Anda di halaman 1dari 73

BAB I

POLITIK KESEHATAN

A. Pengertian Politik, Kesehatan, dan Politik


Kesehatan
1. Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani
yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat
yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri
(negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi
kepentingan penggunaan, politik mempunyai arti
yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan
pengertian arti politik disampaikan beberapa arti
politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu :
a. Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau
segala usaha untuk kepentingan umum, baik
yang berada dibawah kekuasaan negara di
Pusat maupun di Daerah, lazim disebut
Politik (Politics) yang artinya adalah suatu
rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan,
cara dan alat yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan
yang kita kehendaki disertai dengan jalan,
cara dan alat yang akan kita gunakan untuk
mencapai keadaan yang kita inginkan.
b. Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-
pertimbangan tertentu yang yang dianggap
lebih menjamin terlaksananya suatu usaha,
cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita
kehendaki.
Jadi politik menurut kami adalah Suatu
ilmu dan seni mengelola peran untuk
mencapai tujan yang dicapai.
2. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi umum dari
seseorang dalam semua aspek. Ini juga
merupakan tingkat fungsional dan atau efisiensi
metabolisme organisme, sering secara implisit
manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
mendefinisikan kesehatan didefinisikan sebagai
"keadaan lengkap fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan
penyakit atau kelemahan".
Kesehatan adalah konsep yang positif
menekankan sumber daya sosial dan pribadi,
serta kemampuan fisik. Secara keseluruhan
kesehatan dicapai melalui kombinasi dari fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-
sama sering disebut sebagai "Segitiga
Kesehatan".
3. Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk
memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat
dalam satu wilayah melalui sebuah sistem
ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah
wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan
tersebut diperlukan kekuasaan. Kekuasaan
tersebut kelak digunakan untuk mendapat
kewenangan yang diperlukan untuk mencapai
cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat
kesehatan masyarakat yang diidamkan adalah
merupakan sebuah tujuan yang di inginkan
seluruh rakyat banyak, maka derajat kesehatan
hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan
mekanisme politik.
Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar (2008)
mengemukakan mengapa kesehatan itu adalah
politik, karena dalam bidang kesehatan adanya
disparitas derajat kesehatan masyarakat, dimana
sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau
keadilan harus diperjuangkan. Kesehatan adalah
bagian dari Politik karena derajat kesehatan atau
masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan
yang dapat diarahkan atau mengikuti kehendak
(amenable) terhadap intervensi kebijakan politik.
Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan
adalah Hak Asasi manusia.
4. Macam Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah cara
masyarakat mengemukakan kepentingannya
kepada partai politik, dan lembaga pemerintah
yang berwenang membuat keputusan atau
kebijakan yang terkait dengan hajat hidupnya.
Artikulasi kepentingan biasanya dilakukan
dengan membentuk kelompok kepentingan
(interset group). Artinya, anggota masyarakat
akan membentuk kelompok berdasarkan
kesamaan kepentingan tuntutan untuk
kesejahteraan dirinya.
Menurut Haryanto, 1982 bahwa artikulasi
kepentingan ada yang manifest atau latent,
specific atau diffuse, general atau
particular, ''instrumental atau affective.
Pasangan-pasangan dari karakter tersebut
menunjukkan cara yang dijalankan oleh berbagai
macam kelompok kepentingan dalam
menyatakan tuntutan-tuntutannya.
a. Artkulasi Kepentingan yang manifest atau
latent
Artikulasi kepentingan secara manifest
merupakan artikulasi kepentingan melalui
tututan berbagai kebutuhan melalui wakil
rakyat secara jelas dan terbuka. Misalnya
kenaikan harga BBM, karena kebanyakan
masyarakat tidak menginginkan kenaikan
tersebut atas pertimbangan akan membuat
harga kebutuhan pokok juga akan naik.
Sehingga dilakukan demonstrasi pada saat
rapat penentuan kenaikan harga BBM. dalam
kondisi seperti ini kepentingannya jelas dan
terbuka.
Sedangkan artikulasi kepentingan secara
latent adalah penyampaian tututan secara
tersamarkan. Misalnya pembagian proyek di
Dewan legislatif, biasanya ada kepentingan
seputar fee atau berapa yang didapatkan
dalam menerima suatu proyek. Dalam setiap
orang atau anggota dewan bahkan bisa jadi
fraksi yang bermain dalam pembagian
keuntungan sepihak. Karena ini tuntutan
kepentingan ini hanya bahagian sehingga
penyampaiannya secara tersamarkan atau bisa
jadi disembunyikan.
b. Artikulasi Kepentingan yang specific atau
diffuse
Artikulasi yang disampaikan secara
khusus atau spesifik seperti tuntutan
pengahpusan subsidi BBM kepada
perusahaan, industri karena justru bukan
masyarakat miskin yang menikmati subsidi
BBM melainkan yang punya modal. tuntutan
mengenai pembatasan subsidi BBM itu hanya
berlaku khusus untuk industri atau
perusahaan yang pendapatannya sudah besar.
Sedangkan artikulasi yang disampaikan
secara diffuse yaitu tuntutan masyarakat
untuk meraih suatu tingkatan baru dalam
tertib politiknya. The state of equilibrium
antara aturan dan perubahan ini kemudian
menjadi sesuatu yang critical dalam
mendeterminasikan kondisi politik di banyak
masyarakat transisional pada berbagai
peristiwa khusus. Biasanya tuntutan
disampaikan kalau kita menginginkan
perubahan, seperti reformasi, bubarkan PKI,
dan lain-lain.
c. Artikulasi Kepentingan yang general atau
particular
Kepentingan masyarakat juga dapat
disampaikan secara umum maupun secara
particular.
Kepentingan secara umum misalnya
tuntutan kepada orang-orang kaya untuk
dikenakan pajak yang tinggi. Jadi
kepentingan atau tuntutan yang di
partikulasikan atau dinyatakan secara umum
ini menunjukan kepada tuntutan orang
banyak atau sekelompok besar warga
masyarakat. Sedangkan kepentingan yang
disampaikan secara partikular adalah
mengenai kepentingan atau tuntutan yang
dinyatakan secara khusus adalah tuntutan
seseorang tertentu atau suatu keluarga
tertentu untuk diberikan pengecualian yang
menyangkut masalah pengaturan imigrasi.
Jadi ini dapatlah dinyatakan menunjukan
kepada kepentingan atau tuntutan
perseorangan atau kelompok kecil tertentu
saja. Selain tingkat kekhususan gaya daripada
artikulasi kepentingan ini juga dapat
dibedakan menurut sifat dari kepentingan-
kepentingan atau tuntutan-tuntutan.
d. Artikulasi Kepentingan yang instrumental
atau affective
Bentuk artikulasi yang terakhir adalah
yang dinyatakan dengan instrumental maupun
afective. Artikulasi secara instrumental dapat
mengambil bentuk suatu persetujuan atau
bargain dengan segala macam
konsekwensinya. Misalnya UU BPJS,
nantinya penyelenggaran jaminan sosial akan
diubah menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Kesehatan seluruh
masyarakat Indonesia akan menggunakan
prinsip subsidi silang sehingga tidak ada
alasan lagi masyarakat tidak berobat karena
faktor dana. Dengan disahkannya UU BPJS
ini maka tadinya multi asuransi kesehatan
akan menjadi satu. Dan yang menjadi
artikulasi kepentingan instrumentalnya adalah
UU BPJS.
Sedangkan artikulasi secara affective
dapat mengambil bentuk pernyataan terima
kasih, amarah, kekecewaan, atau harapan.
Misalnya di Sulawesi Selatan, masyarakat
akan merasa senang karena ada program
kesehatan gratis, pendidikan gratis dan
masyarakat akan menyampaiakan rasa terima
kasih kepada pemerintah. Namun
kekecewaan dan amarah bisa saja muncul
apabila nantinya program ini sudah tidak
berjalan lagi.
5. Implementasi Otonomi Daerah dalam Bidang
Kesehatan
Otonomi Daerah adalah kewajiban atau
kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk
mengatur dan mengelola sistem pemerintahan
dan kepentingan masyarakat sendiri. Salah satu
Bentuk kewenangan yang diberikan kepada
daerah otonom adalah pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan kesehatan berlaku nasional
namun secara umum kebanyakan di daerah
otonom mempertimbangkan aspek budaya
masyarakat. Sehingga penyesuaian itulah disusun
visi suatu pelayanan kesehatan berdasar pada
kearifan lokal. Dalam pencapaian visi itulah
pemerintah daerah menggunakan kebijakan
sendiri dalam menerima kebutuhan pegawai
/petugas kesehatan, distribusi petugas kesehatan,
pembangunan fasilitas kesehatan serta
aksessibilatas ke sarana kesehatan.
Sebagai daerah otonom yang mengelola
APBD sendiri sehingga transformasi anggaran ke
program kesehatan itu disesuaikan oleh
kebutuhan daerah serta kebijakan pemerintah
daerah. Alokasi anggaran yang dikeluarkan
adalah bentuk wewenang bagi daerah otonom.
Misalnya di Makassar, bahwa untuk
meningkatkan derajat kesehatan secara maksimal
bukan hanya melalui upaya pengobatan
melainkan upaya pencegahan. Sehingga sebagai
daerah otonom, maka muncul program promotor
kesehatan (penyuluh kesehatan) di kota
Makassar. Kewenangan lain yang dimiliki adalah
bagaimana strategi daerah masing-masing untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B. Rangkuman
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani
yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat
yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara),
sedangkan taia berarti urusan.
Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang
dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat
fungsional dan atau efisiensi metabolisme organisme,
sering secara implisit manusia.
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk
memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat
dalam satu wilayah melalui sebuah sistem
ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah
atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan
kekuasaan.
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk
memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat
dalam satu wilayah melalui sebuah sistem
ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah
atau negara untuk menciptakan masyarakat dan
lingkungan sehat secara keseluruhan.
C. Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian politik dalam arti
kepentingan umum?
2. Jelaskan pengertian politik kesehatan?
3. Jelaskan perbedaan artikulasi kepentingan yang
manifest dan specific?
4. Tuliskan macam-macam artikulasi kepentingan?
5. Jelaskan implementasi otonomi daerah dalam
bidang kesehatan?
BAB II
HUBUNGAN POLITIK DAN KESEHATAN

Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang


kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh
hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak
warga negara. Sehingga dalam pengambilan keputusan
politik khususnya kesehatan berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga
dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika derajat
kesehatan masyarakat meningkat maka akan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.

A. Pengaruh Politik Beserta Contohnya Terhadap


Kesehatan
1. Pengaruh Politik Terhadap Kesehatan
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan
memang merupakan sebuah sistem yang tidak
lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik.
Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan
merupakan produk dari serangkaian interaksi elit
kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan
termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor,
interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan
bargaining position di antara elit yang terlibat.
Proses pembentukan kebijakan tidak dapat
menghindar dari upaya individual atau kelompok
tertentu yang berusaha mempengaruhi para
pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat
lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu,
merupakanmanifestasi dari kekuatan politik
(power) untuk mempertahankan stabilitas
dankepentingan masing-masing aktor. Bahkan
tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan
tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang
kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh
dalam posisi politik.
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk
memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat
dalam satu wilayah melalui sebuah sistem
ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah
wilayah atau negara untuk menciptakan
masyarakat dan lingkungan sehat secara
keseluruhan. Untuk meraih tujuan tersebut
diperlukan kekuasaan. Dengan kekuasaan yang
dimiliki, maka akan melahirkan kebijakan yang
pro rakyat untuk menjamin derajat kesehatan
masyarakat itu sendiri. Kebijakan pemerintah
dapat terwujud dalam dua bentuk.
Peraturan pemerintah dalam bidang kesehatan
meliputi undang-undang, peraturan presiden,
keputusan menteri, peraturan daerah, baik tingkat
provinsi maupun kabupaten kota, dan peraturan
lainnya.
Kebijakan pemerintah dalam bentuk program
adalah segala aktifitas pemerintah baik yang
terencana maupun yang insidentil dan semuanya
bermuara pada peningkatan kesehatan
masyarakat, menjaga lingkungan dan masyarakat
agar tetap sehat dan sejahtera, baik fisik, jiwa,
maupun sosial.
Oleh karena itu, untuk menciptakan
kesehatan masyarakat yang prima maka
dibutuhkan berbagai peraturan yang menjadi
pedoman bagi petugas kesehatan dan masyarakat
luas, sehingga suasana dan lingkungan sehat
selalu tercipta. Di samping itu pemerintah harus
membuat program yang dapat menjadi stimulus
bagi anggota masyarakat untuk menciptakan
lingkungan dan masyarakat sehat, baik jasmani,
rohanio, rohani, sosial serta memampukan
masyarakat hidup produktif secara sosial
ekonomi.
Kebijakan kesehatan yang juga berhubungan
dengan peningkatan kesejahteraan penduduk
adalah dengan menambah personel kesehatan
baik yang terlibat dalam upaya preventif maupun
dalam tindakan kuratif. Tujuan kebijakan ini agar
pelayanan kesehatan tidak hanya dinikmati oleh
golongan tertentu, namun juga bisa dinikmati
oleh semua lapisan masyarakat yang
membutuhkan pelayanan ini.
Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya
manusia yang berkualitas yang didukung fisik
dan mental yang sehat, sehingga mampu
berkompetisi paling optimal. Tanpa didukung
dengan kesehatan fisik dan mental yang balk,
sumberdaya manusia tidak akan mampu
berkompetisi dengan optimal. Secara tradisional
kesehatan diukur dari aspek negatifilya seperti
angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka
kematian. Melalui paradigma sehat, kesehatan
sudah tidak lagi dipandang semata - mata sebagai
terbebas dari penyakit, tetapi sebagai sumberdaya
yang memberi kemampuan kepada individu,
kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk
mengelola bahkan merubah pola hidup,
kebiasaan, dan Iingkungannya.
Berbeda dengan paradigma lama yang
berorientasi kepada penyakit, maka paradigma
baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan,
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
seoptimal mungkin melalui pengurangan dalam
penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan
dalam harkat diri dan kemampuan untuk mandiri,
sekalipun dalam menghadapi penyakit yang
kronis maupun fatal (Manajemen Strategis
Terpadu Bagi Masyarakat Miskin, 1999).
Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi,
dan politik berada pada situasi krisis, termasuk
sektor kesehatan telah membuat masyarakat
terutama masyarakat golongan miskin bertambah
menderita karena semakin sulit menjangkau
fasilitas kesehatan milik swasta maupun
pemerintah. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai
organisasi sosial bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit
harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat yang
melaksanakan kegiatan promotif bagi kesehatan
pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di
wilayah cakupannya serta pengembangan
organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang
sehat.
Penerapan sebagai rumah sehat memerlukan
pendekatan terpadu dalam pengernbangan
organisasi dan tenaga kesehatan. Gerakan rumah
sehat akan menghasilkan penajaman pelayanan
rumah sakit dalam menunjang gerakan kesehatan
bagi semua dan pemberdayaan pasien serta staf
rumah sakit (Manajemen Strategis Terpadu Bagi
Masyarakat 1999). Masyarakat selalu
mengharapkan agar pelayanan rumah sakit, baik.
milik pemerintah maupun swasta dapat
memberikan pelayanan yang baik dan
memuaskan bagi setiap pengguna yang
memanfaatkannya, pasien menginginkan fasilitas
yang baik dari rumah sakit, keramahan pihak
rumah sakit, serta ketanggapan, kemampuan, dan
kesungguhan para petugas rumah sakit, Dengan
demikian pihak rumah sakit dituntut untuk selalu
berusaha meningkatkan layanan kepada pasien.
Haryono Wiratno (1998), mengatakan bahwa
kualitas pelayanan (Service Quality) adalah
pandangan konsumen terhadap hasil
perbandingan antara ekspektasi konsumen
dengan kenyataan yang diperoleh dari pelayanan.
Sedangkan kepuasan adalah persepsi pelanggan
terhadap satu pengalaman layanan yang diterima
Program kesehatan di masyarakat mendapat
perhatian tetapi, yang dapat kita pelajari dari
makalah ini adalah bahwa banyak kebijakan
bagus tetapi seperti berada di keranjang
sampah. Mereka dibuang begitu saja. Ada contoh
peristiwa politik memanfaatkan kebijakan tetapi
berbeda dari masalah dan policy option yang
sewajarnya lebih baik.
Muatan politik begitu kuat sehingga
kebijakan itu menyeleweng dari relevansi
masalah yang dianggap oleh masyarakat dan
birokrat. Ada contoh peristiwa politik
berhimpitan dengan masalah dan policy option
yang relevan dengan stakeholder lain. Politik
memiliki pengaruh begitu besar terhadap
kebijakan dan pengembangan di bidang
kesehatan.
2. Contoh pengaruh politik terhadap kesehatan
a. Anggaran kesehatan
Karena sehat merupakan hak rakyat dan
negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan,
diambillah keputusan politik yang juga sehat.
Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat
mendapatkan porsi yang sangat besar, karena
negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan.
Pemerintah bersama DPR. Membebani impor
alat-alat kedokteran dengan pajak yang sama
untuk impor mobil mewah, juga keputusan
politik.
b. UU Tembakau; Cukei rokok terus dinaikkan
karena konsumsi rokok di Indonesia semakin
meningkat. Salah satu UU yang memuat
tentang tembakau dam cukai adalah UU No.
39/2007. Biaya ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus
meningkat dan beban peningkatan ini
sebagian besar ditanggung oleh masyarakat
miskin. Angka kerugian akibat rokok setiap
tahun mencapai 200 juta dolar Amerika,
sedangkan angka kematian akibat penyakit
yang diakibatkan merokok terus meningkat.
Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi
tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya
langsung di tingkat rumah tangga dan biaya
tidak langsung karena hilangnya produktifitas
akibat kematian dini, sakit dan kecacatan
adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1
Triliun. Jumlah tersebut adalah sekitar 5 kali
lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai
sebesar Rp 32,6 Triliun atau US$ 3,62 Milyar
tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-).
c. Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok
Larangan iklan secara menyeluruh
merupakan upaya untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat khususnya
anak-anak dan remaja. Anak-anak dan
remaja merupakan sasaran utama produsen
rokok. Diakui oleh industri rokok bahwa
anak-anak dan remaja merupakan aset bagi
keberlangsungan industri rokok. Untuk itu
kebijakan larangan iklan rokok secara
menyeluruh harus diterapkan untuk
melindungi anak dan remaja dari pencitraan
produk tembakau yang menyesatkan.
Pelarangan iklan rokok menyeluruh (total
ban) mencakup iklan, promosi dan
sponsorship yang meliputi pelarangan (1)
iklan, baik langsung maupun tidak langsung
di semua media massa; (2) promosi dalam
berbagai bentuk, misalnya potongan harga,
hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan
menggunakan nama merek atau perusahaan
dan (3) sponsorship dalam bentuk pemberian
beasiswa, pemberian bantuan untuk bidang
pendidikan, kebudayaan, olah raga,
lingkungan hidup, dll.
d. Program Kesehatan Gratis di Gorontalo
Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) menetapkan setiap
orang berhak atas Jaminan Sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak
dan meningkatkan martabatnya menuju
terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang,
agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud.
Salah satu program unggulan Pemerintah
Provinsi Gorontalo adalah peningkatan
layanan kesehatan. upaya ini harus dilakukan
dengan tindakan nyata, salah satunya melalui
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang
berorientasi promotif dan preventif tanpa
melupakan pelayanan kuratif.
Selama ini, Pemerintah daerah melihat
pelayanan kesehatan di hamper semua
wilayah Provinsi Gorontalo, khususnya
wilayah pedesaan, masih relatif rendah.
Permasalahan pelayanan kesehatan belum
dapat diatasi terutama pada tingkat
masyarakat miskin/kurang mampu. Kondisi
inilah yang kemudian telah melatarbelakangi
dikembangkannya pelayanan Jaminan
Kesehatan Rakyat Semesta (JAMKESTA)
sebagai penjabaran konsep kehetan gratis di
Provinsi Gorontalo.
Sejak tahun 2012 sampai saat ini,
Pemerintah Provinsi Gorontalo terus
berupaya meningkatkan cakupan kepesertaan
Jamkesta untuk mencapai Universal Health
