Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN MAGANG

MEKANISME PENGAJUAN KLAIM BPJS DENGAN SISTEM INA- CBGs


DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

oleh :

WILDA FLORENT SIREGAR


G1B012013

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU- ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2015

HALAMAN PENGESAHAN
Dengan ini menerangkan bahwa Laporan Kegiatan Magang Mahasiswa
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas
Jenderal Soedirman dengan judul MEKANISME PENGAJUAN KLAIM BPJS
DENGAN SISTEM INA - CBGs DI RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO, yang disusun oleh:

Nama : Wilda Florent Siregar

NIM : G1B012013

telah disetujui dan disahkan pada tanggal........ September 2015.

Purwokerto,... September 2015

Pembimbing Lapangan, Pembimbing Akademik Magang,

(Yudani Suciandari, SKM) (Dr.sc.hum Budi Aji. SKM, M.Sc)


NIP. 19660309 198903 2 004 NIP. 19770827 200 2 1 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat

(Arif Kurniawan,SKM, M.Kes.)


NIP. 197802192 00112 1 002

DAFTAR ISI

2
3

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ v

DAFTAR TABEL............................................................................................. vi

BAB I PENDHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.............................................................................. 4
C. Tujuan................................................................................................... 4
1. Tujuan Umum................................................................................. 4
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 4
D. Manfaat................................................................................................. 4
1. Bagi Institusi Magang..................................................................... 4
2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat.............................................. 5
3. Bagi Mahasiswa.............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7
A. Asuransi Kesehatan............................................................................... 7
B. Asuransi Kesehatan Sosial.................................................................... 9
C. Rumah Sakit.......................................................................................... 11
D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial................................................... 11
E. Pola Kerjasama BPJS Kesehatan dengan Rumah Sakit........................ 13
F. Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan.................. 17
BAB III METODE PELAKSANAAN KEGIATAN........................................ 20
A. Rencana Kegiatan................................................................................. 20
B. Lokasi Kegiatan.................................................................................... 21
C. Waktu Kegiatan..................................................................................... 21

Halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 22


A. Analisis Situasi Umum......................................................................... 22
B. Hasil Kegiatan...................................................................................... 27
C. Study Kasus.......................................................................................... 43
D. Pembahasan.......................................................................................... 44
BAB V PENUTUP........................................................................................... 54
A. Kesimpulan........................................................................................... 54
B. Saran..................................................................................................... 55
Daftar Pustaka................................................................................................... 66
Lampiran........................................................................................................... 68
4

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Kerja sama BPJS Kesehatan dengan.................................... 15


Fasilitas Kesehatan 15
Gambar. 2.2. Alur Pengajuan Klaim dari Rumah Sakit ke .............................. 19
BPJS Kesehatan
5

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan............................................................................. 20


Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan pada Bulan Agustus 2015.................................. 24
Data per 24 Agustus 2015
Tabel 4.2 Jumlah Kamar yang Tersedia pada bulan Agustus ........................... 24
Data per 24 Agustus 2015
Tabel 4.3 Pelayanan BPJS Januari April 2014............................................... 26
Tabel 4.2. Jumlah Klaim Pelayanan BPJS Januari April 2014...................... 27
6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Kegiatan Harian................................................................ 68


Lampiran 2. Lembar Konsultasi Pembimbing Lapangan................................. 72
Lampiran 3. Lembar Konsultasi Pembimbing Akademik................................ 73

Lampiran 4. Dokumentasi 74
BAB I
PENDAHULUAN
2

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam

pelayanan kesehatan. Dalam Undang - Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28

dan Pasal 34 menyatakan negara menjamin setiap warga negara mendapatkan

hidup sejahtera, tempat tinggal, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada

di Indonesia, namun sering terjadi dikotomi dalam upaya pelayanan

kesehatan, pelayanan kesehatan yang baik hanya diberikan bagi kalangan

masyarakat yang mampu sedangkan masyarakat yang kurang mampu tidak

mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional (PT Askes, 2010).

Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari pembiayaan kesehatan sebab di

zaman seperti ini apa bila kita berobat ke rumah sakit atau ke dokter spesialis

pasti membutuhkan biaya. Risiko menanggung beban biaya pelayanan

kesehatan belakangan tidak saja memberatkan kalangan yang tidak mampu

tetapi juga memberatkan kalangan menengah atas. Hal tersebut terjadi karena

sistem pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih menerapkan

sistem pembiayaan pembayaran jasa per-pelayanan atau fee for service,

dimana masyarakat harus membayar jasa pelayanan kesehatan secara

langsung dan menggunakan uang sendiri (out of pocket) dalam jumlah yang

sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar.

Untuk itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena

peserta membayar premi dengan besaran tetap ( Kemenkes RI, 2014).

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan beberapa upaya dalam

pencapaian Universal Health Coverage dengan penyelenggaraan beberapa


3

bentuk jaminan sosial dibidang kesehatan, diantaranya adalah PT Askes

(Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai

negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk

masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan

melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan

Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun jaminan kesehatan tersebut masih

terfragmentasi sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit

terkendali. Oleh karena itu, pada tahun 2004, dikeluarkan Undang-Undang

No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dimana jaminan

sosial tersebut wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Berdasarkan Permenkes RI No 27 Tahun 2014, Fasilitas kesehatan yang

menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan akan dibayar setelah

memberikan pelayanan kesehatan kepada paserta BPJS. Untuk Fasilitas

Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS akan membayar dengan sistem

paket INA CBGs. Pembayaran pelayanan akan diberikan setelah pihak

Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim kepada BPJS Kesehatan. Menurut

Ilyas (2014), apabila ingin mengajukan klaim maka diperlukan sikap kehati-

hatian dari pihak rumah sakit dan lebih memperhatikan kesalahan yang

mungkin terjadi dalam aplikasi INA CBGs, karena bukan tidak mungkin

terjadi abuse dan fraud.

Habibullah (2011) mengungkapkan bahwa asuransi menjadi penting

ketika seseorang beberapa orang mempunyai pengalaman yang buruk


4

terhadap asuransi, mulai dari rumitnya prosedur untuk melakukan klaim,

terjadinya penggelapan premi yang telah disetorkan peserta oleh oknum

karyawan perusahaan asuransi, ataupun klaim yang diberikan tidak sesuai

dengan yang dijanjikan. Masalah- masalah dalam asuransi tersebut dapat

menghambat kelancaran dalam pelayanan yang diberikan oleh pihak

asuransi.

Rumah sakit merupakan Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerjasama

dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui

kredensialing dan sebagai Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan serta

rumah sakit yang di dalamnya terdapat beberapa tahapan administrasi

kesehatan. Salah satu Instansi kesehatan yang melakukan kerjasama dengan

BPJS adalah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Oleh karena itu,

rumah sakit ini menjadi salah satu sasaran bagi para mahasiswa yang ingin

melakukan praktik kerja lapangan/ magang dibidang administrasi kebijakan

dan Kesehatan yang nantinya diharapkan dapat pembelajaran dan pelatihan

keterampilan kerja sesuai dengan bidang yang diminati. Dan berdasarkan

uraian di atas maka melalui kegiatan magang ini penulis tertarik untuk

mengetahui prosedur pengajuan klaim pelayanan kesehatan terhadap BPJS

Kesehatan, dengan mengambil judul tulisan Mekanisme Pengajuan Klaim

BPJS dengan Sistem INA CBGs di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto

A. Perumusan Masalah
5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diambil perumusan masalah

yaitu Bagaimana Mekanisme Pengajuan Klaim BPJS dengan Sistem INA

CBGs di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui mekanisme pengajuan klaim BPJS dengan sistem INA -

CBGs di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proses pengajuan klaim BPJS dengan sistem INA - CBGs

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada unit rawat

jalan.

b. Mengetahui proses pengajuan klaim BPJS dengan sistem INA - CBGs

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada unit rawat

inap.

c. Mengetahui hambatan atau alternatif pemecahan masalah dalam

pengajuan klaim BPJS dengan sistem INA CBGs di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

d. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran dengan

INA CBGs dan bagaimana cara mengatasinya.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Magang

a. Institusi magang dapat memanfaatkan tenaga magang sesuai dengan

kebutuhan di unit kerjanya.


6

b. Institusi magang mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah

dikenal mutu, dedikasi dan kredibilitasnya.

c. Laporan magang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber

informasi mengenai situasi umum institusi tempat magang tersebut.

d. Laporan magang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi

dalam pengambilan keputusan.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

a. Memperoleh informasi dari tempat magang tentang mekaanisme

pengajuan yang diterapkan oleh RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto sehingga dapat menambah wawasan dan meningkatkan

kualitas lulusan Jurusan Kesmas.

b. Menjalin kerja sama dengan institusi atau instansi atau perusahaan

tempat magang mahasiswa sehingga dapat mendukung pelaksanaan

Tri Dharma Perguruan Tinggi lainnya.

3. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan pengalaman nyata yang terkait dengan aplikasi ilmu

kesehatan masyarakat di dunia kerja, khususnya dalam bidang

Administrasi Kebijakan Kesehatan di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto.

b. Mendapatkan kesempatan pengalamanan nyata mengaplikasikan

teori asuransi dan pengajuan klaim yang telah diperoleh dari proses

perkuliahan ke dalam dunia kerja.

c. Mengetahui permasalahan terkait mekanisme pengajuan klaim

manajemen kendali biaya yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono


7

Soekarjo Purwokerto yang dapat dijadikan sebagai alternatif bahan

penelitian dalam penyusunan tugas akhir.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuransi Kesehatan

Secara umum asuransi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian. Menurut pasal 246 KUHD: asuransi atau pertanggungan

adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi

mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskanmya dari kerugian

karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan,

yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.

Sedangkan pasal 1 UU No.2/1992: asuransi atau pertanggungan adalah

perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

untuk memberikan penggantian kepada tertanggung kaena kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab

hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang

timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya. Pengertian

asuransi tersebut disebut juga asuransi sukarela (Suryono, 2009).

Muninjaya (2004) juga mengungkapkan bahwa asuransi kesehatan

adalah suatu mekanisme pengalihan risiko (sakit) dari risiko perorangan

menjadi risiko kelompok. Melalui pengalihan resiko individu menjadi resiko

kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing- masing peserta

asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh


8

jaminan. Sedangkan menurut Azwar (1996) menyatakan bahwa asuransi

kesehatan adalah suatu sitem pengelolaan dana yang diperoleh dari

konstribusi anggota secara teratur oleh salah satu bentuk organisasi guna

membiayai pelayanan kesehatan yang dibutukkan oleh peserta asuransi.

Asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya

kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit

diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk

itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta

membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian pembiayaan

kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan

peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang per orang ( Kemenkes RI,

2014).

Menurut Azwar (1996), bentuk asuransi kesehatan terdiri dari tiga

pihak (third party) yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama

lain. Ketiga pihak tersebut adalah

1. Tertanggung/ peserta yakni mereka yang terdaftar sebagai anggota,

membayar iuran (premi) sejumlah dan dengan mekanisme tertentu dan

karena itu ditanggung biaya kesehatan.

2. Penanggung/ bahan asuransi yakni yang bertanggung jawab

mengumpulkan mengelola iuran serta membayar biaya kesehatan yang

dibutuhkan peserta.
3. Penyedia pelayanan yakni yang bertanggung jawab menyediakan

pelayanan kesehatan bagi peserta dan untuk itu mendapatkan imbal jasa

dari badan asuransi.


B. Asuransi Kesehatan Sosial
9

Jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia

merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan

dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat

wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang

SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran

atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemeneterian Kesehatan RI, 2013).


Adanya asuransi kesehatan dirasa belum cukup, tetapi diperlukan juga

Asuransi Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Hal ini

dikarenakan JKN memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:

Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau.

Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan

mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai

dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan terserah dokter atau terserah

rumah sakit. Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas

(kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat,

asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di

seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga,

kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib (Kemenkes RI,

2013).
Setiap saat kita sangat berpotensi mengalami risiko seperti dapat terjadi

sakit berat, menjadi tua dan pensiun, tidak ada pendapatan masa hidup bisa

panjang. Sementara dukungan anak/ keluarga lain tidak selalu ada dan tidak

selalu cukup . Masyarakat Indonesia pada umumnya masih berfikir praktis

dan jangka pendek sehingga belum ada budaya menabung untuk dapat
10

menanggulangi apabila ada musibah sakit. Selain itu masyarakat umumnya

belum insurance minded terutama dalam asuransi kesehatan. Hal ini

mungkin premi asuransi yang ada (komersial) mahal atau memang belum

paham manfaat asuransi. Dengan demikian untuk menjamin agar semua

risiko tersebut dapat teratasi tanpa adanya hambatan financial maka Jaminan

Kesehatan Nasional yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi

kesehatan sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong,

ekuitas, dan lain- lain merupakan jalan keluar untuk mengatasi risiko yang

mungkin terjadi dalam kehidupan kita (Kemenkes RI, 2013).

Menurut UU SJSN No. 40 tahun 2004 Asuransi sosial merupakan

mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna

memeberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang

menimpa mereka dan atau anggota keluarganya. Selain itu dipaparkan juga

bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan tata cara

penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jam

inan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan Kesehatan nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia

merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional yanf diselenggarakan

melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib

(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia

terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada


11

setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya oleh pemerinta (BPJS

Kesehatan, 2013).

C. Rumah Sakit

Menurut UU RI No. 23 1992, Rumah Sakit adalah salah satu sarana

kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya

kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang, dengan tetap

memperlihatkan fugsi sosial, serta dapat juga dipergunakan untuk

kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi (Azwar, 1996).

Berdasarkan perumusan WHO menyatakan bahwa rumah sakit adalah

institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan

organisasi sosial yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang

lengkap baik kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit juga merupakan pusat

pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta riset kesehatan (Azwar, 1996).

D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum

yang dibentuk dengan Undang- undang untuk menyelenggarakan program

jaminan sosial. BPJS menurut UU SJSN adalah transformasi dari badan

penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan

untuk membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika

perkembangan jaminan sosial. BPJS dibentuk dengan UU No. 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dipaparkan juga bahwa BPJS


12

sendiri berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan,

manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS juga diberi

delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum serta

bertugas dalam mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial.

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 menetapkan bahwa BPJS

membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial , yaitu BPJS Kesehatan

dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan akan mengelola jaminan

kesehatan yang akan memberikan kepastian jaminan kesehatan bagi setiap

rakyat Indonesia. Jaminan ini diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan

perseorangan yang komprehensif, mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan, termasuk obat dan bahan

medis dengan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care).

BPJS Ketenagakerjaan akan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan

kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari

tua.

Menurut Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014, peserta BPJS

adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Peserta tersebut

meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN. Peserta

PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan tidak

mampu, sedangkan peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong

fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas :


13

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, seperti Pegawai

Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat Negara, Pegawai

Pemerinta Non Pegawai Negeri, pegawai swasta, dan lain- lain.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarga, seperti pekerja di

luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang bukan

termasuk yang disebutkan pada nomor 1.

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, seperti investor, pemeberi kerja,

penerima pensiunan, veteran, perintis kemerdekaan, dan lain- lain.

4. Penerima pensiun.

E. Pola Kerjasama BPJS Kesehatan dengan Rumah Sakit

Menurut Permenkes RI No. 71 Tahun 2013, Pelayanan Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan

yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan

tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang

perawatan khusus. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

merupakan fasilitas kesehatan yaang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

yaitu klinik utama yang atau yang setara, rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus. Kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan

dilakukan melalui perjanjian kerja sama antara pimpinan atau pemilik

Fasilitas Kesehatan yang berwewenang dengan BPJS Kesehatan. Perjanjian

kerja sama tersebut berlaku sekurang kurangnya 1 tahun dan dapat

diperpanjang kembali. BPJS dalam melakukan kerja sama dengan Fasilitas

Kesehatan harus memenuhi persyaratan dan juga harus mempertimbangkan


14

kecukupan antara jumlah Fasilitas Kessehatan dengan jumlah peserta yang harus

dilayani.

Perjanjian kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan

memuat hak dan kewajiban yang diatur pada Permenkes RI No. 71 Tahun

2013 yaitu sebagai berikut:

1. Hak Fasilitas Kesehatan

a. Mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan,

pembayaran dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan,

b. Menerima paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima

lengkap.

2. Kewajiban Fasilitas Kesehatan

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai ketentuan

yang berlaku; dan

b. Memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah

disepakati.

3. Hak BPJS Kesehatan

a. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan Fasilitas

Kesehatan; dan

b. Menerima laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah

disepakati.

4. Kewajiban BPJS Kesehatan

a. Memberikan informasi kepada Fasilitas Kesehatan berkaitan dengan

kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran dan proses kerja sama

dengan BPJS Kesehatan; dan


15

b. melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima

belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap.

Prosedur pelayanan yang harus diikuti dalam pelaksanaan BPJS pada

Fasilitas Kesehatan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-

tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat

pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,

maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat

pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Setelah peserta

mendapatkan pelayanan kesehatan dari rumah sakit yang bersangkutan maka

rumah sakit tersebut dapat mengajukan klaim kepada BPJS dengan ketentuan

yang berlaku. Alur pelayanan kesehatan dapat dilihat pada gambar 2.1 (Idris,

2013)
16

Sumber: Idris 2013


Gambar 2.1 Alur Kerja sama BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan
BPJS Kesehatan dapat memberikan manfaat jaminan kesehatan kepada

fasilitas kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan terdiri atas 2 jenis yaitu

Manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis bersifat pelayanan

perorangan: promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif termasuk BMHP dan

obat sesuai kebutuhan medis. Manfaat non medis meliputi akomodasi dan

ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas

Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat tambahan dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat non

medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas

perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya

dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri

selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang

harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan (Kemenkes RI, 2014)

Menurut Peraturan BPJS No 1 Tahun 2014, ada beberapa pelayanan

kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:

1. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama;

2. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan;

3. Pelayanan gawat darurat;

4. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medik habis pakai;

5. Pelayanan ambulance;

6. Pelayanan skrining kesehatan; dan


17

7. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

Ada beberapa pelayanan yang tidak dijamin oleh BPJS menurut Idris

(2013) yaitu sebagai berikut:

1. Tidak sesuai prosedur

2. Pelayanan diluar Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dng BPJS

3. Pelayanan bertujuan kosmetik,

4. General check up, pengobatan alternatif,

5. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi,

6. Pelayanan Kesehatan pada saat bencana ; dan

7. Pasien bunuh diri /penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk

menyiksa diri sendiri/ bunuh diri/narkoba.

F. Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam

implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pembayaran kepada

fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam implementasi Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yaitu dengan sistem INA- CBGs sesuai dengan Peraturan

Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 setelah pihak

failitas mengirim berkas pengajuan klaim kepada BPJS Kesehtan. Untuk tarif

yang berlaku pada 1 Januari 2014, telah dilakukan penyesuaian dari tarif

INA-CBGs Jamkesmas dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan

pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat

Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.


18

Setiap Fasilitas Kesehatan yang melakukan kerja sama dengan BPJS

Kesehatan harus memenuhi berbagai persyaratan termasuk dalam pengajuan

klaim. Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara reguler

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. BPJS Kesehatan wajib membayar

Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling

lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap di

Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/ Kota BPJS

Kesehatan.Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan

berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas

Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang

ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).

Sistem INA CBGs lebih lanjut diatur pada Permenkes No. 27 Tahun

2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs. Sedangkan Tarif Pelayanan

Kesehatan Program JKN diatur pada Permenkes No.69 Tahun 2013 yang

kemudian diperbaiki dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.59 Tahun 2014

tentang Standar Tarif JKN. Tarif INA CBGs mempunyai 1.077 kelompok tarif

terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok

rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis

serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Dalam mengimplementasikan

pembayaran klaim rumah sakit oleh BPJS Kesehatan dengan sistem INA

CBGs, BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit menggunakan aplikasi INA CBGs.

BPJS Kesehatan khususnya pada unit Manajemen Pelayanan Kesehatan

Rujukan memiliki staf verifikator dengan tugas untuk memastikan atau

melakukan pengecekan terhadap klaim yang diajukan oleh pihak Rumah


19

Sakit, serta memverifikasi apakah klaim akan disetujui dan dibayar atau tidak.

Setelah berkas klaim diperiksa dan benar maka BPJS Kesehatan akan

membayar rumah sakit atas pelayanan yang diberikan (Permenkes, 2014).

Fasilitas Kesehatan pada pelayanan gawat darurat yang tidak menjalin

kerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan dibayar dengan penggantian biaya,

yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan

dan dibayar oleh BPJS Kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah

tersebut. Peserta tidak diperkenankan dipungut biaya apapun terhadap

pelayanan tersebut BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari

sejak dokumen klaim diterima lengkap (BPJS Kesehatan, 2014). Alur

pengajuan klaim dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan dapat dilihat pada

gambar 2.2.

Sumber: Idris 2013


20

Gambar. 2.2. Alur Pengajuan Klaim dari Rumah Sakit ke BPJS Kesehatan

BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan magang dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto sebagai berikut:


Tabel 3.1. Pelaksanaan Kegiatan

Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu
ke- 1 ke- 2 ke- 3 ke- 4

1 Mempelajari profil
Puskesmas
2 Mengikuti dan
mempelajari proses
pendaftaran pasien
rawat jalan baik peserta
BPJS PBI dan Non PBI.
3 Mengikuti dan
mempelajari proses
pendaftaran pasien
rawat inap baik peserta
BPJS PBI dan Non PBI.
4 Mengikuti dan
mempelajari proses
billing rawat inap
pasien BPJS PBI dan
Non PBI.
5 Mengikuti dan
mempelajari proses
billing rawat jalan
pasien BPJS PBI dan
Non PBI
6 Mengikuti dan
mempelajari proses
verifikasi administrasi
21

7 Mengikuti dan
mempelajari proses
pencetakan Clinical
Pathway

Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan
Minggu Minggu Minggu Minggu
ke- 1 ke- 2 ke- 3 ke- 4
8 Mengikuti dan
mempelajari proses
verifikasi pelayanan

9 Mengikuti dan
mempelajari proses
pengajuan klaim BPJS.

10 Membantu pelaksanaan
tugas-tugas instansi,
studi pustaka dan
konsultasi dengan
pembimbing

B. Lokasi Kegiatan

Lokasi kegiatan magang dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto, yang beralamat di Jl. Dr. Gumbreg No. 1 Purwokerto Jawa

Tengah.

C. Waktu Kegiatan
Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 3 29 Agustus 2015.
22

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Situasi Umum


1. Sejarah RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto semula merupakan fusi

dari RSU Purwokerto yang berlokasi di Jl. Dr. Angka No.2 Purwokerto.

RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto ini menempati satu paket

rumah sakit yang terdri atas dua lantai yang berlokasi di Jl. Dr. Gumbreg

No. 1 Purwokerto. Fungsionalisasi lokasi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto diresmikan secara keseluruhan pada tanggal 12

November 1995. Dilihat dari aspek geografis lokasi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto sangat menguntungkan, karena terletak

di pusat pengembangan wilayah Jawa Tengah bagian selatan- barat, dan

terletak di kota yang terus berkembang menjadi kota besar dan kota

perdagangan, pendidikan dan pariwisata. Dipihak lain, kota Purwokerto

terletak di pertemuan tiga jalur transportasi menuju pusat rujukan

pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, dengan jarak sekitar 200 km dari

kota Semarang, Yogyakarta, dan Bandung. Kondisi ini sangat strategis

bagi pengembangan dan pemasaran RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto (www.rsmargono.jatengprov.go.id).
Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto sebgai RSUD milik

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam menyusun struktur organisasi

dan tata kerja rumah sakit berpedoman pada Perda No. 8 Tahun 2008
23

tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 No. 8 Seri D No. 4, tambahan

Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 14) dan Peraturan

Gubernur Jawa Tengah No. 94 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas

Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr.

