Anda di halaman 1dari 14

CARA MENYUSUI, MEMERAH ASI DAN KENDALA IBU MENYUSUI

Menyusui merupakan suatu proses ilmiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil atau
menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya (Depkes RI, 2003). Ibu menyusui adalah ibu
yang memberikan air susu kepada bayi dari buah dada (Kamus Besar Bahasa Indonesia). ASI
adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. ASI
diproduksi dalam kelenjar-kelenjar susu tersebut, kemudian ASI masuk ke dalam saluran
penampungan ASI dekat puting melalui saluran-saluran air susu (ductus), dan akan disimpan
sementara dalam penampungan sampai tiba saatnya bayi mengisapnya melalui puting payudara
(Nur Khasanah, 2011).
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui duktus ke sinus
lactiferous. Hisapan merangsang produksi oksitosi oleh kelenjar hypofisis posterior. Oksitosin
memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel khusus (sel-sel myoepithel) yang
mengelilingi alveolus mamae dan duktus lactiferous. Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong
ASI keluar dari alveoli melalui duktus lactiferous menuju sinus lactiferous, tempat ASI akan
disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus tertekan keluar, ke mulut bayi. Gerakan
ASI dari sinus ini dinamakan let down reflect atau pelepasan. Pada akhirnya, let down dapat
tanpa rangsangan hisapan. Pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau
sekadar memikirkan tentang banyinya (Sulystyawati, 2009).
Kurangnya asupan ASI pada minggu pertama akan berdampak ikterik pada bayi.
Kebanyakan ikterik adalah keadaan fisiologis yang merupakan tindakan penyesuaian protektif
terhadap lingkungan di luar uterus. Ikterik fisiologis biasanya terjadi pada 2 -3 hari setelah
kelahiran, biasanya hilang dalam 7-10 hari, meskipun kadar bilirubin tetap meningkat untuk
beberapa minggu. Biasanya mencapai puncak 3-5hari setelah kelahiran.
I. Teknik Menyusui
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan
dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
1. Persiapan menyusui
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara
semakin padat karena retensi air, lemak serta berkembanganya kelenjar-kelenjar payudara yang
dirasakan tegang dan sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan, perkembangan dan
persiapan untuk memberikan ASI makin tampak. Payudara makin besar, puting susu makin
menonjol, pembuluh darah makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam (Sulystyawati,
2009).
Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan :
a. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak
menumpuk.
b. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan
bayi.
c. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi
(Sulystyawati, 2009).

