Anda di halaman 1dari 2

Pelemas otot yang digunakan dalam anestesia dikenal juga sebagai obat

penghambat neuromuskuler. Dengan blokade spesifik taut neuromuskular


(neuromuscular junction), pelemas otot memungkinkan anestesia yang ringan memberikan
relaksasi otot abdomen dan diafragma yang memadai. Pelemas otot juga melemaskan pita
suara dan memudahkan lewatnya pipa trakea.

Kerja obat-obat ini berbeda dari pelemas otot yang bekerja di medula spinalis atau otak yang
digunakan pada kelainan muskulo skeletal (lihat 10.2.2).

Pasien yang telah mendapat pelemas otot sebaiknya selalu dibantu atau dikendalikan sampai
obat mengalami inaktivasi atau diantagonis (lihat 15.1.6).

PELEMAS OTOT DEPOLARISASI


Suksametonium adalah obat dengan mula kerja paling cepat di antara seluruh
pelemas otot. Dengan mula kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat, obat ini
sesuai untuk tindakan seperti intubasi trakea. Lama kerjanya 2-6 menit setelah
pemberian injeksi intravena (dosis 1 mg/kg); dapat diberikan berulang untuk
tindakan yang lebih lama. Bayi dan anak kurang peka sehingga mungkin diperlukan
dosis suksametonium yang lebih tinggi. Obat ini bekerja dengan meniru asetilkolin
pada taut saraf otot tetapi hidrolisisnya lebih lambat daripada asetilkolin; oleh
karena itu depolarisasi diperlama sehingga terjadi blokade neuromuskuler. Berbeda
dengan pelemas otot non depolarisasi, suksametonium efeknya tidak dapat dilawan
dan pemulihannya spontan; antikolinesterase seperti neostigmin memperkuat
blokade neuromuskular.

Suksametonium sebaiknya diberikan setelah induksi anestesia karena paralisis


biasanya didahului oleh fasikulasi otot yang nyeri. Takikardia timbul saat
penggunaan tunggal, bradikardia timbul saat penggunaan berulang pada orang
dewasa dan saat dosis pertama pada anak-anak. Premedikasi dengan atropin akan
mengurangi bradikardia dan hipersalivasi yang timbul akibat penggunaan
suksametonium.

Paralisis berkepanjangan dapat timbul pada blok ganda, yang terjadi setelah
penggunaan suksametonium dosis tinggi atau berulang, hal ini disebabkan oleh
timbulnya blokade nondepolarisasi mengikuti blokade depolarisasi awal. Edrofonium
dapat digunakan untuk memastikan diagnosis terjadinya blok ganda. Pasien dengan
miastenia gravis resisten terhadap suksametonium, namun dapat mengalami blok
ganda sehingga pemulihan tertunda. Paralisis berkepanjangan juga dapat timbul
pada pasien dengan kadar kolinesterase yang rendah atau plasma kolinesterase
atipikal. Bantuan pernafasan sebaiknya terus dilanjutkan hingga fungsi otot pulih.

Monografi:
SUKSAMETONIUM KLORIDA
(SUKSINILKOLIN KLORIDA)
Indikasi:

pelemas otot depolarisasi dengan kerja singkat.

Peringatan:

lihat keterangan di atas; kehamilan (lihat Lampiran 4); pasien dengan penyakit
jantung, saluran nafas atau neuromuskular; peningkatan tekanan intra okuler
(hindari penggunaan pada mata yang luka); sepsis berat (risiko hiperkalemia).

Interaksi:

lihat Lampiran 1 (pelemas otot).

Kontraindikasi:

riwayat keluarga dengan hipertermia ganas, aktivitas kolinesterase plasma rendah


(termasuk penyakit hati berat) (Lampiran 2), hiperkalemia; trauma berat, luka bakar
yang parah, penyakit neurologikal termasuk acute wasting of major muscle,
imobilisasi yang diperlama-berisiko menyebabkan hiperkalemia, riwayat penyakit
congenital myotonic pada diri sendiri atau keluarga, Duchenne muscular dystrophy.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas; juga nyeri otot pasca pembedahan, mioglobinemia;


takikardi, aritmia, tahanan jantung, hipertensi, hipotensi; bronkospasme, apnea,
depresi saluran nafas yang diperlama, reaksi anafilaksis; hiperkalemia; hipertermia;
tekanan lambung meningkat; ruam, flushing.

Dosis:

dengan injeksi intravaskular, DEWASA 600 mcg/kg bb (rentang dosis 0,3-1,1 mg/kg
bb tergantung pada derajat relaksasi yang dibutuhkan); dosis lazim 20-100 mg; BAYI
di bawah 1 tahun, 2 mg/kg bb; ANAK: 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb. Dengan infus
intravena, sebagai cairan 0,1%, 2-5 mg/menit (2-5 mL/menit).

Anda mungkin juga menyukai