Margono Soekarjo Provinsi Jawa Tengah ( Berita Daerah Jawa Tengah

Tahun 2008 No. 94). Dalam Peraturan Daerah (Perda) yang selanjutnya

disebut RSUD adalah lembaga teknis daerah dibidang pelayanan rumah

sakit yang masing- masing dipimpin oleh seorang direktur yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris

Daerah. Untuk menunjang pengelola RSUD dapat dibentuk komite -

komite, instalasi dan satuan pengawas yang pengaturannya ditetapkan

dengan keputusan Direktur (www.rsmargono.jatengprov.go.id).


2. Tata Letak RSUD Prof Dr Margono Purwokerto
RSUD Prof Dr Margono Purwokerto terletak di Kabupaten

Banyumas yang diapit oleh 4 kabupaten yaitu Kabupaten Cilacap,

Banjarnegara, Purbalingga dan Brebes. Lokasi rumah sakit tersebut

sangat strategis karena terletak di pusat kota yang mudah dijangkau.

RSUD Prof Dr Margono Purwokerto merupakan rumah sakit dengan

tipe kelas B pendidikan milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

berada di kota Purwokerto dengan jangkauan pelayanan untuk

masyarakat di wilayah Jawa Tengah bagian barat- selatan, mengacu

PERGUP nomor 059/76 tahun 2008 maka mulai 1 januari 2009

menerapkan Pola Pengolahan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah


24

(PPK-BLUD). Tujuan utama PPK-BLUD adalah meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk mewujudkan

penyelenggaraan tugas- tugas Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah

dalam mewujudkan kesejahteraan umum melalui peningkatan derajat

kesehatan masyarakat (Profil RSMS, 2014).


3. Pelayanan Rumah Sakit
RSUD Prof Dr Margono Purwokerto memiliki beberapa pelayanan

rumah sakit sesui dengan Profil RSMS (2014), yaitu diantaranya:


a. Rawat Jalan (VCT, PTRM, OAI)
b. Pelayanan rawat inap (22 ruang perawatan)
c. Perawatan Intensif (ICU, ICCU, HCU)
d. Maternal Perinatal (2 ruang perawatan dan VK)
e. Bedah Sentral (18 kamar operasi)
f. Gawat Darurat (SPGDT)
g. Rehabilitasi Medik
h. Radiologi (Radiodiagnosis dan Radioterapi)
i. Patologi Klinik
j. Patologi Anatomi
k. Farmasi
l. Haemodialisa
m. Transfusi Darah
n. IPLRS, IPSRS, ICPH
o. Gizi, Forensik, Ambulance.
Pelayanan unggulan RSUD Prof Dr Margono Purwokerto yaitu

Onkologi Terpadu, Private Wing, Urologi Jantung, dan Maternal

Perinatal. Selain itu, RSUD Prof Dr Margono juga memiliki tenaga

SDM yang berkualitas dengan memiliki tenaga medis yang sangat

kompeten di bidangnya, sertta memiliki kapasias tempat tidur yang

sangat memadai yaitu sekitar 710 dari setiap kelas (Profil RSMS, 2014).
4. Pengadaan Barang dan Jasa
a. Jumlah Kunjungan
Jumlah kunjungan data terbaru pada bulan Agustus 2015, data per 24

Agustus 2015 tercatat:


Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan pada Bulan Agustus 2015, Data per 24
Agustus 2015

No Kunjungan Jumlah Kunjungan


25

1 Rawat Inap 1879 Pasien


2 Rawat Jalan 11. 875 Pasien
Sumber : www.rsmargono.jatengprov.go.id
b. Kamar Tersedia
Kamar yang tersedia menurut data yang terbaru bulan Agustus 2015,

data per 24 Agustus 2015 tercatat:


Tabel 4.2 Jumlah Kamar yang Tersedia pada Bulan Agustus Data Per
24 Agustus 2015

No Kelas Tersesia
1 I 13 bed
2 II 69 bed
3 III 107 bed
4 Utama 0 bed
5 VIP 11 bed
Sumber : www.rsmargono.jatengprov.go.id
5. Perkembangan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
Tahun 2013 RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
melaksanakan pembangunan gedung bedah sentral terpadu meliputi
instalasi bedah sentral dengan 16 kamar operasi, intensive care unit
(ICU dengan 16 tempat tidur dengan 2 tempat tidur isolasi, dan ICPH
(Instalasi Cuci dan Pencucian Hama). Tahun 2014 melakukan renovasi
untuk penambahan bangsal kelas III dan pengembangan ICCU serta
picu. Hal ini yang dikembangkan adalah pembangunan bangasal
paviliun abiyasa untuk VIP dan VVIP sejumlah 72 tempat tidur. RSMS
melakukan persiapan akreditasi paripurna sebagai salah satu program
penjaminan mutu rumah sakit dengan pengembangan perencanaan
berbasis elektronik (e-planning) dan peningkatan 5 kompetensi dasar
bagi seluruh karyawan rumah sakit yaitu pelatihan basic life support,
patient safety, pengendalian infeksi, customer service dan K3 (Profil
RSMS, 2014).
Kesiapan RSUD Prof Dr Margono Purwokerto dalam menghadapi
masa BPJS yang tercantum dalam Profil RSMS (2014), yaitu bahwa
pada tahun 2014 dilakukan penambahan penyediaan bangsal kelas III
sebanyak 75 tempat tidur dari tahun 2013 bangsal kelas III dengan
angka hunian (BOR) 103%. RSUD Prof Dr Margono Purwokerto
memberikan pelayanan BPJS 2014 dengan melakukan penataan sistem
dan prosedur yaitu:
26

a. Melakukan bridging sistem SEP (surat eligilibilitas peserta) untuk


proses registrasi di loket pendaftaran, hal ini bertujuan
memperpendek waktu pelayanan registrasi dan akurasi data
pelayanan penerapan sistem antrian elektronik di rancang
berdasarkan penjaminan (UMUM, BPJS PBI, BPJS NON PBI).
Sistem antrian elektronik ini tidak sebatas dalam proses registrasi
namun sampai pelayanan poliklinik.
b. Pelayanan di poliklinik spesialistik dengan rekam medik elektronik
untuk menjamin kesepakatan pelayanan karena tidak diperlukan
penghantaran dokumen rekam medik dan pada akhirnya
mempercepat proses klaim BPJS karena proses verifikasi dapat
dilakukan berbasis data elektronik.
c. Melakukan bridging INA - CBGs (Sistem Kementerian Kesehatan)
untuk menjamin kecepatan proses klaim pelayanan.
Pencapaian RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto sejauh
ini adalah pada tahun 2014 RSMS mendapatkan penghargaan dari BPJS
kesehatan pusat sebagai RS kelas B pertama di Indonesia yang
melakukan bridging sistem yaitu terintegrasi SIMRS dan SIM BPJS serta
INA - CBGs. RSUD Prof Dr Margono Purwokerto Soekarjo juga
melakukan kerjasama dengan BPJS divre Jawa Tengah dan DIY untuk
implementasi pengelolaan Bridging system. Adapun Bridging system di
RSUD Prof Dr Margono Purwokerto Soekarjo berdasarkan Profil RSMS
(2014), adalah sebagai berikut:
a. Bridging SIMRS SEP
Bridging ini memungkinkan pembuatan SEP dilakukan melalui
SIMRS, dengan demikian proses pendaftaran pasien dapat dilakukan
dengan lebih cepat karena single entry.
b. Bridging SIMRS INACBG
Bridging ini meniadakan proses entry data klaim ke aplikasi
INACBG, sehingga proses klaim lebih cepat dan lebih akurat.
c. Bridging SEP INACBG
Bridging ini memungkinkan aplikasi verifikator mengakses data
klaim secara langsung dari server INACBG. Sehingga petugas klaim
tidak perlu memberikan file text dalam proses klaim.
6. Pelayanan BPJS
27

Pelayanan BPJS RSUD Prof Dr Margono Purwokerto bulan januari

april 2014 yaitu:


Tabel 4.3 Pelayanan BPJS Januari April 2014

No. Pelayanan Rawat Jalan Rawat Inap


1 Januari 8.416 1.716
2 Februari 9.672 1.918
3 Maret 10.659 2.525
4 April 10.583 2.541
Sumber : Profil RSMS 2014

7. Klaim BPJS
Klaim BPJS RSUD Prof Dr Margono Purwokerto bulan januari april

2014 tercatat sebagai berikut:


Tabel 4.2. Jumlah Klaim Pelayanan BPJS Januari April 2014
No. Bulan Jumlah
1 Januari 11,232,538,509
2 Februari 12,554,512,937
3 Maret 14,817,712,030
4 April 14,830,833,142
Sumber : Profil RSMS 2014

B. Hasil Kegiatan
a. Pembiayaan Kesehatan RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto
Berdasarkan Permenkes RI No 27 Tahun 2014 menyatakan dalam

rangka pelaksanaan jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial

Nasional telah ditetapkan tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas tingkat

lanjutan. Sesuai dengan Permenkes tersebut RSUD Prof Dr. Margono

Purwokerto sebagai fasilitas tingkat lanjutan menetapkan tarif pelayanan

kesehatan pasien peserta BPJS dengan pola pembayaran Indonesian Case

Base Groups (INA-CBGs) dan selama pelaksanaan pengajuan klaim

pihak RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto selalu berlandaskan

Permenkes RI No 27 Tahun 2014. Semua kinerja para petugas yang


28

bertanggung jawab terhadap klaim BPJS selalu mengacu pada Permenkes

tersebut. Terutama apabila pihak rumah sakit mendapat penolakan klaim

dari pihak BPJS Kesehatan akan dijawab dengan isi dari Permenkes

tersebut.
Metode pembayaran RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

untuk klaim BPJS adalah dengan metode pembayaran prospektif. Metode

pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas

layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan

kesehatan diberikan. Salah satu contoh dari metode pembayaran prospektif

adalah dengan case base payment (Casemix), dan RSUD Prof Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto menerapkan metode pembayaran tersebut

yang pada masa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disebut dengan INA-

CBGs sesuai dengan perturan Presiden No. 12 Tahu 2013 tentang Jaminan

Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 111

Tahun 2013. Dimana untuk tarif yang berlaku disesuaikan dengan tarif

INA- CBGs. Tarif INA-CBGs mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri

dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok

rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis

serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Semua tarif pelayanan

kesehatan akan dibayar sesuai dengan hasil grouping dari coder. Standar

tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan

kesehatan diatur dalam Permekes RI No. 59 Tahun 2014. Dan RSUD Prof

Dr. Margono Purwokerto sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan

mengikuti tarif INA- CBG 2014 Regional 1 Rumah Sakit Kelas B yang

tercantum dalam Permenkes RI No. 59 Tahun 2014.


29

b. Klaim BPJS RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto pada Unit Rawat

Jalan
Klaim rawat jalan di RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto diajukan

secara kolektif dengan klaim rawat inap dan klaim IGD kepada BPJS

Kesehatan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya dengan sistem

INA - CBGs. Namun, sebelum klaim dijukan kepada kantor BPJS

Kesehatan, RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto harus melalui

beberapa proses yaitu:


1) Proses entry dan grouping
Proses entri data pasien rawat jalan RSUD Prof Dr. Margono

Purwokerto dengan menggunakan aplikasi INA-CBGs oleh koder dari

petugas administrasi rumah sakit berdasarkan data resume medis di

poliklinik. Setelah semua data dientri maka akan dilanjutkan proses

koding. Setelah pasien pulang, para koder yang ada di Poliklinik

melakukan koding dengan sistem INA- CBGs. Dasar pengelompokan

dalam INA- CBGs menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis

akhir dan tindakan/ prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan

acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk

tindakan/prosedur. ICD-10 untuk mengkode berupa diagnosis utama

dan diagnosis sekunder.

