Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebidanan komunitas adalah upaya yang dilakukan bidan untuk


pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita di dalam
keluarga dan masyarakat.
Gender mempengaruhi setiap aspek kehidupan kita, dari bagaimana
kita merasakan tentang diri kita dan menetapkan tujuan kita dalam
pendidikan,kesempatan rekreasi dan bekerja serta sifat dan tingkat
partisipasi dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan ini memiliki
dampak yang kuat pada cara bagaimana kita menjalankan agama kita
dengan cara kita berpakaian,cara ita mengungkapkan perasaan kita dan
sifat dari semua hubungan kita dengan orang lain.
Isu gender telah menjadi bahasan analisis sosial,menjadi pokok
bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga
menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan
perubahan sosial. Bahkan,beberapa waktu terakhir ini berbagai tulisan baik
di media massa, buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas
tentang proses dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan
diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi
itu terjadi hampir disemua bidang mulai dari tingkat internasional, negara,
keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, sampai tingkat rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan
perbedaan peran,tanggung jawab,hak dan fungsi serta ruang aktifitas laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya
membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan
akan akses,partipasi,serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan
perempuan.

Sebab itu program berdaya guna perlu dirancang dengan pendekatan


partisipatif, yakni pendekatan yang menekan pentingnya keterlibatan

1
warga secara sukarela dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan
dan diri mereka sendiri. Dalam konteks ini masyarakat bukan dipandang
sebagai objek pembangunan, tetapi lebih di anggap sebagai subjek, aktif
pada semua tahapan siklus proyek pembangunan mulai dari penilaian
kebutuhan,perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan demikian yang
partisipasif dan juga responsive gender perlu menerapkan prinsip-prinsip:

1. Mengutaamakan masyarakat
2. Berbasis pengetahuan masyarakat

3. Melibatkan dan memberdayakan perempuan

Melalui perencanaan program yang partisipatif, maka masyarakat


didorong bukan hanya mampu menyuara kepentingannya. Tetapi juga
mampu mengorganisie diri secara kolektif untuk terlibat mulai dari
melakukan perencanaan dan merancang kesehatannya sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang


Tanggap Gender dan Partisipatif ?

2. Bagaimana Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang Tanggap


Gender dan Partisipatif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Perencanaan Pelayanan Kebidanan
Komunitas yang Tanggap Gender dan Partisipatif
2. Untuk mengetahui Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang
Tanggap Gender dan Partisipatif

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang Tanggap
Gender dan Partisipatif

1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah pola pikir yang sistematis untuk mewujudkan tujuan


dengan mengorganisasaikan dan mendaya gunakan sumber yang tersedia .
Perencenaan yang akan disusun harus berdasarkan kegiatan yang sebelumnya.
Berbagai program kesehatan yang sudah dikembangkan dan dijalankan di
masyarakat, mulai dari program KIA termasuk imunisasi, reproduksi remaja,
program pencegahan infeksi termasuk HIV/AIDS dll belum menjawab
kebutuhan masyarakat bahkan cendrung belum tanggap gender karena
mengabaikan kecenderungan di mungkinkan adanya perbedaan kondisi
kesehatan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya remaja perempuan
cendrung lebih anemia dari remaja laki-laki hal ini dilatar belakangi prafktik
budaya yang mentabuhkan makanan tertentu di konsumsi perempuan,
misalnya: telur,ikan tidak boleh dikonsumsi oleh perempuan.

2. Pengertian Pelayanan Kebidanan Komunitas

Kebidanan komunitas adalah upaya yang dilakukan bidan untuk


pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga
dan masyarakat.
Kebidanan komunitas adalah bentuk-bentuk pelayanan kebidanan yang
dilakukan diluar bagian atau pelayanan berkelanjutan yang diberikan dirumah
sakit dengan menekankan kepada aspek-aspek psikososial budaya yang ada
dimasyarakat.
Pelayanan kebidanan komunitas adalah upaya yang dilakukan bidan
untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita didalam
keluarga dan masyarakat. (Karwati dkk, 2011).

