Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas
antar negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka.
Berkaitan dengan era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik
positif maupun negatif. Di satu pihak arus informasi dan komunikasi
mengalir sangat cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.
Dunia menjadi lebih terpacu dan maju. Di pihak lain penyakit menular yang
ada di satu negara dapat menyebar secara cepat ke negara lain apabila
negara itu rentan atau rawan. Misalnya AIDS, masalah merokok,
penyalahgunaan NAPZA, dll sudah menjadi persoalan dunia. Demikian pula
budaya negatif di satu bangsa/negara dengan cepat juga dapat masuk dan
mempengaruhi budaya bangsa/negara lain.
Sementara itu khususnya di bidang Promosi Kesehatan, dalam era
globalisasi ini Indonesia memperoleh banyak masukan dan perbandingan
dari banyak negara. Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti,
setidaknya para delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan
promosi kesehatan di Indonesia.
Pertemuan regional ASEAN. Dimana pertemuan ini
diselenggarakan oleh negara-negara anggota ASEAN. Pertemuan seperti ini
diselenggarakan beberapa kali, tetapi yang menyangkut promosi kesehatan
diselenggarakan pada tahun 2002 di Vientiane, Laos. Pertemuan ini
menghasilkan Deklarasi Vientiane atau Kesepakatan Menteri Kesehatan
ASEAN tentang Healthy ASEAN Lifestyle (antara lain ditandatangani oleh
Dr. Achmad Suyudi selaku Menkes RI) yang pada pokoknya merupakan
kesepakatan untuk mengintensifkan upaya-upaya regional untuk
meningkatkan gaya hidup sehat penduduk ASEAN. Dalam kesepakatan itu
ditetapkan antara lain tentang visinya, yaitu bahwa pada tahun 2020 semua
penduduk ASEAN akan menuju kehidupan yang sehat, sesuai dengan nilai,
kepercayaan dan budaya lingkungannya.
Sebagaimana upaya promosi pada umumnya, Promosi kesehatan
tidak dapat dipisahkan dengan upaya untuk mempromosikan atau
menjajagakan sesuatu yang berupa kesehatan. Kesehatan memang
sesuatu yang sebenarnya sangat diperlukan oleh masyarakat, tetapi
masyarakat belum banyak yang memandangnya sebagai prioritas. Maka
benar sekali ungkapan Dr. Mahler, Dirjen WHO pada sekitar tahun 1985-an
bahwa: Health is not everything, but without health everything else is
nothing. Selain itu kesehatan juga merupakan karunia Tuhan yang perlu
disyukuri. Karenanya perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Oleh karena
itu seharusnya diperlukan promosi yang gencar untuk menjajakan
kesehatan itu.
Upaya mempromosikan kesehatan itu antara lain dilakukan melalui
berbagai media. Baik media cetak, elektronik maupun media luar ruang.
Dalam hal ini media diposisikan sebagai sarana untuk membuat suasana
yang kondusif terhadap perubahan perilaku yang positif terhadap
kesehatan. Dalam bahasa promosi kesehatan, upaya tersebut disebut
dengan: bina suasana.
Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur,
poster, kalender, dan lain-lain. Setiap tahun unit Promosi Kesehatan
memproduksinya, terutama sebagai semacam proto type agar dapat
dikembangkan lebih lanjut oleh daerah atau unit yang lain yang
memerlukannya, sesuai dengan keadaan, masalah dan potensi setempat.
Juga dikembangkan Logo Indonesia Sehat yang dihasilkan melalui lomba.
Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi kesehatan di daerah,
disusunlah berbagai panduan, seperti: Panduan advokasi, panduan bina
suasana, panduan pemberdayaan masyarakat dan panduan
pengembangan kemitraan.
B. Rumusan Masalah
Dalam membuat pembahasan Artikel dengan Judul Singapura Orang
Sakit Bisa Jadi Uang ini penulis mengambil rumusan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara Pemasaran yang dilakukan oleh Rumah Sakit
Singapura?
2. Segmentasi dan targeting produk kesehatan apa saja yang
terdapat di artikel tersebut ?