Coverage di Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan kemampuan sumber daya
dan permasalahan bidang kesehatan, maka
dapat diproyeksikan pencapaian program
sebagai berikut:
1) Program Promosi Kesehatan dan
pemberdayaan Masyarakat; meningkatnya
persentase rumah tangga berperilaku
hidup bersih dan sehat menjadi 60%.
2) Program Lingkungan Sehat;
meningkatnya persentase keluarga
menghuni rumah yang memenuhi syarat
kesehatan menjadi 75%, persentase
keluarga menggunakan air bersih
menjadi 85%, persentase keluarga
menggunakan jamban memenuhi syarat
kesehatan menjadi 80%, dan persentase
tempat-tempat umum yang memenuhi
syarat kesehatan menjadi 80%.
3) Program Upaya Kesehatan Masyarakat ;
Cakupan rawat jalan sebesar 15%,
Meningkatnya cakupan persalinan nakes
menjadi 90%, Pelayanan antenatal (K4)
90%, kunjungan neonatus (KN2) 90%,
dan cakupan kunjungan bayi menjadi
90%, pelayana kesehatan dasar bagi gakin
di Puskesmas sebesar 100%, Persentase
posyandu Purnama Mandiri 40%,
Tersedia dan beroperasinya Pos kesehatan
desa di tiap desa.
4) Program Upaya Kesehatan Perorangan;
Cakupan rawat inap sebesar 1.5%, Rumah
sakit yang melaksanakan pelayaan gawat
darurat sebesar 90%, jumlah rumah sakit
PONEK sebesar 75% dan rumah sakit
yang terakreditasi sebanyak 75%,
terselenggaranya pelayanan kewsehatan
bagi Gakin di kelas III rumah saki sebesar
100%.
B. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan
serta Dasar-Dasar Membuat Kebijakan
Kesehatan
1. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan
Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3
kata yang mengandung arti atau dimensi yang
luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan
kesehatan.
Analisa atau analisis, adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (seperti karangan,
perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab
musabab atau duduk perkaranya (Balai Pustaka,
1991).
Kebijakan merupakan suatu rangkaian
alternative yang siap dipilih berdasarkan prinsip-
prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil
analisis yang mendalam terhadap berbagai
alternative yang bermuara kepada keputusan
tentang alternative terbaik[8]. Kebijakan adalah
rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag
organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan
kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas
suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan
bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah
konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah
untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan
penduduk dan dinamika penduduk dalam
negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan berbeda makna dengan
Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan
adalah kepandaian seseorang menggunakan akal
budinya (berdasar pengalaman dan
pangetahuannya); atau kecakapan bertindak
apabila menghadapi kesulitan.[11] Kebijaksanaan
berkenaan dengan suatu keputusan yang
memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya
dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu
seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan
gawat dll. Kebijaksanaan selalu mengandung
makna melanggar segala sesuatu yang pernah
ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang
kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara soial dan
ekonomi (RI, 1992).[9] Pengertian ini cenderung
tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh
WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu kaadaan
yang sempurna yang mencakup fisik, mental,
kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari
penyakit atau kecacatan.[13] Menurut UU No. 36,
tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah
pengunaan berbagai metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan
informasi yang relevan dengan kebijakan
sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik
dalam rangka memecahkan masalah kebijakan
kesehatan.
2. Dasar-Dasar Membuat kebijakan Kesehatan
Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah
hasil pengembangan dari analisis kebijakan
publik. Akibat dari semakin majunya ilmu
pengetahuan dan kebutuhan akan analisis
kebijakan dalam bidang kesehatan itulah
akhirnya bidang kajian analisis kebijakan
kesehatan muncul.
Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru,
analisis kebijakan kesehatan memiliki peran dan
fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi
itu adalah:
a. Adanya analisis kebijakan kesehatan akan
memberikan keputusan yang fokus pada
masalah yang akan diselesaikan.
b. Analisis kebijakan kesehatan mampu
menganalisis multi disiplin ilmu. Satu disiplin
kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan.
Pada peran ini analisis kebijakan kesehatan
menggabungkan keduanya yang kemudian
menjadi sub kajian baru dalam khazanah
keilmuan.
c. Adanya analisis kebijakan kesehatan,
pemerintah mampu memberikan jenis
tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk
menyelesaikan suatu masalah.
d. Memberikan kepastian dengan memberikan
kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu
masalah yang awalnya tidak pasti.
e. Dan analisis kebijakan kesehatan juga
menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian
akibat dari produk kebijakan yang telah
diputuskan/diundangkan.
C. Kebijakan Kesehatan Di Indonesia
1. Isu strategis
a. Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu belum optimal.
b. Sistem perencanaan dan penganggaran
departemen kesehatan belum optimal.
c. Standar dan pedoman pelaksanaan
pembangunan kesehatan masih kurang
memadai.
d. Dukungan departemen kesehatan untuk
melaksanakan pembangunan kesehatan masih
terbatas.
2. Strategi Kesehatan di Indonesia
a. Mewujudkan komitmen pembangunan
kesehatan.
b. Meningkatkan pertanggungjawaban dan
pertanggunggugatan.
c. Membina sistem kesehatan dan sistem hukum
di bidang kesehatan.
d. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
e. Melaksanakan jejaring pembangunan
kesehatan.
3. Kebijakan Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengembangan media promosi kesehatan dan
teknologi komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE).
b. Pengembangan upaya kesehatan bersumber
masyarakat dan generasi muda.
c. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
4. Kebijakan Program Lingkungan Sehat
a. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi
dasar.
b. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas
lingkungan.
c. Pengendalian dampak risiko pencemaran
lingkungan.
d. Pengembangan wilayah sehat
5. Kebijakan Program Upaya Kesehatan dan
Pelayanan Kesehatan
a. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di
puskesmas dan jaringannya.
b. Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana
dan prasarana puskesmas dan jaringannya.
c. Pengadaan peralatan dan perbekalan
kesehatan termasuk obat generik esensial.
d. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang
mencakup sekurang-kurangnya promosi
kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana.
e. Penyediaan biaya operasional dan
pemeliharaan.
6. Kebijakan Program Upaya Kesehatan
Perorangan
a. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin
kelas III RS.
b. Pembangunan sarana dan parasarana RS di
daerah tertinggal secara selektif.
c. Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit.
d. Pengadaan obat dan perbekalan RS.
e. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan.
f. Pengembangan pelayanan kedokteran
keluarga.
g. Penyediaan biaya operasional dan
pemeliharaan.
7. Kebijakan Program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit
a. Pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko.
b. Peningkatan imunisasi.
c. Penemuan dan tatalaksana penderita.
d. Peningkatan surveilans epidemologi.
e. Peningkatan KIE pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
8. Kebijakan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
a. Peningkatan pendidikan gizi.
b. Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI,
kurang vitamin A, kekuarangan zat gizi mikro
lainnya.
c. Penanggulangan gizi lebih.
d. Peningkatan surveilans gizi.
e. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian
keluarga sadar gizi.
9. Kebijakan Program Sumber Daya Kesehatan
a. Peningkatan mutu penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan.
b. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan
perbekalan kesehatan terutama untuk
penduduk miskin.
c. Peningkatan mutu pelayanan farmasi
komunitas dan rumah sakit.
10. Kebijakan Program Kebijakan dan
Manajemen Pembangunan Kesehatan
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan.
b. Pengembangan sistem perencanaan dan
pengangaran, pelaksanaan dan pengendalian,
pengawasan dan penyempurnaan administrasi
keuangan, serta hukum kesehatan.
c. Pengembangan sistem informasi kesehatan.
d. Pengembangan sistem kesehatan daerah.
e. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan.
11. Kebijakan Program Penelitian dan
Pengembagan Kesehatan
a. Penelitian dan pengembangan.
b. Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana
penelitian.
c. Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil
penelitian dan pengembangan kesehatan.
D. Rangkuman
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan
memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas
dari keadaan disekitarnya yaitu politik.
Kebijakan kesehatan yang juga berhubungan
dengan peningkatan kesejahteraan penduduk adalah
dengan menambah personel kesehatan baik yang
terlibat dalam upaya preventif maupun dalam
tindakan kuratif.
Tujuan kebijakan ini agar pelayanan kesehatan
tidak hanya dinikmati oleh golongan tertentu, namun
juga bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat
yang membutuhkan pelayanan ini.
Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3 kata
yang mengandung arti atau dimensi yang luas, yaitu
analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan.
Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap
suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan,
kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan
yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk
perkaranya (Balai Pustaka, 1991).
Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah
hasil pengembangan dari analisis kebijakan publik.
Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan dan
kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang
kesehatan itulah akhirnya bidang kajian analisis
kebijakan kesehatan muncul.
E. Soal Latihan
1. Bagaimana pengaruh politik terhadap kesehatan?
2. Tuliskan UU atau Peraturan mana saja yang
memuat tentang kebijakan pemerintah dalam
bidang kesehatan?
3. Tuliskan dan jelaskan contoh pengaruh politik
terhadap kesehatan?
4. Jelaskan perbedaan kebijakan kesehatan dan
analisis kesehatan?
5. Bagaimana strategi kesehatan dalam menghadapi
issue strategis di Indonesia?

