Anda di halaman 1dari 79

PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG

BEREDAR, PERKREDITAN BANK DAN


LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN
B A B III

PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG BEREDAR,


PERKREDITAN BANK DAN LEMBAGA-LEMBAGA
KEUANGAN

A. PENDAHULUAN
Selama Repelita II (1974/75 1978/79) usaha pembangunan na -
sional banyak mengalami tantangan-tantangan yang besar oleh karena
gejolak perekonomian dunia, krisis Pertamina dan hambatan-hambat -
an dalam produksi pangan. Berhubung dengan itu telah ditempuh ber-
bagai langkah kebijaksanaan yang menyeluruh dan terpadu di pelbagai
bidang termasuk kebijaksanaan di bidang moneter, fiskal dan perda -
gangan yang tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan dengan
tujuan untuk mengamankan pelaksanaan Repelita II.
Stabilitas nasional sebagai prasyarat bagi pelaksanaan pembangu -
nan merupakan salah satu unsur dari Trilogi Pembangunan yang men -
jadi landasan kebijaksanaan pembangunan selama Repelita II. Salah
satu aspek yang penting dari stabilitas nasional tersebut adalah stabili -
tas ekonomi.
Sehubungan dengan meningkatnya kembali laju inflasi dalam
tahun 1972/73 dan 1973/74 maka untuk memulihkan kembali stabili-
tas ekonomi telah ditempuh pelbagai kebijaksanaan ekonomi keuangan
pada tanggal 9 April 1974 yang kemudian disesuaikan pada tanggal
28 Desember 1974 yang bertujuan untuk mengatasi kegoncangan-
kegoncangan moneter baik yang bersumber dari dalam maupun dari
luar negeri.
Khususnya di bidang moneter, dilakukan pengaturan likwiditas
perekonomian, termasuk pengaturan jumlah uang beredar sesuai
dengan kebutuhan perekonomian itu sendiri, untuk menekan laju
inflasi tanpa mengganggu kelancaran serta peningkatan kegiatan pro -
duksi. Hal tersebut dilaksanakan terutama melalui pembatasan per -

169
luasan kredit perbankan serta pengarahan di dalam penggunaannya
untuk membiayai usaha-usaha yang produktif. Dengan demikian maka
selama Repelita II jumlah kredit perbankan terus meningkat menjadi
sekitar 4,6 kali yaitu dari Rp 1.215,6 milyar pada akhir tahun 1973/74
menjadi Rp 5,581,8 milyar pada akhir tahun 1978/79 atau suatu
total kenaikan sebesar 359,2% dibanding dengan 795,8% selama
Repelita I. Bersamaan dengan itu laju inflasi juga terus dapat diken -
dalikan sehingga menurun dari 47,4% dalam tahun 1973/74 menjadi
masing-masing 20,1%, 19,8%, 12,1% dan 10,1% dalam tahun-tahun
1974/75, 1975/76, 1976/77 dan 1977/78 tetapi kemudian sedikit
meningkat kembali dalam tahun 1978/79 menjadi 11,9% terutama
oleh karena pengaruh devaluasi rupiah pada tanggal 15 Nopember
1978. Secara keseluruhan, harga-harga telah meningkat dengan 98,6%
selama Repelita II dibanding dengan 114,1 % selama Repelita I.

Pemberian kredit perbankan juga terutama diarahkan untuk men -


dorong kegiatan investasi, kegiatan produksi dalam negeri, peningkat an
ekspor dan kegiatan pengusaha golongan ekonomi lemah. Secara
keseluruhan pemberian kredit tersebut meliputi antara lain kredit
jangka pendek, kredit investasi, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit
Modal Kerja Permanen (KMKP), kredit Mini, kredit Candak Kulak,
kredit pembangunan dan pemugaran pasar, kredit pemilikan rumah
sederhana dan lain-lain.
Program pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sederhana
dimulai dalam tahun 1978 dan diperuntukkan bagi golongan masyara -
kat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan ABRI.
Program stabilisasi ekonomi ditunjang pula melalui pelaksanaan
kebijaksanaan pengerahan dana perkreditan bank, mengingat fungsi
dana perkreditan adalah untuk mengurangi pengaruh perluasan kredit
terhadap perkembangan harga. Di samping itu dana-dana tersebut juga
dipergunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Adapun jum-
lah dana perkreditan selama Repelita II telah berkembang dari
Rp 1.163,3 milyar pada akhir tahun 1973/74 menjadi Rp 3.406,4
milyar pada akhir tahun 1978/79, suatu total kenaikan sebesar
192,8% dibandingkan dengan 1.465,7% selama Repelita I. Jumlah

170
dana perkreditan tersebut terdiri dari giro, deposito berjangka INPRES,
TABANAS/TASKA dan tabungan lainnya.
Alat kebijaksanaan moneter lainnya adalah pengaturan suku
bunga kredit dan suku bunga deposito serta tabungan yang terus meng -
alami penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan perkembangan keadaan
ekonomi dan moneter serta skala prioritas pembangunan. Selama Re-
pelita II, suku bunga kredit telah mengalami empat kali penyesuaian
sehingga menjadi sekitar 9 21% setahun pada akhir Repelita II.
Suku bunga deposito juga mengalami penyesuaian-penyesuaian se -
hingga pada akhir Repelita II: berkisar antara 0,5% sebulan untuk
deposito berjangka 6 bulan dan 1,25% sebulan untuk deposito ber -
jangka 24 bulan dengan jumlah Rp 2,5 juta ke bawah sedangkan
untuk deposito berjangka 3 bulan ke bawah suku bunganya ditetapkan
oleh bank-bank penyelenggara.
Dalam rangka pembentukan suatu landasan yang kuat bagi ter -
ciptanya stabilitas ekonomi, pemupukan tabungan dan pengerahan
dana-dana masyarakat serta pengarahan penggunaannya, lembaga-
lembaga perbankan dan lembaga-lembaga keuangan bukan bank me -
megang peranan yang sangat penting. Sehubungan dengan itu maka
usaha pengembangan lembaga-lembaga perbankan juga terus dilaku -
kan terutama untuk menjamin keamanan serta pelayanan lalu lintas
pembayaran secara cepat dan efisien, serta untuk meningkatkan pem -
binaan golongan ekonomi lemah dalam rangka menunjang pelaksana -
an pembangunan. Lembaga-lembaga perbankan meliputi bank-bank
umum Pemerintah, bank-bank swasta nasional, bank devisa, bank asing
dan bank perkreditan rakyat. Di lain pihak, lembaga-lembaga keuang-
an bukan bank didirikan terutama untuk mendorong perkembangan
pasar uang dan modal. Dewasa ini jumlah lembaga keuangan bukan
bank meliputi 9 buah yang bergerak sebagai perantara dan perda -
gangan surat-surat berharga dan sebanyak 3 buah di bidang pembiaya -
an pembangunan. Dalam rangka pengembangan usaha golongan eko -
nomi lemah, beberapa lembaga keuangan bukan bank yang khusus
juga telah dikembangkan dan ditingkatkan peranannya selama Repe-
lita II seperti PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit
Koperasi.

171
Perkembangan perasuransian di Indonesia selama Repelita II
juga memperlihatkan kemajuan yang cukup menggembirakan, terutama
berkaitan dengan perkembangan di bidang dunia usaha pada umum -
nya. Di samping itu arti daripada kemajuan di sektor asuransi dapat
dilihat pula dari pengerahan dana investasi oleh perusahaan-perusaha-
an asuransi. Selama Repelita II, jumlah dana investasi yang dikerah-
kan oleh perusahaan-perusahaan asuransi sosial, kerugian dan jiwa
telah berkembang dari Rp 15.812 juta pada akhir Desember 1973
menjadi Rp 162.752 juta pada akhir Desember 1978.

B. PERKEMBANGAN HARGA
Sebagaimana diketahui, keadaan stabilitas ekonomi pada akhir
masa Repelita I mengalami gangguan oleh karena rendahnya produksi
padi akibat musim kemarau yang panjang dan pelbagai krisis ekonomi
dunia, sehingga laju inflasi dalam tahun 1973/74 meningkat menjadi
47,4%. Untuk mengendalikan laju inflasi tersebut maka pada tanggal
9 April 1974 telah dikeluarkan serangkaian kebijaksanaan di bidang
moneter, fiskal dan perdagangan yang dikenal sebagai paket kebijak -
sanaan 9 April 1974. Khususnya di bidang moneter dilakukan peng -
aturan likwiditas perekonomian, termasuk pengaturan uang beredar
sesuai dengan kebutuhan perekonomian itu sendiri dengan tujuan
untuk menekan laju inflasi tanpa mengganggu kelancaran dan pening -
katan kegiatan produksi. Hal tersebut dilaksanakan terutama melalui
pembatasan pemberian kredit perbankan dan pengarahan di dalam
penggunaannya untuk membiayai usaha-usaha yang produktif.
Di bidang fiskal, kebijaksanaan yang ditempuh antara lain berupa
penyesuaian tarif pajak penjualan dan bea masuk, sedangkan di bidang
perdagangan dijalankan kebijaksanaan untuk memperbesar cadangan
stok nasional berupa beras, tepung terigu, pupuk, gula pasir, semen,
besi beton, kertas koran dan benang tenun, serta memperlancar penya -
lurannya kepada masyarakat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut
di atas kemudian mengalami beberapa kali penyesuaian, sesuai dengan
perkembangan keadaan. Hasilnya adalah bahwa jumlah uang beredar
semakin dikendalikan dan pengadaan serta penyaluran barang-barang
kebutuhan pokok semakin ditingkatkan sehingga laju inflasi dapat

172
terus ditekan dari 47,4% dalam tahun 1973/74
menjadi 20,1 % dalam tahun 1974/75, 19,8% dalam
tahun 1975/76, 12,1% dalam tahun 1976/77 dan
10,1% dalam tahun 1977/78. Dalam tahun 1978/
79 laju inflasi ternyata sedikit meningkat kembali
menjadi 11,9% terutama disebabkan karena
pengaruh devaluasi mata uang rupiah pada tanggal
15 Nopember 1978 (lihat Tabel III 1 dan Grafik III
1).

TABEL III 1
PERSENTASE KENAIKAN INDEKS BIAYA HIDUP,
1968, 1973/74 1978/79
(September 1966100)
=
Tahu Tahun %
n Kenaikan
1968 84,8
1973 27,4 1973/74 47,4
1974 33,3 1974/75 20,1
1975 19,7 1975/76 19,8
1976 14,2 1976/77 12,1
1977 11,8 1977/78 10,1
1978 6,7 1978/79 11,9

Secara rata-rata kenaikan laju inflasi adalah


14,7% per tahun se-lama Repelita II dibanding
dengan 16,4% rata-rata selama Repelita I.
Kebijaksanaan devaluasi mata uang rupiah pada
tanggal 15 Nopember 1978 meningkatkan harga
barang-barang impor dan cenderung meningkatkan
harga barang-barang dan jasa pada umumnya, namun
laju inflasi yang lebih besar dapat dicegah oleh
karena bersamaan dengan devaluasi mata uang
rupiah juga dilakukan tindakan-tindakan lain
guna menunjang berhasilnya devaluasi tersebut.
Tindakan-tindak-an tersebut di bidang fiskal antara
173
lain berupa pengurangan bea masuk dan pajak
penjualan impor atas sejumlah bahan baku/penolong
untuk produksi industri dalam negeri. Di bidang harga
berupa pengendalian atas stok dan harga barang-
barang kebutuhan pokok (beras, gula, tepung terigu,
minyak goreng dan lain-lain), penetapan pedoman
harga
GRAFIK III 1
BEBERAPA INDIKATOR EKONOMI INDONESIA,
1969 (Maret), 1973/74 1978/79

174
bagi barang-barang lainnya yang dianggap penting (meliputi 207 ma-
cam barang) serta pembatasan ekspor barang-barang yang dibutuhkan
untuk konsumsi dalam negeri (meliputi 20 macam barang). Di bidang
moneter/perkreditan diadakan penyesuaian atas batas tertinggi per -
tambahan kredit dan aktiva perbankan lainnya untuk menampung
kenaikan kebutuhan likwiditas masyarakat sebagai akibat dari ke -
naikan harga umum. Dengan rangkaian kebijaksanaan-kebijaksanaan
di atas, laju inflasi selama periode Nopember 1978 sampai dengan
Maret 1979 hanya mencapai 9,3% walaupun nilai mata uang dollar
terhadap rupiah meningkat dengan 50,6% sebagai akibat dari deva -
luasi.

Secara terperinci, perkembangan harga dapat diikuti dari per -


kembangan indeks harga 62 macam barang dan jasa di Jakarta yang
juga merupakan Angka Indeks Biaya Hidup (lihat Tabel III 2 dan
Grafik III 2).

Dalam tahun 1974/75 kenaikan indeks biaya hidup mulai menu-


run kembali menjadi 20,1% sebagai tanda berhasilnya program stabi -
lisasi ekonomi yang dilaksanakan mulai 9 April 1974. Dalam tahun
1975/76 indeks biaya hidup meningkat dengan 19,8% terutama oleh
karena kenaikan indeks sektor makanan berhubung dengan musim
paceklik dan penyesuaian harga pembelian padi/beras serta kenaikan
indeks sektor perumahan berhubung dengan penyesuaian harga bahan
bakar minyak. Dalam tahun 1976/77 indeks biaya hidup hanya me -
ningkat dengan 12,1% terutama oleh karena kenaikan indeks sektor
perumahan yang antara lain disebabkan oleh karena penyesuaian har ga
bahan bakar minyak sedangkan dalam tahun 1977/78 indeks biaya
hidup mengalami kenaikan yang terkecil selama Repelita II yaitu se -
besar hanya 10,1% dengan kenaikan-kenaikan yang hampir sama di
hampir semua sektor.

Selama tahun terakhir Repelita II atau tahun 1978/79 indeks


biaya hidup kembali meningkat dengan 11,9% yaitu dari 2.109 pada
akhir Maret 1978 menjadi 2.359 pada akhir Maret 1979. Selama se -
mester pertama tahun 1978/79 indeks tersebut hanya mengalami ke -
naikan sebesar 1,7% yaitu kenaikan dari 2.109 pada akhir Maret 1978

175
TAB E L III - 2
INDEKS BIAYA HIDUP, 1969 (Maret), 1973 - 1978179
(September 1966 = 100)

176
177
menjadi 2.144 pada akhir September 1978. Kenaikan ini disebabkan
karena meningkatnya indeks sektor makanan sebesar 0,2%, sektor pe -
rumahan sebesar 1,1%, sektor pakaian sebesar 3,0% dan sektor lain-
lain sebesar 6,5%. Selama semester kedua, indeks tersebut mengalami
kenaikan yang cukup tinggi sebesar 10,0% yaitu dari indeks sebesar
2.144 pada akhir September 1978 menjadi 2.359 pada akhir Maret
1979. Kenaikan indeks biaya hidup selama semester kedua ini terutama
disebabkan karena meningkatnya indeks sektor makanan sebesar
10,0%, sektor perumahan sebesar 1,9%, sektor pakaian sebesar 12,7%
dan sektor lain-lain sebesar 12,4%. Khususnya kelompok sektor pa -
kaian dan sektor lain-lain mengalami kenaikan yang cukup besar ter -
utama disebabkan oleh adanya penyesuaian harga barang-barang yang
termasuk di dalam kelompok-kelompok yang bersangkutan menyusul
adanya kebijaksanaan devaluasi 15 Nopember 1978. Dalam pada itu
indeks kelompok makanan naik dengan sekitar 10,0%, sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks sektor pakaian dan sek-
tor lain-lain. Dalam kelompok makanan tersebut, meskipun telah di -
naikkan harga dasar pembelian padi/gabah, namun dengan cukup ter -
sedianya beras di pasaran yang ditunjang oleh meningkatnya produksi
dalam negeri, kestabilan harga beras tetap dapat dipertahankan. Di
lain pihak indeks sektor perumahan mengalami kenaikan yang kurang
berarti karena harga minyak tanah dan tarif listrik tidak mengalami
perubahan selama periode tersebut.
Secara keseluruhan, selama lima tahun Repelita II telah terjadi
kenaikan indeks biaya hidup dengan sekitar 98,6% yaitu dari angka
indeks sebesar 1.188 pada akhir tahun 1973/74 menjadi 2.359 pada
akhir 1978/79. Di lain pihak selama lima tahun Repelita I angka in -
deks biaya hidup meningkat dengan 114,1 % yaitu dari 555 pada akhir
Maret 1969 menjadi 1.188 pada akhir 1973/74.

Kemantapan perkembangan harga selama Repelita II dapat dili-


hat pula dari perkembangan indeks harga 9 macam bahan kebutuhan
pokok seperti terlihat pada Tabel III 3. Selama lima tahun Repe -
lita II telah terjadi kenaikan indeks 9 macam bahan pokok sebesar
11,2%, 19,8%, 0,9%, 4,4% dan 3,1% berturut-turut untuk tahun -
tahun 1974/75, 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79. Dalam tahun

178
terakhir Repelita II indeks harga 9 macam bahan pokok yang terdiri
dari beras, ikan asin, minyak goreng, gula pasir, garam, minyak tanah,
sabun cuci, tekstil, dan batik mengalami kenaikan sebesar 3,1% di -
bandingkan dengan 4,4% dalam tahun 1977/78. Tingkat kenaikan
yang lebih rendah dalam tahun 1978/79 tersebut disebabkan oleh
karena menurunnya indeks harga beras dengan 0,3% dan stabilnya
harga garam dan minyak tanah, meskipun harga bahan-bahan kebu -
tuhan lainnya meningkat, antara lain minyak goreng naik sebesar
16,0%, tekstil 15,8%, gula pasir 13,5% dan kain batik kasar 11,4%.
Dengan demikian maka faktor-faktor yang penting yang mempenga-
ruhi kemantapan harga dalam tahun 1978/79 adalah kestabilan harga
beras dan beberapa kebutuhan pokok lainnya yang sebagian diken -
dalikan oleh Pemerintah.
Di antara 9 macam bahan pokok tersebut di atas, beberapa macam
barang dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan utama yaitu yang
meliputi beras, gula pasir, tekstil dan tepung terigu. Terhadap barang-
barang utama ini dilakukan pengawasan secara terus menerus untuk
menjamin tersedianya stok yang mencukupi serta penyaluran yang
lancar kepada masyarakat. Berkat kebijaksanaan tersebut, maka harga
barang-barang utama dapat dikendalikan pada tingkatan yang relatif
stabil.
Bahan utama beras dan tepung terigu memperlihatkan perkem -
bangan harga yang mantap. Pada akhir Maret 1979 di beberapa kota
besar di Indonesia harga tepung terigu berkisar antara Rp 160,- dan
Rp 200,- tiap kilogram. Harga gula pasir sejak Nopember 1978 meng -
alami , kenaikan yang berarti, sehingga pada akhir Maret 1979 harga ,
gula pasir berkisar antara Rp 250,- dan Rp 283,- tiap kilogram.
Harga tekstil di beberapa kota besar di Indonesia mengalami kenaikan
pula, sehingga pada akhir Maret 1979 berkisar antara Rp 245,- dan
Rp 450,- tiap meter.
Perkembangan harga barang-barang ekspor penting Indonesia di
pasaran dunia selama tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79
mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh gerak perkembangan eko -
nomi dunia. Dalam tahun 1973/74 harga barang-barang ekspor di pa-
saran dunia cenderung memperlihatkan perkembangan yang mengun -

179
TABEL III 3
PERKEMBANGAN INDEKS HARGA 9 MACAM BAHAN POKOK,
1969 (Maret), 1973 - 1978/79
(Oktober 1966 = 100)

Tahun/Bulan Beras Ikan Minyak Gula Garam Minyak Sabun Tekstil Batik Indeks Keseluruhan Kenaikan Indeks
Asin Goreng Pasir Bataan Tanah Cuci Keseluruhan (%)
Tahun/
Triwulan Bulan