BAB II
ISI

A. ARTIKEL
Singapura, Orang Sakit pun Jadi Duit
Oleh RIZWAN HERI PURNOMO

WARGA Singapura memang cerdik mencari uang. Apa saja bisa


dijual untuk menyedot fulus orang-orang berduit dari berbagai negara,
termasuk Indonesia. Singapura kini, tidak hanya menyodorkan kemegahan
mega mal atau objek-objek wisata belanja yang dijual bagi pendatang. Tapi,
layanan rumah sakit pun, sekarang dikemas dalam bentuk paket wisata.
Negeri tetangganya Pulau Batam itu, sejak beberapa tahun terakhir
tidak hanya membidik orang-orang sehat dari kalangan berduit. Orang sakit
pun diincar untuk dirawat dan dimanjakan dengan fasilitas mutakhir serta
mutu terjamin. Indonesia yang berpenduduk jutaan orang, menjadi salah
satu bidikan utama mereka. Selain Malaysia dan negara-negara lainnya di
Asia, khususnya Asia Tenggara.
Mengapa Indonesia menjadi istimewa? Alasan pasti lantaran setiap
tahunnya jumlah wisatawan asal Indonesia selalu mendominasi angka
kunjungan wisata ke Singapura. Sekira 50 persen wisatawan yang
berkunjung ke Singapura, sudah dapat dipastikan berasal dari Indonesia.
Boleh jadi di antaranya rombongan para istri pejabat departemen,
pemerintah daerah, BUMN, dan perusahaan swasta, yang sengaja
berkunjung ke Singapura hanya untuk sekadar berbelanja berbagai
aksesori.
Sementara, sejalan membaiknya kesadaran hidup sehat
masyarakat Indonesia -- kalangan menengah ke atas -- rasanya lengkaplah
sudah alasan Singapura menjadikan negara Indonesia sebagai pasar
potensial produk pelayanan medis. Saat ini, tidak hanya orang- orang dari
Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang mengalir ke Singapura untuk
bersenang-senang sambil memeriksakan kesehatan tubuhnya. Warga asal
Cianjur Jawa Barat misalnya, warga itu ternyata akrab dengan paket wisata
yang multidimensi itu.
"PR" dan rombongan wartawan dari berbagai negara yang
berkunjung ke Singapura, dalam kaitan peliputan healt care service pada
21-26 Maret 2004 lalu, sempat bertemu dengan tiga orang warga asal
Cianjur tersebut di sebuah pusat belanja Mustafa Center. Intinya mereka
menerangkan, sedang menunggui salah seorang keluarganya yang tengah
menjalani pemeriksaan kesehatan sembari melakukan liburan.
Hebat! Itulah kesan yang muncul dalam benak "PR". Coba
bayangkan bila dibandingkan dengan paket wisata ke Bali, ongkos paket
wisata ke Singapura boleh jadi memang lebih murah dan bergengsi. Bahkan
informasi terakhir yang diterima dari para biro perjalanan di Jawa Barat,
mereka mematok tarif Rp 2,3 juta untuk paket wisata 3-4 hari di Bali.
Sementara untuk satu paket medical check-up di Raffles Hospital, ternyata
orang Indonesia cukup menyiapkan uang sekira 90 dolar AS, di luar tiket
penerbangan (pulang-pergi) dan biaya fiskal. Paket tersebut mencakup
pemeriksaan darah, lemak, urine, ginjal, dan hati.
Selain itu, peserta paket juga ternyata disediakan tempat menginap
berupa hotel selama dua s.d. tiga hari berikut sarapan. Sembari beristirahat
di hari yang disediakan, mereka tetap bisa dengan mudah "cuci mata" di
tempat wisata belanja. Maklum, lokasi Raffles Hospital dan sejumlah rumah
sakit lainnya, dengan penginapan berada dalam satu kawasan dengan
supermal, maupun tempat belanja murah meriah di Bugis Village, atau
Mustafa Shoping Center yang berjarak tak menghabiskan belasan kilometer.
Dengan uang sebesar tadi (di luar tiket penerbangan dan fiskal),
rasanya mustahil seorang penduduk Indonesia bisa menikmati layanan
medical check-up di rumah sakit dalam negeri sebanyak jenis di Raffles
Hospital. Taruhlah 90 dollar AS setara dengan Rp 800 ribu. Itu berarti
nilainya baru rata-rata separuh dari tarif medical check-up di beberapa
rumah sakit di Indonesia, contohnya Jakarta.