Dalam menyusui yang lebih penting daripada menyiapkan payudara adalah menyiapkan
kepala anda. Masudnya, pelajari sebanyak mungkin hal tentang menyusui. Carilah dokter ahli
anak yang sangat setuju pemberian ASI. Carilah juga ibu lau yang mampu memberi dukungan
dan menjawab pertanyaan anda (Bonny Danuatmadja, 2003).
Kampanyekan niat memberikan ASI eksklusif pada pasangan dan keluarga karena merekalah
yang akan berada di sekeliling anda saat bayi lahir (kehadiran mereka bisa menguatkan atau
melemahkan keputusan anda). Kalau perlu bekali mereka dengan informasi yang cukup.
Tidak ada perawatan khusus untuk puting atau payudara sebelum menyusui. Puting sudah
dirancang untuk menyusui. Dalam banyak kasus, mereka akan menjalankan fungsinya dengan
sukses tanpa persiapan.
Perawatan puting malah dapat berbahaya misalnya pengolesan puting dengan minyak,
alcohol, atau mencucinya dengan sabun akan membuat puting kering sehingga lebih mudah
pecah. Menggosok putting dengan sikat bisa mengiritasi jaringan. Memijat payudara atau puting
saat anda masih hamil pun tidak dianjutkan karena bisa memulai terjadinyan
kontraksi.
Jika anda bersikeras ingin melakukan persiapan, periksakan payudara anda pada dokter
kandung untuk mengetahui apakah ada kelainan anatomi, seperti puting terbalik atau kelenjar
yang kurang berkembang dengan baik (Bonny Danuatmadja, 2003).
2. Teknik Dasar Menyusui
a. Sebelum menyusui, keluargan ASI sedikit, oleskan pada puting dan areola (kalang) di
sekitarnya sebagai desinfektan dan untuk menjaga kelembaban puting.
b. Letakkan bayi menghadap payudara ibu. Pagang belakang bahu bayi dengan satu lengan.
Kepada bayi terletak di lengkung siku ibu. Tahan bokong bayi dengan telapak tangan.
Usahakan perut bayi menempel pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya membelokkan kepala bayi).
c. Untuk memasukkan payudara ke mulut bayi, pegang payudara dengan ibu jari atas jari
yang lain menopang di bawahnya. Jangan menekan puting susu atau areola-nya saja.
d. Beri bayi rangsangan membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi atau
sisi mulut bayi dengan puting. Setelah bayi buka mulut, segera dekatkan puting ke mulut
bayi. Jangan menjejalkan puting ke mulutnya. Biarkan bayi mengambil inisiatif.
e. Pastikan bayi tidak hanya mengisap puting, tetapi seluruh areola masuk ke dalam
mulutnya. Jika bayi hanya mengisap bagian puting, kelenjar-kelenjar susu tidak akan
mengalami tekananan sehingga ASI tidak keluar maksimal. Selain itu, jika bagian puting
saja yang diisap bisa menyebabkan puting nyeri dan lecet.
f. Gunakan jari untuk menekan payudara dan menjauhkan hidung bayi agar pernapasannya
tidak terganggu.
g. Jika bayi berhenti menyusu, tetapi masih bertahan di payudara, jangan menariknya
dengan kuat karena dapat menimbulkan luka. Pertama-tama, hentikan isapan dengan
menekan payudara atau meletakkan jari anda pada ujung mulut bayi agar ada udara yang
masuk
h. Selama menyusui, tataplah bayi penuh kasih sayang.
i. Jangan khawatir jika bayi belum terampil mengisap dengan baik maupun bayi masih
belajar. Dibutuhkan ketenangan, kesabaran, dan latihan agar proses menyusui menjadi
lancar (Bonny Danuatmadja, 2003).
3. Posisi menyusui
4. Langkah-langkah menyusui yang benar
Menurut Soetjiningsih, (2006) menyatakab bahwa langkah-langkah menyusui yang benar
sebagai berikut.
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan di sekitar
kalang payudara. Cara ini menmpunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembaban puting susu.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
1. Ibu duduk atau barbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang
rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi.
2. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak menengadah, dan bokng bayi ditahan dengan telapak).
3. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan.
4. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi)
5. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah, jangan
menekan puting susu atau kalang payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rootingreflex) dengan cara:
1. Menyentuh pipi dengan puting susu atau,
2. Menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan
puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi :
1. Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke mulut bayi, sehingga puting
susu berada di bawah langit-lagit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampungan ASI yang terletak di bawah kalang payudara. Posisi yang salah, yaitu
apabila bayi hanya mengisap pada puting susu saja, akan mengakibatkan masukan ASI
yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
2. Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi.
Sedangkan menurut Sulystyawati, (2009) sebagai berikut:
a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASi dan oleskan disekitar puting, duduk
dan berbaring dengan santai.
b. Bayi diletakkan menghadapi ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya
leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga
hidup bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyentuh
bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di
bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada
payudara ibu, mulut bayi terbuka dan bibir bawah bayi membuka lebar.
5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Menurut Sulystyawati (2009) menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan
puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI
selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Bayi tampak tenang
b. Badan bayi menempel pada perut ibu
c. Mulut bayi terbuka lebar
d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
e. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk
f. Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
g. Puting susu tidak terasa nyeri.
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i. Kepala bayi agak menengadah.
j. Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti dengan
payudara yang satunya. Cara melepas isapan bayi (Soetjiningsih, 2006) :
1. Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau,
2. Dagu bayi ditekan ke bawah.
k. Setelah selesai menyusui, ASI keluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu
dan di sekitar kalang payudara; biarkan kering dengan sendirinya.
l. Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak
muntah (gumoh Jawa) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi:
1. Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian punggunnya
ditepuk perlahan-lahan,
2. Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu kemudaia punggungnya ditepuk perlahan-lahan
(Soetjiningsih, 2006).
6. Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan
di setiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus
menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan
atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat
dapat menyosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong
dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur menyusui dan akan
mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian, (Hanyow, 2008).
Menyusui yang dijadwalkan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan
bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul. Menyusui pada malam hari sangat
berguna bagi ibu yang bekerja, karena dengan sering disusukan pada malam hari akan memacu
produksi ASI, dan juga dapat mendukungh keberhasilan menunda kehamilan. Untuk menjaga
keseimbangan besarnya kedua payudara, maka sebaiknya setiap kali menyusui harus digunakan
kedua payudara dan diusahakan sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik.
Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui,
sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu
ketat (Soetjiningsih, 2006).

