Anda di halaman 1dari 8

HEAD UP IN MANAGEMENT INTRACRANIAL

FOR HEAD INJURY


Paper Evidence Based Practice (Ebp)
Deni Wahyudi1
1 Program Magister Ilmu Keperawatan Konsentrasi Keperawatan Kritis
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Perawatan merupakan inter disipliner untuk focus pasien dengan cedera pada otak
karena traumatik dengan mengobati cedera otak primer dan membatasi kerusakan otak
lebih lanjut dari cedera sekunder. Pada perawatan unit intensif perawat memiliki peran
integral dalam mencegah cedera otak sekunder, namun sedikit yang diketahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian perawat tentang risiko cedera otak sekunder.
Tujuan mengetahui variable mana yang fisiologis dan situasional mempengaruhi
penilaian perawat unit intensif yang peduli risiko pasien untuk cedera otak sekunder,
manajemen memfasilitasi dengan intervensi keperawatan, dan manajemen dengan
berkonsultasi anggota lain dari tim kesehatan dalam perawatan. Metode, Tahapan
metode yang digunakan dengan survey beberapa faktor. Sketsa mencerminkan
kompleksitas scenario kehidupan nyata secara acak dihasilkan dengan menggunakan
nilai yang berbeda dari masing-masing variable independen. Survei yang berisi sketsa
dikirim keperawat di 2 tingkat pusat trauma. Regresi digunakan untuk menentukan
variable mempengaruhi penilaian tentang cedera otak sekunder. Hasil, Penilaian tentang
risiko cedera otak sekunder dipengaruhi oleh saturasi oksigen dari seorang pasien
tersebut, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral, mekanisme cedera, dan
diagnosis utama, serta dengan pergeseran keperawatan. Penilaian tentang intervensi
dipengaruhi oleh saturasi oksigen pasien, tekanan intra kranial, dan tekanan perfusi
serebral dan dengan pergeseran keperawatan. Penentuan awal yang dilakukan oleh
perawat adalah variabel yang paling signifikan dari prediksi tindak lanjut penilaian.
Kesimpulan, Perawat perlu standar, berbasis bukti yang nyata dari manajemen cedera
otak sekunder pada pasien sakit kritis dengan cedera otak akibat
Kata kunci : intracranial, manajemen, cedera

ABSTRACT
Interdisciplinary care for patients with traumatic brain injury focuses on treating the
primary brain injury and limiting further brain damage from secondary injury. Intensive
care unit nurses have an integral role in preventing secondary brain injury; however, little
is known about factors that influence nurses judgments about risk for secondary
brain injury. Objective To investigate which physiological and situational variables
influence judgments of intensive care unit nurses about patients risk for secondary
braininjury, management solely with nursing interventions, and management by
consulting another member of the health care team. Methods A multiple segment factorial
survey design was used. Vignettes reflecting the complexity of real-life scenarios were
randomly generated by using different values of each independent variable. Surveys
containing the vignettes were sent to nurses at 2 level I trauma centers. Multiple
regression was used to determine which variables influenced judgments about secondary
brain injury. Results Judgments about risk for secondary brain injury were influenced by
apatients oxygen saturation, intracranial pressure, cerebral perfusion pressure,
mechanism of injury, and primary diagnosis, as well as by nursing shift. Judgments about
interventions were influenced by a patients oxygen saturation, intracranial pressure, and
cerebral perfusion pressure and by nursing shift. The initial judgments made by nurses
were the most significant variable predictive of follow-up judgments. Conclusions Nurses
need standardized, evidence-based content formanagement of secondary brain injury in
critically ill patients with traumatic brain injury.
Keywords : intracranial, management, injury
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015

PENDAHULUAN
Otak yang beratnya 2% dari berat badan menerima 1/6 dari darah yang
dipompa oleh jantung dan menggunakan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
merupakan pusat vital yang sangat peka terhadap keadaan hipoksia maupun
trauma. Kalau jaringan lain mampu mentolerir hipoksia selama satu jam tetapi
jaringan otak hanya dalam tiga menit. Begitu juga trauma sangat berpengaruh
terhadap fungsi dari otak itu sendiri sebagai pusat semua sistem didalam tubuh
manusia. Salah satu penyebab hipoksia otak dan trauma otak adalah kenaikan
tekanan intrakranial yang berlebihan.

