Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Gigi geligi dengan karies yang diikuti dengan gangren pulpa dan infeksi di

periapikal serta infeksi periodontal mempunyai potensi cukup besar untuk

menyebarkan infeksi ke berbagai tempat dalam rongga mulut (1).

Berdasarkan sejarah, potensi penyebaran abses dentoalveolar hingga

menyebar menyebabkan sepsis lanjut dan kematian telah diketahui sejak zaman

purba walaupun peran bakteri dalam proses ini tidak diketahui hingga pergantian

abad ke-20. Ketika the Bills of Mortality (London) mulai dimasukkan sebagai

penyebab kematian pada awal 1600an, gigi disebutkan sebagai penyebab

kematian nomor lima atau enam. Setelah pergantian abad ke-20, infeksi dental

dikatakan merupakan penyebab angka kematian yang menembus 10-40% (2).

Peran bakteri dalam patogenesis lesi tak terbantahkan namun teknik

diagnostik modern belum mengidentifikasi patogen penyebab tunggal. Abses

dentoalveolar disebabkan oleh campuran banyak bakteri yang terdiri dari berbagai

anaerob fakultatif, seperti Streptococcus kelompok viridans dan kelompok

Streptococcus anginosus, dan anaerob obligat, terutama spesies anaerob kokus,

Prevotella and Fusobacterium. Kehadiran bakteri anaerob cultivable dan

uncultivable cenderung mendominasi. Sebagian besar abses gigi dapat diatasi

dengan terapi bedah, seperti drainase nanah dan eleminasi penyebab infeksi,

dengan penggunaan antibiotik terbatas pada penyebaran infeksi lanjut (2).


Dibutuhkan penelitian kilinis berkualitas baik sebagai ukuran baku untuk terapi

ideal (3).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi merupakan proses masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, dan

selanjutnya mikroorganisme tersebut mengadakan penetrasi dan menghancurkan

host secara perlahan-lahan, hingga berkembang biak (4). Abses merupakan infeksi

yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan

efektif terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh

tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat permukaan. Abses pada

rongga mulut dapat terjadi akibat infeksi dentoalveolar. Infeksi dentoalveolar

dapat didefinisikan sebagai infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya (seperti

periodontium dan tulang alveolar) yang menghasilkan pus. Salah satu bentuk dari

kondisi ini adalah abses dentoalveolar. Abses dentogen biasanya bersumber dari

gigi, gangren, infeksi saku periodontal dan gigi molar ketiga bawah yang

bererupsi sebagian (5).

Abses dentoalveolar terbagi menjadi tiga, yaitu (6):

1. Abses Periapikal yang berasal dari pulpa gigi dan biasanya berasal dari

infeksi sekunder karies gigi. Merupakan abses yang paling umum terjadi

pada anak-anak. Karies gigi menyerang lapisan gigi dan memungkinkan

bakteri masuk ke pulpa gigi, menyebabkan pulpitis. Pulpitis dapat

berlanjut menjadi nekrosis, dengan invasi bakteri ke tulang alveolar

menyebabkan abses.
Abses periapikal atau disebut juga abses alveolar akut yang

dimulai di daerah periapikal disebabkan oleh pulpa nekrotis. Abses ini

terjadi segera setelah trauma pada jaringan pulpa atau dapat juga setelah

periode laten lama yang kemudian secara mendadak berkembang menjadi

infeksi akut dengan simptom inflamasi seperti rasa sakit yang hebat tanpa

disertai dengan pembengkakan. Tetapi infeksi dapat menjalar menembus

tulang alveolar keluar dan menimbulkan abses subperiostal atau

supraperiostal. Sebelun menimbulkan abses-abses ini, infeksi dapat

menimbulkan selulitis pada regio jaringan yang bersangkutan. Jaringan

lunak menjadi padat dan keras pada palpasi, keadaan demikian disebut

iridant. Selama ini pasien merasakan keadaan yang sangat tidak

nenyenangkan sampai terbentuknya abses.


Perawatan ditujukan untuk mengobati dan melokalisir iridant

selama periode indurasi, membatasi infeksi pada tempat tersebut dan

kemudian menghilangkan penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang

tepat baik dosis maupun waktunya dapat membantu mengatasi keadaan

infeksi yang hebat dan membahayakan. Untuk membantu melokalisasi

infeksi dapat dilakukan dengan kompres hangat dan sering kumur dengan

air hangat Setelah terbentuk abses baru dilakukan insisi dan drenase.

Secara fisiologis pada saat ini tubuh telah membentuk barier disekeling

abses, sehingga pada palpasi dapat dirasakan adanya fluktuasi. Semakin

dalam letak abses semakin sukar untuk diketahui adanya fluktuasi dengan

palpasi. Tindakan selanjutnya ialah melakukan trepanasi gigi tersebut


untuk mengurangi tekanan, namun apabila dengan trepanasi tidak

mengurangi rasa sakit, maka harus dilakukan pencabutan gigi tersebut.