1969 (Mare) 587 619 964 346 432 368 189 507
535 741
1973 1.072 1.174 1.886 1.355 1.017 875 1.209 810 309 1.050 + 10,8
1973/74 1.110 1.726 1.748 1.384 1.419 1.161 1.420 917 348 1.130 31,2
-31,2
1974 1.196 1.807 1.630 1.653 1.817 1.000 1.283 917 362 1.184 +12,8
1974/75 1.313 2.067 1.301 1.681 1.897 1.000 1.207 917 371 1.257 +11,2
1975 1.656 2.219 950 1.874 2.256 1.250 991 890 375 1.482 + + 25,2
1975/76 1.673 2.480 995 1.883 2.290 1.250 995 890 375 1.506 + 19,8
1976 1.613 2.574 1.563 1.853 2.304 1.500 1.000 900 376 1.505 + 1,6
1976/77 1.610 2.677 1.730 1.911 2.304 1.500 1.100 900 375 1.520 + 0,9
1977 1.659 2.741 1.856 2.061 2.401 1.500 1.198 917 412 1.570 + 4,3
1977/78 1.567 + 4,4
Juni 1.594 2.727 1.869 2.011 2.304 1.500 1.188 917 398 1.525 + 0,3
September 1.588 2.741 1.848 2.057 2.401 1.500 1.188 917 400 1.523 - 0,1
Desember 1.659 2.741 1.856 2.061 2.401 1.500 1.198 917 412 1.570 + 3,1
Maret 1.676 2.741 1.946 2.171 2.401 1.500 1.198 917 411 1.587 + 1,1
1978 1.657 2.790 2.192 2.213 2.401 1.500 1.217 979 431 1.597 + 1,7
1.636 + 3,1
1978/79
April 1.667 2.741 1.964 2.194 2.401 1.500 1.198 917 411 1.583 - 0,3
Mei 1.663 2.741 1.966 2.200 2.401 1.500 1.198 917 411 1.591 - 0,1
Juni 1.654 2.713 1.973 2.229 2.401 1.500 1.198 917 411 1.575 - 0,8 - 0,4
Juli 1.669 2.213 2.087 2.248 2.401 1.500 1.198 917 411 1.590 +1,0
Agustus 1.671 2.725 2.152 2.221 2.401 1.500 1.198 917 412 1.594 + 0,3
September 1.662 2.741 2.135 2.199 2.401 1.500 1.198 917 414 1.587 + 0.8 0,4
Oktober 1.675 2.741 2.099 2.190 2.401 1.500 1.198 917 414 1.597 + 0,6
Nopember 1.668 2.760 2.290 2.263 2.401 1.500 1.240 960 424 1.607 + 0,6
Desember 1.657 2.790 2.192 2.213 2.401 1.500 1.217 979 431 1.597 0,6 0,6
Januari 1.659 2.832 2.229 2.213 2.401 1.500 1.221 985 434 1.603 + 0,4
Pebruari 1.667 2.941 2.258 2.224 2.401 1.500 1.230 1.047 453 1.623 +1.2
Maret 1.671 3.004 2.258 2.465 2.401 1.500 1.236 1.062 458 1.636 + 2,4 + 0,8
180
tungkan cadangan devisa negara. Kemudian dalam
tahun 1974/75 terjadi krisis pangan dan krisis energi
yang melanda dunia, yang mengakibatkan harga
beberapa jenis barang ekspor utama Indonesia
kecuali teh menunjukkan perkembangan yang
menurun. Dalam periode berikutnya yaitu dalam
tahun 1975/76 dan 1976/77 harga barang-barang
ekspor kita di pasaran internasional tampak terus
menanjak, terutama karena pulihnya kembali
perekonomian dunia dari suasana resesi. Dalam tahun
1977/78 harga beberapa barang ekspor di pasaran
dunia seperti karet, kopi, teh dan timah masih
memperlihatkan peningkatan, sekalipun harga minyak
sawit dan kayu cenderung menurun. Dalam tahun
1978/79 meskipun perekonomian dunia mengalami
kelesuan, namun harga beberapa barang ekspor
secara rata-rata ternyata masih lebih tinggi
dibandingkan dengan harga rata-rata dalam tahun
1977/78 seperti karet, minyak sawit dan timah.
Keadaan tersebut lebih banyak disebabkan oleh
terbatasnya pengadaan di pasaran dunia serta adanya
inelastisitas di dalam pengadaannya. Sebaliknya
harga beberapa barang ekspor lainnya seperti kopi
dan lada hitam memperlihatkan kecenderungan
menurun sebagai akibat dari bertambahnya
pengadaan di pa-saran dunia di satu pihak dan
berkurangnya permintaan di lain pihak karena
pengaruh kelesuan ekonomi dunia tersebut.
Perkembangan harga bulanan dari beberapa barang
ekspor penting tersebut selama tahun 1978/79 adalah
sebagai berikut :
Harga karet RSS I di New York mengalami
kenaikan dari 43 5/8 sen dollar/lb pada bulan Maret
1978 menjadi 59 sen dollar/lb pada bulan Maret
1979. Demikian pula minyak sawit dan timah di
London, masing-masing meningkat dari $ 635 dan
5.880/long ton pada bulan Maret 1978 menjadi
masing-masing $ 710 dan 7.415/long ton pada bulan
Maret 1979. Sebaliknya harga kopi di pasaran
Singapura dan lada hitam di pasaran New York
mengalami penurunan, masing-masing dari Sin. $
300/pikul dan 117 sen dollar/lb pada bulan Maret
1978 menjadi masing-masing Sin. $ 285/pikul dan 96
sen dollar/lb pada bulan Maret 1979.
C. PEREDARAN UANG
Salah satu aspek yang penting daripada
kebijaksanaan moneter dalam usaha mewujudkan
stabilitas ekonomi adalah pengaturan likwi-

181
ditas perekonomian khususnya pengaturan jumlah uang beredar untuk.
mengusahakan stabilitas harga-harga sekaligus menunjang kegiatan
ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
Tabel III-4 dan Grafik III-3 melukiskan perbandingan antara per -
kembangan kenaikan jumlah uang beredar dengan perkembangan laju
inflasi yang umumnya menjadi semakin baik sejak tahun 1968 sampai

TABEL III 4
PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA
DENGAN TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR,
1968, 1973
1978/79
Tingkat Tingkat Tingkat
Tingkat
Pertambahan Tahun Kenaikan Pertambah
Tahu Kenaikan
jumlah Uang Harga (%) an
n Harga (%)
Beredar (%) Jumlah
1968 84,8 121,2
27,4 41,0 1973/74 47,4 47,9
1973
1974 33,3 40,1 1974/75 20,1 31,0
1975 19,7 33,3 1975/76 19,8 39,0
1976 14,2 28,2 1976/77 12,1 27,1
1977 11,8 25,21 ) 1977/78 10,1 16,11 )
1978 6,7 24,02 ) 1978/79 11,9 28,82 )

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
dengan tahun 1978/79. Apabila pada tahun 1968 kenaikan jumlah
uang beredar adalah 121,2% sedangkan kenaikan harga adalah 84,8%
maka pada tahun 1978/79 walaupun terjadi kenaikan jumlah uang
beredar dengan 28,8% namun hanya terjadi kenaikan harga-harga
sebesar 11,9%. Persentase kenaikan jumlah uang beredar yang relatif
menjadi semakin lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan
harga mencerminkan bahwa sebagian besar daripada pertambahan
jumlah uang beredar tersebut telah digunakan untuk pembiayaan ke -
giatan-kegiatan yang produktif serta kepercayaan masyarakat terhadap
mata uang rupiah telah menjadi semakin mantap.

182
183
Secara terperinci Tabel III-5 memberikan
gambaran tentang jumlah Serta komposisi uang
beredar pada bulan Maret 1969 dan selama tahun
1973 sampai dengan tahun 1978/79. Dari tabel
tersebut tampak telah terjadi perubahan pada
komposisi uang beredar di mana peranan uang giral
menjadi lebih besar dibandingkan dengan uang
kartal, yaitu sebesar 51% pada akhir Repelita II
dibandingkan dengan 46% pada akhir Repelita I dan
38% pada akhir Maret 1969. Perkembangan uang
giral yang semakin cepat tersebut adalah sejalan
dengan peningkatan penggunaan jasa perbankan oleh
masyarakat dan semakin berkembangnya kegiatan
dunia usaha.
Khususnya perkembangan jumlah uang beredar
selama lima tahun periode Repelita II memperlihatkan
kecenderungan untuk selalu meningkat. Apabila pada
akhir tahun 1973/74 uang beredar berjumlah Rp
784,3 milyar, maka pada akhir tahun 1978/79
jumlahnya menjadi Rp 2.714,4 milyar. Dengan
demikian maka selama Repelita II jumlah uang
beredar telah meningkat dengan 246,1% dibanding
dengan kenaikan selama Repelita I sebesar 499,2%.
Dalam Tabel III-6 dapat diikuti faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan jumlah uang beredar. Di
antara faktor-faktor yang menyebabkan pertambahan
jumlah uang beredar, kenaikan kegiatan sektor
perusahaan menduduki tempat utama baik dalam
tahun 1968, 1973 / 74 maupun selama periode
1974/75 sampai dengan 1978/79. Dalam ta-hun
1975/76 pemberian kredit kepada perusahaan-
perusahaan negara, perusahaan-perusahaan swasta
dan perorangan mencapai angka yang tinggi, terutama
karena pemberian kredit kepada PN PERTAMINA
dalam rangka pembayaran hutang-hutang dalam dan
luar negerinya. Selanjutnya dalam tahun 1978/79

184
sektor kegiatan perusahaan kembali mengalami
pengaruh ekspansif yang besar dibanding dengan
tahun-tahun sebelumnya, sejalan dengan
kebijaksanaan moneter yang ditempuh Pemerintah
pada permulaan tahun 1978 dan berhubung dengan
devaluasi mata uang rupiah pada tanggal 15
Nopember 1978 yang mengakibatkan meningkatnya
permintaan akan kredit perbankan. Jumlah pemberian
kredit baik kepada perusahaan swasta maupun
perusahaan negara mencatat kenaikan sebesar Rp
1.532,8 milyar di dalam tahun tersebut. Dari jumlah
tersebut Rp 591,3 milyar merupa-
TAB E L I I I - 5
PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1969 (Maret),
1973 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)

185
T A B E L III - 6
SEBAB-SEBAB P E R U B A H A N J U M L A H U A N G B E R E D A R ,
1968, 1373/74 - 1978/79
(dalam mi l y a r r up i a h )

1978179 2)
Jumlah
PERUBAHAN DALAM 1968 1973/74 1974/75 1975/76 1j
1976/77 1)
1977178 1)
1 II III IV 1978/79 2)
4)
+ 12,5 + 154,2 + 1,1 - 319,7 + 476,2 + 445,4 - 44,7 + 134,4 + 616,2 + 223,8 + 929,7
SEKTOR AKTIVA LUAR NEGERI
SEKTOR PEMERINTAH + 2,9 - 13,9 1) + 23,2 1) - 417,9 - 417,9 - 143,0 - 93,6 - 100,3 - 216,9 4) + 7,2 - 404 , 2
(Tagihan pada Pemerintah) (- 0.9) (- 15.1) (+ 22,4) (- 417,9) (- 390,4) (- 143.0) (- 93.6) (- 101,3) (- 216,9) (+ 7 . 2) (- 404,6)
(DICS) (+ 3,8) (+ 1,2) (+ 0,8) ( - ) (- 27,5) ( - ) ( - ) (+ 0,4) ( - ) ( - ) (+ 0.4)
SEKTOR KEGIATAN PERUSAHAAN
+ 62,6 + 458,6 1) + 549,6 1) + 1.273,2 + 718,6 + 300,3 + 312,7 + 216,8 + 827,5 41 + 175,8 + 1.5328
(Tagihan pada Perusahaan (+ 41,4) (+ 439,2) (+ 497,2) (+ 1.256,0) (+ 768,9) (+ 326,3) (+ 233,0) ( + 150,5)(+ 897,1) (+ 191,3) (+ 1.471,9)
Negara dan Swasta)
(Kredit pengadaan pangan) (+ 21,2) (+ 13,4) (+ 51,9) (+ 17,2) (- 40,3) (- 26,0) (+ 79,7) (+ 66,3 ( - 69,61) (- 15,5) (+ 60,9)
LAIN-LAIN - 5,8 -164.5 - 193,0 + 142,4 - 194,4 - 175,3 + 35,0 - 93,3 - 1.056 ^ ) - 162,4 -1. 277, 4
TOTAL LIKWIDITAS + 72,2 + 434,4 + 380,9 + 678,0 + 582,5 + 427,4 + 209,4 + 157,0 + 170,1 + 244,4 + 780,9
DEPOSITO BERJANGKA DAN 4)
TABUNGAN 3) - 9,8 -180,4 - 138,1 - 277,2 - 105,0 - 135,0 - 76,7 - 26,9 - 52,5 - 18,4 - 174,4

JUMLAH UANG BEREDAR + 62,4 +254.0 + 242,8 + 400,8 + 387,5 + 292,4 + 132,7 + 130,1 + 117,6 + 226,0 + 606,5
(Kartal) (+ 40,6) (+ 130.0) (+ 117,4) (+ 120,7) (+ 194,2) (+ 182.4) (+ 74,3) (+ (+ 84,0) (+ 81,8) (+ 285,9)
(Giral)
(+ 21,8) l+ 124,0) (+ 125,4) (+ 280.1) (+ 193,3) ( 110,0) ( 58 , 4 ) ( 84,3) (+ 33,6 (+ 144,2) (+ 320,6)

1} Angka diperbaiki
Perubahan angka-angka terutama karena dana nilai lawan bantuan program yang semula dikelompokkan ke dalam
Lembaga/Perusahaan Pemerintah dipindahkan ke dalam rekening Pemerintah.
2) Angka sementara
3) Termasuk rekening-rekening dalam valuta asing dan tidak termasuk deposito berjangka milik
Pemerintah dan deposito berjangka milik golongan bukan penduduk.
4) Perobahan yang besar pada pos-pos ini berkaitan dengan diperhitungkannya
tambahan jumlah karena penyesuaian nilai tukar rupiah.

186
kan kenaikan yang diakibatkan oleh penyesuaian nilai tukar rupiah
pada tanggal 15 Nopember 1978, sehingga tambahan kredit di luar
pengaruh devaluasi selama tahun 1978/79 adalah sebesar Rp 941,5
milyar. Di antara tambahan pinjaman kredit dimaksud, sebesar
Rp 60,9 milyar diberikan kepada BULOG untuk keperluan pengadaan
pangan.
Sektor luar negeri dalam tiga tahun terakhir Repelita II senantiasa
memberikan pengaruh ekspansif yang cukup besar terhadap jumlah
uang beredar, hal mana berkaitan dengan surplus yang terjadi dalam
neraca pembayaran. Keadaan neraca pembayaran dalam dua tahun per-
tama Repelita II sangat dipengaruhi oleh peristiwa krisis keuangan
PERTAMINA. Hal ini mengakibatkan bahwa pada tahun 1974/75 sek -
tor luar negeri hanya memberikan pengaruh ekspansif yang sangat kecil
yakni Rp 1,1 milyar dan dalam tahun 1975/76 bahkan memberikan pe-
ngaruh kontraktif sebesar Rp 319,7 milyar. Sejak tahun 1976/77 sektor
luar negeri kembali memberikan pengaruh ekspansif bahkan mencapai
jumlah sebesar Rp 929,7 milyar dalam tahun 1978/79, termasuk kenai -
kan sebagai akibat tindakan penyesuaian nilai tukar rupiah sebesar
Rp 598,1 milyar.
Selama periode Repelita II, kecuali dalam tahun 1974/75, sektor
Pemerintah selalu mempunyai pengaruh kontraktif terhadap pertamba -
han jumlah uang beredar. Setelah pengaruhnya yang ekspansif sebesar
Rp 23,2 milyar dalam tahun 1974/75 maka dalam tahun 1975/76 terjadi
pengaruh kontraktif yang sangat besar yaitu sebesar Rp 417,9 milyar
sebagai akibat pembukuan nilai lawan pinjaman luar negeri Pemerintah
dalam rangka pelunasan hutang-hutang PERTAMINA. Selanjutnya pe -
ngaruh kontraktifnya dalam tahun 1976/77 adalah sama besar dengan
yang dicapai dalam tahun sebelumnya sebesar Rp 417,9 milyar. Dalam
tahun tersebut telah terjadi kenaikan penerimaan Pemerintah dalam
jumlah yang berarti sehingga memungkinkan Pemerintah untuk mela -
kukan pembayaran sebagian dari hutangnya pada Bank Indonesia.
Pengaruh kontraktif tersebut menurun dalam tahun 1977/78 menjadi
Rp 143,0 milyar sehubungan dengan dilakukannya pembayaran hutang
luar negeri Pemerintah dari pinjaman-pinjaman dalam rangka pelunas an
h u t a n g- h u t a n g P E RTAM IN A p a d a t a h u n 1 9 7 5 d a n t a h u n 1 9 7 6 .

187
Dalam tahun 1978/79 pengaruh kontraktif sektor Pemerintah kembali
meningkat menjadi Rp 404,2 milyar sejalan dengan peningkatan bebe -
rapa jenis penerimaan akibat tindakan 15 Nopember 1978 serta akibat
penilaian kembali rekening-rekening Pemerintah dalam valuta asing.
Besarnya pengaruh kontraktif dalam tahun tersebut terdiri dari kenaik -
an penerimaan Pemerintah dari pajak perseroan minyak sebesar
Rp 286,0 milyar dan penerimaan Pemerintah sebesar Rp 118,2 milyar
yang berasal dari penilaian kembali rekening-rekening Pemerintah
dalam valuta asing.
Kecuali dalam tahun 1975/76, sektor lain-lain juga selalu membe -
rikan pengaruh kontraktif yang antara lain berasal dari penerimaan
laba dari bank-bank serta dari setoran jaminan impor. Sektor lain-lain
mencatat pengaruh kontraktif yang sangat besar dalam tahun 1978/79
yaitu sebesar Rp 1.277,4 milyar, diantaranya Rp 986,9 milyar merupa -
kan pembukuan lawan dari penilaian kembali aktiva luar negeri bersih,
rekening-rekening Pemerintah serta deposito berjangka dan tabungan
sehubungan dengan penyesuaian nilai tukar rupiah.
Deposito berjangka dan tabungan selama Repelita II tetap mem -
berikan pengaruh kontraktif yang cukup besar, walaupun suku bunga -
nya telah beberapa kali mengalami penyesuaian yaitu pada bulan April
dan Desember 1974, Januari 1977 dan bulan Januari 1978. Pengaruh
kontraktif yang terbesar dicapai dalam tahun 1975/76 sebesar Rp 277,2
milyar, setelah diadakannya deposito berjangka waktu 18 bulan dan 24
bulan yang bersuku bunga tinggi. Dalam tahun-tahun berikutnya peng -
aruh kontraktif dari deposito berjangka dan tabungan terus menurun
sehingga mencapai Rp 195,0 milyar dalam tahun 1976/77 dan Rp 135,0
milyar dalam tahun 1977/78. Selama tahun 1978/79 pengaruh kontrak -
tifnya meningkat lagi menjadi Rp 174,4 milyar, dimana Rp 84,3 milyar
merupakan tambahan sebagai akibat dari penilaian kembali simpanan
dalam valuta asing.
D. PERKRED1TAN

1. Kebijaksanaan Perkreditan
Kebijaksanaan perkreditan juga merupakan salah satu komponen
dari kebijaksanaan moneter yang bertujuan untuk menunjang kegiatan

188
ekonomi, dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan di samping
memantapkan kestabilan harga. Dengan demikian maka dalam men-
jalankan kebijaksanaan perkreditan tersebut selalu diusahakan agar
volume kredit perbankan tidak akan mengganggu stabilitas ekonomi
dan agar kredit digunakan untuk membiayai sektor-sektor yang benar-
benar produktif. Pengaturan dan pengarahannya dilaksanakan baik
secara kwantitatif maupun secara kwalitatif, berupa antara lain pene -
tapan suku bunga kredit, pembatasan pertambahan volume kredit dan
aktiva lainnya dari perbankan, penentuan penggunaan kredit untuk
tujuan-tujuan tertentu serta ketentuan-ketentuan lain baik mengenai
kredit investasi, KIK dan KMKP maupun jenis kredit-kredit lainnya
yang diprioritaskan. Kebijaksanaan perkreditan tersebut selama Repe -
lita II juga terus disesuaikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
mengenai perkembangan perekonomian yang sedang berlangsung.

Dalam rangka menanggulangi laju inflasi yang tinggi pada akhir


Repelita I, maka pada tanggal 9 April 1974 telah ditempuh dikebijak-
sanaan di bidang perkreditan berupa : a) penetapan batas tertinggi
pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari perbankan yang
untuk pertama kalinya diperkenalkan, dan b) menaikkan suku bunga
kredit bank-bank Pemerintah secara selektif dengan tetap memperta -
hankan suku bunga kredit untuk kegiatan-kegiatan yang berprioritas
tinggi antara lain bagi kredit Bimas.

