
menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu,
karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat
menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga
konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang
B. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang
lazimnya berkisar antara pH 4,5-8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel
karena menjadi denaturasi protein.
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim
mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya,
terutama gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan
kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH
lingkungan (Winarno, 1989)
C. Konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang
menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada
suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim.
D. Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat
akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak
terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada
konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi
substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil
hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan
konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi
(Lehninger, 1982).
E. Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap
penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia
tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara
kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim
tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya
terganggu (Winarno, 1989).
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada
sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim
polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut.
Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase,
fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat
tertentu (Winarno, 1995).
Reaksi pencoklatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua macam
dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan.
Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh
hijau. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor
yang terbentuk (Fennema, 1996).
Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan
karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan
atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin
dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak
mengandung senyawa fenol (Winarno, 1997). Berdasarkan pada derajat 10
kekompleksannya, senyawa fenol pada tanaman dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu : (1) senyawa fenol sederhana dan (2) senyawa fenol kompleks (Muchtadi,
1992).
Menurut Marshall et al. (2000), pencoklatan enzimatis terjadi setelah
senyawa fenolik yang bertindak sebagai substrat dan terdapat di vakuola bertemu
dengan enzim polifenol oksidase yang terdapat di sitoplasma dan dibantu oleh
oksigen yang bertindak sebagai substrat pembantu (co-substrate). Mekanisme
pencoklatannya adalah enzim polifenol oksidase mengkatalisis oksidasi fenol
menjadi o-quinon. Kemudian o-quinon secara spontan melangsungkan reaksi
polimerisasi menjadi pigmen berwarna coklat yang disebut juga dengan melanin.
Enzim-enzim yang dapat mengkatalisis oksidasi dalam proses pencoklatan
dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase,
atau polifenolase; masing-masing bekerja spesifik untuk substrat tertentu
(Winarno, 1997).
Enzim peroksidase (donor H2O2, oksidoreduktase) mampu mentransfer
oksigen dari berbagai sumber peroksidase yang terkandung dalam buah dan
sayuran yang dihasilkan oleh pigmen pencoklatan dan mungkin juga bereaksi
dengan poliphenoloksidase dalam buah (Ishak, 2009).
Untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah atau sayuran dapat
dilakukan dengan : (1) menghilangkan oksigen pada permukaan buah atau
sayuran yang terpotong, misalnya dengan merendam dalam air; (2)
menghilangkan tembaga yang terdapat pada gugus prostetik enzim polifenol
oksidase dengan menggunakan pengkelat seperti EDTA, asam-asam organik, dan
fosfor sehingga enzim polifenol oksidase tidak dapat melangsungkan reaksi
pencoklatan enzimatis; (3) inaktivasi enzim polifenol oksidase dengan melakukan
blansir pada buah atau sayuran; (4) penyimpanan dingin; (5) menggunakan
senyawa antioksidan; dan (6) menggunakan edible coating (Marshall et al., 2000).
Proses blansing adalah perlakuan dengan pemberian air panas dengan cara
mencelupkan bahan. Tujuan blansing adalah untuk memudahkan pengisian karena
bahan menjadi lunak dari sebelumnya, mengeluarkan gas dan udara dari dalam
jaringan bahan (buah dan sayuran), membersihkan bahan dan mengurangi jumlah
bakteri, mempertahankan warna dengan menghambat aktivitas enzim yang dapat
menyebabkan perubahan warna (Sutriniati, 1994).
Blansing dilakukan terutama untuk menonaktifkan kerja enzim dalam
bahan pangan, diantaranya adalah enzim yang tahan panas dalam sayur-sayuran.
Perlakuan blansing praktis selalu dilakukan bila bahan akan dibekukan, karena
pembekuan bahan pangan tidak dapat menonaktifkan kerja enzim dengan
sempurna (Winarno, 1980).
Blanching biasa dilakukan terhadap buah dan sayur sebelum pembekuan,
pengeringan dan pengalengan terutama untuk menginaktifkan enzim alami yang
terdapat dalam bahan tersebut antara lain enzim katalase dan peroksidase yang
paling tahan terhadap panas (Winarno, 1991).
Pencegahan pencoklatan enzimatis bias juga dengan mengurangi kontak
dengan pisau besi dan stainless steel. Buah yang dipotong dengan pisau stainless
steel akan lebih lama mengalami reaksi pencoklatan enzimatis dibandingkan
dengan pisau besi karena karena pisau stainless steel adalah jenis pisau besi yang
dilapisi baja tahan asam dan basa sehingga tidak mudah berkarat karena tidak
mudah mengalami oksidasi.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
a. Cawan petri
b. Dandang
c. Gelas piala
d. Gelas ukur 10 ml
e. Kompor
f. Mortar porselen
g. Pisau biasa
h. Pisau stainless steel
i. Tabung reaksi

3.2 Bahan
a. Apel
b. Belimbing
c. Buncis
d. Kentang
e. Larutan asam sitrat 1%
f. Larutan guaiakol 1% (dalam ethanol 95%)
g. Larutan H2O2 segar
h. Larutan Vitamin C 5%
i. Nanas
j. Pir
k. Pisang
l. Salak
m. Terong
n. Wortel
IV. PROSEDUR
4.1 Tes Peroksidase
1. Pengirisan sampel menggunakan pisau stainless steel
2. Pembungkusan sampel menggunakan alumunium foil
3. Perebusan (blansing) selama 1,5 menit dan 5 menit.
4. Pengambilan 5 gram sampel
5. Penghalusan menggunakan mortar
6. Penambahan 5 ml akuades
7. Penyaringan menggunakan kertas saring di dalam erlenmeyer
8. Pemasukan ke dalam tabung reaksi
9. Penambahan 1 ml guaikol 1%
10. Penambahan 1 ml H2O2 30%
11. Pengamatan warna, aroma dan tekstur sampel

4.2 Uji Katalase


1. Pengirisan sampel menggunakan pisau stainless steel
2. Pembungkusan sampel menggunakan alumunium foil
3. Perebusan (blansing) selama 1,5 menit dan 5 menit.
4. Pengambilan 5 gram sampel yang sudah diblansing.
5. Penghalusan menggunakan mortar
6. Penambahan 5 ml akuades
7. Penyaringan menggunakan kertas saring ke dalam erlenmeyer
8. Pemasukan filtrat ke dalam tabung reaksi
9. Penambahan 5 ml akuades
10. Penambahan 1 ml H2O2 30 %
11. Pengamatan warna, tekstur dan aroma serta ada tidaknya gelembung.

4.3 Perlakuan Terhadap Jaringan Bahan


1. Pengirisan sampel menggunakan pisau besi dan stainless steel
2. Penempatan di atas wadah terbuka ke udara
3. Pengamatan warna, aroma dan tekstur pada menit ke-0, 15 dan 30.
4.4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis
1. Pengirisan sampel (bahan) menggunakan pisau stainless steel.
2. Pemasukan asam sitrat, larutan vitamin C dan akuades secukupnya ke
dalam gelas piala.masing masing
3. Pemasukan sampel ke dalam larutan tersebut
4. Pengamatan warna , aroma dan tekstur sampel selama 1,5 menit dan 5
menit

Anda mungkin juga menyukai