Filosofi untuk tidak melakukan pencabutan gigi dalam keadaan

infeksi akut telah ditinggalkan. Harus disadari bahwa tulang alveolar itu

padat, sehingga satu-satunya jalan untuk mempercepat pengeluaran pus

yang terkumpul di apeks gigi ialah dengan pencabutan. Bila pencabutan

ditunda-tunda maka infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitarnya

menimbulkan septikemi atau osteomiolitis atau keduanya.


Pencabutan gigi dengan infeksi akut harus dilakukan setelah pasen

dilindungi cukup dengan antibiotika sampai konsentrasi dalam darah

cukup tinggi. Antibiotika dipilih yang sesuai nituk mikroorganisme

penyebab. Ekstraksi gigi lebih dan satu atau pembedahan radikal harus

dihindarkan sampai infeksi reda.


Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan

membentuk abses di luar tulang harus dilakukan insisi dan drenase abses

serta pencabutan gigi sekaligus.


Bi1a gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi

dulu dan di insisi untuk drenase abses. Insisi ekstra oral atau pun intra oral

harus dipilih tempat yang tidak merusak berkas neurovaskuler. Apabila

sulit mencari yang aman, insisi dilakukan hanya sampai submukus,

kemudian dilanjutkan dengan arteri klem sampai ke tulang, kemudian

arteri klem dibuka sehingga pus akan mengalir keluar.


2. Abses Periodontal, melibatkan jaringan penyangga gigi (ligament

periodontal, tulang alveolar). Kasus ini paling banyak terjadi pada dewasa,

tapi dapat juga terjadi pada anak-anak dengan impaks dari badan asing

gingiva.
Abses berkembang dan infeksi periodontal yang disebabkan oleh

bakteri pyogen. Pus yang terbentuk di dalam soket akan dikeluarkan

melalui saku periodontal. Tapi pada suatu saat gusi pada permukaan saku

menutup sehingga pus yang berada di dalam saku gusi tidak dapat keluar

menimbulkan suatu abses periodontal dengan gejalagejala klinis gigi

sakit pada sentuhan, gigi terasa memanjang, gigi goyang, pembengkakan

pada gusi sekitar gigi tersebut, eritema, pembengkakan kelenjar limf

regional yang sakit pada perabaan.


Perawatan terdiri dari insisi untuk pembuatan drenase. Aplikasi

arteri klem untuk membesarkan lubang drenase harus mencapai dasar

poket. Tindakan ini dikerjakan setelah pasien dilindungi dengan

antibiotika dulu sebelumnya untuk mencegah penyebaran infeksi ke tulang

alveolar dan penyebaran infeksi menjadi septikemi. Kalau fase akut telah

reda, apabila gigi masih dapat dipertahankan, karena kerusakan tulang

hanya pada satu dinding alveolar, dilakukan kuretase dan perawatan

periodonsium lanjutan. Namun apabila tulang alveolar sudah rusak lebih

dari satu dinding maka pilihan utama ialah pencabutan gigi.


3. Perikoronitis dideskripsikan sebagai infeksi flap gingiva (operculum) yang

terletak di atas bagian gigi molar ketiga baik yang erupsi maupun yang

impaksi. Abses pericoronal sering timbul pada masa bayi, anakanak dan

dewasa muda. Pada bayi dan anak-anak abses perikoronal berhubungan

dengan erupsi gigi. Yang paling sering ialah infeksi perikoronal pada orang

dewasa muda yaitu pada molar ketiga bawah. Simptom penyakit bervariasi

dan sering pasien merasakan sebagai infeksi di daerah tonsil atau


teggorokan sehingga pasien mencari pengobatan kepada dokter umum.

Yang menarik dari infeksi pericoronal ini ialah simpton dan tanda

tandanya seperti abses peritonsilar dan infeksi streptokokal tenggorokan

sehingga pasien dirawat untuk diagnosa penyakit itu dan berulangulang.

Sampai suatu saat gigi nolar ketiga dapat didiagnosa sebagai penyebab

penyakit tadi.
Simpton yang khas dari infeksi perikoronal molar tiga bawah ialah

adanya limfadenopati, trismus, sakit pada regio molar tiga dan keadaan

umum yang gelisah disertai kenaikan suhu tubuh. Simptom-simptom ini

bervariasi dari setiap kasus yang timbul.