Dalam rangka mendorong pengembangan usaha golongan ekonomi


lemah maka beberapa program kredit yang khusus juga diadakan
mulai tahun 1974. Program Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit
Modal Kerja Permanen (KMKP) dengan jumlah maksimum Rp 5
juta diadakan dalam rangka usaha memperkuat permodalan pengusaha
kecil untuk mengembangkan usahanya. Kemudian untuk membantu
usaha rakyat secara kecil-kecilan di daerah pedesaan yang tidak ter -
jangkau oleh fasilitas kredit jenis KIK dan KMKP, dalam tahun 1974/
75 mulai dilaksanakan pemberian kredit kecil (kredit mini) dengan
jumlah yang berkisar antara Rp 10.000, s/d Rp 100.000, Pro-
gram kredit mini terdiri dari kredit untuk keperluan investasi dan
kredit untuk eksploitasi.

189
Dengan menurunnya kembali laju inflasi maka pada tanggal 28
Desember 1974 ketentuan suku bunga kredit perbankan kembali meng -
alami penyesuaian, berupa penurunan suku bunga beberapa jenis kre-
dit jangka pendek seperti kredit ekspor, kredit produksi barang ekspor
dan kredit perdagangan dalam negeri.
Dalam rangka pembinaan bank-bank swasta nasional dan bank-
bank pembangunan daerah kearah yang lebih sehat, maka pada tahun
1975/76 ditetapkan ketentuan baru mengenai pemberian kredit likwi -
ditas Bank Indonesia bagi kelompok bank-bank tersebut. Adapun
maksud dari ketentuan itu adalah mengatur besarnya kredit likwiditas
Bank Indonesia berdasarkan tingkat kesehatan dan kegiatan masing-
masing bank yang bersangkutan dalam pembinaan nasabah-nasabah
pribumi.
Di samping itu untuk menyesuaikan pemberian kredit dengan
kemampuan dana perkreditan maka dikeluarkan pula ketentuan bahwa .
untuk kredit investasi yang berjumlah di atas Rp 300 juta harus dibi -
ayai bersama oleh bank-bank Pemerintah. Selanjutnya dalam tahun.
1975 jangka waktu kredit investasi juga diperpanjang menjadi lebih
dari 5 tahun sepanjang ada jaminan Pemerintah dan untuk proyek-pro-
yek Pemerintah yang besar diberikan kesempatan untuk mendapatkan,
kredit investasi sebesar lebih dari nilai lawan US $ 2,5 juta.
Mengingat situasi perkembangan ekspor di luar minyak bumi
yang tidak begitu menggembirakan maka pada awal tahun 1976/77
ditetapkan penurunan suku bunga kredit untuk ekspor dan produksi
barang ekspor yang diikuti dengan penurunan suku bunga kredit lik-
widitas Bank Indonesia untuk keperluan tersebut. Dalam tahun ter
sebut dilaksanakan pula program pemberian kredit candak kulak
(KCK) dengan tujuan membantu para pedagang kecil dan me-
nengah di daerah pedesaan. KCK merupakan kredit dengan .
syarat sangat lunak dan prosedur yang sederhana terutama
untuk melindungi pedagang kecil di pedesaan dari praktek-praktek
lintah darat serta untuk lebih mendorong terlaksananya usaha peme -
rataan pendapatan. Dana untuk kredit mini maupun kredit candak kulak
diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Di
samping itu kepada Pemerintah Daerah disediakan pula fasilitas kredit

190
untuk pembangunan dan pemugaran pasar yang juga bertujuan untuk
membantu para pedagang kecil. Di dalam hal ini Pemerintah Daerah
mendapat bantuan Inpres Pasar yang dimaksudkan untuk memungkin -
kan Pemerintah Daerah mendapatkan pinjaman tanpa bunga guna
pembangunan dan pemugaran pasar-pasar tersebut dan yang dapat
dilunasi dalam jangka waktu cukup lama yaitu sampai sepuluh tahun.
Selanjutnya guna mendorong kegiatan produksi dalam negeri serta
untuk lebih menunjang kegiatan pengusaha kecil pada umumnya, pada
tanggal 1 Januari 1978 telah diambil beberapa kebijaksanaan baru.
Kebijaksanaan tersebut meliputi antara lain penekanan biaya produksi
melalui penurunan suku bunga kredit, pelonggaran syarat-syarat kre-
dit likwiditas Bank Indonesia kepada bank-bank serta perpanjangan
jangka waktu pelunasan dan masa tenggang kredit investasi. Beberapa
jenis kredit mengalami penyesuaian suku bunga seperti misalnya suku
bunga kredit investasi yang sebelumnya telah cukup rendah diturun-
kan sehingga berkisar antara 10,5% dan 13,5% setahun. Dalam pada
itu diadakan pula penyesuaian dalam jumlah pinjaman untuk tiap-
tiap golongan kredit investasi menjadi sebagai berikut : sampai
dengan jumlah kredit Rp 75 juta dikategorikan dalam golongan I;
untuk jumlah kredit di atas Rp 75 juta sampai dengan Rp 200 juta
digolongkan dalam golongan II; untuk jumlah di atas Rp 200 juta
sampai dengan Rp 500 juta termasuk dalam golongan III; sedangkan
jumlah kredit investasi di atas Rp 500 juta dimasukkan dalam golong-
an IV. Selanjutnya diadakan ketentuan di mana semua jenis kredit
dapat memperoleh fasilitas kredit likwiditas, di samping diadakan pula
peningkatan volume kredit likwiditas tersebut untuk sebagian besar
bank-bank Pemerintah. Dalam rangka usaha untuk menurunkan biaya
dana perbankan agar bank-bank juga dapat melaksanakan penurunan
suku bunga kredit, maka suku bunga deposito dan tabungan pada bank-
bank Pemerintah juga diturunkan. Sejalan dengan ini dilakukan pula
penurunan kewajiban pemeliharaan likwiditas minimum oleh bank-
bank yang semula 30% menjadi 15% dari kewajiban yang dapat
dibayar.
Selama tahun terakhir Repelita II (tahun 1978/79) tindakan-tin -
dakan di bidang perkreditan merupakan penyesuaian dan penyempur -

191
naan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan pada tahun-
tahun sebelumnya. Pengarahan pemberian kredit terutama ditujukan
untuk mendorong peningkatan ekspor, investasi dan kegiatan produksi
lainnya yang diprioritaskan seperti kegiatan-kegiatan yang bersifat
padat karya. Dalam pada itu terus diadakan penyempurnaan mengenai
tatacara dan persyaratan pemberian kredit. Penyempurnaan tersebut
dilakukan dengan mengikutsertakan bank-bank swasta nasional dalam
penyaluran KIK dan KMKP serta kredit kepada eksportir dan produsen
eksportir sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan Bank Indonesia.
Tindakan ini dimaksudkan untuk lebih mendorong peningkatan usaha
golongan ekonomi lemah serta peningkatan ekspor di luar minyak.
Dalam rangka peningkatan ekspor tersebut pada bulan April 1978
diambil tindakan untuk menyamakan suku bunga kredit bank-bank
Pemerintah kepada produsen eksportir dalam rangka penanaman mo -
dal asing dan perusahaan asing dengan suku bunga kredit yang ber-
laku bagi eksportir dan produsen eksportir nasional. Besarnya suku
bunga kredit tersebut adalah 12% setahun, sedangkan besarnya pin -
jaman kredit likwiditas Bank Indonesia adalah 75% dengan suku
bunga 4% setahun. Sementara itu mulai bulan Juni 1978 kredit untuk
ekspor dan produksi barang ekspor berdasarkan ketentuan Bank Indo-
nesia, telah dapat disalurkan pula melalui bank-bank devisa swasta
nasional. Ketentuan Bank Indonesia tersebut selanjutnya mengatur
besarnya suku bunga kredit dan besarnya fasilitas kredit likwiditas
Bank Indonesia serta suku bunganya. Jangka waktu kredit likwiditas
Bank Indonesia untuk setiap pinjaman kredit yang diberikan kepada
eksportir dan produsen eksportir ditetapkan maksimum 9 bulan. Pada
bulan Agustus 1978 diadakan penyesuaian mengenai ketentuan kredit
investasi untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek yang dibi -
ayai dengan dana perbankan. Menurut ketentuan baru, terhadap pin -
jaman tersebut ditetapkan penggolongan dan besarnya suku bunga
sesuai dengan persyaratan kredit investasi biasa yang berlaku pada 1
Januari 1978.

Dalam rangka penyempurnaan tatacara pemberian kredit inves -


tasi, maka sejak bulan September 1978 bank-bank Pemerintah diberi
wewenang untuk memutuskan sendiri pemberian kredit sampai dengan

192
Rp 200 juta dan kredit sampai dengan Rp 300 juta sepanjang proyek
tersebut merupakan bidang utama bank yang bersangkutan. Di sam -
ping itu bank-bank tersebut juga dapat memutuskan sendiri pemberian
kredit dengan jaminan Pemerintah dan kredit-kredit dalam rangka
pembiayaan bersama (konsorsium). Selain dari pada itu bank-bank
Pemerintah diberi wewenang untuk memberikan kredit tanpa keharus-
an pembiayaan bersama sampai dengan jumlah Rp 500 juta bagi kre-
dit investasi dan sampai dengan Rp 750 juta bagi kredit eksploitasi.
Menurut ketentuan sebelumnya, kredit investasi di atas Rp 300 juta dan
kredit eksploitasi di atas Rp 500 juta hanya dapat diberikan melalui
pembiayaan bersama dengan bank lain.
Dalam pada itu besarnya batas pertambahan kredit untuk tahun
1978/79 yang semula ditetapkan sebesar 17,7% dari posisi akhir
Maret 1978, ditingkatkan menjadi 24,2%. Penyesuaian tersebut dimak -
sudkan untuk menampung secara selektif peningkatan permintaan
kredit sebagai akibat tindakan penyesuaian nilai tukar rupiah pada
tanggal 15 Nopember 1978.
Selanjutnya mulai awal tahun 1979 pinjaman untuk pendirian
penggilingan padi, huller dan penyosohan beras tidak diperbolehkan
lagi, kecuali untuk beberapa propinsi. Tindakan ini diambil karena
sudah jenuhnya bidang usaha tersebut.
2. Jumlah dan Arah Penggunaan Kredit

Selama Repelita II peranan kredit perbankan sebagai salah satu


sumber pembiayaan kegiatan ekonomi dan pembangunan menjadi
semakin meningkat. Hal ini tercermin pada peningkatan jumlah kredit
perbankan selama Repelita II menjadi sekitar 4,6 kali yaitu dari
Rp 1.215,6 milyar pada akhir tahun 1973/74 menjadi Rp 5.581,8
milyar pada akhir tahun 1978/79 (lihat Tabel III 7, Tabel III 8
dan Grafik III 4).
Dalam tahun 1974/75 jumlah kredit perbankan mengalami ke -
naikan sebesar 44,3% (Rp 539,1 milyar) dibandingkan dengan kenaik -
an tahun sebelumnya sebesar 57,9% (Rp 445,8 milyar). Penurunan
daripada tingkat kenaikan tersebut adalah akibat dari kebijaksanaan

193
9 April 1974 yang membatasi pertambahan volume kredit dan aktiva
lainnya dari perbankan dengan tujuan untuk menekan laju inflasi.
Selama tahun 1975/76 kredit perbankan kembali meningkat de -
ngan jumlah yang cukup besar yakni 70,3% atau Rp 1.233,9 milyar,
sehingga mencapai Rp 2.988,6 milyar pada akhir Maret 1976. Kenaik -
an yang cukup besar tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya
pemberian kredit dari Bank Indonesia kepada PN PERTAMINA un-
tuk pembayaran hutang-hutang luar negeri maupun untuk pembiayaan
dalam negeri perusahaan tersebut. Di samping itu, kenaikan kredit
tersebut juga disebabkan oleh semakin meningkatnya pemberian kredit
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah.
Meredanya masalah keuangan PERTAMINA membawa penga-ruh
yang berarti terhadap laju kenaikan jumlah kredit perbankan se hingga
menurun menjadi 24,4% (Rp 728,4 milyar) dalam tahun 1976/ 77. Di
samping itu, penurunan laju kenaikan tersebut juga disebabkan oleh
menurunnya kredit langsung Bank Indonesia kepada BULOG un tuk
keperluan pengadaan pangan.
Dalam tahun 1977/78 jumlah kredit perbankan hanya bertambah
dengan 9,6% (Rp 356,8 milyar) menjadi Rp 4.073,8 milyar pada akhir
Maret 1978 yang merupakan kenaikan yang terendah selama Repe-
lita II. Rendahnya kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh ber -
kurangnya kredit langsung Bank Indonesia kepada PN PERTAMINA
di samping terjadinya pelunasan kredit yang lebih besar daripada yang
diperkirakan semula serta berkurangnya permintaan kredit untuk bi -
dang-bidang tertentu.
Dalam tahun 1978/79 volume kredit perbankan mengalami ke -
naikan yang terbesar selama Repelita II yaitu sebesar Rp 1.508,0
mil yar (37,0%) di antaranya sebesar Rp 608,8 milyar merupakan ke-
naikan karena penyesuaian nilai kredit dalam valuta asing. Apabila ke -
naikan karena penilaian kembali valuta asing tersebut tidak diperhi -
tungkan, maka kredit perbankan dalam tahun 1978/79 bertambah de -
ngan Rp 899,2 milyar (22,1%) yang berarti masih lebih besar diban-
dingkan dengan kenaikan sebesar Rp 356,8 milyar (9,6%) pada tahun
sebelumnya. Bertambahnya pemberian kredit perbankan selama pe -

194
TA B E L I I I - 7
P E R K E M B A N G A N K R E D I T 1) M E N U R U T SEKTOR P E R B A N K A N ,
1969 (Maret), 1973 - 1 9 7 8 / 7 9
(dalam mil yar rupi ah)

Akhir Bank 2)Bank-Bank Bank-Bank Bank-Bank


Tahun/bulan IndonesiaPemerintah3) Swasta3) Persentase Kenaikan
Asing/ Jumlah Kenaikan
Nasional Campuran Tahun/Triwulan Bulan

1969 (Maret) 44,2 80,3 10,1 1,1 135,7


1973 153,0 744,7 65,6 95,1 1.058,4 + 379,0 55,8
1973/74 137,6 882,3 71,9 123,8 1,215,6 + 445,8 + 57,9
1974 230,7 1.135,8 89,1 117,1 1.572,7 + 514,3 + 48,6
1974/75 263,5 1.264,0 99,2 128,0 1,754,7 + 539,1 + 44,3
1975 893,7 1.601,9 132,6 122,3 2.750,5 + 1.177,8 + 74,9
1975/76 967,2 1.735,7 150,4 135,3 2.988,6 + 1.233,9 + 70,3
1976 1.211,6 2.007,5 197,4 150,0 3.566,5 + 816,0 + 29,7
1976/77 1.235,5 2.108,6 212,7 160,2 3.717,0 + 728,4 + 24,4
1977 4 ) 1.229,3 2.266,7 257,0 183,5 3.936,5 + 370,0 + 10,4
4.073,8 + 356,8 + 9,6
Juni 1.222,8 2.208,8 231,7 160,3 3.823,6 + 106,6 + 2,9
September 1.265,8 2.228,2 246,6 174,8 3.915,4 + 91,B + 2,4
Desember 1.229,3 2.266,7 257,0 183,5 3.936,5 + 21,1 + 0,5
Maret 1.199,0 2.379,0 288,8 207,0 4.073,8 + 137,3 + 3,5
1978 5) 1.934,9 2.831,8 365,4 262,1 5.394,2 + 1.457,7 + 37,9
1978/79 6) 5.581,8 + 1.508,0 + 37,0
April 6) 1.220,7 2.433,6 294,5 211,3 4.160,1 + 86,3 + + 2,1
Me i 5) 1.253,6 2.462,8 301,3 214,8 4.232,5 + 72,4 + 1,7
Juni 6) 1.290,5 2.507,9 316,5 215,2 4.330,1 + 97,6 + 6,3 + 2,3
J u l i 5) 1.311,7 2.534,3 321,1 216,5 4.383,6 + 53,5 + 1,2
Agustus 6) 1.376,2 2.592,3 327,9 211,6 4.507,0 + 123,4 + 2,8
September 6) 1.377,8 2.608,7 338,0 213,0 4.537,5 + 30,5 + 4,8 + 0,7
Oktober 5) 1.416,4 2.643,2 347,5 212,6 4,619,7 + 82,2 + 1,8
Nopember 5) 1.937,1 2.779,1 359,7 250,9 5.326,8 + 707,1 + T5,3
Desember 5) 1.934,9 2.831,8 365,4 262,1 5.394,2 + 67,4 + 18,0 + 1,3
Januari 5) 1.964,1 2.872,0 375,0 273,9 5 1 485,0 + 90,8 + 1,7
Pebruari 6) 1.957,5 2.910,8 383,3 287,7 5.539,3 + 54,3 + 1,0
Maret 6) 1.946,5 2.945,1 392,3 297,9 5.581,8 + 42,5 + 3,5 + 0,8

1) Kredit dalam rupiah, maupun valuta asing. Termasuk Kredit Investasi, KIK dan KMKP
tetapi tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk.
2) Perobahan angka- . angka pada kelompok bank ini dari tahun-tahun yang Iain, terutama karena tidak
diperhitungkannya pinjaman-pinjaman kepada karyawan Bank Indonesia.
3) Termasuk kredit yang dibiayai oleh dana kredit likwiditas Bank Indonesia.
4) Angka diperbaiki
5) Angka sementara
6) Angka perkiraan, kecuali Bank Indonesia.

195
riode tahun 1978/79 tersebut selain disebabkan oleh bertambahnya
kredit langsung Bank Indonesia, juga disebabkan karena bertambah -
nya pemberian kredit bank-bank umum sebagai akibat dari pengaruh
penurunan suku bunga kredit pada tanggal 1 Januari 1978, serta me -
ningkatnya kebutuhan likwiditas dalam masyarakat setelah diambil nya
kebijaksanaan 15 Nopember 1978. Selama periode 1978/79 kredit
langsung Bank Indonesia bertambah dengan jumlah yang cukup besar
yakni dengan Rp 747,5 milyar. Adapun kenaikan kredit tersebut ter -
utama diberikan kepada PN PERTAMINA dalam rangka pembayar-
an hutang-hutang PERTAMINA dan kepada BULOG dalam rangka
pengadaan pangan.
Apabila dilihat dari perkembangan kredit menurut sektor per -
bankan, tampak adanya pergeseran yang cukup berarti dalam peranan
masing-masing kelompok bank selama Repelita II (lihat Tabel III
7). Walaupun kredit yang diberikan oleh bank-bank umum Pemerin -
tah merupakan bagian yang terbesar dari seluruh kredit perbankan
selama Repelita II, namun mulai tahun 1975/76 peranan kelompok
bank tersebut menurun dari 72,0% pada akhir tahun 1974/75 menjadi
58,1%, 56,7% dan 58,4% masing-masing pada akhir tahun 1975/76,
1976/77 dan 1977/78. Bahkan pada akhir Repelita II tahun 1978/79,
peranan bank-bank umum Pemerintah tersebut menurun lagi menjadi
52,8% dari jumlah kredit perbankan. Hal ini disebabkan oleh mening -
katnya peranan kredit langsung Bank Indonesia kepada PERTAMINA
dan melambatnya kenaikan kredit dalam rangka pemberian kredit
bank-bank umum Pemerintah karena semakin selektifnya pemberian
kredit oleh bank-bank tersebut. Peranan kredit langsung Bank Indo -
nesia dalam seluruh kredit perbankan meningkat dari 15,0% pada
akhir tahun 1974/75 menjadi 32,4%, 33,2%, 29,4% dan 34,9% ma-
sing-masing pada akhir tahun 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79 .
Di lain pihak bagian pemberian, kredit bank-bank swasta baik
bank swasta nasional maupun bank asing menurun dari 16,1 % pada
akhir tahun 1973/74 menjadi 12,9% pada akhir tahun 1974/75 dan
9,6% pada akhir tahun 1975/76. Penurunan tersebut juga disebabkan
oleh karena melonjaknya peranan kredit langsung Bank Indonesia.
Namun pada akhir tahun 1976/77 dan 1977/78 peranan bank-bank

196
tersebut meningkat kembali masing-masing menjadi 10,0% dan 12,2%
dan bahkan mencapai 12,4% pada akhir Repelita II tahun 1978/79.
Hal ini erat hubungannya dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam
usaha mendorong peningkatan partisipasi bank-bank tersebut di dalam
pemberian kredit.

Di dalam memberikan kredit, bank-bank umum Pemerintah dan


bank-bank swasta nasional mendapat bantuan kredit likwiditas dari
Bank Indonesia. Bagi bidang-bidang yang berprioritas rendah besar-
nya kredit likwiditas tersebut dibatasi dengan maksud agar bank-bank
meningkatkan pengerahan dana-dana dari masyarakat untuk kemudian
digunakan dalam pemberian kreditnya. Dewasa ini sekitar dua pertiga
dari kredit perbankan merupakan dana yang dihimpun dari masya-
rakat.
Pemberian kredit perbankan secara keseluruhan baik berupa kre -
dit investasi maupun kredit modal kerja yang digunakan untuk mem -
biayai kegiatan di berbagai sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel
III 8 dan Grafik III 4. Dari sini tampak bahwa kegiatan dalam
sektor produksi menduduki tempat yang penting. Kredit untuk sektor
produksi digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan perindustrian,
pertanian dan pertambangan. Jumlah kredit untuk sektor produksi
pada akhir tahun 1974/75 adalah Rp 536,8 milyar yang berarti me -
ningkat dengan 18,3% dibandingkan dengan akhir tahun 1973/74.
Selama tahun 1975/76 pemberian kredit kepada sektor produksi me -
ngalami peningkatan yang cukup besar yaitu dengan 97,0% terutama
oleh karena meningkatnya kredit untuk industri tekstil dan logam
dasar. Dalam tahun 1976/77 kenaikan kredit untuk sektor tersebut
mengalami penurunan menjadi 30,2% dan bahkan hanya meningkat
dengan 13,8% dalam tahun 1977/78. Akan tetapi pada akhir tahun
1978/79 jumlah kredit untuk sektor produksi kembali meningkat de -
ngan laju yang cukup besar yakni dengan 34,3% sehingga mencapai
jumlah Rp 2.103,3 milyar pada akhir Maret 1979. Kenaikan tersebut
terutama disebabkan oleh bertambahnya kredit untuk Krakatau Steel,
industri semen dan konstruksi.
Jumlah kredit untuk sektor perdagangan yang digunakan untuk
membiayai kegiatan ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri, se -

197
TABEL I I I - 8
PERKEMBANGAN KREDIT 1) MENURUT SEKTOR EKONOMI
1969 (Maret), 1973 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)

Persentase
Akhir Tahun/ Produksi 2) Perdagangan 3) Lain-lain 4) JUMLAH Kenaikan
Bulan Tahun/ Kenaikan
Bulan
Triwulan

1969 ( Maret) 65,9 11,0 58,8 135,7


1973 372,8 428,2 257,4 1.058,4 + 379,0 + 55,8
1973/74 453,7 425,7 336,2 1.215,6 + 445,8 + 57,9
1974 486,0 626,8 459,9 1.572,7 + 514,3 + 48,6
1974/75 536,8 613,3 604,6 1.754,7 + ,539,1 + 44,3
1975 954,8 766,3 1.029,4 2.750,5 + 1.177,8 + 74,9
1975/76 1.057,3 790,5 1.140,8 2.988,6 + 1.233,9 + 70,3
1976 1.272,3 858,1 1.436,1 3.566,5 + 816,0 + 29,7
1976/77 1.376,7 811,7 1.529,2 3.717,0 + 728,4 + 24,4
1977 5) 1.446,1 911,2 1.579,2 3.936,5 + 370,0 + 10,4
1977/785) 4.073,8 + 356,8 + 9,6

Juni 1.421,3 853,7 1.548,6 3.823,6 + 106,6 + 2,9


September 1.383,7 936,2 1.595,5 3.915,4 + 91,8 + 2,4
Desember 1.446,1 911,2 1.528,6 3.936,5 + 21,1 + 0,5
Maret 1.566,6 953,1 1.554;1 4.073,8 + 137,3 + 3,5

1978 6) 1.989,9 1.113,8 2.290,5 5.394,2 + 1.457,7 + 37,0


1978/797) 5.581,8 + 1.508,0 + 37,0

April 1.634,5 949,2 1.576,4 4.160,1 + 86,3 + + 2,1


Mei 1.639,8 992,7 1.600,0 4.232,5 + 72,4 + 1,7
J u n i6) 1.658,0 1.069,3 1.602,8 4.330,1 + 97,6 + 6,3 + 7,3
J u I i6) 1.679,9 1.090,8 1.612,9 4.383,6 + 53,5 + + 1,2
Agustus 6) 1.702,9 1.135,4 1.668,7 4.507,Q + 123,4 + 2;8
September 6) 1.716,0 1.166,7 1.654,8 4.537,5 + 30,5 + 4,8 + 0,7
Oktober 6) 1.780,9 1.125,5 1.713,3 4.619,7 + 82,2 + 1,8
Nopember 6) 1.943,7 1.108,9 2.274,2 5.326,8 + 707,1 + 15,3
Desember 61 1.989,9 1.113,8 2.290,5 5.394,2 + 67,4 + 18,9 + 1,3
Januari 6) 2.020,8 1.169,1 2.295,1 5.485,0 + 90,8 + 1,7
Pebruari 7) 2.075,8 1.145,2 2.320,3 5.539,3 + 54,3 + 1,0
Ma r e t 7) 2.103,3 1.137,9 2.340,6 5.581,8 + 42,5 + 3,5 + 0,8

3) Kredit dalam rupiah maupun valuta asing. Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, tetapi
tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk.
2) Termasuk produksi barang-barang hasil pertanian, pertambangan (kecuali Pertamina) den perindustrian.
3) Terdiri dari kredit ekspor, kredit impor den kredit perdagangan dalam negeri.
4) Terdiri dari kredit untuk Pertamina, jasa-jasa dan lain-lain.
5) Angka diperbaiki.
6) Angka sementara.
7) Angka perkiraan.

198
GRAFIK III 4
PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI
1969 (Maret), 1973/74 1978/79

199
lama tahun 1974/75 dan 1975/76 bertambah masing-masing dengan
44,1% dan 28,9% sehingga berjumlah Rp 790,5 milyar pada akhir
Maret 1976. Jumlah kredit tersebut kemudian hanya meningkat dengan
2,7% dan 17,4% masing-masing dalam tahun 1976/77 dan 1977/78,
tetapi kemudian meningkat kembali dengan pesat dalam tahun 1978/
79 dengan 19,4% sehingga mencapai jumlah Rp 1.137,9 milyar pada
akhir Maret 1979. Kenaikan di dalam tahun 1978/79 tersebut terutama
disebabkan oleh karena penurunan suku bunga kredit untuk eksportir
dan produsen eksportir dalam rangka mendorong peningkatan ekspor
non-minyak.
Kelompok kredit untuk sektor lain-lain di samping digunakan
untuk membiayai usaha-usaha di sektor jasa-jasa seperti pengangkutan
dan perhubungan, sebagian besar merupakan pinjaman Bank Indonesia
kepada PN PERTAMINA baik dalam valuta asing maupun dalam
rupiah. Dalam tahun 1974/75 dan 1975/76 telah terjadi pemberian
kredit kepada PN PERTAMINA dalam jumlah yang sangat besar,
sehingga kelompok kredit untuk sektor tersebut mengalami kenaikan
sebesar masing-masing 79,8% dan 88,7%. Selanjutnya dengan makin
meredanya masalah keuangan PERTAMINA jumlah kredit untuk
sektor lain-lain hanya bertambah dengan 34,0% dalam tahun 1976/77
dan dengan 1,6% dalam tahun 1977/78. Walaupun demikian selama
tahun terakhir Repelita II (1978/79) kredit untuk sektor lain-lain men -
catat kenaikan sebesar 50,6% terutama disebabkan oleh karena peni -
laian kembali kredit dalam valuta asing sehubungan dengan kebijak -
sanaan devaluasi 15 Nopember 1978. Di luar kenaikan karena penilai -
an kembali tersebut maka kredit untuk sektor lain-lain dalam tahun
1978/79 hanya meningkat dengan sekitar 19,7%.

3. Dana Perkreditan Bank


Langkah-langkah kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita II
di bidang pengerahan dana perkreditan bank ditujukan untuk me -
ningkatkan pemupukan dana dari masyarakat melalui perbankan untuk
membiayai kegiatan pembangunan yang semakin meningkat. Di sam -
ping itu pengerahan dana perkreditan tersebut juga dimaksudkan untuk
mengurangi pengaruh perluasan pemberian kredit terhadap perkem-

200
bangan harga. Untuk mendorong masyarakat menyimpan dananya di
bank, telah ditempuh pelbagai kebijaksanaan antara lain berupa
pemberian suku bunga yang cukup tinggi, pemberian keringanan pajak
dan penyempurnaan tata cara perbankan di dalam melayani para
penabung. Ketentuan tersebut juga senantiasa disesuaikan dengan per -
kembangan ekonomi dan moneter yang terjadi.
Dengan meningkatnya kembali laju inflasi pada akhir Repelita
I, maka pada tanggal 9 April 1974 telah ditetapkan tingkat suku bunga
yang cukup tinggi bagi deposito dan tabungan serta bersamaan dengan
itu juga diciptakan deposito yang berjangka waktu 18 bulan dan 24
bulan. Setelah laju inflasi mulai dapat ditekan dalam tahun 1974, maka
pada tanggal 28 Desember 1974 suku bunga deposito berjangka di -
turunkan kembali. Kemudian dengan semakin dapat ditekannya laju
inflasi sehingga menjadi 14,2% dalam tahun 1976 maka pada tanggal 13
Januari 1977 kembali diadakan penurunan tingkat suku bunga deposito
berjangka serta TABANAS/TASKA. Di samping itu deposito berjangka
18 bulan ditiadakan karena ternyata kurang menarik bagi masyarakat.
Penurunan tingkat suku bunga deposito berjangka yang terakhir
dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1978 dengan maksud untuk
menyesuaikannya dengan laju inflasi yang semakin menurun dalam
tahun 1977, di samping untuk meringankan biaya dana per- bankan.
Selama Repelita II jumlah dana perkreditan bank telah mening-
kat menjadi hampir 3 kali sejak akhir Maret 1974 hingga mencapai
Rp 3.406,4 milyar pada akhir Maret 1979. Mulai tahun pertama sam-
pai tahun keempat Repelita II, proporsi dana perkreditan yang berasal
dari deposito dan tabungan terhadap keseluruhan dana perkreditan
telah meningkat dari 41,6% menjadi 46,4%. Pada tahun terakhir
Repelita II peranan deposito dan tabungan meningkat menjadi 49,8%,
oleh karena pengaruh devaluasi; tanpa diperhitungkan pengaruh deva -
luasi peranannya sebenarnya hampir sama dengan tahun sebelumnya.
Adapun peranan giro tidak mengalami perubahan, yaitu sekitar 44,0%
dari tahun 1975/76 hingga tahun 1977/78: namun pada akhir Repeli -
ta II menunjukkan peningkatan menjadi 46,4% berhubung dengan
dikeluarkannya kebijaksanaan 15 Nopember 1978 yang menimbulkan

201
kebutuhan likwiditas yang lebih besar dalam masyarakat guna keper -
luan transaksi.
Di dalam jumlah deposito dan tabungan tercakup pula deposito
dan tabungan dalam valuta asing. Dalam tahun 1973/74 sebagian be -
sar dari kenaikan deposito dan tabungan disebabkan oleh meningkat -
nya deposito dan tabungan dalam valuta asing. Akan tetapi dengan
berlakunya ketentuan yang membatasi peranan deposito dan tabungan
dalam valuta asing, maka peranan dari deposito dan tabungan ter -
sebut kemudian menjadi semakin menurun. Perkembangan dana per -
kreditan bank dalam bentuk rupiah maupun valuta asing dapat dilihat
pada Tabel III 9. Dari tabel tersebut tampak bahwa apabila di-
banding dengan keadaan sebelum Repelita I maka jumlah dana per -
kreditan setelah 10 tahun pada akhir Repelita II bahkan mencapai
hampir 46 kali, suatu jumlah yang cukup besar yang dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan.
4. Deposito berjangka, TABANAS dan TASKA
Deposito berjangka yang diatur berdasarkan INPRES No. 28
tahun 1968 merupakan salah satu sumber dana terbesar bagi bank-
bank Pemerintah. Dari Tabel III 10 dapat diikuti perkembangan
deposito berjangka pada bank-bank Pemerintah. Selama Repelita II
jumlah deposito berjangka INPRES meningkat menjadi hampir lima
kali sehingga pada akhir Maret 1979 mencapai Rp 707,9 milyar. Dalam
tahun 1974/75 jumlah deposito berjangka mengalami kenaikan sebe-
sar Rp 124,6 milyar (86,6%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hal ini mencerminkan bahwa suku bunga yang ditetapkan pada bulan
April 1974 cukup merangsang masyarakat untuk menanamkan dana-nya
dalam bentuk simpanan deposito tersebut. Selanjutnya dalam tahun-
tahun 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79 kenaikan jumlah
deposito berjangka cenderung menurun masing-masing sebesar 66,3%,
41,2%, 8,9% dan 3,1%. Adapun kenaikan-kenaikan yang semakin
menurun tersebut berkaitan erat dengan dilakukannya beberapa kali
penurunan suku bunga dan dipengaruhi pula oleh tindakan devaluasi
pada tanggal 15 Nopember 1978. Perkembangan deposito berjangka
sebelum devaluasi selama periode April Oktober 1978 masih tetap
menunjukkan kenaikan sebesar Rp 38,2 milyar atau 5,6% walaupun

202
TABEL III - 9
PERKEMBANGAN DANA PERKREDITAN, 1)
1969 (Maret), 1973 - 1978/79
( dalam milyar rupiah )

Deposito Ber- Persentase Kenaikan


Akhir Tahun/ Giro 4) JUMLAH Kenaikan Tahun/Tri-
jangka 2) dan Lain-lain bulan
Bulan Tabungan 3) wulan

1969 (Maret) 46,1 26,6 1,6 74,3


1973 379,5 373,2 208,5 961,2 + 350,5 + 57,4
1973/74 498,6 460,9 203,8 1.163,3 + 444,8 + 61,9
1974 556,8 626,3 335,5 1.518,6 + 557,4 + 58,0

1974/75 624,5 697,4 354,2 1.676,1 + 512,8 + 44,1


1975 724,1 840,4 199,0 1.763,5 + 244,9 + 16,1
1975/76 874,1 896,2 200,4 1.970,7 + 294,6 + 17,6
1976 977,8 1.083,1 231,1 2.292,0 + 528,5 + 30,0
1.101,4 1.152,4 238,7 2.492,5 + 521,8 + 26,5
1976/77 5)
1.143,9 1.249,8 325,0 2.718,7 + 426,7 + 18,6
1977 5)
2.751,0 + 258,5 + 10,4
1977/78 5)
275,8 2.601,8 + 109,3 + 4,4
Juni 1.139,1 1.186,9
September 1.137,9 1.209,4 309,9 2.657,2 + 55,4 + 2,1
Desember 1,143,9 1.249,8 326,0 2.718,7 + 61,5 + 2,3
Maret 1.183,0 1.277,2 290,8 2.751,0 + 32,3 + 1,2

1.501,9 405,5 3.474,2 + 755,5 + 27,8


1978 1.568,8
1978/79 6) 3 . 4 06 , 4 + 655,4 + 23,8

April 1.213, 7 1.287,1 252,2 2.753,0 + 2,0 + 0,1


Mel 1.234,6 1.299,9 257,5 2.792,0 + 39,0 + 1,4
Juni 1.288,3 1.329,5 269,9 2.877,7 + 85,7 + 4,6 + 3,1
Juli 1.320,7 1.363,0 258,7 2.942,4 + 64,7 + 2,2
Agustus 1.280,3 1.356,3 277,2 2.913,8 28,6 - 1,0
September 1.360,2 1.353,5 313,2 3.026,9 + 113,1 + 5,2 + 3,9
Oktober 1.369,8 1.359,5 319,6 3.048,9 + 22,0 + 0,7
Nopember 1.489,4 1.462,4 367,0 3.318,8 + 269,9 + 8,8
Desember 1.666,8 1.501,9 405,5 3.474,2 + 155,4 + 14,8 + 4,7
Januari 1.506,3 1.561,0 214,9 3.282,2 - 192,0 - 5,5
Pebruari 1.556,0 1.634,4 163,5 3.353,9 + 71,7 + 2,2
Maret 0) 1 579,3 1.696,5 130,6 3,406,4 + 52,5 - 1,9 + 1,6

1) Baik dalam rupiah maupun valuta asing. Tidak termasuk


rekening-rekening antar bank.
2) Termasuk sertifikat deposito.
3) Termasuk Tabanas dan Taska.
4) Terdiri dari simpanan lainnya termasuk pinjaman yang
diterima dan setoran jaminan.
5) Angka diperbaiki.
6) Angka perkiraan.

203
TABEL III - 10
PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK PEMERINTAH,
1969 (Maret), 1973 - 1978/79
(dalam milyar rupiah)

Persentase Kenaikan
Akhir Tahun/ 24 Bulan 3 Bulan Jumlah Kenaikan
18 Bulan 12 Bulan 6 Bulan Tahun/
Bulan ke bawah bulan
Triwulan

1969 (Maret) 10,8 3,7 1,0 16,4

1973 129,4 14,1 5,4 148,9 + 3,1 + 2,1


1973/74 129,7 9,3 4,9 143,9 - 5,3 - 3,6
1974 179,9 8,1 37,2 8,3 5,1 238,6 + 89,7 + 60,2

1974/75 210,6 10,2 29,6 10,2 7,9 268,5 + 124,6 + 86,6


1975 335,5 10,3 27,3 9,2 4,0 386,3 + 147,7 + 61,9
1975/76 394,2 7,0 29,4 11,5 4,4 446,5 + 178,0 + 66,3

1976 517,8 4,0 48,5 25,0 16,6 611,7 + 225,4 + 58,3


1976/77 630,5 + 184,0 + 41,2

Juni 430,2 4,6 39,7 19,4 9,1 503,0 + 56,5 + 12,7


September 471,2 3,8 47,4 24,1 9,8 656,3 + 53,3 + 10,8
Desember 517,6 4,0 48,5 25,0 16,6 611,7 + 55,4 + 10,0
Maret 543,3 3,6 48,5 24,4 10,7 630,5 + 18,8 + 3,1

1977 604,8 1,9 33,5 40,7 10,9 691,8 + 80,1 + 13,1


1977/78 686,9 + 56,4 + 8,9

Juni 554,6 2,7 42,1 31,6 12,8 643,8 + 13,3 + 2,1


September 577,8 2,3 33,9 43,5 9,1 666,6 + 22,8 + 3,5
Desember 604,8 1,9 33,5 40,7 10,9 891,8 + 25,2 + 3,8
Maret 615,9 0,6 34,6 34,3 1,5 086,9 - 4,9 - 0,7

1978 609,0 - 42,1 51,7 3,8 706,6 + 14,8 + 2,1

1978/79 707,9 + 21,0 + 3,1

April 622,5 0,5 35,9 33,8 1,7 664,4 + 7,5 + 1,1


Mei 622,7 0,4 40,6 28,9 1,9 694,4 + 0,0 0
Juni 822,0 - 39,0 44,6 1,9 707,6 + 13,1 + 3,0 + 1,9
Juli 621,5 - 39,9 52,4 1,8 715,6 + 8,1 + 1,1
Agustus 626,9 - 39,8 52,0 1,9 720,6 + 5,0 + 0,7
September 623,9 - 39,5 65,7 2,2 721,3 + 0,7 + 1,9 + 0,1
Oktober 623,2 - 41,2 57,9 2,8 725,1 + 3,8 + 0,5
Nopember 620,2 - 39,8 57,6 2,6 720,2 - 4,9 - 0,7
Desember 609,0 - 42,1 51,7 3,8 706,6 - 13,6 - 2,0 - 1,9
Januari 606,3 - 38,4 61,1 8,3 714,1 + 7,5 + 1,1
Pebruari 608,1 - 37,9 60,2 8,1 714,3 0,2 0
Maret 608,2 - 36,3 56,3 5,1 707,9 - 6,4 + 0,2 - 0,9

