Anda di halaman 1dari 3

Proses Perkembangan Obat

Tahap 1: Discovery and Development

Pada tahap pertama, dilakukan penelitian untuk menemukan suatu obat baru yang dilakukan di
laboratorium. Langkah pertama yang dilakukan adalah menemukan suatu obat baru dengan
beberapa cara, yaitu mempelajari proses penyakit yang ada di masyarakat yang memungkinkan
para peneliti merancang suatu produk yang dapat mengobati atau mencegah kekambuhan dari
penyakit tersebut, melakukan pengujian terhadap suatu senyawa untuk menemukan efek
menguntungkan dari senyawa tersebut untuk mengobati berbagai penyakit yang ada, atau dengan
teknologi baru seperti teknologi yang menyediakan cara baru tentang target obat di dalam tubuh
yang lebih spesifik atau dengan rekayasa genetik sehingga produk obat yang hendak dihasilkan
memiliki efektivitas yang lebih baik. Pada tahap ini dapat diperoleh banyak senyawa baru, tetapi
setelah dilakukan pengujian awal maka hanya akan tersisa beberapa senyawa yang menjanjikan
dan dapat dikembangkan lebih lanjut. Selanjutnya, senyawa tersebut akan diteliti lebih lanjut
untuk mengetahui aktivitas farmakokinetiknya, mekanisme kerja dan efektivitasnya, dosis yang
tepat, rute administrasinya apakah secara oral atau injeksi, efek samping atau toksisitasnya,
pengaruhnya terhadap orang-orang dengan kriteria tertentu, seperti jenis kelamin, ras, atau etnik,
interaksinya terhadap obat-obat atau perlakuan lain, efektivitasnya dibandingkan dengan obat
lain.

Tahap 2: Uji Praklinik

Uji praklinik adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui keamanan dan kebenaran khasiat dari
senyawa yang sudah lolos tahap pertama secara ilmiah yang dilakukan dengan uji toksisitas dan
uji aktivitas.

Uji toksisitas adalah uji untuk mengetahui tingkat toksisitas dari bahan uji yang akan
dikembangkan menjadi produk obat baru. Hasil dari uji toksisitas adalah informasi tentang
tingkat keamanan dari bahan uji pada hewan coba atau bahan biologi sebelum digunakan pada
manusia, Uji toksisitas terdiri dari uji toksisitas in vitro dan in vivo.

1. Uji toksisitas in vitro adalah uji toksisitas yang dilakukan di luar hewan coba, yaitu
pengujian dilakukan dengan menggunakan media biakan bahan biologi yang merupakan
subjek dari pengujian. Hasil uji toksisitas in vitro adalah informasi mengenai besarnya
konsentrasi bahan uji yang dapat membunuh 50% dari bahan biologi yang dikultur
(LC50=Lethal Concentration 50%)
2. Uji toksisitas in vivo adalah uji toksisitas yang dilakukan di dalam hewan coba untuk
mengetahui tingkat toksisitas terhadap perubahan fungsi fisiologis maupun perubahan yang
bersifat patologis pada organ vital dalam kurun waktu tertentu. Uji toksisitas in vivo terdiri
dari uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.

a. Uji toksisitas umum


Uji toksisitas akut
Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari bahan uji
dalam kurun waktu 24 jam dengan pemberian dosis tunggal atau dosis berulang.
Informasi yang diperoleh dari uji toksisitas akut adalah besarnya dosis dari bahan
uji yang dapat membunuh 50% dari hewan coba (Lethal Dose 50=LD50)
Kriteria tingkat toksisitas pada hewan coba:

Tingkat toksisitas LD50 (mg/kg BB)


Luar biasa toksik <1
Sangat toksik 1-50
Cukup toksik 50-500
Sedikit toksik 500-5000
Praktis tidak toksik 5000-15000
Tidak berbahaya >15000
Uji toksisitas subkronis
Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari bahan
uji dalam kurun waktu 14-90 hari, tetapi WHO menyarankan 180 hari tergantung
dari lama pemakaian obat yang akan digunakan pada manusia dengan pemberian
dosis berulang. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah bahan uji dapat
menyebabkan toksik pada organ vital hewan coba, seperti hepatotoksik atau
nefrotoksik.
Uji toksisitas kronis
Uji toksisitas kronis dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari bahan uji
dalam kurun waktu sepanjang masa hidup hewan coba dengan pemberian dosis
berulang. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui profil toksisitas dari bahan
uji secara berulang dalam kurun waktu yang lama.
b. Uji toksisitas khusus
Uji toksisitas khusus, yaitu uji yang khusus dilakukan terhadap bahan uji yang diduga
potensial dapat menimbulkan efek khusus pada hewan coba. Uji toksisitas khusus terdiri
dari:
Uji teratogenik, uji ini dilakukan dimulai dari tahap implantasi sampai tahap
organogenesis sempurna. Pada tahap ini kemungkinan terjadi malforasi dalam
perkembangan embrio akibat pemaparan bahan uji.
Uji Karsinogenik, uji ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama, untuk tikus
dilakukan selama 24 bulan, sedangkan untuk mencit dilakukan selama 18 bulan.
Uji mutagenik, uji ini meliputi mutasi gen dan mutasi kromosomal.

Uji aktivitas atau uji khasiat merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan tingkat kebenaran
khasiat dari bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah pada hewan coba atau pada bahan biologi
tertentu dengan metodologi dan parameter yang akan diuji ditentukan berdasarkan tujuan
penggunaan bahan uji yang akan dipakai pada manusia. Uji aktivitas terdiri dari uji aktivitas in
vitro dan uji aktivitas in vivo.

1. Uji toksisitas in vitro, uji ini dilakukan terhadap jenis obat terbatas, seperti obat
antimikroba, antikanker, antiparasit, dan antijamur, dengan menggunakan media tertentu.
2. Uji toksisitas in vivo, uji ini dilakukan pada hewan coba untuk membuktikan kebenaran
khasiat dari bahan uji secara ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai