Porto Thypoid Fever
Porto Thypoid Fever
5. Riwayat Pekerjaan(orangtua) : Ayah pasien bekerja sebagai sopir, ibu pasien sebagai ibu
rumah tangga.
1. Subjektif :
Ibu pasien mengeluh pasien mengalami demam sejak 5 hari yang lalu, demam lebih
sering menjelang malam, mual (+), muntah (-), batuk pilek (-), kejang (-), nafsu makan
berkurang, BAB dan BAK biasa. Ibu pasien telah memberikan obat yang beli diwarung
sendiri namun keluhan demam masih ada.
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Nadi : 87 x/menit
Suhu : 37,70 C
Status Internus
Kepala : sianosis sirkum oral (-), konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-),
Thoraks
o Paru
o Jantung
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-), BU (+) Normal
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
3. Assesment :
Demam tifoid
4. Plan :
TERAPI
- Parasetamol sirup 3x 1 cth
- Kloramfenikol sirup 4x 1 cth
- Dhavit syr 1x1
- Edukasi pasien untuk makan makanan yang lunak dan tidak merangsang usus (pedas,
asam) serta jangan jajan sembarangan, bed rest dirumah, menjaga kebersihan dengan
mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan, banyak minum air putih.
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid. Sejak
awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air
bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian
besar negara berkembang. Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun
2000, estimasi penyakit adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510
kasus tifoid dan 5.412.744 pada penyakit paratifoid. Insidens demam tifoid tinggi (>100
kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara
dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi
per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan
Selandia Baru), serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di
bagian dunia lainnya.3,5
Demam tifoid endemis di negara berkembang khususnya Asia Tenggara. Pada daerah
endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Di
Indonesia, sekitar 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun dan meningkat setelah usia
5 tahun. Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan pada kelompok usia 5-15
tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens demam tifoid sekitar 180,3 per
100,000 penduduk. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit (RS) dengan demam
tifoid berusia 5-25 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah
tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya
sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak
tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.2,3,4,5
ETIOPATOGENESIS
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk
Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air
kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau
tiram yang dibekukan. Dosis yang infeksius adalah 10 3-106 organisme yang tertelan secara
oral. Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses.
Bakteri awalnya masuk bersama makanan hingga mencapai epitel usus halus (ileum) dan
menyebabkan inflamasi lokal, fagositosis, serta pelepasan endotoksin dilamina propria.
Bakteri kemudian menembus dinding usus hingga mencapai jaringan limfoid ileum yang
disebut plak peyeri. Dari tempat tersebut, bakteri dapat masuk ke aliran limfe mesenterika
hingga ke aliran darah (bakterimia I) bertahan hidup dan mencapai jaringan retikuloendotelial
(hepar, limpa, sumsum tulang) untuk bermultiplikasi memproduksi enterotoksin yang
meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan
air ke lumen interstinal. Selanjutnya, bakteri kembali beredar ke sirkulasi sistemik
(bakterimia II) dan menginvasi organ lain, baik intra maupun ekstraintestinal. Masa inkubasi
sekitar 10-14 hari. 1,2,5
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu tatalaksana
umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian antibiotik sebagai
pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya tatalaksana yang ditujukan
kepada penderita penyakit tersebut, namun juga ditujukan kepada penderita karier salmonella
typhi, pencegahan pada anak berupa pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi traveller
dari daerah non endemik ke daerah yang endemik demam tifoid. Tatalaksana suportif
merupakan hal yang sangat penting dalam menangani demam tifoid selain tatalaksana utama
berupa pemberian antibiotik. Tirah baring, pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral,
pemberian nutrisi yang adekuat berupa diet makanan lunak (mudah dicerna) dan tidak
mengandung serat, penggunaan antipiretik, serta transfusi darah bila ada indikasi, merupakan
tatalaksana yang ikut memperbaiki kualitas hidup seorang anak penderita demam tifoid.1,6
Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak di negara
berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan dan biaya. Berdasarkan ketiga
faktor tersebut, kloramfenikol masih menjadi obat pilihan pertama pengobatan demam tifoid
pada anak, terutama di negara berkembang. Hal ini berbeda dengan dewasa, dimana obat
antibiotik lini pertamanya adalah golongan fluorokuinolon, seperti ofloksasin, siprofloksasin,
levofloksasin atau gatifloksasin. Persoalan pengobatan demam tifoid saat ini adalah
timbulnya resistensi terhadap beberapa obat antibiotik yang sering digunakan dalam
pengobatan demam tifoid atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). WHO
sendiri telah memberikan rekomendasi pengobatan antibiotik untuk demam tifoid, yang
dibagi atas pengobatan untuk demam tifoid tanpa komplikasi, baik sebagai terapi utama
maupun alternatif dan terapi untuk demam tifoid yang berat atau dengan komplikasi yang
membutuhkan pengobatan parenteral, seperti pada tabel dibawah ini.6
Tabel 2. Pengobatan Demam Tifoid Tanpa Komplikasi6
PROGNOSIS
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella
dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.5
KOMPLIKASI
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah
sakit selama lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang dapat terjadi antaralain :1,5
Hepatitis tifosa
Peritonitis dan perdarahan gastrointestinal, suhu menurun, nyeri abdomen, muntah,
bising usus menurun atau menghilang, ditemukan defans muskular dan pekak hati
menghilang.
Perforasi intestinal
Ensefalopati tifosa
Gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah secara
hematogen.