Sekadar gambaran sebuah rumah sakit yang boleh dikata berlabel
internasional di Jakarta, katanya mematok tarif medical check-up paket
standar sekira Rp 1,5 juta. "Saya malah heran, mengapa juga biaya itu di
negeri sendiri terlalu mahal. Padahal fasilitasnya biasa saja," ujar Suparman
salah seorang warga Cianjur itu.
Kalau mendengar apa yang diungkapkan mereka, bisa jadi karena
biaya layanan medis di dalam negeri tak sebanding mutu fasilitasnya,
sehingga orang-orang lapisan menengah ke atas tertarik pada paket
Singapura.
Selain fasilitas pemeriksaan di Singapura menjanjikan akurasi,
pasien juga bisa dengan bangga bercerita kepada tetangganya bahwa
mereka baru saja berjalan-jalan dan berbelanja di luar negeri.
"Ah, perbedaannya hanya biaya fiskal dan tiket pesawat, enggak
jadi soal. Yang penting, kami nyaman dan puas," ucap Nurdin kerabat
Suparman seraya berkata tarif fiskal Rp 1 juta. Adapun tarif pesawat
Jakarta-Singapura sekarang sangat bersaing murah.
Kecenderungan mengalirnya pasien dari kota-kota kecil ke luar
negeri merupakan tantangan (untuk tidak menyebut tamparan) bagi rumah-
rumah sakit di dalam negeri. Termasuk di dalamnya, pemerintah dan
perusahaan swasta yang terlibat di dalam pengelolaan rumah sakit.
Jika rumah sakit dalam negeri tidak segera melakukan introspeksi,
bukan tidak mungkin mereka hanya menjadi alternatif ke sekian dari
kalangan menengah ke atas. Harap maklum, untuk urusan kesehatan,
kenyamanan, dan kepuasan, orang berduit biasanya tidak perlu lagi berpikir
panjang sebelum menentukan pilihan.
RAFFLES Hospital, seperti pantauan "PR" boleh jadi hanya salah
satu dari belasan rumah sakit dan pusat-pusat klinik spesialis di Singapura
yang mengincar pasien mancanegara. Rumah-rumah sakit ternama lainnya
pun sama berlomba menebar pesona pelayanan medis.
Rumah sakit yang dimaksud seperti Thomson Medical Centre,
Pacific Healthcare Holdings, Gleneagles Hospital, Mount Elizabeth Hospital,
Mount Alvernia Hospital, Kandang Kerbau Women's and Children's Hospital,
National University Hospital and Sinapore General Hospital. Belum lagi
pusat-pusat klinik yang tersebar di berbagai tempat tanpa dibawahi
manajemen perusahaan rumah sakit.
Jika dilihat, mereka (orang Singapura-red) sangat serius menggaet
pasien melalui kumpulan yang disebut Singapore Medicine. Konsep tersebut
bertujuan mengembangkan Singapura sebagai penghubung utama di Asia
Pasifik untuk pelayanan kesehatan internasional. Karena sektor pariwisata
menjadi andalan dunia usaha Singapura, Singapore Tourism Board (STB)
atau Badan Pariwisata Singapura, ternyata ikut memegang peran utama.
Singapore Medicine yang pernah diluncurkan pihak Kementerian
Kesehatan Singapura pun sempat menyebutkan Indonesia sebagai pasar
utama di samping Malaysia. Ketika pihak mereka pernah menargetkan
kedatangan jumlah pasien ke Singapura tahun 2012 mencapai satu juta
orang atau lima kali lipat dari jumlah sekarang. Ternyata diketahui tahun
2002, sebanyak 200.000 orang asing berobat di Singapura dan
diperkirakan, 30-40 persen di antaranya dari Indonesia.
Sebagai gambaran, sejak Mount Elizabeth Hospital dikembangkan
dari tahun 1978 hingga sekarang, pasiennya yang hampir mencapai seratus
orang per hari didominasi orang asing, terutama Indonesia. Bahkan ada
seorang sopir taksi sampai menyebutnya sebagai "rumah sakit-nya orang
Indonesia.
Sementara bila dilihat secara global, tentunya apa yang
dikembangkan Singapore Medicine adalah membidik penduduk negara-
negara berkembang yang taraf kehidupannya memasuki kelas menengah.