Adanya pembengkakan di sekitar gusi yang menutup gigi molar

tiga bawah mengakibatkan kesukaran mengunyah. Untuk mempercepat

mengecilnya jaringan itu, maka perlu drenase dengan dren karet atau

perban yodoform yang ditetesi eugenol untuk mengurangi rasa sakit dan

tiap hari diganti. Pasien kumur air hangat selama lima menit dengan

interval setengah jam.

Pengobatan dengan antibiotika diberikan agar cepat mereda.

Pengambilan gigi impaksi dilakukan apabila keadaan gigi tersebut tidak

mungkin erupsi dengan baik dan penyakit sering kambuh. Apabila posisi

baik, tempat cukup maka dapat dilakukan operkulektomi untuk

mempertahankan gigi tersebut.

Diagnosis abses odontogen dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis.

Pemeriksaan penunjang seperti rontgen dapat dilakukan untuk melihat letak abses

dengan lokasi terdalam gigi (6).


2.2 Etiologi

Kebanyakan infeksi yang berasal dari rongga mulut bersifat campuran

(polimikrobial), umumnya terdiri dari dua kelompok mikroorganisme atau lebih.

Karena flora normal di dalam rongga mulut terdiri dari kuman gram positif dan

aerob serta anaerob gram negatif maka yang paling banyak menyebabkan infeksi

adalah kuman-kuman tersebut. Secara umum biasanya diasumsikan bahwa infeksi

di rongga mulut disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus serta

mikrooganisme gram negatif yang berbentuk batang dan anaerob (7).

2.3 Patofisiologi Infeksi Odontogenik

Saat infeksi melewati akar gigi dan ligamentum periodontal apikal maka

akan timbul osteomyelitis localized apical. Kerusakan tulang pada osteomyelitis

mempunyai kesamaan dengan proses nekrosis pada inflamasi pulpa gigi. Pada

dasarnya peningkatan tekanan hidrostatik disebabkan oleh transudasi cairan

ekstraseluler yang diikuti dengan eksudasi sel-sel inflamasi sehingga mengganggu

masuknya aliran darah yang baru pada regio tersebut. Pada jaringan lunak

peningkatan tekanan cairan interstitial dapat dikurangi oleh pembengkakan.

Apabila jaringan lunak telah terisi oleh struktur keras yang termineralisasi seperti

rongga medulla tulang atau kanal pulpa, peningkatan tekanan tidak dapat

dihindari. Sehingga pulpa atau jaringan lunak medulla mengalami kematian akibat

iskemik. Jaringan yang mati tersebut memperoleh makrofag atau histiocytes pada

proses kemotaksis. Jaringan yang termineralisasi menghalangi penggabungan

makrofag dan berdiferensiasi ke dalam osteoklas yang meresorbsi mineral tulang

(4).
Proses nekrosis dan resorpsi tulang meluas dengan pola melingkar hingga

mencapai korteks tulang. Pada titik ini proses resorpsi tulang diperlambat oleh

jaringan mineral padat sehingga menyebabkan perubahan bentuk kavitas tulang.

Saat lapisan cortex bony berhasil ditembus, maka proses infeksi dapat berlanjut ke

jaringan lunak. Bakteri patogen yang memicu proses inflamasi autolitik ini akan

tetap ada di semua tingkatan infeksi. Bakteri ini tidak hanya menyebarkan proses

inflamasi melalui produk antigen, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan

tulang secara langsung. Streptococcus umumnya ditemukan pada tahap awal

infeksi, dimana bakteri ini menyerang jaringan melalui penggabungan

hyaluronidase yang menyebabkan rusaknya glikoprotein ekstraseluler dari

jaringan ikat. Saat streptococcus dalam tahap pertumbuhan, bakteri ini

memberikan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan flora anaerobik infeksi

odontogenik. Flora tersebut mengolah oksigen lokal dan zat-zat metabolisme

untuk membuat lingkungan menjadi lebih asam. Flora ini juga menghasilkan

produk nutrien untuk bakteri anaerobik yang muncul setelah tiga hari timbulnya

gejala klinik. Bakteri anaerobik seperti Prevotella dan Porphyromonas spp,

menghasilkan collagenase yang dapat menghancurkan kolagen sebagai matriks

protein ekstraseluler jaringan ikat terbanyak (4).