BAB III
PENTINGNYA POLITIK BIDANG KESEHATAN

A. Makna Politik dan Kesehatan


Beberapa pakar mendefinisikan politik dalam
perspektif berbeda berdasarkan ideologi politik
(Heywood, 2000; Marsh & Stoker, 2002), yaitu:

1. Politik sebagai pemerintahan. Politik adalah


berhubungan dengan seni pemerintahan dan
aktivitas sebuah negara. Ini berhubungan dengan
Behavioralists dan Institutionalist ilmu politik.
2. Politik sebagai kehidupan publik. Politik adalah
berhubungan dengan masalah urusan masyarakat.
Cara pandang politik ini berhubungan dengan
teori pilihan rasional (Rational ChoiceTheory).
3. Politik sebagai resolusi konflik. Politik adalah
berhubungan dengan ungkapan dan resolusi
konflik melalui kompromi, konsiliasi, negosiasi,
dan strategi lainnya. Ini berhubungan dengan
para ahli hubungan internasional
(InternationalRelations Theorists).
4. Politik sebagai kekuasaan. Politik adalah proses
melalui outcome yang ingin dihasilkan, dicapai
dalam produksi, distribusi dan penggunaan
sumber daya yang terbatas dalam semua area
eksistensi sosial.
Cara pandang ini berhubungan dengan ilmu
politik Feminist dan Marxist (Feminist and
Marxistpolitical science). Kesehatan pun demikian,
seringkali kesehatan diartikan dan dinterpretasikan
sebagai pelayanan kesehatan (health care). Di United
Kingdom bahkan diartikan sebagai pelayanan
kesehatannasional (The National Health Services).
Konsekuensinya, politik kesehatan secara signifikan
seringkali dikonstruksikan menjadi politik pelayanan
kesehatan (Freeman, 2000). Kondisi ini dapat terjadi
karena kesehatan dapat ditelusuri dari dua issue
ideologi yaitu defenisi kesehatan pada satu sisi dan
politik pada sisi yang lain (telah dijelaskan
sebelumnya). Kesehatan yang telah secara
konvensional telah dioperasionalkan di bawah
kapitalsime Barat mempunyai dua aspek yang saling
berhubungan yaitu kesehatan dianggap sebagai
ketiadaan penyakit (definsi biomedis) dan sebagai
komoditi (definisi ekonomi) (Bambra, Fox, & Scott
-Samuel, 2005). Kedua ideologi ini memfokuskan
pada individu yang berlawanan dengan masyarakat
sebagai dasar dari kesehatan. Cara pandang
kesehatan dalam konteks masyarakat kesehatan
masyarakat) dipandang sebagai produk dari faktor-
faktor individu misalnya faktor turunan/genetik, dan
pilihan gaya hidup dan sebagainya yang dapat
mengakses ke pasar atau sistem kesehatan (Scot
-Samuel, 1979). Dalam rangka menyelesaikan
ketidaksetaraan ini, perhatikan politik diarahkan
terhadap variable system kesehatan.

B. Sifat Politik Kesehatan


Kesehatan termasuk aspek kehidupan manusia
merupakan sebuah isu politik dalam banyak hal
(Bambra,et.,2005):
1. Kesehatan adalah politik karena, sama seperti
sumber daya yang lain atau komoditas di bawah
system ekonomi neoliberalisme, beberapa
kelompok social mempunyai lebih dari yang
lainya.
2. Kesehatan adalah politik karena determinan
sosialnya (social determinants) aalah mudah
diterima dalam intervensi politik dan oleh
bergantung pada politik tindakan politik
(biasanya.)
3. Kesehatan adalah politik karena hak terhadap
standar kehidupan yang layak untuk kesehatan
dan kesejahteraan harus menjadi aspek
kewarganegaraan dan hak asasi manusia.