Mereka tak hanya siap melayani sepuluh persen dari 500 juta orang
penduduk negara-negara Asean, tetapi juga orang-orang dari Cina, India,
dan sekitarnya. Kawasan Timur Tengah, Eropa, dan Amerika pun tak luput
dari incaran pihak mereka.
Singapura memang tak main-main untuk mewujudkan ambisinya
sebagai "kiblat" layanan medis di Asia Pasifik. Singapore Medicine
memadukan pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan badan-badan
terkait, seperti STB.
Penyebaran informasi dan kemitraan melalui kolaborasi diyakini
efektif dalam menggaet pasar. Ada berbagai macam model kolaborasi
rumah-rumah sakit dan pusat-pusat klinik itu. Ada yang mengelaborasikan
manajemennya sendiri, ada pula yang berkolaborasi melalui payung
kelompok usaha.
Model kolaborasi manajemen sendiri adalah rumah sakit yang tidak
punya jaringan bisnis langsung dengan rumah sakit lainnya, contohnya
Thomson Medical Centre dan Mount Alvernia Hospital. Keduanya
mempunyai manajemen sendiri dalam mengelola berbagai layanan medis
dan bedah, mencakup pemeriksaan kandungan, penanganan pra dan
pascapersalinan, serta pengobatan umum. Thomson bahkan bisa melayani
tes sperma dan urusan bayi tabung. Dengan 360 kamar, Thomson rata-rata
menerima 6-10 pasien baru per hari yang rata-rata 30 persen di antaranya
dari Indonesia.
Adapun rumah sakit yang berkolaborasi melalui payung usahanya
adalah Mount Elizabeth Hospital, Gleneagles Hospital, dan East Shore
Hospital. Ketiga rumah sakit ini berada di bawah Parkway Group Healtcare.
Malah katanya kelompok usaha ini melebarkan sayapnya di berbagai
negara. Di Indonesia dia punya dua cabang, yakni di Lippo Karawaci
Tangerang dan di Medan. Yang lainnya di Malaysia, Brunei Darussalam, dan
India.
Untuk mengoptimalkan jaringannya di Indonesia, Parkway Group
tidak hanya bertumpu pada cabang di Karawaci dan Medan. Pihaknya telah
membuka kontak jasa hotline 24 jam di berbagai kota di Indonesia, seperti
Balikpapan, Bandung, Manado, Palembang, Semarang, Solo, dan
Surabaya. Semuanya menawarkan keunggulan layanan medis, mulai dari
mekanisme penerimaan pasien, tata ruang dan interior ruang tunggu serta
ruang perawatan, ketersediaan dokter spesialis, kecepatan dan kecermatan
tindakan medis, hingga kemutakhiran teknologi. Sebagai industri jasa,
mereka bersaing meyakinkan, merebut, dan menyenangkan hati pasien.
Sementara Mount Elizabeth yang dalam beberapa waktu berselang,
sempat mempromosikan PET/CT scanner, alat pemindai yang mampu
mendeteksi berbagai jenis kanker sekaligus. Di Asia, alat semutakhir itu
baru ada di Singapura, Jepang, dan Taiwan. Sekali dioperasikan tarifnya
2.500-3.000 dolar Singapura (1 dollar Singapura setara lebih kurang Rp
5.000). Selanjutnya, pasien ditawari alat deteksi lanjutan berupa radioterapi.
Sedangkan Raffles Hospital dengan percaya diri, mengecap dirinya
sebagai pusat penanganan kanker, tumor, dan berbagai gangguan fungsi
jantung terkemuka di negeri Singapura. Tentu saja keunggulan itu juga
diimbangi dengan bidang-bidang spesialisasi lainnya, termasuk dalam hal
pemisahan bayi kembar siam.
Klaim itu didukung pengalamannya menangani lebih dari sejuta
pasien sejak rumah sakit itu berdiri tahun 1976. Fasilitas menyebar pada 62
tempat di Singapura dan Hongkong. Di gedung yang berlokasi di North
Bridge Road, Raffles Hospital menyediakan 380 tempat tidur bagi pasien
rawat inap. Semua fasilitasnya berstandar internasional.
Tak heran jika bulan Juli 2003, tim dokter ahli Raffles Hospital
begitu antusias menyambut permohonan operasi kembar siam, Ladan-
Laleh, dari Iran. Meski operasi pemisahan kembar siam dempet kepala
(craniopagus) itu gagal, nama rumah sakit Raffles tetap berkibar karena
dianggap berani mengambil risiko.