204
suku bunga deposito telah diturunkan sejak 1 Januari 1978. Kenaikan
ini mencerminkan pula rendahnya laju inflasi selama periode tersebut
sebesar hanya 2,4%. Akan tetapi dengan diambilnya tindakan deva-
luasi pada tanggal 15 Nopember 1978, perkembangan deposito mulai
memperlihatkan kecenderungan menurun, sehingga jumlahnya pada
akhir Maret 1979 menjadi Rp. 707,9 milyar yang berarti turun dengan
2,4% dibandingkan dengan posisi pada akhir bulan Oktober 1978.
Apabila dibandingkan dengan keadaan sebelum Repelita I (Maret 1969)
maka jumlah deposito berjangka selama 10 tahun telah me ningkat
menjadi lebih dari 43 kali.
Hingga akhir Maret 1979, jumlah deposito berjangka 24 bulan
masih tetap merupakan bagian terbesar dari keseluruhan deposito
INPRES, namun dalam tahun 1978/79 perkembangan deposito ber -
jangka waktu 6 bulan mengalami kenaikan yang lebih pesat sebesar
sekitar 70,0% dibandingkan dengan deposito berjangka waktu 24
bulan maupun yang 12 bulan, sehingga peranannya meningkat dari
5,0% pada akhir Maret 1978 menjadi 8,2% pada akhir Maret 1979.
Gerakan TABANAS dan TASKA yang dimulai sejak tahun 1971
merupakan usaha Pemerintah yang bersifat mendidik untuk memupuk
kebiasaan menabung di kalangan masyarakat terutama yang berpeng -
hasilan rendah. Pada tahap pertama pendidikan tersebut ditekankan
kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap terutama pe -
gawai negeri dan kepada golongan generasi muda. Selama Repelita II
terus diadakan penyempurnaan-penyempurnaan baik di dalam pem -
berian perangsang maupun dalam sistem serta tata cara penyelengga -
raan tabungan. Pemberian perangsang terutama dilakukan dengan
menetapkan suku bunga yang cukup menarik disertai dengan pembe-
rian subsidi oleh Pemerintah kepada bank-bank penyelenggara tabung-
an. Pemberian perangsang berupa bunga tersebut senantiasa disela-
raskan dengan perkembangan keadaan ekonomi dan keuangan serta
perkembangan suku bunga kredit dan suku bunga dari bentuk-bentuk
dana lainnya. Perangsang lainnya yang diberikan berbentuk antara lain
pemberian hadiah dengan cara undian, dan dalam hal TASKA diberikan
perangsang dalam bentuk asuransi jiwa. Pada mulanya sis- tem undian
pada TABANAS didasarkan pada jumlah tabungan, namun

205
mengingat bahwa undian hadiah hanya merupakan perangsang dan
bukan tujuan gerakan tabungan, maka mulai tahun 1976/77 sistem
undian didasarkan pada jumlah buku TABANAS.
Dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas
maka selama Repelita II jumlah TABANAS dan TASKA telah me -
ningkat dari Rp 36,9 milyar dengan 3.030.632 penabung pada akhir
Maret 1974 menjadi Rp 200,0 milyar dengan 7.608.926 penabung pada
akhir Maret 1979. Perkembangan yang pesat dari TABANAS dan
TASKA terjadi selama 4 tahun pertama Repelita II di mana rata-rata
persentase kenaikannya adalah 46,4% setahun, sedangkan dalam tahun
terakhir hanya menunjukkan peningkatan sebesar 18,1 %. Perkem -
bangan ini sejalan dengan penyesuaian suku bunga yang diadakan pada
tanggal 9 April 1974 dan 13 Januari 1977.
TASKA merupakan bentuk tabungan yang didorong dengan
pemberian bunga yang menarik dan juga dikaitkan dengan asuransi
jiwa. Jumlah TASKA selama periode 1977/78 dan 1978/79 cenderung
memperlihatkan penurunan. Penurunan ini antara lain disebabkan
oleh banyaknya saingan dari perusahaan-perusahaan asuransi yang
menawarkan syarat-syarat yang lebih menarik. Di samping itu TA-
BANAS dan Deposito INPRES ternyata lebih menarik bagi masyara-
kat dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk TASKA.
Pada akhir tahun 1973/74 jumlah TABANAS baru mencapai
Rp 36,8 juta akan tetapi kemudian terus meningkat menjadi Rp 199,9
juta pada akhir tahun 1978/79. Jumlah penabungnya meningkat dari
3.019.497 pada akhir Repelita I menjadi 7.602.636 penabung pada
akhir Repelita II. Perkembangan TASKA menunjukkan jumlah Rp 78
juta pada akhir tahun 1973/74 tetapi kemudian meningkat menjadi
Rp 188 juta pada akhir tahun 1976/77. Jumlah tersebut kemudian me -
nurun sehingga pada akhir Repelita II hanya mencapai Rp 116 juta
dengan 6.290 penabung. Perkembangan jumlah TABANAS dan TAS-
KA dapat diikuti pada Tabel III 11.
Guna memupuk kebiasaan menabung di kalangan generasi muda,
pada tahun 1974 telah dilaksanakan pula program PERATA P3
(Peningkatan Gerakan Tabungan Pemuda, Pelajar dan Pramuka) yang

206
TA B E L I I I - 1 1
P E R K E M B A N G A N T A B A N A S D A N T A S K A , 1)
1971, 1973 - 1978/79

2)
TABANAS TASKA JUMLAH
Akhir Tahun/Bulan Posisi Posisi Posisi
Penabung (jutaan Penabung (jutaan Penabung (jutaan
rupiah) rupiah) rupiah)

1971 867.239 4.992 19.967 36 887.206 5.023


1973 2.870.603 32.465 11.782 84 2.882.385 32.549'
1973/74 3.019.497 36.777 11.135 78 3.030.632 36.855
1974 3.450.148 43.984 8.755 74 3.458.903 44.058

1974/75 3.049.896 54.205 8.658 84 3.658.554 54.289


1975 4.110.872 70.131 9.349 114 4.120.221 70.245
1975/76 4.325.387 81.873 10.288 127 4.335.675 82.000
1976 5.429.981 109.147 10.836 158 5.440.817 109.305,
1976/77 6.566.385 123.117 10.402 188 6.576.787 123.305.
1977 6.864.401 135.592 8.735 138 6.873.136 153.730
1077/78
Juni 6.695.269 135.643 9.060 108 6.704.329 135.801
September 6.871.073 143.474 8.727 151 6.879.800 143.625.
Desember 6.864.401 153.592 8.735 138 6.873,136 153.730
Maret 6.960.491 169.274 7.911 123 6.968.402 169.397

1978 7.459.963 191.462 6.873 120 7.465.836 191.582


1978/79
April 7.096.751 176.347 7.551 122 7.104.332 176.469-
M ei 7.185.916 178.893 7.402 121 7.193.318 179.014-
Juni 7.230.267 181.005 7.499 123 7.237.766 181.128
Juli 7.285.071 181 580 7.259 124 7.292.330 181.704
Agustus 7.256.731 183.559 6.551 122 7.263.282 183.661
September 7.307.178 188.618 6.600 125 7.313.778 188.743
Oktober 7.370.031 193.973 6.522 131 7.376.553 194.104
Nopember 7.415.448 191.794 6.822 120 7.422.270 191.914
Desember 7.458.963 191.462 6.873 120 7.465.836 191.582
Januari 7.495.620 195.950 6.801 113 7.502.421 196.063
Pebruari 7.560.471 199.789 6.586 114 7.567.057 199.903
Maret 7.602.636 199.876 6.290 116 7.608.926 199.992

1) Meliputi TABANAS dan TASKA pada Bank-Bank Umum Pemerintah, Bank Tabungan Negara dan
beberapa Bank Swasta Nasional.
2) Termasuk Tabungan Pelajar dan Pramuka.

207
di dalam Repelita II tatacara pelaksanaannya telah semakin disempur -
nakan. Dalam tahun 1976/77 telah dilaksanakan pula program ta-
bungan pegawai, yang bertujuan untuk meningkatkan kebiasaan mena -
bung di kalangan pegawai negeri dan ABRI. Selanjutnya dalam tahun
1978/79 diambil langkah-langkah untuk meningkatkan program Ta-bungan
di kalangan Pemuda, Pelajar dan Pramuka (TAPPELPRAM) yang
merupakan bagian dari PERATA P3. Melalui TAPPELPRAM ini
sasaran gerakan diperluas hingga menjangkau para pelajar di sekolah-
sekolah atau kursus-kursus dan dimasukkan unsur pengenalan bank ke
dalam program pendidikan di sekolah. Pengaruhnya terlihat pada
perkembangan jumlah tabungan Pemuda, Pelajar dan Pramuka yang
telah meningkat dari Rp 314,0 juta menjadi Rp 505,0 juta pada ,akhir
Maret 1979. Walaupun jumlah penabung selama periode yang lama
mengalami sedikit penurunan yaitu dari 854.846 orang menjadi
832.956 orang. Dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilaku -
kan pada PERATA P3 dalam tahun 1978/79 maka diharapkan jum- lah
penabung terutama di kalangan Pemuda dan Pelajar akan terus
meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Selanjutnya sejak dibentuk -
nya program tabungan pegawai maka selama tahun 1976/77 hingga ta-
hun 1978/79 jumlah tabungan pegawai telah meningkat dari Rp 3.236,0
juta dengan 694.752 penabung menjadi Rp 7.561,0 juta dengan jumlah
penabung 826.033 orang.

Program Ongkos Naik Haji (ONH) adalah merupakan program


angsuran penyetoran ongkos naik haji dengan memberikan diskonto
kepada calon jemaah. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong para
jemaah haji untuk menyetorkan ONH nya seawal mungkin. Cara pem -
bayaran yang demikian juga dimaksudkan agar tidak memberatkan
calon jemaah haji. Bank-bank yang ditunjuk sebagai penyimpan ONH
tersebut adalah Bank Negara Indonesia 1946, Bank Rakyat Indonesia
dan untuk wilayah Irian Jaya ditunjuk Bank Ekspor Impor Indonesia
Penerimaan setoran ONH oleh Bank-bank tersebut merupakan salah
satu sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
usahanya menjelang timbulnya kewajiban penyetoran kepada Peme -
rintah. Kecuali dalam tahun 1976/77, jumlah ONH yang disetor selama

208
Repelita II senantiasa menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Jumlah ONH dalam tahun 1974/75
adalah Rp 38 milyar, dalam tahun 1975/76 Rp 39
milyar, kemudian menurun menjadi Rp 23 milyar
dalam tahun 1976/77 dan dalam tahun 1977/78
meningkat lagi menjadi Rp 27 milyar. Adapun jumlah
calon jemaah haji adalah 66.836 orang dalam tahun
1974/75, 54.286 orang dalam tahun 1975/ 76, 25.335
orang dalam tahun 1976/1977 dan 32.468 orang dalam
tahun 1977/78. Dalam tahun terakhir Repelita II
(1978/79) telah diambil kebijaksanaan berupa
pemberangkatan calon jemaah haji dengan pesawat
udara dan diturunkan ONH dari Rp 816 ribu menjadi
Rp 766 ribu. Oleh karena itu maka jumlah ONH untuk
musim haji tahun 1978/79 menunjukkan kenaikan yang
cukup besar yaitu dengan 103,7% sehingga pada akhir
Maret 1979 mencapai jumlah Rp 55 milyar
sedangkan calon jemaah haji meningkat dengan
122,4% se- hingga mencapai 72.213 orang pada
akhir Maret 1979.

5. Suku Bunga

Pengaturan suku bunga, baik suku bunga deposito


dan tabungan maupun suku bunga kredit mempunyai
arti yang penting sebagai salah satu alat
kebijaksanaan moneter di dalam mengerahkan dana-
dana masyarakat dan mengarahkan kredit ke sektor-
sektor yang diprioritaskan. Dalam kebijaksanaan
penetapan suku bunga kredit dipertimbangkan pula
sasaran untuk meningkatkan peranan golongan eko-
nomi lemah di dalam pembangunan. Penetapan suku
bunga baik mengenai suku bunga kredit perbankan
maupun suku bunga deposito dan tabungan selalu
disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan
moneter yang terjadi.
Selama Repelita II (tahun 1974/75 sampai dengan
209
tahun 1978/ 79) kebijaksanaan suku bunga telah
empat kali mengalami penyesuaian, yakni dua kali
dalam tahun 1974 dan selanjutnya dalam tahun
1976 dan 1978. Penyesuaian pertama dilakukan pada
tanggal 9 April 1974, yang pada pokoknya
menaikkan suku bunga kredit seja-lan dengan
kebijaksanaan pengendalian inflasi. Suku bunga kredit
bank-bank Pemerintah dinaikkan secara selektif
dengan tetap mempertahan-
kan suku bunga yang relatif rendah bagi kegiatan-kegiatan yang di -
prioritaskan seperti kredit untuk Bimas, KIK/KMKP serta kredit
untuk pengadaan pangan dan produksi. Adapun suku bunga kredit
investasi yang semula ditetapkan 12% setahun untuk semua golong-an
dinaikkan menjadi 15% setahun bagi golongan III (Rp 100 juta s/d
Rp 300 juta) dan IV (di atas Rp 300 juta). Perubahan ketentuan suku
bunga ini diadakan bersamaan dengan dilaksanakannya kebi jaksanaan
pembatasan pertambahan volume kredit dan aktiva lainnya dari
perbankan. Dengan menurunnya laju inflasi, maka pada tanggal 28
Desember 1974 diadakan perubahan lagi berupa penurunan suku
bunga beberapa jenis kredit jangka pendek seperti kredit untuk
ekspor, produksi barang ekspor dan perdagangan dalam negeri.
Suku bunga kredit investasi, KIK dan KMKP tidak mengalami
perubahan yaitu tetap 12% setahun bagi kredit investasi golongan I, II
dan KIK, serta 15% setahun bagi kredit investasi golongan III, IV dan
KMKP. Selanjutnya oleh karena adanya indikasi bahwa kegiatan
ekspor cenderung menurun, maka untuk lebih menggalakkan ekspor
diadakan lagi perubahan suku bunga yang merupakan bagian dari
paket 1 April 1976. Menurut ketentuan tersebut suku bunga kredit
ekspor dan produksi barang ekspor diturunkan dari 15% menjadi 12%
setahun. Sejalan dengan itu suku bunga kredit likwiditas Bank Indo -
nesia untuk ekspor dan produksi barang ekspor juga diturunkan dari
10% menjadi 5% setahun. Akhirnya mengingat perkembangan harga
yang semakin mantap, untuk terakhir kalinya selama Repelita II, di -
adakan perubahan suku bunga yang mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 1978. Perubahan tersebut berupa penurunan suku bunga kre-
dit yang meliputi baik kredit modal kerja, KIK dan KMKP maupun
suku bunga kredit investasi. Dengan demikian maka sejak 1 Januari
1978 suku bunga kredit jangka pendek bank-bank yang semula ber-
kisar antara 9% sampai 24% setahun diturunkan menjadi berkisar
antara 9% sampai 21% setahun. Ketentuan 1 Januari 1978 juga meng -
adakan perubahan dan penggeseran atas bidang-bidang yang dipriori -
taskan sehingga beberapa bidang yang menurut ketentuan lama ku -
rang diprioritaskan, menurut ketentuan baru diberikan prioritas yang
lebih tinggi. Hal ini menyebabkan perincian penggunaan kredit ber -

210
tambah menjadi 25 jenis yang dikelompokkan ke dalam 6 golongan
suku bunga, sedangkan sebelumnya terdiri atas 18 jenis. Suku bunga
untuk KIK dan KMKP serta kredit investasi juga mengalami penurun -
an. Suku bunga KIK dan KMKP turun menjadi masing-masing 10,5%
dan 12% setahun, sedangkan sebelumnya masing-masing adalah 12%
dan 15% setahun. Adapun suku bunga kredit investasi yang mengalami
perubahan adalah golongan I, III dan IV, di mana untuk golongan I
dikenakan bunga 10,5% setahun sedangkan untuk golongan III dan
IV 13,5% setahun. Sehubungan dengan perubahan suku bunga tersebut
diadakan pula penyesuaian suku bunga kredit likwiditas Bank Indone -
sia yang semula berkisar antara 3% sampai 10% setahun menjadi ber -
kisar antara 3% sampai 6% setahun. Di samping itu terdapat beberapa
sektor usaha yang menurut ketentuan lama tidak mendapat pinjaman
kredit likwiditas Bank Indonesia, namun menurut ketentuan 1 Januari
1978 mulai mendapat kredit likwiditas sesuai dengan golongan priori -
tasnya. Kemudian dalam tahun 1978/79 telah diadakan pula penyem -
purnaan dalam ketentuan mengenai suku bunga beberapa jenis kredit
yang meliputi antara lain kredit untuk ekspor dan produksi barang
ekspor serta kredit untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek
yang dibiayai dengan dana perbankan. Sejak bulan April 1978 suku
bunga kredit kepada produsen-eksportir dalam rangka Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Perusahaan Asing disamakan dengan suku
bunga kredit kepada produsen-eksportir nasional yang dilaksanakan
oleh Bank-bank Pemerintah. Besarnya suku bunga kredit tersebut ada -
lah 12% setahun, sedangkan suku bunga kredit likwiditasnya adalah
4% setahun. Selanjutnya mulai bulan Juni 1978 Bank-bank devisa
swasta nasional telah diberi kesempatan untuk menyalurkan kredit
kepada eksportir dan produsen-eksportir berdasarkan ketentuan-keten -
tuan suku bunga dan persyaratan-persyaratan yang berlaku bagi Bank-
bank Pemerintah, dengan mendapat kredit likwiditas dari Bank Indo -
nesia. Besarnya suku bunga kredit likwiditas tersebut adalah 4% se -
tahun namun apabila terjadi penyimpangan dari penggunaan pinjaman
dimaksud,. maka suku bunga kredit likwiditasnya dibebankan sebesar
7,5% setahun, sesuai dengan suku bunga kredit likwiditas yang ber-
laku bagi kelompok bank tersebut. Sementara itu terhadap kredit inves-
tasi untuk biaya lokal dalam rangka bantuan proyek, dalam tahun

211
1978/79 telah dilakukan penggolongan dan pembebanan suku bunga -
nya sesuai dengan penggolongan dan ketentuan suku bunga kredit
investasi menurut ketentuan Bank Indonesia pada tanggal 1 Januari
1978. Adapun suku bunga kredit likwiditasnya ditetapkan lebih tinggi
dari pada kredit investasi biasa yakni masing-masing 7% dan 9%
untuk golongan I dan II serta masing-masing 11% untuk golongan III
dan IV. Suku bunga kredit likwiditas yang lebih tinggi tersebut antara
lain disebabkan oleh bagian pembiayaan Bank Indonesia yang lebih
besar (90%) dibandingkan dengan kredit investasi lainnya. Perkem -
bangan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah dapat diikuti pada
Tabel III 12.
Selama Repelita II penyesuaian suku bunga deposito berjangka
INPRES dilakukan sebanyak 4 kali. Penyesuaian pertama dilakukan
dalam bulan April 1974 berupa peningkatan suku bunga, di samping
diadakannya deposito berjangka 18 bulan dan 24 bulan. Langkah ini
diambil sehubungan dengan meningkatnya laju inflasi pada bulan-
bulan pertama tahun 1974. Besarnya suku bunga dirubah menjadi ber -
kisar antara 6% setahun untuk jangka waktu kurang dari 3 bulan sam -
pai 30% setahun untuk deposito 24 bulan. Penyesuaian-penyesuaian
berikutnya diadakan lagi pada bulan Desember 1974, Januari 1977
dan Januari 1978 berupa penurunan suku bunga sehubungan dengan
semakin meredanya inflasi dan penghapusan deposito berjangka 18
bulan terhitung mulai 13 Januari 1977. Adapun besarnya suku bunga
deposito berjangka INPRES sejak Januari 1978 adalah 6% setahun
untuk jangka waktu 6 bulan dan 9% setahun untuk jangka waktu 12
bulan. Bagi deposito berjangka 24 bulan besarnya suku bunga adalah
15% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp 2,5 juta serta 12%
untuk jumlah selebihnya. Perkembangan mengenai suku bunga depo -
sito berjangka INPRES dapat diikuti pada Tabel III 13 dan
Grafik III 5.
Perubahan suku bunga TABANAS/TASKA selama Repelita II
dilakukan dua kali searah dengan perubahan tingkat suku bunga depo -
sito berjangka INPRES. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan pada
tanggal 9 April 1974 dan 13 Januari 1977. Pada tanggal 9 April 1974
suku bunga TABANAS ditetapkan sebesar 18% setahun untuk saldo

212
TABEL III 12
PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DAN GOLONGAN SUKU BUNGA PINJAMAN
MENURUT SEKTOR-SEKTOR EKONOMI
1973/74 1978/79

213
tabungan Rp 200.000, pertama dan 9% untuk saldo di atas
Rp 200.000, sedangkan sebelumnya adalah 15% untuk saldo
Rp 100.000, pertama dan 9% untuk saldo di atas Rp 100.000,--
Sejak 13 Januari 1977 suku bunga TABANAS diturunkan kembali
menjadi 15% untuk saldo Rp 200.000, pertama dan 6% untuk saldo
di atas Rp 200.000,. Sedangkan suku bunga TASKA yang semula
ditetapkan sebesar 15% setahun diturunkan menjadi 9% setahun dan
diberikan kepada penabung yang telah mengangsur penuh. Pada. 1
Januari 1978 suku bunga TABANAS dan TASKA tidak mengalami
perubahan dengan pertimbangan bahwa penabung TABANAS/
TASKA tersebut pada umumnya terdiri dari golongan masyarakat
yang berpenghasilan rendah.
Sehubungan bunga sertifikat deposito menunjukkan tingkat ter-
tinggi pada tahun pertama Repelita II. Suku bunga pada tahun ter-
sebut berkisar antara 10,8% dan 20,5% dengan jangka waktu antara
1 minggu dan 12 bulan. Hal ini berkaitan erat dengan meningkatnya
laju inflasi dalam tahun tersebut. Namun pada tahun-tahun berikut-
nya suku bunga sertifikat deposito senantiasa menunjukkan kecende -
rungan menurun sehingga menjadi berkisar antara 2 1 / 2 % dan 12%
dalam tahun 1978/79.
Sehubungan dengan keputusan Pemerintah mengenai penurunan
suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang mulai berlaku sejak
1 Januari 1978 maka dalam tahun 1978/79 diadakan pula penyesuaian
besarnya jasa atas simpanan giro bank-bank Pemerintah menjadi 1,8%
untuk jumlah Rp 1 juta sampai dengan Rp 50 juta, 3% untuk jum -
lah di atas Rp 50 juta sedangkan untuk jumlah di bawah Rp 1 juta
ditetapkan oleh masing-masing bank. Adapun besarnya jasa giro yang
diberikan oleh bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing pada
umumnya tidak jauh berbeda dengan jasa giro yang berlaku pada
bank-bank Pemerintah.