Kesehatan adalah politik karena kekuasaan


dilaksanakan sepanjang itu sebagai bagian dari
system ekonomi, social dan politik yang lebih luas.
Perubahan system ini membutuhkan kesadaran dan
perjuangan politik.

a. Ketidaksadaran Kesehatan
Banyak bukti menunjukan bahwa determinan
kesehatan paling kuat dalam kehidupan modern
kependudukan ini adalah faktor sosial, budaya
dan ekonomi (Acheson,1998; Doyal dan Pannell,
1979). Faktor-faktor ini datang dari berbagai
sumber dan diakui oleh pemerintah dan badan-
badan internasional (Acheson,1998). Akan tetapi
ketidaksetaraan kesehatan ini terus berlanjut
dalam sebuah Negara misalnya perbedaan kelas
social ekonomi, gender dan kelompok etnik
diantara mereka. Masih terjadi ketimpangan
masalah kemakmuran, kesejahteraan dan sumber
daya (Donk, Goldblatt, dan Lynch, 2002).
Bagaimana ketidakseimbangan kesehatan ini
sungguh merupakan isu politik. Apakah
ketidaksetaraan kesehatan diterima sebagai
sesuatu yang alam natural dan hasil perbedaan
individu yang sulit terhindarkan tentang
penghormatan terhadap genetik dan tangan-
tangan tersembunyi (silent hand) pasar ekonomi
ataukah masalah ekonomi dan sosial yang harus
diselesaikan oleh masyarakat dan negara modern
(Adams, Amos, & Munro, 2002). Perbedaan
pandangan ini tidak hanya pada apakah secara
scientifik dan ekonomi memungkinkan
ketidaksetaran kesehatan ini dapat terjadi tetapi
juga perbedaan pandangan ideologi dan politik
dapat menjadi penyebab terhadap masalah
tersebut.
b. Determinan Kesehatan
Penyebab dan faktor predisposisi terhadap
sehat-sakit semakin dipahami dengan baik
(Bambra, etal., 2005). Meskipun demikian
banyak kasus menunjukkan bahwa faktor
lingkungan sama pentingnya dengan faktor sosial
dan ekonomi dalam mempengaruhi kesehatan
(Marmot & Wilkinson, 2001). Faktor-faktor
seperti perumahan, pendapatan dan
pengangguran dan isu lainnya banyak didominasi
oleh masalah politik yang menjadi determinan
kesehatan dan kesejahteraan. Demikian pula
banyak determinan kesehatan dan
ketidaksetaraan terhadap kesehatan bergantung
dan berada di luar dari sektor kesehatan
(Acheson, 1998; Palutturi, Rutherford, Davey, &
Chu, 2013). Karena masalah seperti ini berada di
luar dari kewenangan sektor kesehatan
(Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan
badan-badan pemerintah yang relevan dengan
kesehatan), maka penyelesaiannya membutuhkan
kebijakan non sektor kesehatan untuk
mendukung dan menanggulangi masalah tersebut
(Acheson, 1998; Whitehead, Diderichsen, &
Burstrom, 2000). Sebagai contoh banjir
merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh
banyak wilayah kabupaten/kota di seluruh
Indonesia pada musim hujan terutama beberapa
kota besar di Indonesia misalnya Makassar dan
Jakarta. Banjir secara langsung tidak
berhubungan dengan sektor kesehatan.
Kewenangan ini mungkin berada di Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang Tata Kota
atau Mungkin Bappeda. Akan tetapi
ketidakmaksimalan dinas dan badan ini
merancang dan merencanakan kota yang sehat
menyebabkan kota menjadi semraut, selokan
tersumbat dimana-mana sehingga menyebabkan
genangan air juga terjadi dimana-mana. Bukan
hanya itu banjir tidak hanya berkaitan dengan
genangan air, tetapi banjir juga akan dapat
menyebabkan kemacetan lalu lintas bahkan
kecelakaan lalu lintas karena jalanan berlobang
dan rendahnya kualitas infrastruktur jalanan.
Semua masalah ini tentu tidak berada pada
kewenangan dinas kesehatan atau kementerian
kesehatan tetapi dampaknya pada kesehatan.
Diakui bahwa determinan sosial terhadap
kesehatan (social determinants of health) telah
mendapat porsi dalam banyak debat, diskusi dan
mungkin kebijakan yang mendukung untuk itu
tetapi gagal dalam menyelesaikan masalah
kesehatan yang berhubungan dengan determinan
politik dan ketidaksetaraan kesehatan (political
determinants of health).
c. Citizenship
Terdapat tiga hak warga negara yaitu hak
sipil, politik dan sosial (Bambra, et al., 2005).
Tuntutan terhadap hak-hak sipil misalnya hak
dalam beragama, mengeluarkan pendapat dan
melakukan kontrak atau perjanjian muncul
sekitar abad 18. Hak politik termasuk hak untuk
dipilih atau menjadi wakil (representative)
terhadap lembaga pemerintah dan lembaga
perwakilan misalnya anggota dewan muncul
sekitar abad 19 sementara issue kesehatan dan
pendidikan gratis juga termasuk hak-hak
ekonomi mulai banyak diperdebatkan pada abad
20. Kesehatan atau hak terhadap standar hidup
yang layak termasuk hak kewarganegaraan sosial
yang sangat penting (International Forum for the
Defence of the Health of People, 2002). Hak-hak
kewarganegaraan ini diperoleh sebagai hasil dari
perjuangan social dan politik selama
industrialisasi barat dan pengembangan
kapitalisme. Karena itu isu kesehatan gratis
termasuk isu yang berkaitan dengaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) sebetulnya telah
menjadi perdebatan puluhan tahun bahkan
ratusan tahun yang lalu. Sejarah perkembangan
kewarganegaraan yang dimodifikasi dari
Marshall (1963) dalam Bamra, et al. (2005) dapat
dilihat pada Gambar 1.
d. Mengapa Kesehatan Menjadi Isu Politik?
Kelihatannya politik kesehatan agak
terbelakang dan termarginalkan (underdeveloped
and marginalised). Politik kesehatan belum
banyak diperdebatkan atau didiskusikan secara
luas sebagai entitas politik dalam debat-debat
akademik (seminar, workshop, penelitian,
pelatihan, seminar dan konferens) atau kelompok
masyarakat yang lebih luas, termasuk dalam ilmu
politik (McGinnis,Williams-Russo, & Knickman,
2002; Navarro & Shi, 2001). Tidak ada
penjelasan secara sederhana dalam kealpaan ini.
Perlakuan kesehatan sebagai politik hampir
merupakan hasil interaksi dari sebuah isu yang
demikian kompleks.
e. Politik dan Outcome Kesehatan
Terdapat hubungan antara politik, pasar
tenaga kerja, disparitas sosial dan outcome
kesehatan (lihat Gambar 2). Politik yang
dimaksudkan misalnya dukungan elektoral yang
diukur dengan partisipasi pemilih dan
keberpihakan pemilih, dan sumber daya
kekuasaan yang mendukung setiap tradisi politik.
Kondisi politik ini berpengaruh terhadap pasar
tenaga kerja (labourmarket) dan negara
kesejahteraan (welfare state). Pasar tenaga kerja
mencakup populasi yang aktif, partisipasi
perempuan terhadap angkatan kerja, angka
pengangguran terhadap perempuan dan laki-laki
sementara negara kesejahteraan diukur dari
pengeluaran kesehatan masyarakat (public health
expenditure) dan cakupan pelayanan kesehatan
masyarakat (public health care coverage). Baik
pasar tenaga kerja maupunnegara kesejahteraan
berpengaruh terhadap disparitas sosial yang dikur
dari disparitas pendapatan. Tentu saja disparitas
sosial memberi dampak terhadap kesehatan baik
terhadap angka kematian bayi maupun usia
harapan hidup.
f. Rekomendasi
Dari aspek sosial masalah kesehatan telah
banyak diperdebatkan akan tetapi pentingnya
dimensi politik yang mempengaruhi kesehatan
belum banyak dipelajari. Menyadari pentingnya
dimensi politik terhadap kesehatan, maka
sebaiknya perguruan tinggi kesehatan dan
sekolah kesehatan (masyarakat) sebaiknya
mengajarkan kepada mahasiswa dan mereka yang
tertarik dalam bidang ini. Kami percaya bahwa
politik kesehatan adalah sebuah bidang ilmu yang
tidak kurang pentingnya dengan sosiologi
kedokteran dan ekonomi kesehatan pada satu sisi
dan sosiologi politik dan psikologi politik pada
sisi yang lain.
C. Rangkuman
Di United Kingdom bahkan diartikan sebagai
pelayanan kesehatannasional (The National Health
Services).Konsekuensinya, politik kesehatan secara
signifikan sering kali dikonstruksikan menjadi politik
pelayanan kesehatan (Freeman, 2000).
Kondisi ini dapat terjadi karena kesehatan dapat
ditelusuri dari dua issue ideologi yaitu defenisi
kesehatan pada satu sisi dan politik pada sisi yang
lain (telah dijelaska n sebelumnya). Dalam rangka
menyelesaikan ketidaksetaraan ini, perhatikan poltik
diarahkan terhadap variable system kesehatan.
Banyak bukti menunjukan bahwa determinan
kesehatan paling kuat dalam kehidupan modern
kependudukan ini adalah factor social, budaya dan
ekonomi (Acheson,1998; Doyal dan Pannell, 1979).
Kesehatan atau hak terhadap standar hidup yang
layak termasuk hak kewarganegaraan sosial yang
sangat penting (International Forum for the Defence
of the Health of People, 2002).
D. Soal Latihan
1. Jelaskan perbedaan makna politik kesehatan
sebagai politik pemerintahan dan politik
kehidupan publik?
2. Jelaskan 3 hak yang dimiliki oleh warga negara?
3. Bagaimana hubungan antara politik dan outcome