Raffles Medical Group juga menyiapkan fasilitas layanan medis 24
jam di Bandara Changi, Singapura. Penumpang lintas benua yang
mengalami gangguan kesehatan fisik akibat kelelahan dalam penerbangan
yang berjam-jam bisa dilayani secepatnya.
Selanjutnya, untuk urusan memermak wajah dan anggota tubuh
lainnya melalui operasi plastik, Pacific Healthcare menyiapkan layanan
terlengkap. Manajer Pemasaran Pacific, Sharon Chia mengatakan, pihaknya
tidak hanya menyiapkan operasi plastik, tetapi berbagai hal menyangkut
perawatan kecantikan tubuh. Sampai-sampai, rumah sakit yang berada di
lantai 12 di atas Mal Paragon itu menyediakan fasilitas fitness bagi pasien.
Sharon Chia pun menyebutkan, setiap hari rata-rata tercatat 20
pasien baru. Dua tiga orang dari Indonesia. Ada yang datang minta
dimancungkan hidungnya, ada pula yang minta dibuat belahan pada
dagunya. Sharon tersenyum ketika ditanyakan apa saja profesi pasien itu.
"Oh, itu rahasia, namun saya pikir profesi mereka itu tak jauh dari dunia
hiburan," katanya.
Rumah sakit dan pusat-pusat klinik di Singapura tidak hanya
bersaing dalam berbagai layanan medis semata. Lebih dari itu, mereka
menampilkan penataan ruang yang jauh dari kesan seram dan mengerikan.
Dari pintu masuk menuju tempat pendaftaran pasien hingga ruang tunggu,
ruang pemeriksaan, dan perawatan, rumah-rumah sakit tersebut ditata
artistik dengan atrium yang asri dan mewah. Di ruang tunggu, tak tampak
orang mengerang kesakitan, seperti yang lazim di rumah-rumah sakit
Indonesia. Tidak ada tetesan dan bercak darah di lantai. Juga tak tercium
aroma amis darah dan obat-obatan kendati kita berada di ruang tunggu
farmasi atau ruang emergensi sekalipun.
Pasien dikondisikan tak ubahnya berada di hotel berbintang. Bukan
hal aneh jika di lobi rumah sakit ditemukan piano. Juga sudah lazim di
ruang-ruang tunggu pasien tersedia rak majalah dan buku di samping
fasilitas minum teh atau kopi gratis. Raffles bahkan menyediakan ruang
bermain bagi anak balita yang ikut serta bersama ibunya memeriksakan
kesehatan.
Seperti paham tabiat umumnya orang-orang yang berkunjung ke
Singapura, rumah-rumah sakit dan pusat klinik rata-rata didirikan di tengah
pusat perbelanjaan dan perhotelan. Untuk urusan orang Muslim, jangan
takut kehilangan selera. Menu ala Melayu serba halal terhidang di restoran
hotel sekitar rumah sakit, misalnya Hotel Conrad Centennial dan Hotel
Royal Plaza atau MacKenzie Rex Restaurant.
Pantaslah jika urusan berobat di Singapura menjadi satu paket
dengan urusan bersenang-senang. Jangan-jangan tujuan berobat menjadi
urusan kedua karena tergeser urusan senang-senang. Kalau sudah begitu,
pasien bakal sembuh duluan sebelum bertemu dokter. Ya, memungkinkan
terjadi. Pasalnya pasien sebelumnya sudah mendapatkan terapi kesehatan
lewat suasana yang nyaman tadi.***
Penulis wartawan HU "Pikiran Rakyat".
B. PEMBAHASAN
1. Manajemen Pemasaran
Manajemen (Pemasaran) proses perencanaan dan pelaksanaan
dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-
barang, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan
kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. 1
Definisi ini menyadari bahwa menajemen pemasaran adalah
proses uyang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan juga mencakup barang, jasa serta gagasan, berdasarkan
pertukaran dan tujuannya adalah memberikan kepuasan bagi pihak yang
terlibat.
