Bab 2 Tanggap Gender HIKMAH
Bab 2 Tanggap Gender HIKMAH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
warga secara sukarela dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan
dan diri mereka sendiri. Dalam konteks ini masyarakat bukan dipandang
sebagai objek pembangunan, tetapi lebih di anggap sebagai subjek, aktif
pada semua tahapan siklus proyek pembangunan mulai dari penilaian
kebutuhan,perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan demikian yang
partisipasif dan juga responsive gender perlu menerapkan prinsip-prinsip:
1. Mengutaamakan masyarakat
2. Berbasis pengetahuan masyarakat
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Perencanaan Pelayanan Kebidanan
Komunitas yang Tanggap Gender dan Partisipatif
2. Untuk mengetahui Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang
Tanggap Gender dan Partisipatif
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Perencanaan Pelayanan Kebidanan Komunitas yang Tanggap
Gender dan Partisipatif
1. Pengertian Perencanaan
3. Pengertian Gender
3
sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan
disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini
sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan
yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender ini sangat
membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang
selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki
untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta
cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep
gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-
laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan
perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada
cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri
biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status
dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan
(konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu
berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan
budaya setempat.
Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:
1. Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat dan budaya
karena seseorang lahir sebagai perempuan dan laki laki.
2. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai
sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat
berubah menurut waktu serta kondisi setempat. Tanggung jawab dan
4
perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat
dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat.
3. Gender refers to the economic, social, political, and cultural
attributes and opportunities associated with being female and male.
The social definitions of what it means to be female or male vary
among cultures and changes over time. Gender merujuk pada atribut
ekonomi, sosial, politik dan budaya serta kesempatan yang dikaitkan
dengan menjadi seorang perempuan dan laki-laki. Definisi sosial
tentang bagaimana artinya menjadi perempuan dan laki-laki beragam
menurut budaya dan berubah sepanjang jaman.
4. Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in
social institutions and reproduced in interpersonal interaction.
Gender diartikan sebagai suatu set hubungan yang nyata di institusi
sosial dan dihasilkan kembali dari interaksi antar personal. (Smith
1987; West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8).
5. Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction
between actors and structures with tremendous variation across mens
and womens lives individually over the life course and structurally in
the historical context of race and class. Gender bukan merupakan
property individual namun merupakan interaksi yang sedang
berlangsung antar aktor dan struktur dengan variasi yang sangat besar
antara kehidupan laki-laki dan perempuan secara individual
sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan
kelas. (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
6. At the ideological level, gender is performatively produced. Pada
tingkat ideologi, gender dihasilkan. (Butler 1990 dalam Lloyd et al.
2009: p.8)
7. Gender is not a noun- a beingbut a doing. Gender is created
and reinforced discursively, through talk and behavior, where
individuals claim a gender identity and reveal it to others. Gender
bukan sebagai suatu kata bendamenjadi seseorang, namun suatu
5
perlakuan. Gender diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan
perilaku, dimana individu menyatakan suatu identitas gender dan
mengumumkan pada yang lainnya. (West & Zimmerman 1987 dalam
Lloyd et al. 2009: p.8)
8. Gender theory is a social constructionist perspective that
simultaneously examines the ideological and the material levels of
analysis. Teori gender merupakan suatu pandangan tentang konstruksi
sosial yang sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan analisis
material. (Smith 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan
dengan jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis
dalam hal alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa
konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda ( perempuan mengalami
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui, sedangkan laki-laki membuahi
dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan
Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan
berlaku sepanjang zaman.
Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki
menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam
berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi,
kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya
tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh
laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau
perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada
sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas
dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang
laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu
bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun
demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam
memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari,
misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai
6
naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki
sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.
Tanggap adalah segera mangetahui (keadaan) dan memperhatikan
sungguh-sungguh. Tanggap juga berarti cepat dapat mengetahui dan
menyadari gejala yang timbul.
Jadi, tanggap gender ialah segera mengetahui keadaan dan menyadari
segala gejala yang timbul antara perbedaan laki-laki dan perempuan dalam
peran,fungsi, hak,tanggung jawab dan perilaku yang di bentuk oleh tata nilai
sosial,budaya dan adat istiadat.
4. Pengertian Partisipatif
Partisipatif adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang
kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Partisipatif adalah terlibatnya seseorang secara mental dan emosional di
dalam suatu kelompok yang merangsang mereka untuk berkontribusi kepada
tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab untuk apa yang dihasilkan.
Partisipatif adalah perilaku yang memberikan pemikiran terhadap
sesuatu atau seseorang.
1. Konsep gender
Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik
di kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan
bahkan sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam
dan terusik pada saat mendengar kata gender. Berdasarkan diskusi dengan
berbagai kalangan, keengganan masyarakat untuk menerima konsep gender
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian
masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai
7
Barat yang sengaja disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya
di Timur.
2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat
memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender berlawanan
dengan kodrati manusia.
3. Konsep gender berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum
perempuan untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-laki.
Hal ini dikarenakan kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh kaum
laki-laki. Di Indonesia tidak ada masalah gender karena negara sudah
menjamin seluruh warga negara untuk mempunyai hak yang sama sesuai
dengan yang tercantum pada UUD 1945.
4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat,
yaitu mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah
sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan
adalah mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini
sepertinya masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin
banyak perempuan Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar
negeri dan mengambil alih tugas suami sebagai pencari nafkah utama.