kesehatan?
4. Jelaskan perbedaan isu politik yang terdapat

dalam sifat politik kesehatan?


5. Mengapa kesehatan menjadi isu politik?

BAB IV
POLITIK KESEHATAN DUNIA

A. Sejarah Politik Kesehatan Dunia

Sebagaimana kita tahu hingga saat ini jika kita


berbicara tentang kesehatan dunia, maka yang
muncul dalam benak pertama kali adalah World
HealthOrganization (WHO). WHO merupakan
lembaga kesehatan yang bisa di anggap representasi
dari seluruh permasalahan kesehatan dunia. WHO
beperan dalam mengkoordinasikan permasalahan
kesehatan yang muncul di seluruh dunia.

WHO yang bertujuan untuk mencapai taraf


kesehatan terbaik sebagaimana yang tercantum di
konstitusi WHO yaitu attainment by all peoples of
the highest possible level of health yang disepakati
tahun 1946. Dua tahun kemudian pada tanggal 7
April 1948 bertempat di New York diselenggarakan
general assemblypertama kali yang menandai pula
berdirinya WHO. Sejak itu tanggal 7 April
diperingati sebagai hari kesehatan dunia atau World
health day.

Untuk mencapai tujuan taraf kesehatan tertinggi


setiap orang, WHO membutuhkan definisi pasti sehat
yang bisa dijadikan acuan oleh anggota nya. WHO
mendefinisikan sehat sebagai complete physical,
mental and social well being and not merely the
absence of disease or infirmity. Jika kita amati
definisi ini terlalu ideal bagi kita, sehingga apabila
kita merujuk pada definisi ini hampir dipastikan
tidak ada manusia sehat di dunia ini. Namun adakah
definisi yang lebih baik ? belum ada, silakan jika
anda mau mencoba mencari definisi alternatif
mengenai sehat (health).

Sebelum WHO berdiri, dengan latar belakang


banyaknya tentara AS yang mati di jerman akibat
malaria mempelopori berdirinya office of malaria
control in war areas (OMCWA) yang resmi berdiri
tahun 1942. Pasca perang dunia OMCWA ini
berganti nama menjadi center for disease control
(CDC). Pada awalnya CDC dipimpin oleh militer
karena dulunya OMCWA bekerja di daerah perang,
seiring berjalannya waktu komando pun beralih ke
sipil. Pada waktu yang hampir bersamaan, 11
Desember 1946 berdiri pula UNICEF yang bertujuan
mengkoordinasi dana bantuan unutk anak terlantar
pasca perang dunia. Namun, beberapa tahun
kemudian peran UNICEF overlap dengan WHO
yang mengurusi anak-anak. Dengan kekuatan
finansial UNICEF yang lebih kuat yaitu dua kalinya
kekuatan finansial WHO, mengakibatkan kebijakan
UNICEF selalu lebih unggul dibandingkan dengan
WHO. Perang dingin antara uni soviet (US) dan
amerika serikat (AS) yang memperebutkan pengaruh
ideology dan politik global antara kedua kubu juga
berdampak pada Kesehatan global. Karena konflik
yang berkepanjangan US memilih menarik diri dari
PBB dan juga WHO, akibatnya AS mendominasi
percaturan politik dunia melalui agenda-agenda
utamanya, salah satunya adalah eradikasi malaria
global. Saat pemilihan General director WHO,
seorang ahli malaria dari brazil turut meramaikan
bursa calon yang menawarkan program pemusnahan
(eradikasi) malaria secara global. Hal ini didukung
oleh AS, AS optimis hal ini bisa terjadi dengan
adanya DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane).
Mendapat dukungan AS, ia pun melenggang mulus
menjadi general director WHO. Kebijakan global
malaria eradication programme (1955) yang
dipelopori AS ini memiliki hidden agenda untuk
membangun kekuatan baru melalui politik balas
budi. Saat itu malaria menjadi wabah di Negara-
negara tropis yang kebanyakan adalah Negara non-
blok, jika program pemberantasan malaria berhasil
makan Negara-negara tropis ini akan berterimakasih
kepada AS dan bisa menjadi sekutu baru yang
mendukung kebijakan AS. Selain alasan politik,
pemberantasan malaria yang dominan di Negara
tropis mampu meningkatkan produktivitas suatu
Negara yang berdampak geliat ekonomi yang
semakin bergairah, geliat ekonomi ini merupakan
sasaran empuk bagi AS untuk memasarkan produk
nya.

Kebijakan global ini juga berdampak di


Indonesia, pada tahun 1959 presiden soekarno
mengeluarkan kebijakan malaria eradication
command atau komando pemberantasan malaria
(KOPEM). KOPEM ini lahir pada tanggal 12
November, yang diperingati sebagai hari kesehatan
nasional. KOPEM ini merupakan cikal bakal dari
lembaga kemenekes. Program awal KOPEM adalah
penyemprotan di daerah kalasan (prambanan).
Meskipun kita tahu hingga saat ini malaria masih
belum musnah dari muka bumi, dengan kata lain
program ini mengalami kegagalan. Lalu, apakah US
tinggal diam melihat semua ini? tidak. Pada tahun
1966 US melalui ahli virologi nya mengajukan
pemberantasan global (eradikasi) smallpox.
Eradikasi smallpox menjadi tandingan yang cukup
ampuh bagi eradikasi malaria mengingat angka
pesakitan smallpox cukup tinggi, disamping itu
sudah ada vaksin untuk smallpox sebagaimana
malaria memiliki DDT. Tapi jika kita amati
pemberantasan smallpox dengan vaksin lebih
rasional dari pada membunuh semua nyamuk
anopheles di seluruh dunia bukan? Hingga saat ini,
smallpox menjadi satu-satunya penyakit yang bisa di
eradikasi. Namun program eradikasi smallpox ini
mengharuskan US bekerja sama dengan AS, apakah
mungkin untuk eradikasi tetapi ada wilayah yang
tidak di jamah (AS) oleh US ? karena terpaksa dua
kubu ini bekerja sama. Spesimen terakhir dari kasus
ini akan disimpan oleh US dan AS, sayang US runtuh
tahun 90an sehingga spesimennya tidak terlacak,
semoga tidak digunakan untuk senjata biologis.
Program eradikasi ini menjadi trend pada masa-masa
itu, dengan pembiayaan yang besar-besaran tentunya.
Muncul pula beberapa program untuk mengeradikasi
penyakit lain seperti polio dan kusta, yang bernasib
sama seperti malaria. Karena program eradikasi ini
dinilai tidak efektif, akhirnya muncul pemikiran baru
bahwa paradigma dunia harus berubah dalam
mengatasi permasalahan kesehatan dunia.