3. Pengertian Gender

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk


menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan

3
sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan
disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini
sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan
yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender ini sangat
membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang
selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki
untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta
cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep
gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-
laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan
perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada
cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri
biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status
dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan
(konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu
berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan
budaya setempat.
Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:
1. Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat dan budaya
karena seseorang lahir sebagai perempuan dan laki laki.
2. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai
sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat
berubah menurut waktu serta kondisi setempat. Tanggung jawab dan

4
perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat
dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat.
3. Gender refers to the economic, social, political, and cultural
attributes and opportunities associated with being female and male.
The social definitions of what it means to be female or male vary
among cultures and changes over time. Gender merujuk pada atribut
ekonomi, sosial, politik dan budaya serta kesempatan yang dikaitkan
dengan menjadi seorang perempuan dan laki-laki. Definisi sosial
tentang bagaimana artinya menjadi perempuan dan laki-laki beragam
menurut budaya dan berubah sepanjang jaman.
4. Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in
social institutions and reproduced in interpersonal interaction.
Gender diartikan sebagai suatu set hubungan yang nyata di institusi
sosial dan dihasilkan kembali dari interaksi antar personal. (Smith
1987; West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8).
5. Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction
between actors and structures with tremendous variation across mens
and womens lives individually over the life course and structurally in
the historical context of race and class. Gender bukan merupakan
property individual namun merupakan interaksi yang sedang
berlangsung antar aktor dan struktur dengan variasi yang sangat besar
antara kehidupan laki-laki dan perempuan secara individual
sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan
kelas. (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
6. At the ideological level, gender is performatively produced. Pada
tingkat ideologi, gender dihasilkan. (Butler 1990 dalam Lloyd et al.
2009: p.8)
7. Gender is not a noun- a beingbut a doing. Gender is created
and reinforced discursively, through talk and behavior, where
individuals claim a gender identity and reveal it to others. Gender
bukan sebagai suatu kata bendamenjadi seseorang, namun suatu

5
perlakuan. Gender diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan
perilaku, dimana individu menyatakan suatu identitas gender dan
mengumumkan pada yang lainnya. (West & Zimmerman 1987 dalam
Lloyd et al. 2009: p.8)
8. Gender theory is a social constructionist perspective that
simultaneously examines the ideological and the material levels of
analysis. Teori gender merupakan suatu pandangan tentang konstruksi
sosial yang sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan analisis
material. (Smith 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan
dengan jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis
dalam hal alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa
konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda ( perempuan mengalami
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui, sedangkan laki-laki membuahi
dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan
Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan
berlaku sepanjang zaman.
Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki
menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam
berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi,
kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya
tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh
laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau
perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada
sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas
dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang
laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu
bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun
demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam
memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari,
misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai

6
naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki
sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.
Tanggap adalah segera mangetahui (keadaan) dan memperhatikan
sungguh-sungguh. Tanggap juga berarti cepat dapat mengetahui dan
menyadari gejala yang timbul.
Jadi, tanggap gender ialah segera mengetahui keadaan dan menyadari
segala gejala yang timbul antara perbedaan laki-laki dan perempuan dalam
peran,fungsi, hak,tanggung jawab dan perilaku yang di bentuk oleh tata nilai
sosial,budaya dan adat istiadat.

4. Pengertian Partisipatif
Partisipatif adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang
kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Partisipatif adalah terlibatnya seseorang secara mental dan emosional di
dalam suatu kelompok yang merangsang mereka untuk berkontribusi kepada
tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab untuk apa yang dihasilkan.
Partisipatif adalah perilaku yang memberikan pemikiran terhadap
sesuatu atau seseorang.

B. Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang tanggap gender dan


Partisipatif

1. Konsep gender

Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik
di kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan
bahkan sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam
dan terusik pada saat mendengar kata gender. Berdasarkan diskusi dengan
berbagai kalangan, keengganan masyarakat untuk menerima konsep gender
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian
masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai

7
Barat yang sengaja disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya
di Timur.
2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat
memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender berlawanan
dengan kodrati manusia.
3. Konsep gender berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum
perempuan untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-laki.
Hal ini dikarenakan kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh kaum
laki-laki. Di Indonesia tidak ada masalah gender karena negara sudah
menjamin seluruh warga negara untuk mempunyai hak yang sama sesuai
dengan yang tercantum pada UUD 1945.
4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat,
yaitu mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah
sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan
adalah mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini
sepertinya masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin
banyak perempuan Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar
negeri dan mengambil alih tugas suami sebagai pencari nafkah utama.

2. Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender


Kesetaraan gender mengandung makna tentang persamaan, yaitu
perlakuan yang setara antara perempuan dan laki laki dalam hukum dan
kebijakan, serta akses yang sama ke sumber daya dan pelayanan dalam
keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan
tanggung jawab perempuan dan laki laki.
1. Pengertian
a. Kesetaraan gender: Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status
yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara
penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala
bidang kehidupan. Definisi dari USAID menyebutkan bahwa Gender
Equality permits women and men equal enjoyment of human rights,

8
socially valued goods, opportunities, resources and the benefits from
development results. Kesetaraan gender memberi kesempatan baik
pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding
menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai
benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat dari
hasil pembangunan.
b. Keadilan gender: Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki
melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-
hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki. Definisi dari USAID
menyebutkan bahwa Gender Equity is the process of being fair to
women and men. To ensure fairness, measures must be available to
compensate for historical and social disadvantages that prevent
women and men from operating on a level playing field. Gender equity
strategies are used to eventually gain gender equality. Equity is the
means; equality is the result. Keadilan gender merupakan suatu
proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-laki.
Untuk memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk
mengompensasi kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah
perempuan dan laki-laki dari berlakunya suatu tahapan permainan.
Strategi keadilan gender pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan
kesetaraan gender. Keadilan merupakan cara, kesetaraan adalah
hasilnya.

2. Wujud Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Keluarga.


a. Akses diartikan sebagai the capacity to use the resources necessary to
be a fully active and productive (socially, economically and politically)
participant in society, including access to resources, services, labor
and employment, information and benefits. Kapasitas untuk
menggunakan sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara
aktif dan produktif (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam
masyarakat termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan, tenaga kerja
dan pekerjaan, informasi dan manfaat. Contoh: Memberi kesempatan

9
yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki untuk melanjutkan
sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, dengan asumsi
sumberdaya keluarga mencukupi.
b. Partisipasi diartikan sebagai Who does what?. Siapa melakukan
apa?. Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses
pengambilan keputusan atas penggunaan sumberdaya keluarga secara
demokratis dan bila perlu melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun
perempuan.
c. Kontrol diartikan sebagai Who has what?. Siapa punya apa?.
Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam
penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki
properti atas nama keluarga.
d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang
sama bagi seluruh anggota keluarga.

3. Perencanaan Pelayanan Kebidanan yang Tanggap Gender


Dalam kehidupan di masyarakat masih banyak ditemukan adanya
pelanggaran pelanggaran terhadap hak - hak perempuan terutama hak kesehatan
reproduksi perempuan. Kurangnya kepedulian masyarakat dan permasalahan
permasalahan budaya menyebabkan semakin terpuruknya kesehatan reproduksi
perempuan. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang peduli terhadap
perbaikan kesehatan reproduksi perempuan selama siklus kehidupan perempuan.
Bidan juga merupakan orang yang paling sering bersinggungan dengan erempuan
sehingga tidak menutup kemungkinan bidan juga melakukan pelanggaran
terhadap hak hak reproduksi perempuan. Untuk menghindari hal tersebut, maka
dalam pemberian pelayanan kebidanan di pandang perlu untuk melakukannya
dengan menggunakan kacamata gender / bidan sensitif gender.
Contoh peran bidan dalam usaha kesetaraan dan keadilan gender :
1. Peran serta bidan dalam pelaksanaan program KB (partisipasi pria dalam
program KB dn kesehatan reproduksi)
Pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya mampu menjangkau
seluruh wilayah nusantara, hal ini disebabkan karena keterbatasan