II. Cara Memerah ASI


Manfaat :
Mengurangi bengkak dan sumbatan / ASI statis
Membantu bayi melekat pada payudara
Memberi ASI perah pada ;
1. BBLR yang tidak dapat menyusu
2. Bayi sakit yang tidak dapat menyusu
3. Bayi yang kesulitan dalam koordinasi menyusu
4. Bayi yang menolak menyusu, sementara bayi belajar menyukai proses menyusu
Mempertahankan pasokan ASI saat ibu / bayi saakit
Meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja
Menjaga produksi ASI, kesehatan payudara
Mencegah putting dan kalang menjadi kering / lecet
Memerah dan pasteurisasi ASI dari ibu yang terinfeksi HIV
Merangsang refleks oksitosin

Cara memerah ASI dengan menggunakan tangan


1. Siapkan wadah bersih kering dengan mulut lebar
2. Cuci tangan dengan sabun
3. Bersihkan payudara sekali sehari, terlalu sering kulit kalang menjadi kering dan
memudahkan putting menjadi retak
4. Duduk / berdiri dengan nyaman
5. Pegang wadah dibawah kalang dan putting dengan tangan lainnya
6. Letakkan ibu jari pada payudara di ATAS putting dan areola, jari telunjuk pada payudara
di BAWAH putting dan areola, ibu menopang payudara dengan jari-jarinya
7. Menekankan dan melepas payudara diantara ibu jari dan telunjuk beberapa kali
8. Jika ASI tidak keluar posisikan ulang
9. Menekan dan melepaskan mengelilingi payudara
10. Perah satu payudara sampai ASI mengalir perlahan dan menetes (2-5mnt)
11. Bergantian antar payudara setelah 5/6 kali min.waktu yang dibutuhkan untuk satu kali
proses 20-30mnt
12. Hindari memerah pada putting ! menghambat aliran ASI
13. Hindari mengurut jari kita pada payudara menggesek nyeri
Kendala Ibu Menyusui Dan Penanganannya
1. Putting susu datar/tertarik kedalam (Inverted Nipple)
Penanganannya:
Dengan pengurutan putting susu, posisi putting susu ini akan menonjol keluar seperti
keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha selanjutnya adalah
dengan memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast Pump). Jika dengan
cara-cara tersebut diatas tidka berhasil (ini merupakan True Inverted Nipple) maka usaha
koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).
2. Putting susu lecet (Abraded and or cracked nipple)

Penyebabnya:
- Tehnik menyusui yang kurang tepat.
- Pembengkakan payudara
- Iritasi dari bahan kimia, misalnya sabun
- Moniliasis (infeksi jamur)
Penanganan:
- Posisi bayi sewaktu menyusu harus baik
- Hindari pembengkakan payudara dengan lebih seringnya bayi disusui, atau mengeluarkan
air susu dengan urutan (massage)
- Payudara dianginkan di udara terbuka
- Putting susu diolesi dengan lanolin
- Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.
- Untuk mengurangi rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika.
3. Pembengkakan payudara (Engorgement)
Penyebab:
Pengeluaran air susu tidak lancar oleh karena putting susu jarang diisap
Penanganan:
- payudara dikompres dengan air hangat
- payudara diurut sehingga air susu mengalir keluar, atu dengan pompa payudara.
- Bayi disusui lebih sering
- Untuk menghilangkan rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika
4. Saluran air susu tersumbat (Obstructed Duct)