Gambar 1. Tampilan intracranial

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi
neurologis. Cedera kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi
pada kepala yang dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non-
mekanik.
Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi
diantara penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan,
meliputi: otak, tengkorak ataupun kulit kepala saja.
(Brunner&Suddart,1987:2210). Jadi, cedera kepala (head Injury) atau
trauma atau jejas yang terjadi pada kepala bisa oleh mekanik ataupun non-
mekanik yang meliputi kulit kepala, otak ataupun tengkorak saja dan merupakan
penyakit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya dikarenakan oleh
kecelakaan (lalu lintas). Atau ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam
penentuan derajat trauma kepala. Head injury ini akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan kondisi bahaya dan harus
segera ditangani. Ciri-ciri peningkatan tekanan intrakranial adalah terjadi nyeri

1093
Head Up In Management Intracranial For Head Injury Paper Evidence Based Practice (Ebp) Deni
Wahyudi

kepala yang hebat, muntah proyektil, hipertensi, bradikardi, pupil anisokor, dan
juga terjadi penurunan kesadaran.

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh elevasi kepala tempat tidur selama


vasospasme telah dibatasi dalam upaya untuk meminimalkan vasospasme atau
gejala sisa atau keduanya. Akibatnya, beberapa pasien tetap pada istirahat
selama berminggu-minggu. Juga cedera otak sering membawa kematian dalam
setiap pasien yang menderita dari itu. Waktu lama sebelum pasien mencapai
perawatan medis akan menyebabkan cacat sementara atau permanen fisik .
Perawatan medis yang tepat dan respon cepat akan mengurangi risiko memiliki
kedua efek buruk. Kasus ini bisa konservatif mengobati dengan operasi memang.
Ini pasien cedera otak harus menerima perawatan pemantauan hemodinamik
seperti tertentu, tanda-tanda vital pengamatan dan pengaturan posisi samping
pengobatan konservatif dan terapi obat-obatan tertentu.

Ini mekanisme pertahanan itu sendiri meliputi intracranial Compliance,


intracranial elastance, monro-kellie hipotesis, cerebral blood flow (CBF) dan
cerebral perfusion pressure (CPP). Intracranial Compliance merupakan
kemampuan otak untuk mentoleransi peningkatan volume intrakranial tanpa
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan. Intracranial elastance diartikan
sebagai kemampuan otak untuk mentoleransi dan mengkompensasi peningkatan
tekanan melalui distensi atau displacement. Cerebral blood flow (CBF)
didefinisikan sebagai kemampuan mempertahankan pengiriman oksigen ke
jaringan otak untuk mempertahankan perfusi serebral pada saat terjadi
perubahan tekanan darah melalui mekanisme autoregulasi. Cerebral perfusion
pressure (CPP) diartikan sebagai tekanan gradient yang melewati otak. CPP
dikalkulasikan sebagai MAP (Mean Arterial blood Pressure) ICP (Intracranial
Pressure). Rentang normal CPP adalah antara 50- 150 mmHg dengan rata rata
antara 80-100 mmHg. CPP kurang dari 50 mmHg akan mendorong terjadinya
hipoperfusi otak, hipoksia dan kerusakan akibat iskemia. Sedangkan jika CPP
lebih dari 150 mmHg akan mendorong terjadinya status hiperemik dan
menyebabkan edema serebral serta hipertensive ensepalopati.

METODE
Metode review literatur berupa analisis jurnal keperawatan yang membahas
penelitian yang berkaitan dengan manajemen penanganan peningkatan tekanan