10
kemampuan petugas dan pendanaan. Selain itu peran serta masyarakat dan
pihak di luar pemerintah juga masih sangat terbatas walaupun tokoh
agama, organisasi profesi serta lembaga swadaya masyarakat terbukti
sangat mempengaruhi keberhasilan program KB di beberapa daerah. Peran
bidan dalam mempromosikan program KB, bahwa perempuan mempunyai
hak penuh untuk memilih untuk menjadi akseptor atau tidak, memilih jenis
alat kontrasepsi yang ingin di gunakan atau memilih untuk menghentikan
atau mengganti jenis kontrasepsi yang di gunakan.
Keterbatasan peran serta laki-laki/suami dalam pelaksanaa program KB,
sehingga apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan KB dan akhirnya
terjadi KTD, maka istri menjadi pihak yang paling disalahkan dan jika
terjadi aborsi,maka istrilah atau wanita yang akan menanggung akibtnya.
2. Peran bidan dalam usaha pelayanan kesehatan maternal,menurunkan
angka kematian ibu dan bayi dalam hal ini bidan harus mengikutsertakan
peran serta suami untuk menjadi suami siaga dalam menjaga kehamilan,
sehingga mengatasi Tiga Terlambat :
a. Terlambat mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan
b. Terlambat sampai ke pelayanan kesehatan
c. Terlamabat dalam pengambilan keputusan
3. Peran bidan dalam usaha pencegahan penyakit menular seksual dan
HIV/AIDS
a.Usaha promotif dan preventif
b. Screening terhadap kelompok resiko penderita PMS dan HIV/AIDS
4. Peran bidan dalam usaha advokasi perempuan korban KDRT bekerja sama
dengan LSM dan LBH.
5. Meningkatkan pemberdayaan perempuan tentang pentingnya kesehatan
pada diri perempuan.

4. Perencanaan Partisipatif

11
Di dalam era demokrasi seperti saat ini,tuntutan masyarakat untuk terlibat
di dalam proses di dalam penyusunan perencanaan pembangunan menjadi suatu
keniscayaan. Ada beberapa asumsi yang mendorong partisipasi masyarakat

1. Rakyatlah yang paling tau kebutuhannya, karena itu rakyat mempunyai


hak untuk mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan pembangunan
diwilayah lokalnya.
2. Pendekatan partisipatif dapat menjamin kepentingan dan suara kelompok
yang selama ini tersisih dala pembangunan
3. Partipasi dalam pengawasan atau monitoring terhadap proses
pembangunan dapat mengurangi terjadinya berbagai penyimpangan
program,termasuk tidak tercapainya tujuan program
Berdasarkan asumsi diatas maka partisipasi yang efektif adalah yang
mampu menggerakkan perubahan di masyarakat secara kolektif dan
istitusional,bukan semata individual. Keberadaan wadah seperti forum
warga seperti forum multistakeholder yang mempertemukan berbagai
warga masyarakat (kelas sosial,umur,gender,dll) menjadi relevan dan
signifikan diperkuat kapasitasnya. Forum ini diharapkan mampu
mengakomodir berbagai aspirasi dan kepentingan warga dalam
merancang sekaligus mengambil keputusan tentang kebijakan yang
menjadi kebutuhannya bersama. Lebih spesifiknya, melalui forum warga
diharapkan akan terbangun : kesadaran masyarakat akan perlunya mereka
ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan atau pengembangan
masyarakat, kesadaran bahwa perlu suatu pengorganisasian sosial atas
berbagai berbagai kelompok warga dalam merancang dan menetapkan
(memutuskan) program prioritas masyarakat, identitas diri sebagai suatu
kelompok kepentingan dan sama-sama terlibat dalam proses perencanaan.

Dengan demikian, melalui perencanaan program yang partisipatif, maka


masyarakat didorong bukan hanya mampu menyuarakkan kepentingan atau
kebuuhannya. Tetapi juga mampu mengorganisir diri secara kolektif untuk terlibat
mulai dari penelusuran kebutuhan hingga monitoring dan evaluasi program .untuk
itu pengembangan program selain membutuhkan kesiapan pengelola program
secara organisasional/institusional, juga penguatan kapasitas masyarakat sebagai

12
bagian dari stakeholder. Kapasitas masyarakat ini bisa terindikasi dari tangga
ataupun tingkat partisipasinya.