Sebelum koder melakukan koding, perlu diperhatikan mengenai

kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan. Kelengkapan

administrasi yang harus dipenuhi antara lain:


a) Fotokopi kartu BPJS
30

Fotokopi adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh pasien

rawat jalan baik PBI maupun Non PBI. Karena kartu BPJS

merupakan bukti bahwa pasien tersebut merupakan peserta BPJS

Kesehatan.
b) Surat rujukan
RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto merupakan rumah sakit PPK

II dan PPK III. Artinya, pasien dapat dirujuk dari dokter keluarga

dan puskesmas sehingga disebut PPK II, dan pasien dapat dirujuk

dari rumah sakit daerah yang kelasnya dibawah rumah sakit

Margono. Surat rujukan merupakan persyaratan wajib yang harus

dipenuhi oleh pasien rawat jalan baik pasien PBI maupun Non PBI

dan surat rujukan tersebut harus asli. Apabila pasien tidak

membawa surat rujukan akan disuruh melengkapi terlebih dahulu.

Khusus untuk pasien di Poliklinik Ginjal dan Hipertensi, surat

rujukan boleh difotocopi sedangkan untuk poliklinik lain tidak

boleh. Hal ini dimaksudkan karena Poliklinik Ginjal dan Hipertensi

buka setiap hari dan pasien diharapkan kontrol terus menerus

sehingga ada toleransi untuk pasien tersebut agar tidak terlalu repot

untuk mengurus rujukan dari PPK 1. Untuk pasien yang baru rawat

inap diberikan RM 13 merupakan surat kontrol pasien setelah

dirawat inap dan hanya bisa dipakai 1 kali saja.


c) SEP Rawat Jalan
SEP atau surat eligibilitas peserta merupakan form legal

bahwa pasien sah menjadi anggota BPJS Kesehatan. RSUD Prof

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sudah menerapkan bridging

system yang mana adanya bridging SIMRS dalam pembuatan SEP.


31

Bridging ini memungkinkan pembuatan SEP dilakukan melalui

Dengan adanya bridging system ini, akan mempercepat proses

pendaftaran pasien lebih cepat karena single entry. Sistem

informasi rumah sakit saling terintegrasi sehingga secara otomatis

data pasien dapat dibuka baik di Poliklinik, apotek, keuangan dan

lain- lain. Setelah SEP rawat jalan sudah dibuat beserta slip

pendaftaran, secara otomatis pasien juga sudah terdaftar di

poliklinik yang dituju. SEP rawat jalan akan dibuat apabila pasien

sudah memenuhi persyaratan seperti fotokopi kartu BPJS, surat

rujukan, surat kontrol bagi pasien lama, fotokopi KK, dan fotokopi

KTP.
d) Fotokopi KK dan Fotokopi KTP
Fotokopi KK dan KTP merupakan berkas pelengkap identitas

pasien. RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto menetapkan

bahwa pasien perlu melengkapi Fotokopi KK dan KTP untuk

mengantisipasi ada pasien yang memakai kartu BPJS orang lain.

Untuk pasien PBI wajib melengkapi Fotokopi KK dan KTP

sedangkan untuk pasien Non PBI tidak wajib.


e) Bukti pelayananan yang mencantumkan dianosa dan prsedur serta

ditandatangani oleh Dokter Penangggung Jawab Pelayanan (DPJP).


2) Verifikasi I
a) Verifikasi administrasi
Setelah dilakukan koding oleh koder, dokumen pasien berupa

report diagnosa, prosedur dan persyaratan. Dokumen rekam medik

akan di arsip dan berkas klaim akan dikirim ke keuangan untuk

diverifikasi oleh petugas keuangan dengan metode ceklist.

Verifikasi ini dilakukan untuk mengecek kelengkapan berkas klaim


32

seperti adanya SEP rawat jalan, fotokopi kartu BPJS, surat

rujukan, fotokopi KK dan fotokopi KTP.


b) Verifikasi Pelayanan Kesehatan
Verifikasi pelayanan kesehatan ini dilakukan oleh verifikator dari

unit rekam medik. Verifikator akan memastikan kesesuaian

diagnosis dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD-10 dan

ICD-9-CM. Pada tahap ini seorang verifikator dari RSUD Prof Dr.

Margono Purwokerto sudah sangat paham dengan coding dan

apabila ada keraguan akan melihat kamus INA-CBGs secara

online. Dalam hal ini akan banyak kesalahan koding yang

ditemukan dan ketidaksesuain antara diagnosa dan prosedur. Oleh

karena itu seorang verifikator rumah sakit harus dituntut untuk

teliti untuk meminimalisir terjadinya kesalahan saat klaim sudah

diajukan ke pihak BPJS.


3) Pencetakan Clinical Pathway
Setelah verifikasi selesai oleh verifikator internal rumah sakit,

selanjutnya berkas klaim dikirim ke petugas rekam medik untuk

mencetak Clinical Pathway. Lembar Clinical Pathway berisi

keterangan mengenai kode diagnosis, kode prosedur serta tarif rumah

sakit terhadap tindakan, pemeriksaan, obat- obatan dan lain- lain. Tarif

tersebut akan menjadi pedoman dalam pencetakan billing dan kode

yang ada di billing harus sesui dengan yang ada di Clinical Pathway

Setelah clinical pathway selesai dicetak, berkas klaim disetor kembali

ke keuangan untuk di invoice.


4) Billing
Billing system merupakan sistem yang berfungsi mengatur dan

memproses semua tagihan yang berkaitan dengan pelayanan yang


33

diberikan kepada pasien. Dalam lembar billing akan terlihat tagihan

biaya pelayanan kesehatan pasien sesuai tarif rumah sakit dan tarif

INA-CBGs sesuai grouping. Dalam mencetak billing terlebih dahulu

melakuakan proses Invoice yang dilakukan oleh petugas keuangan.

Proses invoice rawat jalan dilakukan dengan billing massal, sehingga

invoice bisa dilakukan secara bersama- sama setiap poliklinik yang

sama dan jenis BPJS yang sama. Penggunaan billing massal akan

mempercepat proses invoice sehingga lebih efisien. Setelah proses

invoice selesai, kemudian billing dicetak, ditanda tangani dan

distempel.
5) Ceklist
Ceklist merupakan proses pengecekan kembali jumlah berkas

yang telah dibilling hal ini dimaksudkan agar tidak ada berkas klaim

yang tercecer. Ceklist berkas klaim dilakukan oleh petugas keuangan

yang khusus menangani pasien rawat jalan yang menggunakan BPJS

Kesehatan. Saat pengecekan akan dilakukan di lembar ceklist. Lembar

ceklist berfungsi untuk mengecek nama pasien apakah sudah lengkap

atau tidak. Kalau masih ada statsus pasien yang masih diragukan

makan akan dicek di sistem atau dikofirmasi pada poliklinik yang

bersangkutan. Lembar ceklist berisi nomor RM pasien, nama pasien,

nama polklinik dan penjamin. Setelah proses ceklist selesai, berkas

klaim di cek kembali oleh petugas keuangan. Lembar ceklist yang asli

di arsip dan fotokopiannya akan disetor ke verifikator BPJS Kesehatan

di rumah sakit. Arsip lembar ceklis berfungsi sebagai bukti jumlah

berkas klaim pasien yang telah disetor ke verifikator BPJS Kesehatan.


6) Verifikasi oleh Verifkator BPJS Kesehatan
34

BPJS Kesehatan memiliki staff verifikator di rumah sakit yang

ditempatkan di BPJS center. Staff verifikator tersebut bertugas untuk

memastikan atau melakukan pengecekan terhadap klaim yang diajukan

oleh pihak rumah sakit, serta memverifikasi apakah klaim akan

disetujui dan dibayar atau tidak. Verifikasi menggunakan software

INA-CBGs. Oleh karena itu, seorang verifikator harus memiliki

pemahaman dan kemampuan baik terkait ICD-10 untuk verifikasi

diagnosis dan ICD-10 untuk verifikasi prosedur, serta pemahan

mengaplikasikan aplikasi INA-CBGs yang harus dibayar oleh BPJS

Kesehatan. Selain itu, seorang verifikator dituntut untuk lebih teliti.

Karena RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sudah

menggunakan bridging system yaitu adanya integrasi antara bridging

SEP - INA CBGs , sehingga memudahkan proses verifikasi. Bridging

ini memungkinkan verifikator dapat mengakses data klaim secara

langsung dari server INA-CBG. Sehingga petugas klaim tidak perlu

memberikan file text dalam proses klaim.


a) Verifikasi Administrasi
Verifikasi administrasi pada unit rawat jalan oleh verifikator dari

BPJS Kesehaan sama halnya dengan verifikasi oleh verifikator dari

rumah sakit, yaitu akan memverifikasi berkas klaim yang meliputi

Surat Egibilitas Peserta (SEP), fotokopi kartu peserta BPJS, surat

rujukan, Fotokopi KK atau KTP, bukti pelayanan yang

mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh

Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), dan bukti pendukung

untuk pembayaran klaim diluar INA CBGs seperti protokol terapi


35

dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus, resep alat kesehatan,

dan tanda terima alat bantu kesehatan seperti kacamata, alat bantu

dengar, alat batu gerak dan lain- lain. Adapun tahap verifikasi

administrasi klaim yaitu:


i. Verifikasi Administrasi Kepesertaan
Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti

kesesuaianberkas klaim yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta

(SEP) dengan data kepesertaan yang diinput dalam aplikasi

INA CBGs
ii. Verifikasi Administrasi Pelayanan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi

administrasi pelayanan seperti:


(1) Mencocokkan kesesuaian berkas klaim dengan berkas yang

dipersyaratkan atau mengecek keabsahan berkas


(2) Apabila terjadi ketidak sesuaian antara kelengkapan dan

keabsahan berkas, maka berkas akan dikembalikan ke

rumah sakit untuk direvisi atau dilengkapi


b) Verifikasi Pelayanan Kesehatan
Dalam verifikasi pelayanan kesehatan rawat jalan, seorang

verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnosis dan prosedur

pada tagihan dengn kode ICD-10 dan ICD-9-CM serta

memperhatikan episode rawat jalan. Apabila terdapat kejanggalan

terhadap kode diagnosa dan prosedur serta episode rawat jalan,

maka verifikator akan mengirim berkas klaim kepada rumah sakit

untuk direvisi kembali dengan berbagai catatan yang nantinya akan

dijawab oleh verifikator dari RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto dan DPJP.


7) Verifikasi II
36

Klaim tidak serta merta disetujui oleh verifikator BPJS

Kesehatan. Ada beberapa klaim yang ditolak sehingga perlu direvisi.

Penolakan klaim bisa terlihat di sistem ketika klaim yang berstatus

Non dan tidak layak. Contoh kasus klaim yang berstatus Non seperti

penyakit Xanthelasma. Menurut BPJS Kesehatan Xanthelasma

bukanlah penyakit melainkan kecantikan sehingga klaim ditolak.