1094
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015

intra kranial dalam pasien yang mengalami cedera kepala atau head injury
dengan menggunakan head up salah satunya yang dilaksanakan oleh Patricia A.
Blissitt, Pamela H. Mitchell, David W. Newell, Susan L. Woods and Basia Belza
dari American Jurnal of Critical Care (AJCC) pada pasien dengan aneurisma
subarachnoid hemorrhage.
Penelitian lain dilaksanakan oleh Jajuk Retnowati dari Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya tentang pengaruh
posisi Head Up 30 derajat terhadap perubahan tanda-tanda vital dan tingkat
kesadaran pada pasien COB (Cedera Otak Berat) post trepanasi.
Pencarian jurnal didapatkan dari hasil pencarian literature dengan
menggunakan google scholar searching machine, Proquest, EBSCO, dan
SpringLink dengan kata kunci management of intracranial pressure, head injury.
Kriteria yang diambil adalah jurnal yang dipublikasikan pada tahun 2003-2013
dengan menggunakan bahasa inggris.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana ketinggian
kepala pada tempat tidur dari 20 dan 45 mempengaruhi dinamika
serebrovaskular pada pasien dewasa dengan vasospasme ringan atau sedang
setelah aneurisma subarachnoid hemorrhage dan untuk menggambarkan respon
vasospasme ringan atau sedang kepala pada tempat tidur elevasi 20 dan 45
terhadap variabel seperti kelas perdarahan subarachnoid dan tingkat
vasospasme .

Metode penelitiannya pasien desain diulang dengan langkah yang


digunakan. Kepala pasien dan tempat tidur diposisikan urutan 0 - 20 - 45 - 0 -
20 pasien dengan vasospasme ringan atau sedang antara hari 3 dan 14 setelah
aneurisma subarachnoid hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman
diperoleh selama 2 sampai 5 menit setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk
stabilisasi dalam setiap posisi.

Hasilnya ada pola atau trend yang menunjukkan bahwa kepala pada
tempat tidur yang ditinggikan akan meningkatkan vasospasme. Sebagian
kelompok , tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pasien pada posisi yang
berbeda dari kepala yang ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan lain
langkah analisis varians, nilai P berkisar 0,34-0,97, baik melampaui 05. Hal

1095
Head Up In Management Intracranial For Head Injury Paper Evidence Based Practice (Ebp) Deni
Wahyudi

tersebut menunjukan tidak ada kerusakan saraf terjadi. Kesimpulan secara


umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan perubahan
berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan vasospasme .

Peningkatan tekanan intrakranil ini bisa disebabkan oleh 3 faktor


(Suadoni, 2009) yaitu peningkatan volume otak (odema, perdarahan), cairan
cerebrospinal (peningkatan produksi, penurunan absorbsi, ketidak adekuatan
cirkulasi) dan juga disebakan oleh darah (vasodilatasi, obstruksi vena kapa
superior, gagal jantung dan trombosis di vena serebral). Peningkatan tekanan
tinggi intrakranial secara klasik ditandai dengan suatu trias, yaitu nyeri kepala,
muntah-muntah dan papil edema.

Pathway PTIK

Meningkatnya volume intrakranial



Tekanan intrakranial meningkat

Compresi vena

Stagnasi darah

Tekanan intrakranial meningkat

CBF menurun

Perfusi menurun

PaO2 menurun, PaCO2 meningkat, dan pH menurun

pembuluh darah dan sel menjadi rusak

darah dan cairan keluar dari pembuluh darah

menekan daerah yang ada di bawahnya termasuk pembuluh darah

aliran darah ke otak

oksigen ke jaringan otak

1096
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015


terjadi metabolisme anaerob

ATP yang dihasilkan sedikit +
asam laktat

Na+ hanya dapat influks tidak dapat efluks

shif cairan ke interstisial

oedem otak

semakin menghambat perfusi ke jaringan otak
Otak terdesak ke bawah melalui tentorium (herniasi otak)

Menekan pusat vasomotor, arteri cerebral post, N. Occulomotorius,
corticospinal pathway, serabut RAS

Mekanisme untuk mempertahankan kesadaran, pengaturan suhu, tekanan
darah, nadi, respirasi, dan pergerakan menjadi terganggu.

