Anda di halaman 1dari 27

http://hidayat2.wordpress.

com/2009/04/30/askep-bph/

Askep BPH
Ditulis oleh hidayat2 di/pada April 30, 2009

8 Votes
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH
BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar
urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat
Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian
(sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of
prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak
adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong
tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan
endokrin.
Faktor umur / usia lanjut.
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck
dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20
gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara
embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus
posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus
anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang
lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak
homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini
disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
- Kapsul anatomis
- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini
disebut juga sebagai adenomatus zone
o Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika
seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam
uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada
oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada
penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak
dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan
fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak
mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari
lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat
menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini
terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam
prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma
progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma
cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin.
Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup
berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi
dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan
hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema
hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat
terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan
diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan
ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan
cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer
Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus
urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga
terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher
vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya
serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa
buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari
dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan
apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total
yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas

E. PATHWAY
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot
destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot
destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal
meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entre mikroorganismekateterisasiLuka
insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko
perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang
informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia
lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH
F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra
yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih
menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun
gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi
urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi
kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus
mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada
abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan
mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik.
Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui,
pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan
selaputnya merusak ginjal.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes
sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct
Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram
retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat
dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans
Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat
ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut
sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah,
tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan
adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat
dibuang melalui perineum.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd.
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue.
Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
I. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat
penulis kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre
mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme
otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang
atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan
faktor pencetus serta penghilang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian
bawah
f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang)
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik
relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg.
Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan
dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami
retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung
kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus-
menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi
dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi
(hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan
sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi
aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan
setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan
asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak
ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel
training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan
motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu
mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang
berhubungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan
perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi
seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan
masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f. Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk
menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4
minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre
ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari
infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter),
(adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit
sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal
untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas
meningkat, dingin)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan
pernyataannya tentang penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi,
kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi
http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2009/08/asuhan-
keperawatan-bph-askep-bph.html
Asuhan Keperawatan BPH / Askep BPH
Saturday, August 1, 2009

Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengertian

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang


kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui


secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral


dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)


Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada
keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini
disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang
dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar
periurethral.

Teori MC Neal (1978)


Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi
yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua
sisi veromontatum di zona periurethral.

C. Anatomi Fisiologi

Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar


grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari
kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah
kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan
ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan
sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung
uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri
dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat
berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada
uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan
seminalis.

D. Patofisiologi

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara


perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan


penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat
sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam
vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di
antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang
apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel.
Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
E. Tanda dan Gejala

Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)


Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
Rasa nyeri saat memulai miksi/
Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi

Aterosclerosis
Infark jantung
Impoten
Haemoragik post operasi
Fistula
Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis

1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan


urin.

2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan
secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra
Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa
urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro Pubis


Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. Penatalaksanaan

1. Non Operatif
o Pembesaran hormon estrogen & progesteron
o Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
o Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
o Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin &
dengostan
o Pemasangan kateter.

2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
o TUR (Trans Uretral Resection)
o STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
o Retropubic Extravesical Prostatectomy)
o Prostatectomy Perineal

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat


Hipertropi (BPH)

A. Pengkajian

1. Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan
seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme


otot spincter

2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan


kurang informasi

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek


pembedahan

C. Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter

Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil :
o Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang
atau hilang.
o Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :

o Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)


o Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan
faktor pencetus serta penghilang nyeri.
o Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
o Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian
bawah.
o Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang)
o Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik
relaksasi
o Lakukan perawatan aseptik terapeutik
o Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang
informasi

Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat
lanjutan .

Kriteria hasil :
o Klien akan melakukan perubahan perilaku.
o Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
o Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan
kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi :

o Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-


4 minggu.
o Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB
selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai
kebutuhan.
o Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000
ml/hari.
o Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
o Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah
penuh.

3. Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
o Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
o Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
o Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi :

o Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan


tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan
mengurangi kebisingan.

o Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab


gangguan tidur.
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang
dapat mengurangi nyeri (analgesik).