Pada tahun 1978, di Kazakhstan (US)


berkumpullah para ahli kesehatan dunia. Pada
konferensi di almaty, pertemuan tersebut
mendeklarasikan kesepakatan yang di kenal sebagai
alma ata declaration. AS yang merasa terpukul
karena maneuver dari US mengutus paman dari JFK
untuk mengawal jalannya siding yang dipimpin oleh
dr. Mahler dari Denmark agar keputusan sesuai
dengan agenda politik AS. Hasil dari konferensi alma
ata adalah health for all in the year 2000, dengan
harapan pada tahun 2000 strategi akses pelayanan
primer untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
tercapai dengan berbagai perbaikan di berbagai
fasilitas pelayanan. Kebijakan ini berdampak pula ke
Indonesia, yaitu terbentuknya puskesmas (pusat
kesehatan masyarakat). Tujuan konferensi ini tidak
bisa dirasakan pada tahun 2000. Kebijakan yang
cenderung sosialis ini dianggap melenceng oleh AS,
yang mendorong AS untuk membuat konferensi
tandingan setahun setelahnya. Konferensi tandingan
ini turut berkontribusi dalam kegagalan konferensi
alma ata. Konferensi tandingan ini dikenal sebagai
konferensi Bellagio (1979). Bellagio conference
didukung oleh world bank, USAID, UNICEF,
Rockefeller, dan ford foundation. Konferensi ini ada
karena menganggap keputusan yang diambil WHO
membutuhkan pendanaan yang sangat banyak
(irrasional). Mereka mengajukan program yang lebih
hemat biaya yang bersifat program selektif bukan
komprehensif. Hasil dari konferensi ini bisa diamati
pada program revolusi anak tahun 1982 oleh
UNICEF yang dikenal dengan GOBI-FFF yang
meliputi growth monitoring (G), oral rehydration
therapy (O), breast feeding (B), immunization
(I),female education (F), family spacing (F), and
food supplements(F). Dampak adanya program
GOBI-FFF ini di Indonesia menjelma menjadi pos
pelayanan terpadu (Posyandu). Program posyandu ini
bisa lebih dirasakan manfaatnya sebagai ujung
tombak pelayanan masyarakat dibandingkan dengan
puskesmas. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan program ini adalah kucuran dana yang
besar dibandingkan dengan program komprehensif.
Pada tahun 1982 dana WHO dibekukan oleh WHA
karena tidak efisien dalam penggunaan anggaran.
WHO semakin tak berkutik dengan maneuver AS
pada tahun 1985 yang memutuskan tidak
mneyumbang lagi ke WHO karena tidak setuju
dengan dua kebijakan yang diambil WHO. Pertama,
Kebijakan obat-obat esensial yang membatasi gerak
industri farmasi dalam menjual obat-obatan ke pasar.
Kebijakan ini jelas merugikan AS yang memiliki
industri farmasi raksasa. Kedua, kebijakan mengenai
susu pengganti ASI,yaitu larangan untuk
memasarkan susu formula untuk bayi kurang dari 6
bulan. Padahal bayi di Negara berkembang
merupakan pasar menggiurkan bagi AS dalam
memasarkan produk susu formula nya.
World bank mulai berperan pada tahun 80an.
Krisis global yang melanda membuat banyak
permintaan pinjaman ke world bank. Syarat
peminjaman uang ini dikenal sebagai the Washington
consensus, yang mewajibkan peminjam
melaksanakan beberapa kebijakan(swastanisasi salah
satunya). Apa kaitannya dengan sektor kesehatan?
peminjaman dana untuk menjalankan sektor
kesehatan dari berbagai Negara lebih cenderung ke
world bankkarena dana yang lebih besar
dibandingkan ke WHO. Pada tahun 2000 lahirlah
MDGs yang diepolpori oleh PBB, namun pada poin
4, 5 ,6, dan 7 mengenai kesehatan. Sementara itu
pada tahun ini sebenarnya merupakan goal dari
deklarasi alma ata, namun saat itu berbagai pihak
melupakan begitu saja tanpa ada Itikad unutk
melakukan evaluasi. Perlu diketahui peluncuran
MDGs pada 7 september 2001 ini tidak didukung
oleh AS. Namun tragedy WTC pada 11 september
2001 merubah kebijakan AS, AS berbalik
mendukung MDGs, karena menganggap markas
teroris berada di Negara miskin. Berbagai masalah
kesehatan seperti di afrika menjadi sasaran empuk
untuk sarang teroris, AS ingin mencegah hal ini
terjadi dengan mendukung MDGs khususnya dalam
menangani AIDS. Tahun depan MDGs ini akan
berakhir yang akan dilanjutkan oleh program baru,
yang salah satu pemimpin nya adalah presiden SBY.
Pada tahun 2005 WHO mendorong anggota nya
untuk memberlakukan universal health coverage, tak
terkecuali Indonesia yang menerbitkan UU SJSN dan
semakin gencar untuk mengimplementasikan
kebijakan jaminan sosial nasional. Per 1 Januari 2014
resmi sudah Indonesia menyelenggarakan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Pemain lain muncul yang
juga mempengaruhi sektor kesehatan, yaitu Bill and
Malinda gates foundation. Dana lembaga ini lebih
besar dari total dana world bank dan WHO. Arah
gerak dari lembaga gates ini lebih ke ranah
pemanfaatan teknologi untuk menyelesaikan
permasalahan kesehatan. Salah satunya pada tahun
2007, Bill gates mendukung program eradikasi
malaria, meskipun sebelumnya pernah gagal. Bill
gates optimis akan ditemukan vaksin malaria melalui
tekonologi yang sudah maju saat ini. Karena Bill
gates yang mendukung dan gelontoran dana nya pun
besar, WHO pun ikut mendkung program ini (lagi)
dengan mengganti kata eradikasi dengan terminasi
malaria. Lagi-lagi WHO harus ikut terbawa arus
dalam percaturan kesehatan global. Pada tahun 2011
muncul pemikiran baru mengenai non-communicable
diseases yang masih belum menjadi prioritas dunia,
misalnya di MDGs tidak menyinggung mengenai
NCD ini. Selain itu ada pula konferensi tingkat tinggi
di Rio de janeiro mengenai world conference on
social determination of health dengan agenda
membahas kebijakan yang menekankan aspek sosial.
Bisa kita amati bahwa posisi WHO semakin
melemah dalam pecaturan kesehatan internasional.
Terlebih setelah munculnya berbagai organisasi
seperti UNAIDS, GAVI, UNFPA, BRICS, dan
sebagainya yang juga berdampak pada sektor
kesehatan baik secara langsung maupun tidak
langsung turut melemahkan peran WHO.
Beberapa outcome yang bisa diperkirakan saat ini
yaitu WHO akan semakin melemah, WHO akan
semakin kuat dengan melakukan reformasi
organisasi, dan atau menjadi kekuatan penyeimbang
diantara berbagai kekuatan baru dalam dunia
kesehatan. (Sumber: bahan ajar kuliah dr. Yodi
Mahendradhata, M. Sc., Ph. D).

B. Rangkuman
Untuk mencapai tujuan taraf kesehatan tertinggi
setiap orang, WHO membutuhkan definisi pasti sehat
yang bisa dijadikan acuan oleh anggota nya. WHO
mendefinisikan sehat sebagai complete physical,
mental and social well being and not merely the
absence of disease or infirmity.
Kebijakan global ini juga berdampak di
Indonesia, pada tahun 1959 presiden soekarno
mengeluarkan kebijakan malaria eradication
command atau komando pemberantasan malaria
(KOPEM). KOPEM ini lahir pada tanggal 12
November, yang diperingati sebagai hari kesehatan
nasional. KOPEM ini merupakan cikal bakal dari
lembaga kemenekes.
Selain alasan politik, pemberantasan malaria
yang dominan di Negara tropis mampu
meningkatkan produktivitas suatu Negara yang
berdampak geliat ekonomi yang semakin bergairah,
geliat ekonomi ini merupakan sasaran empuk bagi
AS untuk memasarkan produk nya.
Pada tahun 2005 WHO mendorong anggota nya
untuk memberlakukan universal health coverage, tak
terkecuali Indonesia yang menerbitkan UU SJSN dan
semakin gencar untuk mengimplementasikan
kebijakan jaminan sosial nasional. Per 1 Januari 2014
resmi sudah Indonesia menyelenggarakan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
C. Soal Latihan
1. Tujuan apa yang hendak dicapai WHO untuk
mensukseskan politik kesehatan dunia?
2. Dampak apa saja yang dirasakan Indonesia dari
hasil konferensi yang mendeklarasikan
kesepakatan yang di kenal sebagai alma ata
declaration?
3.
BAB V

POLITIK KESEHATAN YANG "SEHAT"