Untuk itu sebagai perawat diruangan NCCU harus mengetahui


bagaimana ciri-ciri pasien yang mengalami PTIK dan intervensi yang harus
dilakukan. Adapun pengkajian yang harus dilakukan adalah :
a. Airway :
Pastikan penanganan jalan nafas dengan teknik kontrol servikal sehingga
dapat memudahkan oksigen masuk ke paru-paru. Lakukan posisi head up <
30 derajat untuk mempermudah aliran masuk daln keluar darah ke otak. Pada
pasien dengan GCS < 8 maka harus segera dipasang ETT.
b. Breathing
Pastikan asupan oksigen adekuat dengan mempertahankan saturasai 95
100 %. Lihat perkembangan data apakah simestris atau tidak, deviasi trakea,
suara nafas tambahan, distensi vena jugularis. Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi melalui SMRM ataupun SMNRM. Apabila pasien dilakukan
pemasangan ETT maka di anjurkan memakai ventilator mekanik.
c. Circulation
Kaji tekanan darah pasien, frekuensi nadi, suhu, dan adanya ciri-ciri
perdarahan. Pasang IV line 2 jarum besar. Pada kasus peningkatan tekanan

1097
Head Up In Management Intracranial For Head Injury Paper Evidence Based Practice (Ebp) Deni
Wahyudi

intrakranial, frekuensi nadi dan pernapasan menurun, sedangkan tekanan


darah dan suhu meningkat.
d. Disability
Menilai gangguan neruologis pada psien seperti tingkat kesadaran, pupil,
laserasi, muntah, nyeri kepala. Tingkat kesadaran biasanya terjadi penurunan
dari : sadar, gelisah, menjadi tidak sadarkan diri. Penilaian kesadaran ini
menggunakan nilai GCS. Pupil biasanya mengalami masalah yaitu anisokor
sebagai penanda adanya herniasi otak. Muntah, dapat terjadi pada
peningkatan tekanan pada pusat refleks muntah di medulla.
Untuk mengetahui tekanan yang terjadi pada otak, ada beberapa cara
yaitu
a. Pengukuran Epidural (EDP)
Penanaman sensor tekanan atau penempatan transducer langsung di atas
permukaan dura.
b. Pemantauan tekanan subdural
Memasang stopcock yang diisi saline pada rongga subdural melalui lubang
pada kranium. Stopcock ini dihubungkan dengan tranducer melalui pipa
intravena berisis saline.
c. Pemantauan tekanan ventrikuler.
Penggunaan ventrikulostomi untuk mengeluarkan cairan CSF untuk studi
diagnostik merupakan prosedur neurosurgical yang lama yang paling dapat
dipercaya untuk mengukur TIK.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada
kepala bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala, otak
ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling sering
terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). Hal tersebut bisa
mengakibatkan terjadi peningkatan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
merupakan kondisi yang harus di tangani NCCU adalah positioning,
hipervenitilation, kontrol suhu : hipotermi, kontrol tekanan darah, kontrol kejang,
kolaborasi pemberian diuretik, dan kontrol kebutuhan metabolik.

1098
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015

Saran
Diharapkan kedepannya ada penelitian terkait dengan pengukuran
tekanan intrakranial pada pasien dengan trauma kepala yang dapat
diimplementasikan diruangan khususnya diruangan NCCU.

DAFTAR PUSTAKA

Blissitt, Patricia A. ; Mitchell, Pamela H. ; Newell, David W. ; et al.


Cerebrovascular dynamics with head-of-bed elevation in patients with mild
or moderate vasospasm after aneurysmal subarachnoid hemorrhage
American Journal Of Critical Care Volume : 15 Issue: 2 Pages: 206-
216 Published: MAR 2006

Dal, C. L., Keane, N. J., Bir, C. A., Ryan, A. G., Xu, L., & VandeVord, P. J.
(2012). Head orientation affects the intracranial pressure response resulting
from shock wave loading in the rat. Journal of Biomechanics, 45(15), 2595-
602. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jbiomech.2012.08.024

Hudak, CM & Gallo, BM (2010) Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Alih


bahasa: Monika Ester dkk. Editor: Yasmin Asih. Jakarta, EGC.

Suadoni, M. T. (2009). Raised intracranial pressure: Nursing observations and


interventions. Nursing Standard, 23(43), 35-40. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/219853790?accountid=25704

Wolfe, T. J., & Torbey, M. T. (2009). Management of intracranial


pressure. Current Neurology and Neuroscience Reports, 9(6), 477-85.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11910-009-0070-1

1099

Anda mungkin juga menyukai