6. Kredit Investasi
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tanggal 7 Maret 1969
maka untuk pertama kalinya mulai dilaksanakan pemberian kredit
investasi oleh bank-bank Pemerintah dan dimaksudkan untuk mem -

214
TABEL III13

PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA


BANK-BANK UMUM PEMERINTAH,
1969 (Maret), 1973/74 1978/79
(bunga bulanan dalam persentase)
Berlaku mulai Kurang dari 3 bulan 6 12 bulan 18 bulan 24
3 bulan bulan bulan

1 Maret 1969 1,50 300 4,00 5,00


7
1 April 1973 0,50 0,75 1,00 1,25
2
9 April 1974 0,50 0,75 1,00 1,50 2,00 2,50
2 Desember 1974 0,50 0,75 1,00 1,25 1,75 2,00
8
1 Januari 1977 0,25 0,50 0,75 1,00 1,50
3
1 Januari 1978 1) 1) 0,50 0,75 1,25 2)
1,00 3)

1) Deposito berjangka waktu 3 bulan bunganya


ditetapkan oleh bank-bank penyelenggara deposito
berjangka.
2) Untuk simpanan sampai dengan Rp. 2.500.000,
3) Untuk simpanan di atas Rp. 2.500.000,

215
216
biayai rehabilitasi, dan investasi di pelbagai sektor terutama sektor
pertanian, pertambangan, industri, perhubungan dan pariwisata. Pada
waktu itu kredit investasi merupakan program kredit jangka menengah
dengan jangka waktu 3 sampai 5 tahun dan dengan suku bunga 12%
setahun. Bagi proyek-proyek yang akan mendapatkan kredit investasi
ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari jumlah investasi harus dibi-
ayai dengan dana sendiri.

Untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi kepada proyek-pro -


yek yang relatif kecil dan yang kebanyakan dilaksanakan oleh peng -
usaha-pengusaha pribumi, maka pada bulan. April 1973 kredit inves tasi
dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan besarnya pin-
jaman dengan jumlah masing-masing untuk golongan I sampai dengan
Rp 25 juta, untuk golongan II di atas Rp 25 juta sampai dengan
Rp 100 juta, untuk golongan III di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp
300 juta dan untuk golongan IV di atas Rp 300 juta. Juga ditetap-
kan suatu sasaran bahwa kredit investasi golongan I dan II harus men -
capai 65% dari seluruh kredit investasi. Bagian investasi yang harus
dibiayai dengan dana sendiri bagi proyek-proyek prioritas ditetapkan
sebesar 25% untuk golongan I sampai dengan III, sedangkan untuk
golongan IV 35%. Untuk proyek-proyek non-prioritas, semua golong-
an debitur diharuskan membiayai 50% dari jumlah investasi. Selanjut -
nya dalam rangka meningkatkan bantuan kepada pengusaha kecil
pribumi, maka pada bulan Pebruari 1974 dikeluarkan ketentuan baru
yang menggariskan bahwa kredit investasi bank-bank Pemerintah
hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan pribumi. Kemudian
di dalam tahun 1976/1977 mulai disediakan fasilitas kredit bagi Peme -
rintah daerah Kabupaten/Kotamadya untuk pembangunan dan pemu -
garan pasar-pasar khususnya dalam rangka penyediaan fasilitas yang
cukup bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di pasar-pasar.
Di dalam mendapatkan kredit tersebut, Pemerintah Daerah memper -
oleh bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat melalui INPRES Pasar.
Bantuan tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan Pemerintah Da -
erah mendapatkan kredit tanpa bunga dan melunasi pinjaman tersebut
dalam jangka waktu yang cukup panjang yakni sampai 10 tahun.
Untuk keperluan tersebut dalam tahun 1976/77, 1977/78 dan 1978/79

217
telah disediakan fasilitas perkreditan bank masing-masing sebesar
Rp 20 milyar, Rp 25 milyar dan Rp 30 milyar.
Kebijaksanaan terakhir yang diambil pada tanggal 1 Januari
1978, meliputi perubahan jangka waktu, peningkatan jumlah maksi -
mum untuk masing-masing golongan kredit investasi serta penurunan
suku bunga. menurut ketentuan tersebut jangka waktu kredit inves-
tasi diperpanjang menjadi maksimum 10 tahun termasuk masa teng -
gang 4 tahun. Perpanjangan tersebut dimaksudkan agar debitur dapat
melunasi pinjamannya dengan jumlah angsuran yang relatif lebih
kecil. Adapun jumlah maksimum untuk masing-masing golongan pin -
jaman ditetapkan menjadi golongan I sampai dengan Rp. 75 juta,
golongan II di atas Rp. 75 juta sampai dengan Rp. 200 juta, golongan
III di atas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta dan golongan IV
di atas Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 1.500 juta. Selanjutnya dite -
tapkan pula bahwa bagi investasi yang memerlukan pembiayaan
dengan kredit lebih dari Rp 1.500 juta dan/atau kredit yang berjangka
waktu lebih dari 10 tahun, pembiayaannya dapat dilakukan oleh BA-
PINDO, dengan pembatasan bahwa jangka waktu kredit tidak boleh
melebihi 15 tahun dengan masa tenggang tidak lebih dari 6 tahun.
Tindakan untuk memperluas bantuan kredit investasi tersebut diam-
bil dalam rangka peningkatan kegiatan pembangunan di dalam negeri
serta penyesuaiannya dengan sifat dari investasi-investasi tertentu yang
membutuhkan tenggang waktu yang lebih panjang sebelum meng -
hasilkan.

Langkah-langkah yang diambil dalam tahun 1978/79 mengenai


kredit investasi merupakan penyesuaian dan penyempurnaan dari ke-
bijaksanaan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyederhanaan tata
cara pemberian kredit investasi dan penyesuaian bidang usaha yang dapat
diberi kredit investasi.

Dalam rangka penyempurnaan tata cara pemberian kredit inves -


tasi, maka mulai bulan September 1978 bank-bank Pemerintah diberi
wewenang untuk memutus sendiri pemberian kredit sampai dengan
Rp. 200 juta dan kredit sampai dengan Rp. 300 juta sepanjang proyek
tersebut merupakan bidang utama bank yang bersangkutan. Di sam -

218
ping itu bank-bank tersebut juga dapat memutus sendiri pemberian
kredit dengan jaminan Pemerintah dan kredit-kredit dalam rangka
pembiayaan bersama (konsorsium). Perlu ditambahkan bahwa me -
nurut ketentuan sebelumnya wewenang bank pelaksana dalam pe -
mutusan pinjaman tersebut terbatas pada kredit yang berjumlah
Rp. 100 juta ke bawah. Selain dari pada itu jumlah kredit yang harus
diberikan dengan cara pembiayaan bersama dinaikkan dari Rp. 300
juta menjadi Rp. 500 juta.
Sementara itu mulai awal tahun 1979 kredit investasi untuk pen -
dirian penggilingan padi, huller dan penyosohan beras tidak diperke -
nankan lagi, kecuali untuk beberapa propinsi tertentu. Tindakan ini
diambil karena sudah jenuhnya bidang usaha tersebut.
Tabel III14 dan Grafik III6 memberikan gambaran jumlah
realisasi maupun jumlah yang disetujui dari kredit investasi .
Realisasi pemberian kredit investasi yang dimulai pada awal
tahun 1969/70 mencapai jumlah Rp. 119,3 milyar pada akhir 1973/74
dan selama Repelita 11 meningkat menjadi hampir 3 kali lipat, sehing -
ga mencapai Rp. 337,2 milyar pada akhir Maret 1979. Ini berarti
suatu kenaikan total sebesar Rp. 217,9 milyar (182,6%) atau suatu
kenaikan rata-rata selama Repelita II sebesar 23,1% setahun. Kenaik-
an tersebut adalah sejalan dengan peningkatan kegiatan usaha pada
umumnya serta adanya tata cara pemberian kredit yang semakin baik
dengan persyaratan-persyaratan yang semakin ringan.
Apabila dilihat perkembangan realisasi kredit investasi dari tahun
ke tahun maka persentase kenaikan sebesar 9,4% dalam tahun 1977/
78 merupakan persentase kenaikan yang terendah selama Repelita II.
Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya pelunasan-pelunasan dalam
jumlah yang cukup besar dari kredit-kredit investasi yang jatuh tempo.
Sektor-sektor ekonomi utama yang mendapat pembiayaan kredit
investasi adalah sektor perindustrian, perhubungan dan pariwisata
serta pertanian. Pada akhir tahun 1974/75 dan 1975/76 bidang per -
industrian tercatat paling banyak mendapat fasilitas kredit investasi,
yaitu masing-masing sebesar Rp. 72,4 milyar atau 50,7% dari seluruh
realisasi kredit investasi dan Rp. 81,9 milyar (41,7%), akan tetapi pada

219
TABEL I l l - 14
PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI 1)
1969 (Juni), 1973174 1978/79
(dalam milyar rupiah)

Perhubungan dan Persentase-


Pariwisata kenaikan
Pertanian Industri Pertambangan Lain-lain Jumlah Kenaikan
Akhir Tahun/ Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali- Perse- Reali-

Bulan tujuan sasi tujuan sasi tujuan sasi tujuan sasi tujua sasi tujuan sasi tujuan sasi tujuan sasi
n
1969 (Juni) 2,5 2,0 6,5 0,2 2,3 1,4 0,1 0,0 5,4 3,6
1973/74
Juni 16,3 8,2 76,2 58,4 0,5 0,3 54,1 31,1 5,9 2,5 1536 100,5 + 63 + 3,7 + 4,3 + 3,8
September 16,3 8,4 79,6 60,0 0.5 0,2 55,6 35,4 7,7 3,6 159,7 107,6 + 6,7 + 7,1 + 4,4 + 7,1
Desember 16,3 8,1 80,9 59,6 0,5 02 56,8 38,5 7,8 4,7 1,62,3 111,1 + 26 + 3,5 + 1,6 3,3
Maret 18,3 9,7 84,7 61,0 0,5 0,2 62,3 41,2 10,1 7,2 1153 119,3 + 13,0 + 82 + 8,0 + 7,4
1974/75 198,3 142,7 + 23,0 + 23,4 + 13,1 + 19,6
Juni 18,3 9,5 90,9 63,8 0,5 0,2 63,2 44,4 11,1 7,3 184,0 125,2 + 8,7 + 5,9 + 5,0 + 4,9
September 19,3 11,1 91,6 66,3 0,3 02 66,4 45,5 11,1 8,2 188,7 131,3 + 4,7 + 6,1 + 2,6 + 4,9
Desember 19,7 12,6 96,7 69,3 0,2 0,2 67,3 45,8 12,7 9,1 196,6 137,0 + 7,9 + 5,7 + 42 + 4,3
Maret 19,0 13,4 996 72,4 62 0,2 69,9 46,7 13,6 10,0 198,3 142,7 + 1,7 + 5,7 + 09 + 42
1975/76 269,5 196,6 + 71,2 + 53,7 + 359 + 37,6
Juni 31,3 17,9 101,5 75,2 02 0,1 58,5 51,1 13,9 10,2 215,4 154,5 + 17,1 + 11,8 + 8,6 + 8,3
September 32,0 24,0 103,8 76,5 0,2 0,1 73,1 55,7 14,6 99 223,7 1662 + 8,3 + 11,7 + 3,9 + 76
Desember 34,3 26,9 108,7 783 0,2 0,1 96,8 62,2 15,1 10,3 255,1 177,8 + 31,4 + 11,6 + 14,0 + 7,0
Maret 35,9 29,3 109,6 81,9 5,2 5,1 103,7 70,4 15,1 9,7 269,5 196,4 + 14,4 + 10$ + 5,6 + 10,5
1976/77 3432 262,7 + 73,7 + 663 + 27,3 + 33,6
Juni 40,7 32,1 119,6 84,3 52 4,6 1046 76,7 15,2 11,0 285,3 208,7 + 15,0 + 12,3 + 56 + 63
September 43,5 36,1 119,5 86,3 5,3 4,8 108,4 87,2 14,0 9,5 290,7 223,9 + 54 + 152 + 1,9 + 73
Desember 44,4 38,9 130,3 94,1 53 4,3 125,5 100,5 14,5 8,9 320,0 2462 + 29,3 + 22,3 + 10,1 + 10,0
Maret 48,3 40,8 136,9 97,0 5,3 4,3 137,7 110,6 15,6 10,8 3432 262,7 + 232 + 16,5 + 7,3 + 6,7
1977/78 362,1 287,5 + 8,9 + 24,8 + 5,5 + 9,4
Juni 32,3 45,2 137,0 1003 5,3 3,8 120,6 108,8 16,1 11,1 319,3 369,2 + 3,9 + 6,5 + 1,1 + 2,5
September 59,2 49,9 136,7 7062 6,3 36 1263 108,0 15,5 109 343,0 2723 + 3,7 + 3,6 + 1,1 + 1,5
Desember 2) 61,8 52,1 143,8 105,8 5,3 3,3 125,9 106,5 15,5 10,5 352,3 278,2 + 9,3 + 5,4 + 2,7 + 2,5
Maret 69,5 56,8 742,5 109,3 5,3 3,3 127,0 106,5 17,8 11,6 362,1 287,5 + 9,,8 + 9,3 + 2,8 + 33
1978/79 441,2 337,2 + 79,1 + 49,7 + 21,8 + 173
April 70 ,, 57,1 153,2 109,7 5,3 3,3 126,1 105,1 18,8 13,6 373,5 2886 + 11,4 + 1,3 + 3,1 + 0,5
Mei 70,6 58,0 154,4 110,9 5,3 3,3 127,5 105,9 20,6 14,9 378,4 293,0 + 4,9 + 4,2 + 73 + 1,5
Juni 74,9 60,6 154,4 1132 5,3 3,3 121,6 103,1 20,0 15,6 382,2 295,8 + 3,6 + 2,8 + 1,0 + 1,0
Juli 3) 75,1 60,5 157,3 113,0 5,3 3,3 128,5 102,9 20,4 75,5 387,1 295,3 + 49 0,5 + 1,3 02
Agustus 3) 75,4 60,7 159,4 133,3 5,3 3,3 129,1 103,2 20,5 15,6 389,7 2966,1 + 2,6 + 0,8 + 0,7 + 03
September3) 75,9 61,2 161,0 114,4 5,3 3,3 129,7 104,2 20,8 15,8 392,7 298,9 + 3,0 + 2,8 + 0,8 + 0,9
Oktober 3) 76,3 61,6 161,6 715,0 5,3 3,3 139,0 1053 209 153 403,1 301,1 + 10,4 + 22 + 2,6 + 0,7
Nopember 3) 76,9 61,9 165,8 116,3 5,3 3,3 155,1 131,1 21,2 16,4 424,3 329,0 + 21,2 + 279 + 53 + 9,3
December3) 77,0 61,9 167,8 115,6 5,3 3,3 156,8 132,6 215 15,9 428,4 329,3 + 4,1 + 03 + 1,0 + 0,1
januari31 11,2 62,1 168,2 116,2 5,3 33 157,6 133,1 21,8 76,1 430,1 331,4 + 1,7 + 2,7 + 0,4 + 0,6
Pebruari 3) 77,7 62,4 169,1 117,3 5,3 3,3 158,3 134,2 22,0 16,1 432,4 333,3 + 2,3 + 1$ + 0,5 + 0,6
Maret 31 78,0 62,6 176,7 119,8 5,3 33 158,8 135,4 224 16,1 441,2 337,2 + 8,8 + 3,9 + 2,0 + 1,2

1) Termasuk pembiayaan rupiah bantuan proyek tetapi tidak termasuk Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan
nilai lawan valuta asing bantuan proyek.
2) Angka diperbaiki.
3) Angka perkiraan.

220
G R AF I K II I - 6

PERKEMBANGAN PERSETUJUAN DAN REALISASI KREDIT INVESTASI


1969(JUNI) 1973/74 1978/79

221
akhir tahun 1976/77 dan 1978/79 kedudukannya digantikan oleh sek-
tor perhubungan dan pariwisata yang mencapai masing-masing
Rp. 110,6 milyar (42,1%) dan Rp 135,4 milyar (40,2%). Pada akhir
tahun 1977/78 peranan masing-masing sektor tersebut hampir sama
yakni Rp. 109,3 milyar (38,0%) untuk sektor perindustrian dan
Rp. 106,5 milyar (37,0%) untuk sektor perhubungan dan pariwisata.
Penggeseran komposisi kredit investasi tersebut disebabkan oleh se -
makin meningkatnya kredit untuk Perum Telkom sejak akhir tahun
1976 serta pemberian kredit INPRES Pasar sejak tahun 1976/77.

7. Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen


(KMKP), Kredit Kecil (Mini), Kredit Pembangunan dan Pemugaran
Pasar, Kredit Candak Kulak (KCK) dan Kredit Pemilikan Rumah
(KPR).
Program KIK/KMKP yang dimulai pada awal tahun 1974 bertujuan
membantu pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Semu- la,
jumlah maksimum untuk KIK ditetapkan sebesar Rp. 5 juta dengan
jangka waktu pembayaran maksimum 5 tahun dan bunga 12% setahun.
Sedangkan untuk KMKP jumlah maksimumnya adalah Rp. 5 juta
dengan jangka waktu pembayaran maksimum 3 tahun dan bunga
15% setahun. Dalam rangka memperlancar pemerataan hasil-hasil
pembangunan, selama Repelita II syarat-syarat pemberian KIK/
KMKP telah semakin diperlunak dan prosedurnya senantiasa disem -
purnakan. Pada pertengahan tahun 1975, KIK/KMKP dapat diberikan
secara masal kepada 10 orang atau lebih sekaligus, yaitu untuk KIK/
KMKP yang digunakan untuk membiayai sektor ekonomi yang sama
dalam suatu daerah tertentu dan diajukan untuk jangka waktu yang sama
pula. Di samping itu mulai awal tahun 1977 kepada nasabah yang
usahanya berjalan baik selama 2 tahun dan telah menikmati KIK/KMKP
selama 3 tahun dapat memperoleh tambahan kredit se hingga jumlah
maksimum kredit menjadi Rp. 10 juta. Mulai 1 Juni 1977 program
pemberian KIK/KMKP diperluas lagi sehingga men-cakup usaha-usaha
kalangan profesi pribumi, seperti dokter dan pe ngacara. Selanjutnya
sejak 1 Januari 1978 suku bunga KIK dan KMKP diturunkan
masing-masing dari. 12% menjadi 10,5% setahun dan dari 15% menjadi
12% setahun.