Penyebab:
1. Air susu mengental hingga menyumbat lumen saluran. Hal ini terjadi sebagai akibat air
susu jarang dikeluarkan.
2. Adanya penekanan saluran air susu dari luar.
Penanganan:
- Payudara dikompres dengan air hangat, setelah itu bayi disusui
- Payudara siurut (massage), setelah itu bayi disusui
- Bayi disusui lebih sering
- Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat.
5. Mastitis (peradangan payudara)

Penyebab:
Umumnya didahului dengan: putting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau
pembengkakan payudara.
Penanganan:
- Payudara dikompres dengan air hangat
- Untuk mengurangi rasa sakit diberi pengobatan dengan tablet analgetika
- Untuk mengatasi infeksi diberi pengobatan dengan antibiotika.
- Bayi disusui mulai dengan payudara yang mengalami peradangan, dan ibu jangan dianjurkan
menghentikan menyusui bayinya.
- Istirahat yang cukup.
6. Sekresi dan pengeluaran air susu kurang
Penyebabnya:
- Isapan pada putting susu jarang, atau diisap terlalu singkat
- Metode isapan bayi kurang efektif
- Bayi sudah mendapat makanan tambahan hingga keinginan untuk menyusu berkurang.
- Nutrisi (makanan) ibu kurang sempurna
- Adanya hambatan atas lets down reflex, misalnya oleh karena stress atu cemas
- Obat-obatan yang menghambat sekresi air susu
- Kelainan hormonal
- Kelainan parenchym payudara.
7. Abses payudara
Penyebab: Infeksi bakterial, khususnya staphylococcus virulent
Penanganan:
- Kultur pus atau sekresi dari putting susu, untuk menentukan antibiotika yang ampuh
- Pus dikeluarkan dengan pompa payudara.
- Atau kalau ada indikasi untuk tindakan operatif, dibuat pengeluaran (drainage) pus
- Jika penyebabnya bukan bakteri virulent, bayi dapat diberi air susu ibunya asal saja si ibu
sudah diberi antiobiotika 12 jam sebelumnya
- Ibu dengan keadaan penyakitnya berat dan keadaan umum tidak baik, bayi diberi ASI donor.
8. Tumor Payudara
Tumor payudara yang dijumpai pada masa laktasi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
biopsi tanpa menghentikan laktasi. Dari pemeriksaan patologi sediaan biopsi ini, sikap tentang
laktasi diputuskan. Laktasi dapat dilanjutkan jika tumor jinak, kemudian tumor dieksterpasi
(dibuang).Jika ibu mendesak untuk segera dilakukan ekstirpasi, maka permintaan ini dikabulkan
tanpa menghentikan laktasi. Jika ternyata jenis tumor ganas (kanker), maka laktasi segera
dihentikan (bayi disapih). Kanker payudara lebih sering dijumpai pada kelompok ibu yang tidak
menyusui bayinya dibandingkan dengan kelompok ibu yang menyusui bayi.
9. Ibu menderita hepatitis atau pembawa kuman (carrier)
Ibu yang darahnya mengandung hepatitis B antigen dapat menularkannya ke bayi semasa
hamil (transplacental), pada waktu persalinan, dan akibat hubungan (kontak) yang berlangsung
lama antara ibu-bayi. Penularan dari ibu kepada bayi ini dikenal dengan istilah Vertical
Transmission. Beberapa peneliti melaporkan bahwa air susu penderita Hepatitis B mengandung
hepatitis B antigen, tetapi penularan melalui ASI belum dapat dipastikan. Bayi yang lahir harus
diberi Hepatitis B immunoglobulin. Ibu yang dalam keadaan infeksi aktif tidak dianjurkan untuk
menyusui bayinya.
10. Herpes
Ibu yang mendapat infeksi CMV dapat menularkannya melalui ASI. Untuk mencegah
penularan, laktai dihentikan.
11. Persalinan operatif (seksio sesarea)
Seksio sesarea tanpa komplikasi berat, ibu dapat menyusui bayinya 12 jam pasca
persalinan. Sebaiknya obat-obatan untuk si ibu diberikan setelah bayi disusui. Bayi yang
dilahirkan dengan seksio sasarea dan belum dapat disusui, ASI harus dipompa dan diberikan
kepada bayinya dengan menggunakan sendok teh.
12. Toksemia
Persalinan pada ibu yang menderita pre eklampsia/eklampsia yang masih mendapat
pengobatan diuretik, antihipertensi ataupun sedativa, sebaiknya bayi jangan diberi ASI. ASI
dipompa dan dibuang, dan bayi diberi air susu ibu dari donor. Setelah kondisi ibu pulih dan obat-
obatan dihentikan, ibu dianjurkan menyusui bayinya.
13. Tuberkulosis
Ibu yang menderita TBC boleh menyusui bayinya. Si Ibu diberi pengobatan dan bayi
diberi INH atau divaksinasi dengan BCG dari jenis INH resistant straint. Ibu yang menderita
TBC payudara TBC payudara tidak dianjurkan menyusui bayinya.
14. Lepra
Ibu penderita lepra dibolehkan menyusui bayinya. Ibu dan bayi berhubungan hanya
waktu menyusui, setelah selesai, dipisah kembali. Ibu dan bayi diberi pengobatan oral
diaminodiphenyl sulfone.
15. Diare oleh sebab infeksi bakterial
Ibu yang menderita diare oleh bakteri boleh menyusui bayinya setelah lebih dahulu si Ibu
diberi pengobatan.
16. Diabetes melitus
Ibu penderita diabetes mellitus dibolehkan menyusui bayinya.
17. Hypertyroidisme
Ibu penderita hypertyroidisme boleh menyusui bayinya, asal saja kadar T4 dan TSH
dalam darah bayi diukur secara berkala.
18. Psikosis
Ibu yang menderita psikosis tidak dianjurkan menyusui bayinya oleh karena
dikhawatirkan bayi mendapat perlakuan buruk.
19. Ibu bekerja
Penyebab utama penyapihan bayi adalah ibu yang aktif bekerja. Sebaiknya diberi
kesempatan pada si Ibu untuk menyusui bayinya ditempat ia bekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, 2009. Panduan Ibu Cerdas (ASI dan Tumbuh Kembang Bayi). Yogyakarta: Medis
Pressindo.