Untuk kasus lain yang berstatus tidak layak dikarenakan SEP tidak

ditemukan di sistem, hal ini dikarenakan telah dibuat SEP baru

sehingga tidak terbaca oleh petugas BPJS Kesehatan. Alasan lain yang

menyebabkan klaim ditolak adalah karena masih adanya berkas klaim

yang tidak lengkap, tanggal SEP yang keliru, tidak terdapat tanda

tangan dokter dan pasien, bukti penunjang yang tidak ada seperti bukti

uji lab, bukti rontgen dan hasil bacaannya, kode prosedur yang tidak

sesuai dengan diagnosis dan beberapa keselahan lain. Dalam revisi

klaim terbagi menjadi 2 tim yaitu tim yang khusus mengurus

kelengkapan berkas dan tim yang mengurus secara sistem seperti kode

diagnosis dan prosedur, dan lain- lain.Pada proses revisi ini atau proses

verifikator ini dilaksanakan m ditolak untuk melengkapi berbagai

kekurangan. Sebagai contoh berkas klaim ditolak dengan alasan buktin

rontgen tidak ada. Maka pihak verifikator dari keuangan akan merekap

berapa berkas yang membutuhkan bukti rotgen, kemudian meminta

konfirmasi kepada pihak administrasi radiologi sampai bukti rotgen

diberikan sehingga berkas klaim lengkap. Revisi klaim dapat dilakukan


37

beberapa kali sampai klaim disetujuai oleh verifikator dari BPJS

Kesehatan.
RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selalu melakukan

closing setiap tanggal 5 bulan berikutnya. Closing akan dihadiri oleh

petugas rekam medik, petugas keuanga, DPJP dan verifikator dari

BPJS Kesehatan yang ada di rumah sakit. Dalam closing ada beberapa

hal yang perlu dituntaskan dan dicari solusi terkait beberapa kasus

klaim yang masih direvisi sehingga pengajuan klaim kepada BPJS

Kesehatan dapat dilakukan sebelum tanggal 10. RSUD Prof Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto selalu memegang komitmen ini

sehingga pengajuan klaim dapat dilakukan tepat waktu dan dibayar

tepat waktu pula.


8) Pengajuan Klaim
Setelah berkas klaim diverifikasi beberapa kali dan telah

disetujui, data digabung secara keseluruhan baik untuk rawat jalan dan

rawat inap di BPJS Kesehatan. klaim RSUD Prof Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto mengajukan klaim secara kolektif kepada Kantor

Cabang BPJS Kesehatan Purwokerto maksimal pada tanggal 10 bulan

berikutnya menggunakan aplikasi INA CBGs Kementerian

Kesehatan yang berlaku. Pengajuan klaim harus memenuhi

Kelengkapan administrasi klaim umum seperti adanya Formulir

Pengajuan Klaim (FPK) 3 rangkap, softcopy luaran aplikasi, kuitansi

asli bermaterai cukup, bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh

peserta atau anggota keluarga serta kelengkapan lain yang

dipersyaratkan seperti Surat Eligibilitas Peserta, resume medis/ laporan

status pasien/ keterangan diagnosa dari dokter yang merawat bila


38

diperlukan, dan bukti pelayanan lain. Karena adanya sistem bridging,

BPJS Kesehatan dapat secara otomatis mengakses kliam yang masuk

dan mengetahui nama dan kode pasien yang di klaim per bulannya. Di

Kantor BPJS Kesehatan akan dilakukan register klaim, memeriksa

hasil dan pada akhirnya melakukan persetujuan ke bagian keuangan.

Bagian keuangan BPJS Kesehatan akan membayar klaim sesuai

dengan kwitansi dan akan dikirim langsung ke rekening RSUD Prof

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


c. Klaim BPJS RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto pada Unit Rawat

Inap
Klaim BPJS pada unit rawat inap tidak jauh berbeda dengan klaim

pada unit rawat jalan. Hanya saja, klaim pada unit rawat inap lebih

kompleks. Pasien rawat inap masuk melalui 2 jalur yaitu melalui unit IGD

dan melalui unit rawat jalan atau poliklinik. Hal ini akan mempengaruhi

dalam hal persyaratan yaitu pasien rawat inap yang bersal dari IGD tidak

harus ada surat rujukan sedangkan pasien rawat inap yang berasal dari

poliklinik harus memiliki surat rujukan. Sebelum klaim dijukan kepada

kantor BPJS Kesehatan RSUD Prof Dr. Margono Purwokerto harus

melalui beberapa proses yaitu:


1) Entry data pasien dan Grouping
Proses entri aplikasi INA-CBGs dilakukan oleh petugas koder

atau petugas administrasi klaim di rumah sakit dengan menggunakan

data dari resume medis, perlu diperhatikan juga mengenai kelengkapan

data administratif untuk tujuan keabsahan klaim. Sebelum dilakukan

koding dilakukan, dokumen pasien harus lengkapi oleh dokter dalam

RM 14 manual. RM 14 berisi diagnosis pasien atau resume medis


39

pasien. Setelah itu koder akan mulai mengkoding dengan sistem INA-

CBGs yang di entri menggunakan KHS (Krakatau Hospital Sistem)

rumah sakit. Sama halnya dengan koding rawat jalan, koding pada unit

rawat inap juga didasarkan pada INA- CBGs menggunakan sistem

kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/ prosedur yang menjadi

output pelayanan, dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-

CM untuk tindakan/prosedur. Terdapat 789 kelompok kasus rawat

inap.
Kriteria diagnosis utama menurut WHO Morbidity Reference

Group adalah diagnosis akhir/final yang dipilih dokter pada hari

terakhir perawatan dengan kriteria paling banyak menggunakan

sumber daya atau hari rawatan paling lama. Diagnosis Sekunder adalah

diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau

yang terjadi selama episode pelayanan. ICD-9-CM digunakan untuk

pengkodean tindakan/ prosedur yang berisi kode prosedur bedah/

operasi dan pengobatan serta non operasi seperti CT Scan, MRI, Cek

Lab dan USG. Pengelompokan menggunakan sistem informasi berupa

aplikasi INA-CBG sehingga menghasilkan group/ kelompok untuk

kasus rawat jalan sebanyak 288 kelompok. Setelah dilakukan

grouping maka akan diketahui tarif sesuai grouping tarif sakit kelas B

Pendidikan yang tercantum pada Permenkes RI No. 69 Tahun 2013.


Berkas- berkas yang harus dilengkapi sebelum berkas klaim

disetor ke keuangan antara lain:


a) Fotokopi kartu peserta BPJS
b) SEP Rawat Inap, SEP IGD/ SEP rawat jalan
c) Fotokopi KK/KTP
d) Surat Rujukan
e) Laporan individual
40

f) RM 14 manual
g) RM 14 elektronik
h) Clinical Pathway
i) Data pemeriksaan medis
j) Data pelayanan pasien
k) Data penunjang ( Laborat/ CT Scan, dan lain- lain)
l) Resep obat
m) Fotokopi laporan operasi jika pasien operasi
2) Clinical Pathway
Pencetakan Clinical Pathway rawat inap berbeda dengan rawat jalan.

Clinical Pathway dicetak oleh koder dari unit rekam meidk di ruang

administrasi rawat inap. Lembar Clinical Pathway berisikan rincian

tindakan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan yang ada di RM

14. Lembar Clinical Pathway kemudian kemudian digabung dengan

berkas lain yang kemudian akan disetor kepada ke keuangan untuk

diverifikasi dan cetak billing.


3) Verifikasi I
Setelah berkas sudah lengkap, berkas klaim kemudian di setor

oleh admin yang ada di ruang inap ke keuangan. Di Keuangan berkas

klaim akan di verifikasi oleh akuntansi untuk mengecek kelengkapan

berkas. Jika ada beberapa berkas yang belum lengkap akan

dikonfirmasi pada bagian yang betanggung jawab. Dan dilakukan juga

verifikasi pelayanan seperti kesesuaian kode diagnosis dengan kode

prosedur. Jika masih ada yang keliru maka akan diperbaiki oleh

verifikator yang berasal dari unit rekam medik. Selain itu verifikasi

akan membantu rumah sakit dengan mengacu kepada standard

penilaian klaim berdasarkan PKS antara rumah sakit dan BPJS

Kesehatan.
4) Billing
Seperti halnya dengan klaim rawat jalan, berkas klaim rawat inap

juga akan di billing oleh petugas keuangan. Tetapi bedanya untuk


41

pasiean rawat jalan proses invoive dilakukan dengan billing massal

sedangkan untuk pasien rawat inap proses invoice dilakukan per

pasien. Invoice harus sesuai dengan isi Clinical Pathway rawat inap

dan apabila pada saat proses invoice ditemukan tarif yang berbeda

dengan apa yang ada di Clinical Pathway maka akan konfirmasi ke

ruang rawat. Sebelum proses invoice petugas keuangan perlu

memperhatikan tanggal masuk dan tanggal keluar, kelengkapan berkas,

jatah kelas pada lembar pra billing. Apabila masih ada kesalahan dan

kekurangan perlu konfirmasi ke ruang inap. Oleh karena itu sebaiknya

sebelum proses invoice seorang petugas keuanga yang menangani

klaim rawat inap, harus benar- benar teliti mengenai isi dari billing.

Karena invoice merupakan proses menutup transaksi sehingga ketika

sudah di invoce maka tidak bisa diperbaiki lagi. Dalam lembar billing

berisi rincian biaya pelayanan yang diberikan kepada pasien sesuai

tarif rumah sakit dan tarif INA-CBGs sesui grouping.


Di lembar billing tidak semua jenis obat ada di dalamnya. Untuk

beberapa penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, kanker

dan penyakit kronis lainnya obanya di klaim terpisah. Pihak BPJS

sendiri sudah memiliki sistem sendiri untuk klaim obat penyakit

kronis. Karena apabila yang di pakai adalah sistem yang biasa dipakai

untuk obat yang biasa maka obat tidak akan muncul. Setelah proses

invoice selesai billing akan dicetak. Ketika pada saat proses invoice

ternyata status pasien ada keraguan, maka petugas keuangan akan

mengkonfirmasi pihak administrasi di ruang rawat.


5) Ceklist
42

Ceklist merupakan proses untuk mengecek jumlah dan nama pasien

yang sudah diklaim agar tidak ada berkas yang tercecer sebelum

disetor ke BPJS Center. Pengecekan di lakukan pada lembar ceklist

yang berisikan No RM, No registrasi, nama pasien, nama ruangan,

kelas, tanggal masuk, tanggal keluar, status pulang dan penjamin.

6) Verifikasi oleh Verifikator BPJS Kesehatan


Setelah pihak rumah sakit menyetor berkas klaim ke BPJS

Center, verifikator akan memulai memverifikasi berkas klaim tersebut.

Verifikasi pada dokumen klaim bertujuan untuk memastikan bahwa

biaya program JKN oleh BPJS Kesehatan dimanfaatkan secara tepat

jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Adapun jenis verifikasi antara

lain:
a) Verifikasi Administrasi
Pada unit rawat inap, berkas verifikasi yang akan diverifikasi

adalah:
i. Surat perintah rawat inap
ii. Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
iii. Resume medis yang mencantumkan diagnosa dan prosedur,

serta titanda tangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien


iv. Pada kasus tertentu bila ada pembayaran klaim diluar INA-

CBG diperlukan tambahn bukti pendukung:


(1) Protokol terapi dan regimen (jadwal Pemberian) obat

khusus onkologi
(2) Resep alat bantu kesehatan (alat bantu gerak, collar neck,

corset, dan lain- lain)


(3) Tanda terima alat bantu kesehatan
Dalam verifikasi administrasi akan meneliti kesesuaian

berkas klaim yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan

data kepesertaan yang diinput dalam aplikasi INA-CBGs,

mencocokkan kesesuaian berkas klaim yang apabila terjadi ketidak


43

sesuaian antar kelengkapan dan keabsahan berkas maka berkas

dikembalikan ke rumah sakit untuk dilengkapi, meneliti kesesuaian

antara tindakan operasi dengan spesialisai operator ditentukan oleh

kewenangan medis yang diberikan Direktur Rumah Sakit secara

tertulis dan perlu konfirmasi lebih lanjut.


b) Verifikasi Pelayanan Kesehatan
Hal- hal yang harus menjadi perhatian saat memverifikasi

pelayanan kesehatan adalah verifikator wajib memastikan

kesesuaian diagnosis dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD

10 dan ICD-9-CM, memastikan kebenaran lama rawat inap,

menilai apakah pasien tersebut layak dirawat inap atau tidak.