222
Dengan semakin meningkatnya KIK dan KMKP maka bank-bank
swasta nasional juga diikut sertakan dalam penyaluran kredit-kredit
tersebut baik secara langsung maupun melalui pembiayaan bersama
dengan bank-bank Pemerintah. Di dalam pemberian kredit-kredit ini
disediakan kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Dalam tahun 1978/
79 diadakan penyempurnaan peraturan tentang tambahan kredit lik -
widitas Bank Indonesia kepada bank-bank umum swasta nasional dan
bank pembangunan daerah yang menyalurkan KIK dan KMKP se - cara
langsung, serta perubahan persyaratan untuk memperoleh tam-bahan
KIK/KMKP. Bagi bank-bank umum swasta nasional dan bank
pembangunan daerah yang tergolong sehat dan cukup sehat yang
memberikan KIK dan KMKP secara langsung dapat diberikan tam-
bahan kredit likwiditas sebesar 1 / 2 kali modal sendiri di atas jumlah
maksimum yang sebelumnya berlaku. Di samping itu sejak bulan De -
sember 1978 pemberian tambahan jumlah KIK dan KMKP didasar -
kan pada penilaian mengenai kelayakan usaha nasabah yang bersang -
kutan dan tidak lagi dikaitkan dengan lamanya nasabah menikmati
KIK dan KMKP. Juga telah diadakan kerjasama antara Bank Indo -
nesia dengan Bank Dunia dalam rangka pengembangan golongan
ekonomi lemah di mana Bank Dunia telah menyediakan dana bantuan
sebesar US $ 40 juta untuk keperluan penelitian dan bantuan teknik
serta tambahan dana KIK. Dana tersebut diberikan sebagai bagian
dana likwiditas Bank Indonesia kepada bank pelaksana.
Perkembangan pemberian KIK dan KMKP senantiasa menun -
jukkan peningkatan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel III 15.
Selama Repelita II pemberian KIK mengalami kenaikan rata-rata se -
besar 76,5% setahun, sehingga mencapai Rp. 68,0 milyar pada akhir
Maret 1979 atau naik menjadi lebih dari 17 kali dibandingkan dengan
jumlah pada akhir Maret 1974, Permohonan KIK yang disetujui ter -
masuk KIK Masal, naik dengan rata-rata sebanyak 10.553 nasabah
setahun dengan nilai Rp. 21,4 milyar sehingga pada akhir Maret 1979
mencapai 57.378 nasabah dengan nilai sebesar Rp. 112,7 milyar.

Pemberian KMKP juga mengalami kenaikan setiap tahun sebe-


sar rata-rata 100,0% setahun sehingga mencapai jumlah sebesar
Rp. 93,2 milyar pada akhir Maret 1979 atau meningkat menjadi ham -

223
TABEL II I - 15
PERKEMBANGAN KREDIT I N V E S TA S I \ K E C I L D A N
KREDIT MODAL KERJA PERMANEN,
1973/74 - 1978/79

Nilai Jumlah Nilai


Jumlah
Akhir permohonan Posisi permohonan permohonan Posisi
permohonan
Tahun/ yang Kredit yang yang Kredit
yang
Bulan disetujui disetujui disetujui
disetujui
(jutaan rupiah} (jutaan rupiah)

1973/74 :
Maret 4.611 5.667 3.966 3.303 4.488 2.913
1974/75 :
Maret 11.324 18.768 15.533 15.769 17.914 13.578
1975/76 :
Maret 19.804 34.090 25.533 83.281 40.756 26.671
1976/77 :
Juni 22.697 39.025 29.310 102.193 49.210 31.786
September 25.026 43.889 32.564 148.896 57.993 37.277
Desember 27.827 49.602 36.086 166.149 67.080 41.446
Maret 30.741 55.269 39.605 183.877 74.786 46.342
1977/78 :
Juni 33.573 61.453 43.425 217.927 88.935 52.624
September 36.347 67.797 46.600 282.775 101.771 59.047
Desember 39.737 74.186 50.462 322.391 114.990 61.839
Maret 42.163 79.249 52.704 335.366 124.496 65.4151)
1978/79 :
April 44.609 82.495 54.286 336.991 127.614 66.654
Me I 45.784 84.127 55.185 354.787 131.091 68.246
Ju n i 47.180 86.375 56.435 365.776 135.547 70.703
Ju Ii 48.769 92.278 58.842 392.015 148.905 76.577
Agustus 49.739 95.199 60.630 402.016 153.158 78.663
September 50.895 97.701 61.923 406.518 158.369 81.204
Oktober 52.410 101.022 64.598 410.067 167.040 85.000
Nopember 53.478 103.071 64.061 414.862 173.370 84.444
Desember 54.970 105.801 64.711 420.495 177.239 83.748
Januari 56.000 107.806 65.853 429.297 182.072 88.285
Pebruari 56.171 109.690 65.698 433.710 183.239 90.839
Ma r e t 57.378 112.666 67.951 438.027 187.872 93.157

1) Angka diperbaiki.

224
pir 32 kali jumlah pada akhir Repelita I. Jumlah KMKP yang dise tujui
termasuk KMKP Masal pada akhir Repelita II adalah Rp. 187,9
milyar yang meliputi 438.027 nasabah, yang berarti suatu peningkatan
rata-rata setiap tahun sebanyak 86.945 nasabah dengan nilai Rp. 36,7
milyar.

Di samping itu untuk lebih membantu para pengusaha kecil ter -


utama di pedesaan, mulai tahun pertama Repelita 11 (1974/75) telah
dilaksanakan pemberian Kredit Kecil (Mini) untuk keperluan inves -
t asi dan modal kerj a. P i nj am an i ni berki sar ant ara R p. 10.000,-
sampai dengan Rp. 100,000, dan disalurkan melalui Bank Rakyat
Indonesia kecuali untuk propinsi Irian Jaya yang disalurkan melalui
Bank Ekspor Impor Indonesia. Bunga Kredit Mini untuk investasi
adalah 12% setahun dan untuk modal kerja 15% setahun. Mulai ta -
hun 1978/79 suku bunga Kredit Mini untuk keperluan modal kerja
diturunkan menjadi 12% setahun. Dana Kredit Mini ini seluruhnya
berasal dari APBN.

Perkembangan pemberian Kredit Mini selama Repelita II juga


terus menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp. 2,1 milyar pada akhir
tahun pertama menjadi Rp. 15,7 milyar pada akhir Repelita II. Dari
jumlah Rp. 15,7 milyar tersebut sebesar Rp. 12,9 milyar digunakan
untuk keperluan eksploitasi dan Rp. 2,8 milyar untuk investasi. Se-
lama Repelita II, jumlah keseluruhan dana yang telah disediakan dari
APBN untuk pemberian kredit ini berjumlah Rp. 18,2 milyar. Sampai
dengan akhir tahun 1978/79 jumlah nasabah kredit mini untuk ke -
perluan investasi meliputi 53.110 nasabah, sedangkan untuk eksploi -
tasi sebanyak 283.912 nasabah. Perkembangan mengenai kredit mini
selama Repelita II dapat diikuti pada Tabel III -16.

Usaha Pemerintah dalam membantu golongan pengusaha kecil


khususnya pedagang kecil dilakukan juga melalui penyediaan fasilitas
kredit pembangunan dan pemugaran pasar kepada Pemerintah Da-erah
dengan mendapatkan bantuan dari APBN melalui INPRES Pa -sar.
Melalui program ini yang dimulai sejak tahun 1976/77 telah di -
sediakan fasilitas kredit Pasar sebesar Rp. 75 milyar, yaitu Rp. 20
milyar dalam tahun 1976/77, Rp. 25 milyar dalam tahun 1977/78 dan

225
TABELIII- 16
PERKEMBANGAN KREDIT MINI,
1 9 7 4 / 7 5 - 1978/79

Baki Debet
(dalam jutaan rupiah) Nasabah
Akhir Tahun/
Bulan Investasi Eksploitasi Jumlah Investasi Eksploitasi Jumlah
1974/75
Juni 67 363 430 1.300 3.673 4.973
September 290 882 1.172 4.247 26.357 30.604
Desember 389 1.209 1.598 6.076 40.674 46.750
Maret 331 1.806 2.137 5.842 55.982 61.824
1975/76
Juni 529 2.608 3.137 10.533 75.922 86.455
September 1.013 2.608 4.141 18.685 88.367 107.052
Desember 923 3.576 4.499 18.982 108.966 119.948
Maret 1.063 3.966 5.029 24.227 107.376 131.603
1976/77
Juni 1.566 4.201 5.767 37.807 112.747 150.554
September 1.358 5.205 6.563 29.309 142.878 172.187
Desember 1.406 5.811 7.217 32.965 159.404 192.369
Maret 1.474 6.718 8.192 33.228 174.545 207.773
1977/78
Juni 1.283 7.184 8.467 28.607 186.010 214.617
September 1.458 7.768 9.226 30.767 206.494 237.261
Desember 1.588 8.112 9.700 29.441 202.721 232.162
Maret l ) 1.825 9.223 10.058 35.432 217.378 252.810
1978/79
ApriI 1.930 9.700 11.630 38.703 225.083 263.786
Mei 2.018 9.833 11.851 40.863 228.284 269.147
Juni 2.164 10.188 12.352 44.618 214.262 258.780
Juli 2.241 10.556 12.797 45.347 239.700 285.047
Agustus 2.433 11.318 13.751 46.533 251.579 298.112
September 2.333 11.139 13.472 44.298 254.793 299.091
Oktober 2.290 11.607 13.897 44.523 266.518 311.041
Nopember 2.370 11.785 14.155 48.266 272.329 320.595
Desember 2.455 11.838 14.293 48.853 273.919 322.772
Januari 2.501 12.019 14.520 52.866 274.340 327.206
Pebruari 2.670 12.486 15.156 51.899 281.016 332.915
Maret 2) 2.805 12.858 15.663 53.110 283.912 337.022

1) Angka diperbaiki.
2) Angka Perkiraan.

226
Rp. 30 milyar dalam tahun 1978/79. Sampai dengan akhir tahun
1978/79 realisasi kredit dalam rangka INPRES ini berjumlah Rp. 25,4
milyar dengan subsidi bunga yang telah dibayarkan oleh Pemerintah
sebesar Rp. 2,5 milyar.
Di samping KIK/KMKP dan Kredit Mini, juga telah diberikan
bantuan keuangan kepada para pedagang kecil terutama yang berada
di pedesaan dalam bentuk Kredit Candak Kulak (KCK) dengan mak -
sud untuk melindungi mereka dari pengaruh lintah darat. Program
KCK juga dimulai dalam tahun 1976/77 dan diberikan tanpa jaminan
serta dengan syarat-syarat yang sangat lunak. Besarnya kredit ber -
kisar antara Rp. 2.000, sampai dengan Rp. 15.000, dengan bunga
12% setahun serta jangka waktu minimum. 5 hari dan maksimum 7
bulan. Dana KCK juga berasal dari APBN dan disalurkan melalui Bank
Rakyat Indonesia tetapi dengan penyaluran kepada nasabah melalui
BUUD/KUD dengan bimbingan dan pengawasan Direktorat Jenderal
Koperasi.
Jumlah KCK yang telah diberikan sampai pada akhir Maret
1977 adalah Rp 930 juta kemudian terus meningkat sehingga men -
capai Rp. 5,9 milyar pada akhir Maret 1978 dan Rp. 15,6 milyar
pada akhir Maret 1979. Dari jumlah tersebut telah dilunasi sebesar
Rp. 13,6 milyar, sehingga posisi KCK pada akhir Repelita II adalah
sebesar Rp. 2 milyar atau 12,8% dari jumlah KCK yang diberikan.
Luas daerah yang menikmati KCK yang dalam tahun 1976/77 me -
liputi 6 propinsi di Jawa dan Bali telah berkembang menjadi 12 . propinsi
pada akhir Repelita II termasuk daerah-daerah di Sumatera dan
Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya jumlah BUUD/KUD yang
menyalurkan KCK juga telah bertambah dari 533 BUUD/KUD da-
lam tahun 1976/77 menjadi 967 BUUD/KUD dalam tahun 1977/78,
sedangkan pada akhir Repelita II bertambah lagi menjadi 2.196
BUUD/KUD. Adapun jumlah keseluruhan dana yang disediakan me-
lalui APBN untuk pemberian KCK hingga akhir 1978/79 berjumlah
Rp. 4.250 juta, yaitu Rp. 1.500 juta dalam tahun 1976/77, Rp. 1.750
juta dalam tahun 1977/78 dan Rp. 1.000 juta dalam tahun 1978/79.
Selain program-program tersebut, dalam tahun 1978 juga telah
dilaksanakan program pemberian kredit untuk keperluan pemilikan

227.
rumah sederhana bagi golongan masyarakat
berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan
golongan ABRI. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
tersebut disalurkan melalui Bank Tabungan Negara
(BTN), dan diberikan dengan syarat-syarat yang
ringan. Dana untuk kredit tersebut berasal dari APBN
untuk rumah yang dibangun oleh PERUMNAS dan
dari perbankan untuk rumah yang dibangun oleh
perusahaan swasta. KPR dengan dana APBN
diberikan untuk pembelian rumah dengan harga
setinggi-tingginya Rp. 3,5 juta dan dibebani suku
bunga 5% setahun dengan jangka waktu 5 20 tahun.
Adapun KPR dengan dana perbankan diberikan untuk
pembelian rumah dengan harga setinggi-tingginya
Rp. 6 juta bagi DKI Jaya dan Surabaya serta Rp. 4,5
juta bagi daerah lainnya. Sebagaimana halnya dengan
kredit investasi maka menurut ketentuan Bank
Indonesia, untuk KPR dengan dana perbankan, BTN
juga dapat memperoleh fasilitas kredit likwiditas
Bank Indonesia sebesar 80% dari jumlah kredit
dengan suku bunga 3% setahun. Sampai dengan akhir
tahun 1978/79 BTN telah memberikan kredit
perumahan sebesar Rp. 13,9 milyar. Dalam jumlah ter-
sebut termasuk kredit Bank Indonesia sebesar Rp. 6,1
milyar dalam rangka pemberian kredit perumahan
kepada korban bencana alam di Bali. Adapun
dana APBN yang telah disalurkan kepada BTN
hingga akhir Maret 1 9 7 9 berjumlah Rp. 10 milyar.

8. Sertifikat Deposito
Pengeluaran sertifikat deposito bertujuan untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
surat-surat berharga serta mendorong
pengembangan pasar uang dan pasar modal.
Perizinan penge-luarannya hanya diberikan kepada
bank-bank umum Pemerintah dan bank-bank asing.
228
Pengeluaran sertifikat deposito ini telah dimulai se -
jak tahun 1971 seiring dengan dihentikannya
pengeluaran sertifikat Bank Indonesia yang beredar
sebelumnya. Agar penanaman uang menjadi menarik
bagi masyarakat maka bagi sertifikat deposito telah
diberikan juga pembebasan pajak atas bunga, dividen
dan royalty (PBDR) seperti juga halnya dengan
beberapa surat berharga lainnya yang
diperdagangkan di pasar uang. Jangka waktu
sertifikat deposito tersebut berkisar antara
seminggu sampai 12 bulan sedangkan suku
bunganya dalam tahun 1978/79 berkisar antara 2 % dan 12%
setahun.
Perkembangan sertifikat deposito selama Repelita II dapat diikuti
pada Tabel 111-17 dan III-18. Sejak tahun 1973/74 sampai dengan
1975/76 posisi sertifikat deposito menunjukkan perkembangan yang
sangat pesat yaitu meningkat dengan 66,3% sehingga mencapai
Rp. 94.393 juta pada akhir Maret 1976. Dalam tahun 1976/77 jumlah
penjualan sertifikat deposito menurun dengan 50,5% sehingga posisi
pada akhir Maret 1977 adalah sebesar Rp. 46.732 juta. Berkurangnya
penjualan sertifikat terutama disebabkan oleh karena hank-bank Pe -
merintah mempunyai kelebihan dana sedangkan sertifikat deposito
yang dikeluarkan oleh bank-bank asing mengalami peningkatan karena
bank-bank tersebut mengalami kekurangan dana. Dalam tahun 1977/
78 penjualan sertifikat deposito meningkat kembali dengan 23,4%
hingga mencapai Rp. 57.658 juta. Hal ini terutama disebabkan oleh
peningkatan penjualan sertifikat deposito oleh bank-bank asing.
Selama tahun 1978/79 penjualan sertifikat deposito oleh bank-bank
asing menunjukkan penurunan yang cukup besar sehingga pada
akhir Maret 1979 jumlah seluruh sertifikat deposito menjadi
Rp. 29,8 juta atau turun sebesar 48,3% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan semakin berkurang -
nya minat masyarakat untuk membeli sertifikat deposito sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan likwiditas di dalam masyarakat sete -
lah ditempuhnya kebijaksanaan devaluasi pada tanggal 15 Nopember
1978. Di samping itu dengan semakin berkembangnya pasar uang dan
modal, masyarakat mempunyai semakin banyak alternatif bagi pena -
naman dananya.
E. PERKEMBANGAN LEMBAGA PERBANKAN DAN LEM BAGA-
LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

Kebijaksanaan di bidang lembaga-lembaga keuangan diarahkan


untuk mengembangkan suatu sistem moneter yang sehat dan dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik bagi kelancaran kegiatan eko -
nomi dan pembangunan. Pengembangan lembaga-lembaga keuangan
tersebut diharapkan akan memberikan suatu landasan yang kuat bagi

229
TABEL III - 17
PERKEMBANGAN SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK
1971 (September), 1973/74 - 1978/79
(dalam jutaan rupiah)

Periode Penjualan Pelunasan Dalaml)


Peredaran

Akhir September 1971 238 618 2.239


April - Juni 1973 8.778 6.092 9.601
Juli - September 1973 22.186 9.480 29.811
Oktober - Desember 1973 22.748 12.715 31.735
Januari - Maret 1974 56.383 33.651 56.753
April -Juni 1974 75.059 54.126 77.484
Juli - September 1974 73.975 78.171 77.514
Oktober - Desember 1974 104.471 103.068 72.953
Januari - Maret 1975 121.363 116.067 79.531
April - Juni 1975 105.295 104.636 85.006
Juli - September 1975 125.635 117.751 93.780
Oktober - Desember 1975 102.897 111.628 81.808
Januari - Maret 1976 152.820 141.166 94.393
April - Juni. 1976 80.632 102.331 71.994
Juli - September 1976 66.394 80.244 58.612
Oktober - Desember 1976 49.799 65.223 43.798
Januari - Maret 1977 73.760 69.302 46.732
April - Juni 1977 79.356 78.076 47.620
Juli - September 1977 73.967 81.279 39.820
Oktober - Desember 1977 71.926 59.526 52.209
Januari - Maret 1978 80.348 74.909 57.658
April - Juni 1978 79.468 76.421 60.698
Juli - September 1978 40.108 40.713 60.093
Oktober - Desember 1978 31.468 46.938 47.120
Januari - Maret 1979 23.063 40.351 29.832

1) Termasuk sertifikat deposito antar bank dan meliputi sertifikat deposito Bank
Ekspor Impor Indonesia yang tidak terperinci jumlah penjualan dan pelunasan-
nya sampai dengan Desember 1975 serta Bank Rakyat Indonesia yang tidak
terperinci jumlah penjualan dan pelunasannya sejak Oktober 1975.

230
TA B E L I I I - 1 8
POSISI SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK
1971 (September), 1973/74 - 1978/79
( dalam jutaan rupiah )

Akhir Bank-Bank Bank-Bank


Tahun/Bulan Pemerintah 1) Asing2) Jumlah

1971 (September) 472 1.767 2.239


1973 23.381 8.354 31.735
1973/74 48.608 8.145 56.753
1974 64.732 8.221 72.953
1974/75 70.056 9.475 79.531
1975 71.117 10.691 81.808
1975/76 70.020 24.373 94.393
1976 24.883 18.915 43.798
1976/77
Juni 51.893 20.101 71.994
September 38.126 20.486 58.612
Desember 24.883 18.915 43.798
Maret 14.540 32.192 46.732
1977/78
Juni 14.306 33.314 47.620
September 19.795 20.025 39.820
Desember 20.802 31.407 52.209
Maret 13.686 43.972 57.658
1978/79
April 13.678 41.688 55.366
Mai 13.068 43.602 56.670
Juni 12.445 48.253 60.698
JuIi 12.159 46.875 59.034
Agustus 11.386 48.327 59.713
September 11.479 48.614 60.093
Oktober 11.814 41.511 53.325
Nopember 11.939 41.190 53.129
Desember 14.134 32.986 47.120
Januari 15.174 18.504 33.678
Pebruari 13.262 14.118 27.380
Maret 15.677 14.155 29.832

1) Bank Bumi Daya, Bank Negara Indonesia 1946, Bank Ekspor Impor Indonesia,
Bank Dagang Negara dan Bank Rakyat Indonesia.
2) Citi Bank, American Express International Banking Corporation, Algemene
Bank Nederland, Bangkok Bank Ltd., The Hongkong and Shanghai Banking
Corporation, The Chase Manhattan Bank N.A. dan Bank of Tokyo.