8
socially valued goods, opportunities, resources and the benefits from
development results. Kesetaraan gender memberi kesempatan baik
pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding
menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai
benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat dari
hasil pembangunan.
b. Keadilan gender: Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki
melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-
hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki. Definisi dari USAID
menyebutkan bahwa Gender Equity is the process of being fair to
women and men. To ensure fairness, measures must be available to
compensate for historical and social disadvantages that prevent
women and men from operating on a level playing field. Gender equity
strategies are used to eventually gain gender equality. Equity is the
means; equality is the result. Keadilan gender merupakan suatu
proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-laki.
Untuk memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk
mengompensasi kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah
perempuan dan laki-laki dari berlakunya suatu tahapan permainan.
Strategi keadilan gender pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan
kesetaraan gender. Keadilan merupakan cara, kesetaraan adalah
hasilnya.
9
yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki untuk melanjutkan
sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, dengan asumsi
sumberdaya keluarga mencukupi.
b. Partisipasi diartikan sebagai Who does what?. Siapa melakukan
apa?. Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses
pengambilan keputusan atas penggunaan sumberdaya keluarga secara
demokratis dan bila perlu melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun
perempuan.
c. Kontrol diartikan sebagai Who has what?. Siapa punya apa?.
Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam
penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki
properti atas nama keluarga.
d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang
sama bagi seluruh anggota keluarga.
10
kemampuan petugas dan pendanaan. Selain itu peran serta masyarakat dan
pihak di luar pemerintah juga masih sangat terbatas walaupun tokoh
agama, organisasi profesi serta lembaga swadaya masyarakat terbukti
sangat mempengaruhi keberhasilan program KB di beberapa daerah. Peran
bidan dalam mempromosikan program KB, bahwa perempuan mempunyai
hak penuh untuk memilih untuk menjadi akseptor atau tidak, memilih jenis
alat kontrasepsi yang ingin di gunakan atau memilih untuk menghentikan
atau mengganti jenis kontrasepsi yang di gunakan.
Keterbatasan peran serta laki-laki/suami dalam pelaksanaa program KB,
sehingga apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan KB dan akhirnya
terjadi KTD, maka istri menjadi pihak yang paling disalahkan dan jika
terjadi aborsi,maka istrilah atau wanita yang akan menanggung akibtnya.
2. Peran bidan dalam usaha pelayanan kesehatan maternal,menurunkan
angka kematian ibu dan bayi dalam hal ini bidan harus mengikutsertakan
peran serta suami untuk menjadi suami siaga dalam menjaga kehamilan,
sehingga mengatasi Tiga Terlambat :
a. Terlambat mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan
b. Terlambat sampai ke pelayanan kesehatan
c. Terlamabat dalam pengambilan keputusan
3. Peran bidan dalam usaha pencegahan penyakit menular seksual dan
HIV/AIDS
a.Usaha promotif dan preventif
b. Screening terhadap kelompok resiko penderita PMS dan HIV/AIDS
4. Peran bidan dalam usaha advokasi perempuan korban KDRT bekerja sama
dengan LSM dan LBH.
5. Meningkatkan pemberdayaan perempuan tentang pentingnya kesehatan
pada diri perempuan.
4. Perencanaan Partisipatif
11
Di dalam era demokrasi seperti saat ini,tuntutan masyarakat untuk terlibat
di dalam proses di dalam penyusunan perencanaan pembangunan menjadi suatu
keniscayaan. Ada beberapa asumsi yang mendorong partisipasi masyarakat
12
bagian dari stakeholder. Kapasitas masyarakat ini bisa terindikasi dari tangga
ataupun tingkat partisipasinya.
13
kepentingan untuk mengkhasilkan produk perencanaan yang mampu
mengakomodir kepentingan dari bawah. Selain itu, diperlukan kapasitas atau
kemampuan mensosialisasikan kemampuan, hambatan, keberhasilan, dan
implementasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi.
Tidak hanya itu, aspek terpenting adalah perlunya terbangun koordinasi atau
kerja sama antara warga dan organisasi/insitusi pengelola program. Berkenaan
dengan keberhasilan sinergi atau kerja sama ini, ada beberapa kondisi yang
menjadi prasyarat, yakni :
14
5. Monitoring dan Evaluasi yang Tanggap Gender
2. Tujuan monitoring :
3. Manfaaat monitoring :
15
a. Salah satu fungsi manajemen yaitu pengendalian atau supervisi.
b. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja
c. Untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan
d. Membantu penentuan langkah-langkah yang berkaitan dengan kegiatan
proyek selanjutnya.
e. Sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi selanjutnya.
5. Tujuan evaluasi :
6. Manfaat evaluasi:
16
a. Evaluasi awal kegiatan, yaitu penilaian terhadap kesiapan proyek atau
mendeteksi kelayakan proyek.
b. Evaluasi formatif, yaitu penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai
selama proses kegiatan proyek dilaksanakan. Waktu pelaksanaan
dilaksanakan secara rutin (per bulan, triwulan, semester dan atau tahunan)
sesuai dengan kebutuhan informasi hasil penilaian.
c. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara
keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. Waktu pelaksanaan
pada saat akhir proyek sesuai dengan jangka waktu proyek dilaksanakan.
Untuk proyek yang memiliki jangka waktu enam bulan, maka evaluasi
sumatif dilaksanakan menjelang akhir bulan keenam. Untuk evaluasi yang
menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek berakhir dan
diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
Bidan sebagai pelaksana utama yang memberikan pelayanan kebidanan,
diharapkan mampu memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar
(teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
B. Saran
18
mengorganisir diri secara kolektif untuk terlibat mulai dari melakukan
perencanaan dan merancang kesehatannya sendiri.
19