Apabila ada ketidak sesuaian antar kode diagnosis dengan kode

prosedur atau episode rawat inap yang perlu dipertanyakan, maka

berkas klaim akan dikembalikan kepada rumah sakit untuk direvisi.


7) Verifikasi II
Verifikasi II adalah verifikasi lanjutan ketika masih ada klaim

yang ditolak oleh BPJS Kesehatan dan bisa terjadi hingga beberapa

kali sampai klaim disetujui. Verifikasi ini lebih kompleks dibandingkan

dengan rawat jalan. Ketika ada berkas yang masih direvisi maka

verifikator dari rumah sakit harus bekerja keras untuk melengkapi

segala kekurangan yang diminta oleh verifikator dari BPJS Kesehatan

seperti berkas penunjang, tanda tangan dokter, memperbaiki kode yang

tidak sesuai, menjawab tentang episode rawat inap dan lain- lain.

Verifikasi ini melibatkan DPJP, verifikator dari rekam medik, dan

verifikator dari keuangan. Ketika pada akhirnya masih ada yang belum
44

beres akan diselesaikan pada saat closing pada tanggal 5 setiap

bulannya.
8) Pengajuan Klaim
Klaim diajukan secara kolektif oleh di RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto kepada Kantor Cabang BPJS Kesehatan

Purwokerto maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dalam bentuk

softcopy (luaran aplikasi INA - CBGs Kementerian Kesehatan yang

berlaku) dan hardcopy (berkas pendukung klaim). Pengajuan klaim

harus memenuhi kelengkapan administrasi klaim umum seperti adanya

Formulir Pengajuan Klaim (FPK) 3 rangkap, softcopy luaran aplikasi,

kuitansi asli bermaterai cukup, bukti pelayanan yang sudah

ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga serta kelengkapan

lain yang dipersyaratkan seperti Surat Eligibilitas Peserta (SEP), Surat

perintah rawat inap, resume medis yang ditandatangani oleh DPJP, dan

bukti pelayanan lain. Yang ditandatangani oleh DPJP seperti laporan

operasi, protokol terapi, billing, dan berkas pendukung lainnya.

Tagihan klaim tersebut menjadi sah ketika sudah mendapat persetujuan

dan ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit dan Petugas Verifikator

BPJS Kesehatan.

d. Kelebihan dan Kekurangan penerapan sistetem INA CBGs di RSUD

Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto


RSUD Prof Dr Margono Purwokerto sudah melakukan kerjasama

dengan pihak BPJS hampir 2 tahun dan selama melakukan kerja sama

dengan pihak BPJS tentunya menggunakan sistem INA CBGs dalam hal

pembiayaan kesehatan. Namun, bukan tidak mungkin RSUD Prof Dr


45

Margono Purwokerto merasakan berbagai kelebihan dan kekurangan dari

penerapan sistem INA CBGs. Adapun kelebihan dan kekurang INA CBGs

adalah sebagai berikut:


1) Kelebihan
a) Proses pembayaran lebih adil karena pembayaran dilakukan

sesuai dengan diagnosis dan tidakan yang diberikan kepada

pasien sesuai dengan hasil grouping


b) Proses klaim lebih cepat
c) Membantu dalam peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit
d) Semakin banyak pasien yang memilih RSMS untuk memperoleh

peyalayanan kesehatan
e) Adanya pembagian resiko keuangan dengan rumah sakit perujuk

dan yang dirujuk sehingga rumah sakit lain dengan RSMS sama-

sama memperoleh keuntungan


f) Biaya administrasi lebih rendah
g) Terjadi peningkatan sistem Informasi
2) Kekurangan
1) Diperlukan ketelitian dan pemahaman tentang koding sehingga

proses grouping bisa berjalan dengan lancar


2) RSMS perlu merujuk pasien ke rumah sakit lain apabila

pelayanan yang disediakan oleh RSMS belum memenuhi.


3) Perlu pemahaman dari pihak RSMS mengenai konsep

pembayaran dengan INA CBGs


4) Memerlukan monitoring dan evaluasi pasca klaim.
5) Terdapat perbedaan antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS

dengan sistem INA-CBGs


e. Hambatan dalam Proses Pengajuan klaim di RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto
Setiap pelaksanaan suatu program tidak terlepas dari adanya

berbagai hambatan. Sejak RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan ada beberapa hambatan yang

dihadapi saat pengajuan klaim sehingga proses pengajuan klaim tidak


46

berjalan dengan lancar. Ada beberapa hal yang dapat menghambat proses

pengajuan klaim BPJS di RSUD Prof Dr Margono Purwokerto yaitu:


a. Berkas klaim yang tidak lengkap
b. Ketidaksesuaian antara kode diagnosis dan kode prosedur
c. Tidak ada tanda tangan dokter dan pasien dalam berkas tindakan yang

diberikan kepada pasien.


d. Episode rawat inap yang diragukan
e. Verifikasi lambat oleh pihak verifikator BPJS Kesehatan
Proses verifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan yang terlalu lama

menjadi hambatan kelancaran proses klaim yang dilakukan oleh RSUD

Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto.


C. Study Kasus
Seorang pasien dengan penyakit katarak tanpa komplikasi masuk ke

BPJS RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto melalui IGD pada

tanggal 13 agustus 2015 dan langsung dirawat inap. Setelah pasien pulang,

RS mengajukan klaim kepada BPJS dengan kelengkapan berkas yang

dibutuhkan untuk pengajuan klaim. Ternyata klaim ditolak oleh BPJS dengan

alasan kenapa pasien tersebut masuk dalam kategori pasien rawat inap

padahal pasien yang bersangkatan hanya satu hari di rumah sakit dan dengan

penyakit katarak tanpa komplikasi yang hanya perlu kontrol atau hanya perlu

memperoleh pelayanan rawat jalan. BPJS mengacu pada Permenkes No. 27

Tahun 2014 tentang Juknis Sistem INA - CBGs yang menyatakan Pelayanan

IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan bedah sehari (one day care/

surgery) termasuk rawat jalan.


Setelah pihak BPJS melancangkan alasan penolakan klaim tersebut

pihak rumah sakit lansung memberikan jawaban dengan mengacu pada

Permenkes No. 27 Tahun 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs yang

menyatakan Episode rawat Inap adalah satu rangkaian pelayanan jika pasien

mendapatkan perawatan > 6 jam di rumah sakit atau jika pasien telah
47

mendapatkan fasilitas rawat inap (bangsal/ruang rawat inap dan/atau ruang

perawatan intensif) walaupun lama perawatan kurang dari 6 jam, dan secara

administrasi telah menjadi pasien rawat inap. Karena masalah tersebut klaim

belum dibayar, yang bisa jadi akan berefek kepada menurunnya kualitas

pelayanan yang akan diberikan oleh RSMS kepada pasien yang ingin berobat.

D. Pembahasan
Berdasarkan hasil kegiatan magang tentang mekanisme pengajuan

klaim BPJS dengan sistem INA - CBGs di BPJS RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto, secara umum sudah berjalan dengan baik dan terpadu

yaitu pengajuan klaim selalu dilakukan dengan tepat waktu yaitu paling

lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya dan secara teknis sudah

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hal ini sesuai dengan isi

Permenkes No 28 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN yang

menyatakan bahwa Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara

reguler paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto selaku rumah sakit provinsi selalu memegang komitmen

agar pengajuan klaim dilakukan tepat waktu dan klaim pun dibayar tepat

waktu sehingga tidak berefek negatif terhadap kualitas pelayanan rumah sakit

yang diberikan. Setelah pihak rumah sakit mengajukan klaim, pihak BPJS

Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang

diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim

diterima lengkap di kantor Cabang/ Kantor Layanan Operasional Kabupaten/

Kota BPJS Kesehatan.


RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto sebagai rumah sakit

milik pemerintah selalu ramai dikunjungi pasien. Apalagi sejak berlakunya


48

JKN pasien peserta BPJS yang mau berobat semakin membludak baik yang

datang dari dalam kota maupun dari luar kota sehingga antrean pun tak

terelakkan. Setiap harinya pasien BPJS yang berobat bisa mencapai 500 800

pasien sehingga antrian sangatlah panjang. Menyikapi persoalan ini RSUD

Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

menggunakn bridging system. Berdasarkan INFO BPJS Kesehatan (2014)

menyebutkan bahwa bridging system merupakan penggunaan aplikasi

berbasis web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan

menjadi satu, agar penyedia pelayanan kesehatan seperti rumah sakit yang

menerima pelayanan JKN mampu meningkatkan pelayanan kesehatannya.


Bridging system sangat bermanfaat bagi pasien, rumah sakit, dan BPJS

Kesehatan. Salah satunya dengan meminimalisir proses antrean dan

pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi lebih cepat sehingga pasien tidak

perlu terlalu lama berada di rumah sakit. Khusus bagi rumah sakit, bridging

system bisa menghemat sumber daya manusia, kecepatan pengisian data dan

kecepatan pengajuan klaim yang sedang ditangani. RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto mampu menerapkan dan pengembangan bridging

system SIMRS, sehingga mampu mengintegrasikan 3 sistem sekaligus yaitu

sistem BPJS Kesehatan, SIMRS dan INA - CBGS. Sednagkan sistem yang

menghubungkan yang ada di rumah sakit yaitu dalam bentuk KHS (Krakatau

Hospital System).
Proses pengajuan klaim juga sangat dibantu dengan adanya bridging

system. Dengan adanya bridging system proses pencetakan Surat Eligibilitas

Peserta (SEP) menjadi lebih cepat, proses verifikasi baik dari internal rumah

sakit maupun dari BPJS Kesehatan menjadi lebih efektif dan efisien, hingga
49

pada saat klaim diajukan kepada BPJS Kesehatan. Dengan adanya Bridging

system, sistem informasi di rumah sakit saling terrintegrasi dari berbagai

ruangan, semisal ketika dari rekam medik atau dari keuangan membutuhkan

data pasien yang berhubungan dengan bidangnya dapat dengan mudah

diakses.
Rekam medik juga erat kaitannya dengan pengajuan klaim rumah sakit

kepada BPJS Kesehatan. Menurut Widowati (2015), Rekam medik

merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien (Permenkes No. 269, 2008). Rekam medis juga

berfungsi dalam proses pengidentifikasian pasien, selain itu juga untuk

keperluan keuangan yaitu klaim asuransi. Rekam medik baik manual dan

elektronik sangat dibutuhkan sebagai bukti pelayanan yang diberikan.


Menurut Malonda dkk (2015), pengajuan klaim diawali dengan

rekapitulasi pelayanan yang menggambarkan status rekam medik pasien.

Status rekam medik seyogiyanya diisi dengan lengkap dan sebenar- benarnya

karena berkaitan dengan dokumen klaim. Dokumen klaim seharusnya berisi

indentitas lengkap pasien yaitu meliputi: Identitas umum ( nama, umur,

tempat tanggal lahir, alamat, nomor handphone, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, penanggungjawab pembayaran), identitas khusus ( nomor rekam

medis, nomor SEP, tanggal masuk, tanggal keluar, surat rujukan fotokopi

kartu peserta BPJS). Namun pada praktiknya masih ditemukan beberapa

kesalahan dokumen klaim seperti kurang lengkapnya dokumen klaim,

kesalahan penulisan tanggal masuk atau tanggal keluar, nomor SEP yang

keliru dan lain- lain. Hal ini akan menghambat kelancaran pengajuan klaim.
50

Keadaan ini bisa dilihat dari kualitas SDM yang menangani dokumen klaim.