231
terciptanya stabilitas ekonomi, pemupukan tabungan dan pengerahan
dana masyarakat serta pemberian kredit yang lebih terarah.
Di dalam pengembangan lembaga-lembaga perbankan, usaha yang
dilakukan terutama ditekankan pada pemulihan dan pemupukan ke -
percayaan masyarakat terhadap perbankan yang menghendaki adanya
jaminan keamanan dan efisiensi dalam penggunaan dana-dana masya -
rakat serta pelayanan lalu lintas pembayaran secara cepat dan efisien.
Perhatian diberikan juga terhadap perluasan pemberian jasa-jasa bank
secara geografis serta peningkatan peranan bank dalam usaha pem -
binaan golongan ekonomi lemah. Kebijaksanaan pengembangan lem -
baga perbankan tersebut selama Repelita II dilakukan antara lain
melalui pembinaan tingkat kesehatan bank, pemberian dorongan ke-
pada bank-bank swasta nasional untuk melakukan penggabungan
usaha (merger), pemberian bantuan likwiditas oleh Bank Indonesia
serta penetapan peraturan-peraturan mengenai operasi perbankan ter -
masuk persyaratan dan perizinan untuk beroperasi sebagai bank devisa
dan pembukaan kantor-kantor cabang bank. Selanjutnya bank-bank
umum juga diharuskan untuk mengumumkan neracanya di dalam
surat-surat kabar dan loket-loket yang banyak dikunjungi oleh publik.
Pengumuman neraca dan perhitungan laba/rugi oleh bank-bank ter-
sebut dimaksudkan untuk memberikan informasi yang lebih jelas
kepada masyarakat mengenai keadaan keuangan bank.
Bank-bank swasta nasional dianjurkan mulai tahun 1971/72
untuk melakukan penggabungan usaha dengan mendapatkan fasilitas
perpajakan yang telah diperpanjang beberapa kali. Dalam tahun
1977/78 telah disediakan pula fasilitas kredit likwiditas yang lebih
besar bagi bank-bank yang melakukan penggabungan usaha serta ke-
sempatan untuk memilih tempat kedudukan dan pembukaan kantor-
kantor cabang. Oleh karena ternyata masih banyak minat dari bank-
bank swasta nasional yang ingin melakukan penggabungan usaha maka
telah diperpanjang lagi fasilitas perpajakan sampai akhir Maret 1980.
Pembinaan usaha pribumi serta pemilikan pribumi atas bank-
bank swasta nasional juga telah didorong dengan memberikan kredit
likwiditas yang lebih besar kepada bank-bank yang dimiliki pribumi
dan yang telah membina usaha pribumi dibandingkan dengan jumlah

232
yang diberikan kepada bank-bank non-pribumi dan yang belum mem -
bina usaha pribumi.

Dalam usaha meringankan beban dana perbankan serta memberi -


kan kesempatan kepada bank-bank untuk memperbesar aktivanya yang
menghasilkan maka sejak 1 Januari 1978 besarnya likwiditas minimum
yang wajib dipelihara oleh bank-bank baik dalam rupiah maupun
valuta asing yang semula ditetapkan sebesar 30% diturunkan menjadi
15% dari kewajiban yang dapat dibayar. Dengan penurunan tersebut
diharapkan bank-bank dapat berusaha dengan lebih menguntungkan
sehingga kelangsungan usahanya lebih terjamin.

Selama Repelita II jumlah bank umum telah berkurang dari 123


pada akhir Maret 1974 menjadi 94 bank pada akhir Maret 1979 sedang -
kan jumlah kantor bertambah dari 888 menjadi 982 kantor. Jumlah
bank umum sebanyak 94 bank tersebut meliputi 5 bank Pemerintah, 78
bank swasta nasional. 10 bank swasta asing dan 1 bank swasta cam -
puran. Penurunan jumlah bank umum tersebut disebabkan oleh kare -
na penggabungan usaha (merger) di kalangan bank-bank umum swasta
nasional di samping adanya pencabutan izin usaha beberapa bank.
Jumlah bank yang melakukan penggabungan usaha selama Repelita
II tercatat sebanyak 29 bank. Dengan adanya penggabungan usaha
tersebut serta pencabutan izin usaha beberapa bank swasta nasional
maka jumlah bank-bank tersebut telah jauh berkurang dari 107 pada
akhir Maret 1974 menjadi 78 bank pada akhir Maret 1979. Penam-
bahan jumlah kantor di samping mencerminkan perkembangan usaha
perbankan juga berkaitan erat dengan kebijaksanaan Pemerintah untuk
memperluas penyebaran jasa-jasa bank di seluruh tanah air.

Jumlah Bank Pembangunan selama Repelita II tidak mengalami


perubahan yaitu tetap sebanyak 28 bank yang terdiri atas 1 bank Pem -
bangunan Pemerintah, 1 bank tabungan swasta dan 26 bank pemba -
ngunan daerah. Jumlah kantornya bertambah dari 117 kantor pada
akhir Maret 1974 menjadi 156 pada akhir Maret 1979. Pertambahan
tersebut mencerminkan perluasan kegiatan dari usaha bank-bank pem -
bangunan.

233
Bank Tabungan dan jumlah kantor-kantornya telah berkurang
menjadi 5 bank dan 12 kantor pada akhir Maret 1979 dibandingkan
,dengan 10 bank dan 17 kantor pada akhir Maret 1974. Selama Repelita
II terjadi penutupan 4 bank tabungan swasta karena tidak dapat me -
menuhi ketentuan dalam Undang-undang Pokok Perbankan tahun
1967 serta adanya penggabungan usaha dari 2 bank dengan bank-
bank umum.
Jumlah bank perkreditan rakyat yang terdiri dari bank-bank
desa, lumbung desa dan bank pasar telah menurun dari sebanyak
5.872 buah pada akhir Maret 1974 menjadi 5.870 buah pada akhir
Maret 1979.
Jumlah bank asing yang diizinkan beroperasi di Indonesia sejak
tahun 1969 sampai dengan akhir Repelita II masih tetap dibatasi se -
banyak 10 bank dan 1 buah bank campuran. Pembatasan ini dimaksud -
kan untuk melindungi bank-bank nasional dari persaingan yang terlalu
tajam dari bank-bank asing tersebut. Mulai Pebruari 1974 Bank Indo -
nesia juga telah menetapkan persyaratan kerja sama dengan bank-bank
nasional bagi bank-bank asing yang melakukan kegiatan usahanya di
luar Jakarta.
Selama Repelita II jumlah bank devisa telah berkembang menjadi
9 buah sampai dengan akhir Maret 1979. Bank-bank tersebut merupa kan
bank-bank swasta nasional yang telah ditunjuk sebagai bank devisa.
Dalam rangka mendorong pengembangan pasar modal serta pengusaha
golongan ekonomi lemah, pada tahun 1977/78 ditetapkan syarat-syarat
untuk penunjukan sebagai bank devisa yang mengharus kan bahwa
sekurang-kurangnya 50% dari sahamnya dimiliki oleh pribumi, serta
bersedia menawarkan sahamnya kepada masyarakat melalui bursa dan
telah melakukan penggabungan usaha di samping memenuhi
persyaratan kesehatan bank. Selanjutnya telah dikeluarkan pula
ketentuan baru tentang pembukaan cabang yang dikaitkan dengan
tingkat kesehatan dan penggabungan usaha.
Dalam rangka mendorong perkembangan lembaga-lembaga ke -
uangan bukan bank dan melindungi kepentingan masyarakat, dalam
tahun 1974/75 telah ditetapkan bahwa penawaran efek-efek kepada

234
masyarakat melalui bursa harus dilakukan dengan perantaraan lem -baga
keuangan bukan bank. Lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang
telah didirikan hingga saat ini berbentuk sebagai lembaga per antara
penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (investment finance
corporation) atau sebagai lembaga pembiayaan pembangunan
(development finance corporation). Kebijaksanaan di bidang pengem -
bangan lembaga-lembaga keuangan bukan bank bertujuan untuk
menghimpun dana-dana pembangunan dari masyarakat untuk selan-
jutnya disalurkan kepada dunia usaha melalui pasar uang dan modal.
Guna membantu lembaga keuangan bukan bank untuk meningkatkan
perdagangan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan
pribumi, perusahaan nasional non-pribumi maupun asing maka Bank
Indonesia sejak bulan April 1978 telah memberikan fasilitas diskonto
ulang. Lembaga keuangan bukan bank diperkenankan mendiskonto
ulangkan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh ketiga jenis per -
usahaan tersebut di atas. Untuk lebih membantu perusahaan pribumi
maka alas surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan ter -
sebut diberikan nilai-tunai yang lebih besar dibandingkan dengan surat-
surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan nasional non-pribumi
maupun asing. Besarnya nilai tunai tersebut adalah 100% untuk
perusahaan pribumi sedangkan untuk perusahaan nasional non-pribumi
dan asing masing-masing hanya sebesar 70% dan 20%.

Sampai dengan akhir tahun 1978/79 jumlah lembaga keuangan bukan


bank meliputi 12 buah dengan perubahan status untuk PT Ba- hana dari
lembaga keuangan jenis investasi menjadi jenis pembangunan, sehingga
lembaga keuangan jenis investasi (investment finance corpo ration)
menjadi 9 buah, sedangkan lembaga keuangan jenis pemba -ngunan
(development finance corporation) menjadi 3 buah. Adapun
perkembangan kegiatan lembaga keuangan bukan bank hingga saat
ini terus meningkat, seperti tampak dari jumlah dana yang berhasil
dipupuk dan dari segi penanaman modal. Jumlah dana dan penanaman
modal yang berhasil dibina oleh lembaga-lembaga keuangan hingga
akhir Maret 1979 masing-masing mencapai Rp 183 milyar dan Rp 179
milyar.

235
Dalam rangka usaha untuk mengembangkan pengusaha golongan
ekonomi lemah, beberapa lembaga keuangan bukan bank yang khusus
telah dikembangkan dan ditingkatkan peranannya selama Repelita II.
Lembaga-lembaga keuangan tersebut meliputi PT Bahana, PT Askrin -
do, dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi.
PT Bahana merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank
yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mem -
bantu permodalan dan manajemen perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah yang berbentuk perseroan terbatas. Untuk mencapai tujuan
tersebut PT Bahana mengadakan kerja sama dengan bank-bank Peme -
rintah dan dengan perusahaan asing. Sejak didirikannya pada tahun
1973 sampai dengan akhir Maret 1979, PT Bahana telah melakukan
penanaman modal sebesar Rp 3.432,5 juta. Penanaman modal tersebut
sebagian besar berbentuk surat-surat berharga yang terutama terdiri
dari saham-saham.
Untuk membantu golongan pengusaha kecil di dalam mendapatkan
kredit perbankan, pada tahun 1971 oleh Pemerintah bersama Bank In -
donesia telah didirikan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT ASKRIN -
DO). PT ASKRINDO bertugas memberikan jaminan atas kredit-kredit
yang diberikan bank kepada perusahaan-perusahaan kecil dan pengu -
saha golongan ekonomi lemah. Besarnya jaminan yang dibayar oleh
PT ASKRINDO adalah 75% dari seluruh pinjaman dengan premi
sebesar 3% setahun. Sejak didirikannya dalam tahun 1971 hingga akhir
Maret 1974 jumlah kredit yang dijamin oleh PT ASKRINDO baru ter -
catat sebesar Rp 5,6 milyar. Tetapi sampai dengan akhir Maret 1979
keseluruhan kredit yang dijamin oleh PT ASKRINDO telah mening-
kat menjadi Rp 442,8 milyar.

Tujuan didirikannya Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK)


dalam tahun 1970 adalah untuk memberikan jaminan terhadap kredit
yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia kepada koperasi-koperasi.
Apabila pada tahun 1974/75 jaminan kredit koperasi yang dikeluarkan
oleh LJKK meliputi Rp 5.559,9 juta, maka pada akhir Maret 1976
jumlah jaminan kredit telah berkembang menjadi Rp 15.304,9 juta.
Jumlah jaminan kredit koperasi tersebut kemudian meningkat lagi

236
menjadi Rp 20.509,9 juta dan Rp 21.956,1 juta masing-masing pada akhir
tahun 1977/78 dan 1978/79.
Pembentukan dan pengembangan lembaga-lembaga keuangan bu kan
bank juga dimaksudkan untuk mendorong pengembangan pasar uang
dan modal di Indonesia. Di samping itu dalam rangka pembinaan pasar
uang dan pasar modal ke arah yang lebih baik maka sejak tahun 1974
telah dirintis pembentukan pasar uang antar bank. Pembentu - kan
pasar uang ini terutama dimaksudkan untuk mempermudah bank-bank
yang kekurangan dana akibat perhitungan clearing untuk memin jam
dana kepada bank-bank yang kelebihan dana. Kegiatan pasar uang antar
bank yang sampai saat ini baru terdapat di Jakarta menunjukkan
perkembangan yang semakin meningkat. Perkembangan tersebut ter -
cermin pada jumlah transaksi yang dilakukan di pasar uang tersebut.
Jumlah transaksi rata-rata bulanan yang pada tahun 1974/75 sebesar
Rp 39 milyar telah meningkat menjadi Rp 144 milyar pada tahun
1978/79.
Selama Repelita II juga telah dilakukan usaha-usaha untuk meng-
giatkan kembali pasar modal di Indonesia. Usaha-usaha untuk lebih
meningkatkan kegiatan pasar modal tersebut tercermin pada penam -
bahan jumlah lembaga keuangan bukan bank hingga menjadi 12 buah
dan Peraturan Pemerintah tentang tata cara penawaran efek di pasar
modal serta Keputusan Pemerintah pada bulan Desember 1976 tentang
pembentukan PT Danareksa, pembentukan Badan Pelaksana Pasar
Modal (BAPEPAM) serta penyempurnaan Badan pembina Pasar
Modal . Dari usaha-usaha tersebut maka pada tanggal 10 Agustus 1977
pasar modal dinyatakan aktif kembali dengan penawaran saham perta -
ma oleh PT Semen Cibinong sebanyak 178.750 lembar saham .
PT Danareksa yang didirikan pada akhir Desember 1976 mem -
punyai tugas untuk memecah saham-saham yang dikeluarkan oleh per -
usahaan-perusahaan menjadi sertifikat saham dengan nilai nominal
yang lebih kecil sehingga terjangkau oleh penanam modal kecil dalam
rangka pemerataan pendapatan melalui pemilikan saham yang lebih
luas.
Sebagai kegiatan pertamanya, PT Danareksa telah membeli
150.000 lembar saham dari 178.750 saham PT Semen Cibinong yang

237
ditawarkan di pasar modal. Dari jumlah yang dibeli tersebut PT Dana -
reksa telah mengeluarkan 148.200 lembar sertifikat dengan nilai nomi-
nal Rp 10.000, per lembar saham. Penjualan sertifikat-sertifikat terse-
but oleh PT Danareksa dilaksanakan dengan cara menyalurkannya me -
lalui bank-bank Pemerintah di seluruh Indonesia. Sejak bulan Agustus
1977 sampai akhir Maret 1979 PT Danareksa telah melakukan penju-
alan dan pembelian kembali sertifikat saham masing-masing sebesar
191.350 lembar dan 48.874 lembar sehingga jumlah sertifikat yang ber -
edar dalam masyarakat pada akhir Maret 1979 adalah sebanyak
142.476 lembar. Perkembangan kurs-nya memperlihatkan kecenderung -
an meningkat dengan kurs terendah sebesar Rp 10.000, pada bulan
Agustus 1977 dan kurs tertinggi sebesar Rp 12.450, pada bulan
Maret 1979.
Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) antara lain ber-
tugas untuk mengendalikan dan menyelenggarakan bursa pasar modal,
melakukan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan
menawarkan saham-sahamnya kepada masyarakat melalui bursa, serta
mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-
sahamnya melalui, pasar modal. Dalam usia hanya beberapa bulan Ba -
dan tersebut telah melakukan penilaian terhadap PT Semen Cibinong
sehingga perusahaan tersebut dapat memasarkan sahamnya di bursa
pada bulan Agustus 1977. Dalam tahun 1978 BAPEPAM telah mela -
kukan pula penilaian terhadap 3 perusahaan yang akan menawarkan
saham-sahamnya di pasar modal. Dengan keluarnya kebijaksanaan de -
valuasi mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 maka pema -
saran saham-saham ketiga perusahaan tersebut menjadi tertunda, kare -
na atas aktiva perusahaan-perusahaan harus dilakukan penilaian kem -
bali.
Badan Pembina Pasar Modal bertugas untuk memberikan pedo-
man kepada Badan Pelaksana Pasar Modal mengenai arah pelaksanaan
pasar modal. Pada tahun 1978/79, keanggotaan Badan Pembina telah
disempurnakan lagi sehingga meliputi juga Menteri/Sekretaris Negara
dan Menteri Perindustrian. Dengan penambahan ini keanggotaan Ba dan
sekarang menjadi 8 orang yang terdiri Menteri Keuangan, Men - teri
Negara PAN, Menteri Perdagangan, Menteri/Sekretaris Negara,

238
Menteri Perindustrian, Sekretaris Kabinet, Ketua Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) dan Gubernur Bank Sentral.
Kebijaksanaan lainnya dalam rangka pengembangan kegiatan
pasar modal adalah dikeluarkannya beberapa peraturan dalam tahun,
1978/79 antara lain mengenai pembebasan pajak atas kenaikan nilai.
saham akibat penilaian kembali aktiva tetap, pembatasan pemberian.
imbalan kepada penjamin emisi dan penegasan tentang jenis efek yang
dapat diperjual belikan di luar bursa. Di samping itu bagi perusahaan
yang menjual saham-sahamnya di pasar modal diberikan keringanan
beban pajak perseroan.
Sektor perasuransian di Indonesia dapat digolongkan ke dalam 3
golongan yaitu asuransi sosial, asuransi jiwa dan asuransi kerugian.
Perkembangan kegiatan di bidang perasuransian pada dasarnya berka -
itan erat dengan pengembangan dunia usaha dan kesejahteraan masya -
rakat. Di samping itu sektor perasuransian juga mempunyai peranan
sebagai sarana penggerak modal masyarakat ke arah pembiayaan pem -
bangunan.
Pembidangan asuransi sosial juga telah dilakukan di mana dite -
tapkan bahwa Perum Taspen menangani angkatan bersenjata, Perum
A.K. Jasa Raharja menangani asuransi kecelakaan lalu lintas, Asuransi
Kesehatan menangani asuransi pegawai negeri dan Perum Astek me -
nangani asuransi tenaga kerja perusahaan. Khususnya dalam program.
Astek tercakup pula program asuransi kesehatan kerja dan tabungan
hari tua.
Selanjutnya usaha asuransi jiwa berperan sebagai satu Wahana un -
tuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang bertalian
dengan kematian, bea siswa dan pensiun.
Sampai dengan akhir tahun 1978/79 jumlah perusahaan di bidang
asuransi jiwa ada 12 perusahaan, di mana satu di antaranya adalah
milik negara yaitu PT Asuransi Jiwasraya, sedangkan sisanya sebanyak
11 perusahaan adalah milik swasta nasional.
Jenis perusahaan yang bergerak di bidang asuransi kerugian me -
liputi asuransi kerugian nasional dan asuransi kerugian asing. Dalam

239
tahun 1974 telah ditetapkan peraturan tentang pembinaan sektor asu -
ransi nasional, di mana dianjurkan kepada perusahaan asuransi kerugi -
an asing untuk membentuk kerjasama patungan dengan perusahaan
asuransi kerugian nasional. Jumlah perusahaan asuransi kerugian hing -
ga saat ini meliputi 1 perusahaan milik negara, 3 perusahaan reasuransi,
39 perusahaan swasta nasional dan 12 perusahaan asuransi kerugian
asing. Dari 12 perusahaan asuransi kerugian asing, 11 perusahaan telah
merupakan perusahaan asuransi patungan. Pada bulan Juli 1974 dike -
luarkan ketentuan tentang keharusan untuk meningkatkan modal setor
perusahaan secara bertahap. Ketentuan modal setor tersebut pada akhir
Maret 1979 telah ditingkatkan menjadi minimum Rp 500 juta bagi
pendirian perusahaan asuransi kerugian baru.
Selama periode Repelita II jumlah dana asuransi yang diinvesta -
sikan secara keseluruhan telah mengalami peningkatan, yaitu dari
Rp 15.812 juta pada akhir Desember 1973 menjadi Rp 162.752 juta
pada akhir Desember 1978.

240

Anda mungkin juga menyukai