Berbagai paparan diatas menunjukkan bahwa perencanaan program yang


partisipatif merupakan upaya pengembangan masyarakat karena berupaya
membangun atau memperkuat struktur masyarakat atau komunitas agar menjadi
suatu entitas yang otonom dan bisa menyelenggarakan kehidupannya serta
melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia (human needs). Artinya,
pengembangan masyarakat merupakan upaya penguatan kapasitas masyarakat
sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini dilakukan
juga upaya pemberdayaan (empowerment) masyarakat agar mereka dapat
melakukan perubahan (transformasi) baik dalam aspek ekonomi, sosial budaya,
bahkan teknologi.
Berkenaan dengan pengembangan kapasitas masyarakat, dapat dilihat dari
tiga tingkatan/dimensi, yakni :
1. Dimensi Kapasitas Sistem
Pengambangan kapasitas sistem bisa merujuk pada perencanaan berkala yang
terpadu dan berkesinambungan yang dirumuskan secara objektif, terarah, dan
sesuai kebijakan normatif yang menjadi rujukan bersama .
2. Dimensi Kapasitas Institusi
Pengembangan kapasitas institusi yang mampu memfasilitasi proses
perencanaan secara jelas dan konsisten. Untuk itu perlu struktur
pengorganisasian yang jelas, termasuk penjabaran tugas san fungsi dari
masing-masing pelaku/aktor yang terlibat, mekanisme koordinasi, serta
evaluasi kinerja dan monitoring dampak untuk menilai efektifitas, efisiensi,
dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) jalannya proram pelayanan
masyarakat.
3. Dimensi Kapasitas Individu
Pengembangan kapasitas individu akan mencakup :
a. keterampilan perencanaan (kemampuan atau kapasitas melakukan analisis
situasi hingga monitoring evaluasi )
b. keterampilan manajerial, yakni kapasitas memfasilitasi, memoderasi dan
mengkoordinir semua pelaku dan kepentingan kedalm suatu proses
perencanaan yang teratur.
c. keterampilan sosial yakni kapasitas dalam membangun proses dialogis yang
konstruktif dalam rangka membangun kebersamaan dalam keberagaman

13
kepentingan untuk mengkhasilkan produk perencanaan yang mampu
mengakomodir kepentingan dari bawah. Selain itu, diperlukan kapasitas atau
kemampuan mensosialisasikan kemampuan, hambatan, keberhasilan, dan
implementasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi.

Dimensi-dimensi diatas juga bisa mengindikasikan level dan bentuk


perubahan/damak dari program. Misalnya program nutrisi ibu hamil, pada
dasarnya capaian program bukan hanya adanya perubahan, pada sikap dan
perilaku sehat dilevel individual, namun juga diharapkan terjadi perubahan pada
level institusional (keluarga, agama, dll). Pada konteks tertentu diharapkan terjadi
perubahan pada kebijakan dan strateginya.

Berkenaan dengan perencanaan partisipatif, pada dasarnya tujuannya tidak


memberdayakan masyarakat, tetapi juga pengelola program. Artinya, pengengola
program perlu membangun kapasitas organisasional maupun induvidual dalam
merancang, mengimplementasi, dan memonitor serta mengevaluasi jalannya
program. Lebih dari itu, juga dibutuhkan kemampuan, kerja sama/kordinasi antar
berbagai pihak/stakeholder, yang dilandasi kuatnya komitmen masing-masing
piha demi tujuan yang sama, yakni pelayanan publik yang berkualitas. Dengan
demikian dibutuhkan tim kerja yang solid diantara pengelola program (misalnya
antar kader posyandu dan bidan ).

Tidak hanya itu, aspek terpenting adalah perlunya terbangun koordinasi atau
kerja sama antara warga dan organisasi/insitusi pengelola program. Berkenaan
dengan keberhasilan sinergi atau kerja sama ini, ada beberapa kondisi yang
menjadi prasyarat, yakni :

1. ada tidak kebijakan

2. besar kecilnya komitmen stakeholder

3.ada tidaknya pendorong partisipasi stakeholders baik secara internal dan


eksternal, termasuk ada tidaknya sistem komunikasi dan sistem intensif-
disinsentif dalam pengelolaan program.

14
5. Monitoring dan Evaluasi yang Tanggap Gender

Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi


(berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara sistematis dan kontinu tentang
kegiatan program/proyek sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan program/proyek itu selanjutnya.

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan


masalah kinerja program/proyek untuk memberikan umpan balik bagi
peningkatan kualitas kinerja program/proyek.