Bonny Danuatmadja, 2003. 40 Hari Pasca Persalinan. Jakarta: Puspa Swara.


Brinch, J.:Menyusui bayi dengan baik dan berhasil. Ayah Bunda, gaya Favorit Press.

Depkes RI, 2003. Penatalaksanaan ASI Eksklusif Pada Ibu Post Partum, Departeman Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Djamaludin, dkk, 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Wahyu Media. Jakarta

Gartner L.M., Eidelman A.I. 2005. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics

Hanyow, 2008. ASI Eksklusif Terjemahan, New Jersey.

Khasanah, 2011. ASI atau Susu Formula Ya? Flash Book

Kristiyanasari, 2009. ASI:Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika

Lawrence, R.A.: Breast feeding. A guide for the medical profession. Second Edition. The CV
Mosby Company, Toronto, 1985.

Novianti, 2009. Menuyusui Itu Indah. Yogyakarta : Octopus

Novak & Broom, 2001. Maternal and Child Health Nursing. Missiouri: Mosby, Inc.

Perinasia, 2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta : Program Manajemen Laktasi
Perkumpulan Perinatologi Indonesia.

Prasetyono, 2009. ASI Eksklusif Pengenalan,Praktik dan Kemanfaatan kemanfaatannya.


Yogyakarta: Diva Press.

Ransjo-Arvidson (2001). Agar ASI Lancar Dimasa Menyusui. 01 Juni 20013 asi.blogsome.com
Riyanti, 2007. Seri diktat kuliah psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma
Roberte, W., Vermeersch, Williams (Editor): Nutrition and lactation. Third Edition.
Soetjiningsih, 2006. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. EGC
Sulystyawati, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sri purwanti, H. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif: Buku saku untuk bidan, Jakarta: EGC
Winkjosastro, 2002. Ilmu Kandungan, Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirorahardjo

Anda mungkin juga menyukai