Sebagaian besar petugas rekam medik dengan pendidikan diluar pendidikan

rekam medik. Hal ini akan berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman

mengenai rekam medik sendiri walaupun sebagian petugas sudah

mendapatkan pelatihan. Menurut Foster, dkk (2013), bahwa menurunnya

kinerja karena kurangnya pengetahuan karyawan yang menyebabkan

karyawan tidak mengetahui informasi yang dibutuhkan untuk melakukan

pekerjaan atau tidak tau cara melaksanakan tanggung jawab, juga disebabkan

kurangnya keterampilan, meskipun seseorang secara intelektual memahami

cara untuk melakukan pekerjaan, tetapi tidak memiliki keterampilan untuk

melakukan pekerjaannya sehingga dapat mempengaruhi kinerjanya. Untuk

mengatasi hal ini diperlukan monitorong dan evaluasi terhadap kinerja dari

para petugas rekam medik. Sehingga dapat diketahui mana- mana saja yang

perlu diperbaiki kedepannya. Selain itu diperlukan juga pengadaan pelatihan

bagi semua karyawan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

dari semua karyawan rekam medis.


Rekapitulasi pelayanan semua data harus ditulis secara lengkap untuk

mempercepat proses klaim dan sebagai dokumen arsip pada rumah sakit.

Ketidaklengkapan dan keterlamabatan dalam pengisian status rekam medis

berdampak langsung terhadap pengusulan pengajuan klaim fasilitas kesehatan

kepada BPJS Kesehatan. Dokumen klaim antara pasien rawat inap dan pasien

rawat jalan baik PBI maupun Non PBI tidak jauh berbeda. Hanya saja pada

pasien rawat inap dokumen klaim yang harus dilengkapi lebih kompleks.
Dokumen klaim rawat jalan hanya membutuhkan SEP rawat jalan,

fotokopi kartu peserta BPJS, surat rujukan, fotokopi KK/KTP. Surut rujukan
51

bisa berasal dari Puskesmas, dokter keluarga atau rumah sakit lain dengan

kelas dibawah RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. Apabila pasien

lama, bisa memakai surat kontrol yang diberikan oleh dokter dan untuk

pasien yang baru dirawat inap akan diganti dengan RM 13 yang hanya bisa

dipakai satu kali saja. Sedangkan untuk persyaratan pasien rawat inap harus

ada SEP rawat inap, SEP rawat jaan/ SEP rawat inap, fotokopi kartu peserta

BPJS, surat rujukan, fotokopi KK/KTP. Adanya fotokopi KK/KTP

dimaksudkan untuk mengatasi tindakan fraud/ kecurangan dari pasien agar

tidak ada yang memakai kartu BPJS orang lain. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan Komisi VIII (2015) yang menyatakan tindakan fraud/

kecurangan pada peserta BPJS yaitu dengan menggunakan kartu BPJS

Kesehatan orang lain dan memalsukan kartu BPJS Kesehatan. Dengan adanya

fotokopi KK dan fotokopi KTP akan memperjelas identitas dari pasien

tersebut.
Selain persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi dalam

dokumen klaim berkas pendukung dan bukti pelayanan lain juga perlu

dilampirkan besama- sama dengan berkas klaim yang lainnya. Berkas

pendukung yaitu seperti bukti rontgen, resume medis baik manual maupun

elektronik, bukti tindakan operasi, bukti laboratorium dan lainnya yang

mendukung dokumen klaim. Untuk klaim rawat pernah beberapa kali

mengalami gangguan karena penyerahan dokumen klaim yang terlambat.

Keadaan dikarenakan resume medis belum terdapat tandatangan dari DPJP.

Selain itu ketidak lengkapan dokumen juga menjadi pemicu ketidak lancaran

pengajuan klaim. Karena apabila dokumen tersebut sudah diserahkan ke

verifikator BPJS Kesehatan akan dikembalikan untuk dilengkapi. Hal ini akan
52

memakan waktu dalam melengkapi dokumen tersebut. Sehingga berdampak

secara langsung pada ketepatan waktu pengajuan klaim menyeabkan klaim

menjadi lama. Hal ini sesuai dengan penelitian Malonda dkk (2015), tentang

Analisis Pengajuan Klaim BPJS Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi

Tondano, menyatakan bahwa ketidaklengkapan dan keterlambatan

pengembalian status rekam medis dan dokumen klaim pada berkas klaim dan

bukti pelayanan lain mempengaruhi secara langsung pada ketepatan waktu

pengajuan klaim.
Setelah medapat rekam medis pasien, proses selanjutnya yaitu grouping

INA CBGs, yaitu proses memasukkan kode diagnosa pasien yang terdapat

dalam resume medis manual ke dalam software INA-CBGs. Hasil dari proses

grouping tersebut dicetak (print), kemudian disahkan oleh verifikator internal

rumah sakit di keuangan setelah digabung dengan berkas lain. Menurut Ulfah

(2011), kelengkapan dokumen rekam medis sangat mempengaruhi kualitas

data statistik penyakit dan masalah kesehatan, serta dalam proses pembayaran

biaya kesehatan dengan software INA CBGs. Dokumen rekam medis yang

tidak lengkap secara tidak langsung dapat mengurangi biaya klaim yang

berdasarkan software INA CBGs. Dokumen rekam medis yang lengkap

seperti kelengkapan pemeriksaan penunjang yang digunakan dokter untuk

mendukung diagnosis dokter sangat penting bagi koder dalam menentukan

kode diagnosis sesuai dengan ICD 10 dan untuk tindakan atau prosedur

dengan ICD 9 CM.


Namun pada pelaksanaannya masih sering ditemukan kesalahan koding

seperti ketidaksesuaian antara kode diagnosa dengan kode prosedur. Sehingga

verifikator internal rumah sakit harus mengecek kembali ketepatan koding


53

yang dilakukan oleh koder. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama

sampai clinical pathway dan dibilling dapat dicetak. Kesalaan koding akan

memperlambat pengajuan klaim, dimana pada saat disetor ke verifikator

BPJS Kesehatan di rumah sakit akan direvisi kembali. Koder di ruang rawat

inap berasal dari petugas rekam medik, sedangkan koder dari poliklinik

berasal dari petugas administrasi. Kualitas koder juga akan mempengaruhi

kualitas koding. Pada prateknya masih sering ditemukan kesalahan koding

dimana kode diagnosis tidak sesuai dengan ICD-10 dan tindakan yang tidak

sesuai dengan ICD-9-CM. Hal ini menunjukkan kualitas SDM dalam hal ini

para koder ynag masih kurang memahami dan kurang teliti dalam hal

pengkodean ICD-10 dan ICD-9-CM. Oleh karena itu perlu didukung dengan

adanya pelatihan khusus yang berhubungan denga materi coding ICD-10 dan

ICD-9-CM didalam meningkatkan kompetensi mereka.Sehingga diharapkan

petugas koder merupakan orang yang terampil dan mengerti coding dengan

menggunakan software INA - CBGs.


Selain itu, kendala pada pengkodean dan pengentrian data disebabkan

karena terkadang ada gangguan jaringan internet. Sedangkan jaringan internet

sangat dibutuhkan dalam setiap proses yang ada di sytem rumah sakit mulai

dari pendaftaran sampai pengajuan klaim. Menurut Kristanto (2003),

informasi yang dihasilkan dari suatu proses perolehan data tidak boleh

terlambat, sehingga untuk itu dibutuhkan teknologi informasi untuk

mendapatkan, mengolah dan mengirim informasi.


Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah dengan melengkapi

rekapitulasi pelayanan berupa clinical pathway dan billing. Setelah proses

koding selesai dan telah diverifikasi oleh verifikator internal rumah sakit
54

yaitu yang berasal dari petugas keuangan dan rekam medis, maka clinical

pathway akan dicetak. Melalui pendekatan INA-CBG, rumah sakit berupaya

secara konsisten meningkatkan Clinical pathway agar sesuai dengan INA-

CBG. Menurut Kusumadewi (2014), Clinical pathway adalah dokumen

perencanaan pelayanan kesehatan terpadu yang merangkum setiap langkah

yang dilakukan pada pasien mulai masuk rumah sakit sampai dengan keluar

rumah sakit, berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan

keperawatan, dan standar pelayanan kesehatan lainnya yang berbasis bukti

yang dapat diukur. Dengan penerapan clinical pathway yang mengacu pada

pembiayaan INA-CBG, maka dengan mudah dapat diketahui kualitas

pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan pada sebuah Rumah Sakit

berkualitas baik, maka dengan sendirinya Rumah Sakit akan untung, dan

begitu pula sebaliknya. Tetapi dalam pelayanan pasien, terkadang para dokter

tidak memberikan pelayanan sesuai dengan clinical pathway. Hal ini karena

sistem tersebut tidak selalu bisa diterapkan untuk semua penyakit. INA-CBG

dengan clinical pathway ini hanya bisa diterapkan pada penyakit tertentu.

Sehingga para dokter tersebut memberikan pelayanan berupa tindakan aktual

dengan billing system.


RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto merupakan rumah sakit

milik pemerintah yang memiliki sistem manajemen rumah sakit (SIMRS)

yang baik. Kunders (2004) mengungkapkan bahwa Rumah sakit memerlukan

sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) terutama untuk melayani

fungsi administrasi dan fungsi klinis yang dapat secara langsung memperbaiki

kualitas layanan. Fungsi administrasi mencakup alur proses pasien dari

registrasi sampai pasien keluar dari rumah sakit, didalam fungsi ini terkait
55

berbagai unit seperti akunting, penagihan, farmasi, housekeeping, dan

laboratorium. Fungsi klinis mencakup rekam medik termasuk hasil prosedur

diagnostik, akses pada diagnostik baku dan prosedur pemberian kode,

tinjauan pada informasi pasien atau alaram otomatis yang mengigatkan kontra

indikasi atau ketidaksesuaian antara obat yang diberikan.


Billing system merupakan salah satu bagian dari SIMRS yang bersi

tagihan biaya pelayanan yang diterima oleh pasien. RSUD Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto sudah memiliki billing system yang dioperasikan oleh

kasir keuangan rumah sakit. Billing dicetak setelah dilakukannya proses

invoice. Invoice berfungsi untuk menutup transaksi. Rincian biaya yang ada

di billing harus sesuai dengan clinical pathway, dan jika ada perbedaan maka

perlu konfirmasi ke poliklinik dan ruang rawat inap. Keberadaan billing

system merupakan salah satu penentu keberhasilan pengelolaan rumah sakit

untuk menjamin management keuangan dan administrasi yang cepat,

transpara, dan bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan penelitian Malonda

(2015), yang menyatakan bahwa dengan adanya billing system dapat

memperlancar proses pengajuan klaim yang ditunjukkan dengan semakin

baiknya management rumah sakit termasuk dalam proses pengajuan klaim.

Lembar billing yang sudah dicetk akan digabung dengan berkas lainnya untuk

diverifikasi.
Verifikasi pada dokumen klaim bertujuan untuk memastikan bahwa

biaya rogram JKN oleh BPJS Kesehatan dimanfaatkan secara tepat jumlah,

tepat waktu dan tepat sasaran. Selain itu, verifikasi juga berfungsi

memastikan kebenaran dari dokumen klaim. Komunikasi antara rumah sakit

dengan BPJS Kesehatan perlu dipelihara. Untuk mempermudah


56

penyelenggaraan program JKN di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo

Purwokerto ditempatkan verifikator BPJS Kesehatan yang ada di BPJS

Center bertujuan untuk membantu dalam melakukan verifikasi berkas klaim

dalam pengajuan klaim, hal ini memberikan tanda bahwa koodinasi antar

lembaga ini tidak boleh putus ataupun tidak jelas. Dengan komunikasi juga

akan mempermudah pelaporan, bisa saling bertukar informasi serta

koordinasi yang intensif antar kedua belah pihak. Dalam proses verifikasi

oleh verifikator dari pihak BPJS Kesehatan sering terlalu lama dalam

melakukan verifikasi sehingga akan memeperlambat pula pengajuan klaim

sehingga akan merugikan pihak rumah sakit apalagi jika masih ada klaim

yang ditolak dan pihak rumah sakit harus segera melengkapi segala

kekurangan klaim tersebut. Proses verifikasi yang lamabat dipengaruhi karena

jumlah verifikator di BPJS Center yang masih terbatas sedangkan berkas

klaim yang harus diverifikasi sangatlah banyak. Hal ini tentunya sangat

mempengaruhi kualitas dari pekerjaan mereka. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Malonda (2015), bahwa kurangnya tenaga kerja dapat

membuat beban kerja bertambah sehingga akhirnya mutu kerja menurun.