Daftar Pustaka

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan


Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi.


Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga


University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.


http://dafid-pekajangan.blogspot.com/2008/03/askep-klien-bph.html
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH
BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)

Oleh : Dafid Arifiyanto, 2008

A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat
karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya
bertambah banyak.
Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland
atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan
dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang
dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin.
Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari
BPH adalah:
o Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen.
o Ketidakseimbangan endokrin.
o Faktor umur / usia lanjut.
o Unknown / tidak diketahui secara pasti.

C. PATOLOGI ANATOMI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar
Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:
- Panjang 3.4 cm
- Lebar 4.4 cm
- Tebal 2.6 cm
Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:
- Lobus medius 1 buah
- Lobus anterior 1 buah
- Lobus posterior 1 buah
- Lobus lateral 2 buah
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior
akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius
kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak
homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu,
kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada
posterior kelenjar prostat terdiri dari:
- Kapsul anatomis
- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatus zone
Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari
vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada
colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang
tua biasanya mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat,
jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan
warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan
jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat.
Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.
Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu,
padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini
dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah.
Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis
jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi
dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal.
Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma
yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak
jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula
bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung
tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin.
Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung
kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang
menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.
Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan
sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka
terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan
balik dapat menyebabkan hidronefrosis.
Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema
hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska
operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis
setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban
solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang
progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan
serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang
berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap
awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan
serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok
yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi,
mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga
terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila
besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi
yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
E. PATHWAY

Obstruksi uretra
Penumpukan urin dlm VU
Pembedahan/prostatektomi
Kompensasi otot destrusor
Spasme otot spincter
Merangsang nociseptor
Hipotalamus
Dekompensasi otot destrusor
Potensi urin
Tek intravesikal
Refluk urin ke ginjal
Tek ureter & ginjal meningkat
Gagal ginjal
Retensi urin
Port de entre mikroorganisme
kateterisasi
Luka insisi
Resiko disfungsi seksual
Nyeri
Resti infeksi
Resiko kekurangan vol cairan
Resiko perdarahan: resiko syok hipovolemik
Hilangnya fungsi tbh
Perub pola eliminasi
Kurang informasi ttg penyakitnya
Kurang pengetahuan
Hyperplasia periuretral
Usia lanjut
Ketidakseimbangan endokrin
BPH
F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi
tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:
a. Retensi urin
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c. Miksi yang tidak puas
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
e. Pada malam hari miksi harus mengejan
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g. Massa pada abdomen bagian bawah
h. Hematuria
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan
urin)
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
k. Kolik renal
l. Berat badan turun
m. Anemia
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu
terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan
selaputnya merusak ginjal.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan
apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans
abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain
untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi
lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong,
1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka,
hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada
anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
c. Hernia / hemoroid
d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu
e. Hematuria
f. Sistitis dan Pielonefritis

I. FOKUS PENGKAJIAN
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif:
- Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
- Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
- Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
- Terdapat luka insisi
- Takikardi
- Gelisah
- Tekanan darah meningkat
- Ekspresi w ajah ketakutan
- Terpasang kateter

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre
mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.

K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
- Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
- Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus
serta penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,
abdomen tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
f. Lakukan perawatan aseptik terapeutik
g. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan


obstruksi sekunder.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak
mengalami retensi urin
Kriteria: Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung
kemih.
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik
steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan
tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit
lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan
sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan
darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai
hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairan
g. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada
kontra indikasi
h. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu,
anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran


ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan: Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu
mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi
seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi:
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan
dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang
efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
i. Impoten terjadi pada prosedur radikal
j. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
k. Adanya kemunduran ejakulasi
f. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-
4 minggu) setelah operasi.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme


melalui kateterisasi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari
infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya
sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter
dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk
menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat,
dingin)

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang


penyakit, perawatannya
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi:
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang
penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
a. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
b. Perawatan di rumah
c. Adanya tanda-tanda hemoragi, infeksi

Anda mungkin juga menyukai