Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Abstract
_________________________________________________________________
The purpose of this research was to relationship between the effect of light intensity and variety of eye refraction
with eye eyestrain at the medical staff at the inpatient RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.This
research uses cross-sectional approach. The population in this study were nurses RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri totaling 299 people. Sample was 41 respondents, the sampling technique with total random
sampling. The instrument used a lux meter and measuring reaction timer. Chi-square test results as follows: (1)
The light intensity (p = 0,011), (2) refractive eye abnormalities (p = 0,018). Conclusions from this research that
there is relationship between influence of illumination intensity and refractive eye disorders with eye fatigue on
the medical staff at the inpatient RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Advice for Nurses are
expected to take the relaxation or rest his eyes a few times every 30 minutes, this may reduce the tension and
keep the eyes remain moist.
2014 Universitas Negeri Semarang
81
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
PENDAHULUAN
82
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
merupakan salah satu penyebab mata cepat nyaman dan penglihatan buram dan 4 orang
lelah. (20%) mengalami penglihatan ganda. Dan dari
Sesuai dengan PERMENKES 20 perawat terdapat 13 orang (65%) yang
No.1204/MENKES/SK/X tahun 2004, tentang mengalami kelainan refraksi mata, 10 orang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, diantaranya memakai kacamata dalam seluruh
tingkat pencahayaan di rumah sakit minimal kegiatan dan 3 lainnya hanya menggunakan
100 Lux. Pencahayaan ruangan, khususnya di kacamata saat bekerja.
tempat kerja yang kurang memenuhi Melihat kondisi lingkungan rumah sakit
persyaratan tertentu dapat memperburuk yang masih banyak kendala dan belum
penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu memenuhi persyaratan sesuai Keputusan
besar ataupun lebih kecil, pupil mata harus Menteri Republik Indonesia maka hal ini
berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak
oleh mata. Akibatnya mata harus memicing negatif bagi kesehatan manusia terutama pasien
silau atau berkontraksi secara berlebihan, dan dapat mengganggu proses perawatan di
Karena jika pencahayaan lebih besar atau lebih rumah sakit tersebut baik bagi perawat atau
kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan petugas rumah sakit dalam memberikan
cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil pelayanan. Oleh karena itu berdasarkan uraian
akan mengecil jika menerima cahaya yang diatas, maka peneliti tertarik melakukan
besar. Hal ini merupakan salah satu penyebab penelitian di Rumah Sakit tersebut dengan judul
mata cepat lelah (Depkes, 2008:1). penelitian Hubungan antara Intensitas
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Para
merupakan sarana dan prasarana pelayanan Medis di Bagian Rawat Inap RSUD dr.
kesehatan masyarakat yang berada di wilayah Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan survei Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25-26 mengetahui Hubungan antara Intensitas
April 2013 di ruang rawat inap Flamboyan, Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata
didapatkan hasil pengukuran pencahayaan pada dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Para
shift pagi pukul 10.00 WIB pada 5 titik dengan Medis di Bagian Rawat Inap RSUD Dr.
nilai rata-rata pencahayaan 69,1 lux, pada shift Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
siang pukul 13.00 WIB didapatkan nilai rata-
rata pencahayaan 86,6 lux, dan pada shift METODE
malam pukul 19.00 WIB didapatkan nilai rata-
rata pencahayaan 84,8 lux. Berdasarkan Penelitian ini menggunakan pendekatan
pengukuran yang dilakukan nilai pencahayaan cross sectional yaitu suatu penelitian yang
pada ruang rawat inap flamboyan paling rendah dilakukan dengan pengamatan dimana data
pada shift pagi yaitu 69,1 lux dan tidak sesuai yang menyangkut variabel bebas dan variabel
dengan nilai baku mutu sesuai PERMENKES terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang
No.1204/MENKES/SK/X tahun 2004 yakni bersamaan dan secara langsung (Soekidjo
minimal 100 lux hal ini di sebabkan karena pada Notoatmodjo, 2005:145). Populasi dalam
pagi hari pencahayaan di rawat inap sudah tidak penelitian ini adalah seluruh perawat di RSUD
menggunakan bantuan cahaya buatan seperti dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang
lampu dan hanya menggunakan bantuan cahaya memenuhi kriteria pembatasan yang berjumlah
alami yaitu cahaya matahari saja. 229 perawat dengan penentuan kriteria populasi
Dari hasil kuesioner yang dibagikan yang akan diteliti harus memenuhi kriteria yaitu
pada 20 perawat terdapat 12 orang (60%) usia 20-45 tahun, karena usia degeneratif mata
mengalami keluhan mata terasa pedih dan 4 atau berkurangnya daya akomodasi mata terjadi
orang (20%) mengalami keluhan mata tidak pada usia 45-50 tahun, tidak mempunyai
83
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
riwayat penyakit DM dan hipertensi karena responden yang dipilih berdasarkan kriteria
penyakit ini jika terjadi komplikasi dapat yang sudah ditentukan.