Beberapa pertanyaan yang muncul untuk evaluasi

1. Masalahmasalah apa yang timbul ?

a. Apakah proyek berjalan sesuai jadwal ?


b. Apakah proyek menghasilkan Output yang direncanakan ?
c. Apakah anggarannya sesuai dengan rencana ?
d. Apakah strateginya berjalan sesuai dengan rencana?
e. Apakah kelompok sasaran (target group) terlibat dalam aktivitas proyek ?

2. Tujuan monitoring :

a. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan


rencana
b. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
c. melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan
sudah tepat untuk mencapai tujuan proyek.
d. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
ukuran kemajuan,
e. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa
menyimpang dari tujuan.

3. Manfaaat monitoring :

Bagi pihak Penanggung Jawab Program :

15
a. Salah satu fungsi manajemen yaitu pengendalian atau supervisi.
b. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja
c. Untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan
d. Membantu penentuan langkah-langkah yang berkaitan dengan kegiatan
proyek selanjutnya.
e. Sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi selanjutnya.

Bagi pihak Pengelola Proyek, yaitu :

a. Membantu untuk mempersiapkan laporan dalam waktu yang singkat


b. Mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan menjaga
kinerja yang sudah baik
c. Sebagai dasar (informasi) yang penting untuk melakukan evaluasi proyek.

4. Tipe dan Jenis Monitoring

Aspek masukan (input) proyek antara lain mencakup : tenaga


manusia, dana, bahan, peralatan, jam kerja, data, kebijakan, manajemen dsb.
yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan proyek.

Aspek proses / aktivitas yaitu aspek dari proyek yang mencerminkan


suatu proses kegiatan, seperti penelitian, pelatihan, proses produksi,
pemberian bantuan dsb.

Aspek keluaran (output), yaitu aspek proyek yang mencakup hasil


dari proses yang terutama berkaitan dengan kuantitas (jumlah)

5. Tujuan evaluasi :

Untuk mendapatkan informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman


mengenai pengelolaan proyek, keluaran, manfaat, dan dampak dari proyek
pembangunan yang baru selesai dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi,
sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian proyek selanjutnya.

6. Manfaat evaluasi:

16
a. Evaluasi awal kegiatan, yaitu penilaian terhadap kesiapan proyek atau
mendeteksi kelayakan proyek.
b. Evaluasi formatif, yaitu penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai
selama proses kegiatan proyek dilaksanakan. Waktu pelaksanaan
dilaksanakan secara rutin (per bulan, triwulan, semester dan atau tahunan)
sesuai dengan kebutuhan informasi hasil penilaian.
c. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara
keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. Waktu pelaksanaan
pada saat akhir proyek sesuai dengan jangka waktu proyek dilaksanakan.
Untuk proyek yang memiliki jangka waktu enam bulan, maka evaluasi
sumatif dilaksanakan menjelang akhir bulan keenam. Untuk evaluasi yang
menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek berakhir dan
diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

17
Bidan sebagai pelaksana utama yang memberikan pelayanan kebidanan,
diharapkan mampu memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar
(teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

Upaya kegiatan komunitas di Indonesia merupakan bagian


pembangunan kesehatan. Oleh karena itu perencanaan kebidanan komunitas
mengikuti pada perencanaan pembangunan tersebut. Kebidanan komunitas
merupakan bagian kesehatan komunitas. Setiap kegiatan pokok yang
diarahkan kepada ibu dan anak dalam kaitan dengan kehamilan dan
persalinan, keluarga berencana, serta anak balita merupakan kegiatan terpadu
di dalam kebidanan komunitas.

Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi


(berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara sistematis dan kontinu tentang
kegiatan program/proyek sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan program/proyek itu selanjutnya.

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan


masalah kinerja program/proyek untuk memberikan umpan balik bagi
peningkatan kualitas kinerja program/proyek.

B. Saran

Melalui perencanaan program yang partisipatif, maka masyarakat


didorong bukan hanya mampu menyuarakan kepentingannya. Tetapi juga mampu

18
mengorganisir diri secara kolektif untuk terlibat mulai dari melakukan
perencanaan dan merancang kesehatannya sendiri.

Bidan di harapkan dapat lebih tanggap terhadap diskriminasi gender yang


terjadi di masyarakat dan mampu melakukan perencenaan pelayanan kebidanan di
komunitas yang partisipatif sehingga terjadinya kesetaraan gender di masyarakat.

19

Anda mungkin juga menyukai