Gambaran umum seorang manajer pemasaran adalah seorang
yang tugas utamanya merangsang permintaan terhadap produk. Ada
lima konsep pemsaran yang mendasari cara organisasi melakukan
kegiatan pemasarannya yaitu :
a) Konsep Berwawasan Produksi
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang
mudah didapat dan murah harganya dan memusatkan perhatiannya
untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi serta cakupan
distribusi yang luas.
b) Konsep Berwawasan Produksi
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan memiih produk yang
menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal innovatif lainnya dan
memusatkan perhatiannya untuk membuat produk yang lebih baik
dan terus menyempurnakannya.
c) Konsep Berwawasan Menjual
Konsep ini berpendapat bahwa kalau konsumen dibiarkan saja,
konsumen akan membeli produk dari organisasi lain sehingga
organisasi melakukan usaha penjualan dan romosi yang agresif.
d) Konsep Berwawasan Pemasaran

1
Philip Kotler dan A.B. Susanto, Manajemen Pemasaran di Indonesia hal 19-, Salemba Empat.
Konsep ini berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keingginan pasar
sasaran erta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih
efektif dan efisien daripada saingannya.
Konsep ini bersandar pada empat pilar utama yaitu pasar sasaran,
kebutuhan pelanggan, pemasaran yang terkoordinir serta
keuntungan.
e) Konsep Berwawasan Pemasaran Bermasyarakat
Konsep ini beranggapan bahwa tugas perusahaan adalah
menentukan kebutuan, keingnan dan kepentingan pasar sasaran dan
memenuhinya dengan lebih efektif serta lebih efiien daripada
saingannya dengan cara mempertahankan atau meningkatkan
kesejahteraan konsumen dan masyarakat.

2. Menjabarkan Nilai dan Kepuasan Pelanggan


a) Nilai Pelanggan
Nilai bagi pelanggan adalah perbedaan antara nilai yang dinikmati
pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan
biaya untuk memiliki produk tersebut.
Menurut kami (Buku Manajemen Pemasaran hal 49), pembeli akan
membeli dari perusahaan yang dalam pandangan mereka
menawarkan nilai terhantar pada pelanggan paling tinggi.
Nilai terhantar pada pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai bagi
pelanggan dan jumlah biaya dari pelanggan. Dan jumlah nilai bagi
pelanggan adalah sekelompok keuntungan yang diharapkan
pelanggan dari barang dan jasa tertentu.
b) Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan
dengan harapannya.2 Kepuasan pelanggan adalah tingkatan dimana

2
Hand out mata kuliah DDP Kes pertemuan ke 3
anggapan kinerja produk akan sesuai dengan harapan seorang
pembeli.
Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja
yang dirasakan dengan harapan.

3. Proses Pemasaran
Dalam proses pemasaran, konsumen yang menjadi sasaran, dimana
sasarannya adalah menjalin hubungan yang kuat dan menguntungkan
dengan para pelanggan. Pertama-tama perusahaan mengidentifikasi
pasar secara keseluruhan, kemudian membaginya ke dalam segmen-
segmen yang kecil, memilih segmen-segmen itu. Kemudian perusahaan
mendesain bauran pemasaran yang berisi factor-faktor yang dapat
dikendalikan- produk, harga, promosi dan tempat (distribusi). Proses
pemasaran terdiri dari 4 proses yaitu :
a) Proses menganalisa peluang pemasaran,
b) Memilih pasar sasaran
c) Menyusun bauran pemasaran, dan
d) Mengelola upata pemasaran
1) Strategi Pemasaran Untuk Mendapatkan
Keunggulan Bersaing
Merancang strategi-strategi pemasaran yang bersaing dimulai
dengan melakukan analisis pesaing secara lengkap. Perusahaan
terus menerus membandingkan nilai dan kepuasan pelanggan yang
diberikan oleh produk, harga, distribusi, dan promosi dengan yang
diberikan oleh pesaing. Dengan cara itu, perusahaan dapat
mengenali potensi keunggulan dan kelemahan.
2) Mengembangkan Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran taktis yang
dapat dikendalikan yang dipandukan oleh perusahaan untuk
menghasilkan tanggapan yang dinginkan dalam pasar sasaran.
Bauran pemasaran terdiri dari segala sesuatu yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya dimana
digolongkan menjadi empat kelompok variabvel yang dikenal sebagai
empat P yaitu pruduk, price, place dan promotion.
Product adalah
3)

4.
C.

Anda mungkin juga menyukai