berpengaruh pada mata yaitu merusak retina Instrumen penelitian adalah perangkat
mata dan masa kerjanya tiga tahun atau lebih yang digunakan untuk mengungkap data
karena kelelahan kerja kronik dapat terjadi pada (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:48). Instrumen
pekerja minimal bekerja 3 tahun. Sampel adalah dalam penelitian ini adalah lux meter untuk
bagian dari jumlah dan karakteristik yang mengukur intensitas pencahayaan yang
dimiliki oleh populasi. Teknik pemilihan sampel dilakukan oleh peneliti, reaction timmer untuk
yang digunakan dalam penelitian ini simple mengukur kelelahan mata yang dilakukan oleh
random sampling dengan metode random number. peneliti, dan kartu snallen untuk mengukur
Metode ini memungkinkan setiap anggota kelainan refraksi mata pada perawat bagian
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk rawat inap yang dilakukan oleh dokter spesialis
diambil sebagai sampel. Adapun sampel yang mata RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
diteliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 Wonogiri. Uji statistik yang digunakan adalah
uji chi-square (X2).
Analisis bivariat menghasilkan data yang Hasil analisis bivariat antara intensitas
berkaitan dengan hubungan antara dua variabel. pencahayaan dengan kelelahan mata diperoleh
Analisis bivariat dilakukan dengan cara hasil (Tabel 3).
menghubungkan masing-masing variabel bebas Hasil analisis bivariat antara kelainan refraksi
yang terdiri dari intensitas pencahayaan dan mata dengan kelelahan mata diperoleh hasil
kelainan refraksi mata, yang dihubungkan (Tabel 4).
dengan variabel terikat yaitu kelelahan mata.
Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi
Square.
84
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-
bahwa responden yang bekerja pada intensitas square diperoleh nilai p value 0.011 (<0,05)
pencahayaan < 100 lux berjumlah 14 orang sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukan
(34,1%).Responden yang bekerja pada intensitas bahwa ada Hubungan antara intensitas
pencahayaan 100-200 lux berjumlah 27 orang pencahayaan dengan kelelahan mata pada
(65,8%). Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui tenaga para medis di bagian rawat inap RSUD
bahwa responden yang mengalami kelainan dr. soediran mangun sumarso wonogiri.