Untuk mengatasi beberbagai kendala yang berhubungan dengan kualita

tenaga kerja perlu dilakukan pelatihan yang berhubungan dengan tupoksi

mereka.
Saat verifikasi berlangsung, ada beberapa klaim yang ditolak dengan

berbagai kekurangan. Klaim yang ditolak akan dikembalikan kepada

verifikator internal rumah sakit untuk diperbaiki. Ada beberapa hal yang

menyebabkan klaim yang ditolak karena berkas yang kurang lengkap seperti

berkas penunjang yang belum dilampirkan, ketidaksesuaian kode diagnosis


57

dengan kode prosedur, tanda tangan dokter yang tidak ada, episoede rawat

inap yang masih diragukan dan lain- lain. Episode rawat inap sering menjadi

pertanyaan yang sering dilontarkan oleh verifikator BPJS Kesehatan yang

menyebabkan klaim ditolak. Seperti yang diungkapkan dalam kasus yang

pernah terjadi, bahwa klaim ditolak oleh BPJS Kesehatan dimana seorang

pasien dengan penyakit katarak tanpa komplikasi masuk dalam pelayanakan

rawat inap. Pihak BPJS Kesehatan menganggap bahwa pasien tersebut masih

masuk dalam pelayanan rawat jalan yang mengacu kepada Permenkes No. 27

Tahun 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs yang menyatakan Pelayanan

IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan bedah sehari (one day care/

surgery) termasuk rawat jalan.


Setelah pihak rumah sakit menerima kembali berkas klaim pasien

katarak tersebut dengan memberi alasan penolakan klaim, pihak rumah sakit

langsung memberikan jawaban dengan mengacu kepada Setelah pihak BPJS

melancangkan alasan penolakan klaim tersebut pihak rumah sakit lansung

memberikan jawaban dengan mengacu pada Permenkes No. 27 Tahun 2014

tentang Juknis Sistem INA CBGs yang menyatakan Episode rawat Inap

adalah satu rangkaian pelayanan jika pasien mendapatkan perawatan > 6 jam

di rumah sakit atau jika pasien telah mendapatkan fasilitas rawat inap

(bangsal/ruang rawat inap dan/atau ruang perawatan intensif) walaupun lama

perawatan kurang dari 6 jam, dan secara administrasi telah menjadi pasien

rawat inap. Oleh karena itu pihak rumah sakit tetap bersikeras bahwa pasien

tersebut masuk dalam pasien rawat inap, selain diilihat dari waktu

mendapatkan perawatan juga dikarenakan pasien tersebut sudah mendapatkan

ruang perawatan.
58

Kasus ini harus menjadi perhatian bagi fasilitas pemberi pelayanan

kesehatan. Seorang pasien dirawat inap harus dengan berbagai pertimbangan

yaitu dilihat dari keadaan pasien dan keparahan penyakit yang diderita pasien

sehingga rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan tidak dianggap

melakukan tindakan fraud/ kecurangan. Seperti yang diungkapan komisi VIII

(2015) yang menyatakan bahwa salah satu tindakan fraud yang biasa

dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) dengan

memanipulasi rawat inap. Selain itu dari pihak pembuat kebijakan sebaiknya

lebih terperinci menjelaskan syarat- syarat seseorang seseorang dikatakan

sebagai pasien rawat jalan dan rawat inap terutama dalam hal waktu

pelayanan sehingga antara pihak penyedia pelayanan kesehatan dan BPJS

Kesehatan lebih memahami mengenai episode rawat inap. Selain itu, antara

RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto dengan BPJS Kesehatan harus

senantiasa menjaga komunikasi agar secara bersama- sama bisa

menyelesaikan masalah yang ada. Menurut Gonggins dalam Putra (2014),

menyatakan bahwa komunikasi menjadi sangat penting bagi pelaksana

sebuah kebijakan karena dari komunikasi permasalahan seperti kolabarasi

dari setiap pelaksana terjadi. Komunikasi antar lembaga juga merupakan

salah satu penentu keberhasilan proses penyelenggara/ implementasi

kebijakan. Dengan begitu, kasus yang seperti itu tidak akan menghambat

proses pengajuan klaim dan klaim tetap bisa dibayar tepat waktu dan tidak

akan berefek terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan.


Tahap akhir dari proses pengajuan klaim RSUD Prof Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto mengajukan klaim secara kolektif kepada Kantor

Cabang BPJS Kesehatan Purwokerto maksimal pada tanggal 10 bulan


59

berikutnya menggunakan aplikasi INA CBGs Kementerian Kesehatan yang

berlaku. Pengajuan klaim dilakukan dengan menggunakan software INA

CBGs dan senantiasa dilakukan rutin sebelum tanggal 10 bulan berikutnya.

Walaupun pada kenyataannya seringkali masih banyak berkas yang harus

direvisi karena klaim masih memiliki beberapa kekurangan. Namun pihak

rumah sakit selalu memegang komimen untuk mengajukan klaim secara tepat

waktu. RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto memiliki cara jitu

untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengadakan closing setiap tanggal

5 untuk membicarakan dan memecahkan masalah- maslah terkait klaim yang

masih ditolak sehingga pada akhirnya klaim bisa diajukan. Closing ini akan

melibatkan DPJP, Verifikator internal rumah sakit yaitu dari keuangan dan

rekam medik serta verifikator dari BPJS Center. Dengan adanya closing ini

sangat membantu pihak rumah sakit dalam manaje. men klaim, sehingga

klaim dapat dibayar oleh pihak BPJS Kesehatan secara tepat wakt
60

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengajuan klaim BPJS Kesehatan di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto pada unit rawat jalan sudah terlaksana secara terpadu dan

mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan baik

mulai dari rekapitulasi pelayanan, verifikasi oleh pihak internal rumah

sakit, verifikasi oleh BPJS Kesehatan sampai pengajuan klaim kepada

Kantor Cabang BPJS Kesehatan Purwokerto.


2. Pengajuan klaim BPJS Kesehatan di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto pada unit rawat inap sudah terlaksana secara terpadu dan

mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh Kementerin Kesehatan baik

mulai dari rekapitulasi pelayanan, verifikasi oleh pihak internal rumah


64

sakit, verifikasi oleh BPJS Kesehatan sampai pengajuan klaim kepada

Kantor Cabang BPJS Kesehatan Purwokerto.


3. Hambatan dalam pengajuan klaim bisa dilihat dari kualitas SDM yang

meanangani klaim, kelengkapan berkas klaim, ketidaksesuaian kode

diagnosis dengan kode prosedur, tandatangan dokter yang belum ada dan

lain- lain. Alternatif pemecahan masalah tersebut hambatan tersebut yaitu

dengan mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja para

karyawan dan mengadakan pelatihan kepada semua petugas sesuai

dengan tupoksi masing- masing petugas.


4. Kelebihan dan kekurangan INA- CBGs yang dihadapi oleh RSUD Prof

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sama hal nya yang tercantum dalam

Permenkes No. 27 Tahun 2014 dan adanya perbedaan tarif Rumah Sakit

dengan Tarif INA-CBGs. Cara mengatasi hal tersebut dengan

meningkatkan pemahaman kepada pihak rumah sakit, bahwa rumah sakit

tidak akan mengalami kerugian karena adanya subsidi silang.


B. Saran
1. Bagi Institusi Magang
a. Menambahkan beberapa staff ahli sesuai bidang keahliannya seperti

menambahkan koder dan verifikator eksternal rumah sakit dari pihak

BPJS Kesehatan sehingga pelaksanaan program BPJS Kesehatan

dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


b. Mengadakan pelatihan bagi seluruh petugas rumah sakit baik

petugas medis dan non medis sesuai dengan tupoksi masing- masing

seperti mengadakan pelatihan koding bagi koder dan lain- lain untuk

meningkatkan kompetensi dan meningkatkan kualitas kinerja dalam

pelaksanaan program BPJS Kesehatan di rumah sakit.


c. Menjaga komunikasi yang baik antara pihak rumah sakit dan

verifikator BPJS Kesehatan yang ada di BPJS Center agar dapat


65

saling bertukar pikiran mengenai informasi terbaru mengenai

program BPJS Kesehatan dan saling berkoordinasi antar lembaga.


2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Semakin meningkatkan kerjasama kepada RSUD Prof Dr Magrgono

Soekarjo sehingga bisa dijadikan sebagai rekomendasi bagi mahasiswa

yang ingin melakasanakan magang pada priode selanjutnya atau dalam

hal penelitian.
3. Bagi Mahasiswa
Menjadikan pengalaman kerja yang diperoleh selama magang sebagai

modal dalam mencari pekerjaan dan dalam berkerja.


66

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Sinar Harapan, Jakarta.


Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Sinar Harapan., Jakarta.

BPJS Kesehatan. 2014. Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim. BPJS Kesehatan,


Jakarta.

BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Administrasi Klaim Faskes BPJS


Kesehatan. Kantor Pusat BPJS, Jakarta.
Foster. Bill dan Seeker, Karen. R. 2013. Pembinaan Untuk Meningkatkan Kinerja
Karyawan. PPM. Jakarta.

Habibullah. 2011. Pemasaran Sosial Program Asuransi Kesejahteraan Sosial Oleh


Lembaga Pelaksanaan ASKESOS. Jurnal Penelitian dana Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. Vol. 16 No. 01. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Idris, Fachmi. 2013. Pola Kerjasama BPJS Kesehatan Rumah Sakit. ASKES,
Jakarta.
INFOBPJS Kesehatan. 2014. Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan. BPJS
Kesehatan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional


(JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan
(JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN. Jakarta.
Kusumadewi, Areta., dan Helmy Adam. 2014. Analisis Sistem Informasi
Akuntansi Siklus Pendapatan (Studi Kasus Pada RSUD Dr. X). Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang.

Malonda, T.D, dkk. 2015. Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano.
JIKMU. Vol. 5, No. 2b. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi. Manado.
67

Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta. Hal 220-234.

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014


Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 27 Tahun 2014 Tentang
Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Groups (INA- CBGs). Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 28 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta
Peraturan Presiden Republik Indoesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta.
Peraturan Presidenan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan. Jakarta.
Putra, Wahyu M. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
Skripsi . Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Profil RSMS. 2014. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RSUD PROF.
DR. MARGONO SOEKARJO PAVILIUN ABIYASA DAN PUSAT
GERIATRI. RSMS. Purwokerto.
PT Askes. 2010. Info Askes. PT Askes (Persero), Jakarta.
Suryono, A. 2009. Asuransi Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun
1992. Jurnal Dinamika Hukum. vol. 9 no. 3.
Ulfah, SM. 2011. Hubungan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Dengan
Persetujuan Klaim Jamkesmas Oleh Verifikator Dengan Sistem INA CBGs
Periode Triwulan IV Tahun 2011 Di RSI Sultan Agung Semarang. Skripsi
Ilmiah. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.Semarang.
UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Jakarta
UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Jakarta
68

Widowati, Vidya. 2015. Pengaruh Kecepatan Pemberkasan Rekam Medis


Elektronik dan Rekam Medis Manual Rawat Jalan Terhadap Ketepatan
Waktu Pengumpulan Berkas JKN Di Klinik Interne RS Bethesda. Skripsi.
Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah surakarta. Surakarta.
www.rsmargono.jatengprov.go.id. Diakses pada tanggal 5 September 2015.
DOKUMENTASI

Foto bersama dengan para karyawan Bagian Keuangan

Proses pembuatan Billing


69

Berkas Klaim Lembar Billing

Anda mungkin juga menyukai