A. Kebijakan Politik Kesehatan/Sehat


Penentuan kebijakan di bidang kesehatan
memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas
dari keputusan politik. Apapun keputusan yang
diambil akan menghasilkan pengaruh yang sangat
kuat bagi upaya pelayanan kesehatan. Tak dapat
dielakkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama dalam
penentuan tingkat kesejahteraan suatu wilayah atau
negara. Faktor-faktor tersebut adalah: pendidikan,
kesehatan dan ekonomi. peran kesehatan di sini tidak
boleh dipandang ringan. Ini akan sangat
mempengaruhi kemampuan sumber daya manusia
suatu bangsa, dan berkaitan erat dengan kedua faktor
yang lain, yaitu pendidikan dan ekonomi.
Oleh karena itu, kebijakan politik kesehatan yang
dihasilkan akan menggambarkan produk dari
rangkaian interaksi para elit dalam setiap proses,
termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor
intelektual, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya
dan bargaining position di antara para elit yang
terlibat. Proses pembentukan kebijakan ini tidak
dapat terhindar dari upaya individual atau kelompok
tertentu yang akan selalu berusaha mempengaruhi
para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat
lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu,
merupakan manifestasi dari kekuatan politik untuk
mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-
masing pihak yang terlibat.
Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi
kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari
pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki
pengaruh dalam posisi politik. Sebenarnya hal ini
bukanlah suatu kesalahan, bahkan akan menjadi
suatu keuntungan besar, jika kepentingan ini
berpihak pada kesejahteraan rakyat, bangsa dan
negara. Persaingan politik kesehatan yang sehat,
tentunya akan menghasilkan simpati dan kepuasan
dari masyarakat. Hal ini oleh karena akan makin
mendekatkan apa yang diharapkan oleh masyarakat
dengan apa yang mereka rasakan secara nyata. Jika
ini terjadi, maka tingkat kepuasan rakyat kepada
pengambil kebijakan akan semakin tinggi. Pada era
globalisasi saat ini, sangatlah diperlukan sumber
daya manusia di bidang kesehatan yang berkualitas.
Hal ini akan terkait erat dengan pendidikan para
pelaku dan petugas kesehatan itu tentunya. Nah,
sistem pendidikan dokter, paramedis, apoteker dan
petugas kesehatan masyarakat tentunya harus
memiliki kualitas yang mumpuni serta model dan
kurikulum pendidikan kesehatan yang jelas dan
bukan amburadul atau malah menciptakan
kegaduhan dalam menghasilkan tenaga kesehatan.
Jika kita melakukan kegaduhan dan kebingungan
mulai dari saat mencetak para pejuang-pejuang
kesehatan, maka hasil akhirnya akan jelas, yaitu
kegagalan.
Berbeda dengan paradigma lama yang
berorientasi kepada penyakit, maka paradigma baru
kesehatan saat ini berorientasi kepada kualitas
kesehatan manusia semenjak dari dalam kandungan,
masa tumbuh kembang, usia produktif dan masa
harapan hidup yang makin meningkat. Upaya yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas
hidup seoptimal mungkin melalui cara dan pola
hidup yang sehat termasuk konsumsi makanan yang
sehat, pengurangan dalam penderitaan, kecemasan
dan kesakitan, peningkatan dalam harkat diri dan
kemampuan untuk mandiri, termasuk kemampuan
dalam menghadapi penyakit yang kronis maupun
sampai meninggal. Semua hal ini dapat disimpulkan
sebagai kemampuan dalam meningkatkan quality of
life.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, tidak ada
jalan lain selain semua komponen kesehatan yang
terkait, bersatupadu dan bahu membahu melakukan
pekerjaan ini. Semua yang terlibat, mulai dari
pengambil kebijakan, praktisi kesehatan dan
pemerhati kesehatan maupun masyarakat yang
merupakan subyek utama pelayanan kesehatan ini.
Harus melakukannya secara komprehensif dan
terintegrasi. Jangan berlama-lama, marilah segera
kita bergerak cepat untuk bekerja. Karena tantangan
regional dan global akan makin berat. Apalagi saat
ini negara kita Indonesia akan segera memasuki
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang tentunya
keran pelayanan dan provider kesehatan lintas negara
akan segera terbuka.
Janganlah kita kalah dan malah menjadi tamu di
negeri sendiri. Langkah awal yang dapat diambil
oleh masing-masing pihak antara lain, bagi
pengambil kebijakan pendidikan kesehatan segeralah
benahi kurikulum dan model pendidikan yang tidak
jelas dan menyebabkan ketidakpastian baik bagi
kualitas lulusan maupun bagi lamanya pendidikan.
Begitu juga, politik anggaran kesehatan pemerintah
saat ini untuk tahun 2016 telah dirumuskan anggaran
5% dari APBN, marilah kita membuat program yang
tepat sasaran dan tidak mubasir sehingga anggaran
dapat terserap dengan baik. Bagi Kementerian
Kesehatan, bentuklah satuan-satuan tugas dokter,
paramedis dan sarjana kesehatan masyarakat yang
bukan lagi berbasis wilayah, namun berbasis door to
door. Maksudnya adalah ubahlah bentuk pelayanan
kesehatan dengan sebagian besar tenaga kesehatan
yang hanya menunggu di puskesmas atau RS dan
hanya sekali-kali turun ke lapangan dengan
melakukan hal yang sebaliknya. Yaitu dengan
program yang hampir setiap hari para petugas
kesehatan bergiliran mengunjungi rumah-rumah
penduduk, baik ada yang sakit di rumah ataupun
tidak dengan sekaligus melakukan sosialisasi dan
memberikan informasi ataupun memberikan
pelayanan kesehatan dasar.
Dengan demikian, kita akan menjemput bola bagi
permasalahan kesehatan, sehingga aspek preventif
dan edukasi masyarakat akan langsung dirasakan
oleh setiap keluarga. Tentunya hal ini harus disokong
oleh dana, tenaga dan insentif bagi tenaga kesehatan
yang proporsional dan bukan seperti model
pelayanan BPJSK saat ini yang compang-camping
dan banyak dikeluhkan baik oleh masyarakat
maupun tenaga kesehatan itu sendiri.
Untuk para kelompok masyarakat peduli
kesehatan, baik swasta maupun perorangan termasuk
lembaga swadaya masyarakat. Marilah kita
memfasilitasi dan membantu memberikan akses baik
dengan membangun RS, klinik, pos pengaduan
masalah kesehatan maupun memberikan informasi
dan edukasi yang benar tentang pelayanan kesehatan
dan bukan mencari-cari celah kesalahan, namun
mencegah dan atau memperbaikinya. Masih banyak
lagi yang dapat kita lakukan termasuk koordinasi dan
sinkronisasi Pemerintah Pusat dan Daerah ataupun
antara pemerintah dan pihak swasta. Marilah kita
semua bersatu bersama-sama bekerja keras
mengatasi dan memecahkan permasalahan kesehatan
termasuk melakukan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Tentunya kita tidak
dapat melakukan semuanya sekaligus, namun upaya
yang bertahap dan progresif sudah dapat kita lakukan
mulai hari ini.
B. Rangkuman
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat
dipengaruhi oleh 3 faktor utama dalam penentuan
tingkat kesejahteraan suatu wilayah atau negara.
Faktor-faktor tersebut adalah: pendidikan, kesehatan
dan ekonomi. peran kesehatan di sini tidak boleh
dipandang ringan.
Kebijakan politik kesehatan yang dihasilkan akan
menggambarkan produk dari rangkaian interaksi para
elit dalam setiap proses, termasuk tarik-menarik
kepentingan antara aktor intelektual, interaksi
kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining
position di antara para elit yang terlibat.
Sistem pendidikan dokter, paramedis, apoteker
dan petugas kesehatan masyarakat tentunya harus
memiliki kualitas yang mumpuni serta model dan
kurikulum pendidikan kesehatan yang jelas dan
bukan amburadul atau malah menciptakan
kegaduhan dalam menghasilkan tenaga kesehatan.
Langkah awal yang dapat diambil oleh masing-
masing pihak antara lain, bagi pengambil kebijakan
pendidikan kesehatan segeralah benahi kurikulum
dan model pendidikan yang tidak jelas dan
menyebabkan ketidakpastian baik bagi kualitas
lulusan maupun bagi lamanya pendidikan.
C. Soal Latihan

Anda mungkin juga menyukai