refraksi mata berjumlah 16 orang (39,1 %). Hasil penelitian ini selaras dengan teori
Responden yang tidak mengalami refraksi mata yang mengemukakan bahwa pencahayaan
berjumlah 25 orang (60,9 %). meliputi kemampuan manusia untuk melihat
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui dari sesuatu, sifat dari indera penglihatan, usaha-
14 responden yang mendapatkan intensitas usaha yang dilakukan untuk melihat obyek yang
pencahayaan < 100 lux, terdapat 12 orang lebih baik dan pengaruh pencahayaan terhadap
(85,7%) memiliki mata normal dan kelelahan lingkungan, suatu hal yang sangat perlu
mata tingkat ringan. Sedangkan 2 responden diperhatikan ialah kenapa sesorang melihat
(14,3%) mengalami kelelahan mata tingkat suatu obyek dengan mudah dan cepat,
sedang dan tingkat berat. Pada 27 responden sedangkan lainnya harus berusaha keras,
yang mendapatkan intensitas pencahayaan 100- memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang
200 lux, terdapat 12 orang (44,4%) memiliki dikerjakannya secara jelas dan cepat, tidur
mata normal dan kelelahan mata tingkat ringan. normal diperlukan untuk mengetahui tingkat
Sedangkan 15 responden (55,6%) mengalami pengaruh pola tidur yang diterima oleh pekerja
kelelahan mata tingkat sedang dan tingkat berat. terhadap kelelahan, jika lingkungan kerja
85
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
86
Hermawan Ady Prayoga / Unnes Journal of Public Health 3 (4) (2014)
1996:159). Untuk pihak RSUD diharapkan PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant,
untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di Jakarta FKM UI.
tempat kerja khususnya ruang rawat inap Ilyas Sidarta, 2008, Penuntun Ilmu Penyakit Mata,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
dengan diupayakan memberikan penerangan
J.F Gabriel, 1996, Fisika Kedokteran, Jakarta: Buku
yang memadai sesuai dengan standar
Kedokteran EGC.
PERMENKES No. 1204 tahun 2004 yaitu Lientje Setyawati Mauritis MS, 2003, Buku Panduan
sebesar 100-200 lux, mengoptimalkan cahaya Pengukuran Waktu Reaksi dengan Alat
alami (cahaya dari sinar matahari) dengan cara Pemeriksaan Waktu Reaksi/Reaction Timer
membuka jendela setiap pagi dan siang hari 1.77 Lakassida, Yogyakarta: UGM
supaya cahaya dapat masuk ke ruangan dan Nendyah Roestijawati, 2007, Syndrom Dry Eye pada
menyalakan lampu pada saat pagi hari apabila Pengguna Visual Display Terminal
kondisi ruangan tidak memungkinkan terkena (VTD) dalam Cermin Dunia Kedokteran No.
154,
sinar matahari langsung atau tertutup bangunan
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154
lain hal ini agar tingkat pencahayaan yang
11 sindromadryeye.pdf, diakses pada
diterima pekerja merata (Dalke Hilary, tanggal 14 Januari 2013.
2004:62). Pheasant Stephen 1991, Ergonomics, Works, and
Health, USA: Aspen Publisher Inc.
DAFTAR PUSTAKA Price da Wilson L., 1995, Patofisiolog Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, CetakanIV,
A.M. Sugeng Budiono, 2003, Hiperkes dan KK, Jakarta: EGC.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Soekidjo Notoatmodjo, 2002, Metode Penelitian,
Diponegoro Semarang. Jakarta: Rineka Cipta.
Arthur C, Guyton dan John E. Hall, 1997, Buku Sopiyudin Dahlan, 2004, Stastistika untuk Penelitian,
Ajaran Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC. Bandung: CV. Alfa Beta.
Bhisma Murti, 2010, Desain dan Ukuran Sampel Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 1993,
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Bidang Kesehatan (Edisi kedua), Yogyakarta: Jakarta: Binarupa Aksara.
UGM Press. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kualitatif,
Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.
No. 1204/Menkes/SK/X/2004, tentang Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian suatu
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka
Sakit. Jakarta. Pusdiklat Kesehatan Depkes Cipta.
dan Kessos RI. Sumamur P.K., 1996, Hygiene Perusahaan &
Ganong William F, 2001, Fisiologi Kedokteran, Keselamatan Kerja, Jakarta: Gunung Agung.
diterjemahkan oleh H.M Djauhari E. Edisi 9. Stanley Lemeshow, 1997, Besar Sampel dalam
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:
Hana, Liliana, 2008, Tinjauan Tingkat Pencahayaan Gadjah Mada University.
dan Keadaan Visual Dosplay Terkait Keluhan Tarwaka, 2008, Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat
Menggunakan Komputer di Ruang Kantor Kerja, Surakarta: HARAPAN PRESS.
87