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan

kegawatan infeksi odontogenik adalah:

- Jenis dan virulensi kuman penyebab


- Daya tahan tubuh penderita
- Jenis dan posisi gigi sumber infeksi
- Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot
- Adanya tissue space dan potential space
Saat infeksi telah memasuki bony cortical plate, proses inokulasi bakteri

yang diikuti dengan inflamasi dan nekrosis dimulai sekali lagi pada jaringan

lunak. Jaringan yang paling mudah terserang yaitu jaringan ikat yang tidak

tervaskularisasi dengan baik. Jaringan tersebut mudah lepas dan terpotong

sekalipun oleh tekanan hidrostatik yang rendah. Sehingga penyebaran infeksi

yang mengikuti pola resistensi, dihalangi oleh struktur vaskularisasi yang padat

dan baik seperti otot, fascia, organ-organ, dan tulang. Infeksi fasial profunda

dihalangi oleh struktur-struktur yang termasuk dalam anatomi rongga-rongga

fasial profunda. Sebagai contoh apabila infeksi gigi yang baru menembus cortex

bony tertahan oleh periosteum di sekeliling tulang, maka dapat terjadi abses

subperiosteal. Proses ini dapat terjadi pada infeksi rongga mandibula atau pada

abses subperiosteal palatal. Sebaliknya, apabila periosteum juga telah terserang

maka perlekatan otot lokal dapat langsung menyebarkan infeksi ke dalam jaringan

lunak. Contohnya, apabila perlekatan otot buccinator pada permukaan lateral

maksilla terletak di bagian inferior kortikal dan terjadi perforasi pada akar

mesiobukal gigi molar pertama rahang atas maka infeksi dapat masuk dan

menyebar di seluruh rongga bukal. Tetapi apabila infeksi tersebut menyerang

tulang dan periosteum di bagian inferior perlekatan otot tersebut, maka infeksi

akan melewati daerah antara permukaan oral otot buccinator dan mukosa oral

kemudian masuk ke rongga vestibular (4).


Gambar 1. Alur potensial penyebaran infeksi yang berasal dari gigi (4).

2.3.1 Perjalanan Infeksi Gigi

Foramen pulpa yang sempit pada ujung akar gigi meskipun diameternya

tidak cukup untuk dilakukan drainase pulpa yang terinfeksi, tetapi dapat bertindak

sebagai reservoir dari bakteri dan dapat menyebabkan bakteri masuk ke jaringan

periodontal dan tulang. Jalan masuk bakteri ini menunjukkan masalah yang biasa

terjadi apabila hanya antibiotik yang digunakan untuk merawat fistula dari abses

gigi. Sekali dilakukan drainase dapat menghentikan papulasi bakteri pada rongga

pulpa kemudian diikuti dengan perpindahan bakteri tersebut ke jaringan periapikal

dari pulpa yang tidak dirawat, jadi dapat kembali menjadi sumber infeksi. Infeksi
gigi yang serius, yang meluas ke luar soket, pada umumnya lebih banyak

disebabkan oleh infeksi pulpa daripada infeksi periodontal. Apabila infeksi telah

meluas melewati apeks gigi, patofisiologi proses infeksi dapat berubah, tergantung

pada jumlah dan virulensi organisme, resistensi host, dan anatomi daerah yang

terlibat (1).

Skema. Perjalanan infeksi pada gigi (Daud dan Karasutina, 2001)

Bila infeksi tetap terlokalisir pada ujung akar gigi, maka infeksi tersebut

dapat berkembang menjadi infeksi periapikal kronis. Biasanya kerusakan tulang

yang cukup dapat memberikan gambaran radilolusensi yang bagus pada gambaran

radiografi gigi. Proses ini menunjukkan adanya infeksi fokal pada tulang, tetapi

gambaran radiolusensi garden variety yang disebabkan oleh karies gigi harus

dapat dibedakan dengan osteomielitis.Apabila infeksi telah meluas ke ujung akar,

maka infeksi dapat berlanjut ke ruang medullar yang lebih dalam dan berkembang

menjadi osteomielitis yang luas (7).


Gambar 2. Penjalaran Abses. Keterangan:

a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)


b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)
c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)
d. Abses Perimandibular
e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)
f. Sinusitis Maksilaris
2.3.2 Tahap-Tahap Infeksi

Dari proses inflamasi dan destruksi jaringan dapat diketahui tahap-tahap

infeksi dalam perjalanan klinis infeksi odontogenik. Tahap inokulasi diawali

dengan penyebaran awal (mungkin oleh streptococcus) ke dalam jaringan lunak.

Tahap ini ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak, lengket, dan agak halus

yang disertai dengan sedikit kemerahan. Selama tahap selulitis proses inflamasi
mencapai puncak dan menyebabkan pembengkakan yang berwarna sangat merah,

keras, dan amat sakit disertai functio laesa seperti trismus atau ketidakmampuan

mendorong lidah ke depan. Pada tahap ke tiga yaitu pembentukan abses banyak

terjadi nekrosis. Istilah fluktuasi sering disalah artikan untuk menggambarkan

edema ringan. Fluktuasi adalah pergerakan cairan dalam lesi yang dipalpasi secara

bimanual atau bidigital menggunakan tangan atau jari. Pergerakan cairan

disebabkan oleh aliran pus di dalam kavitas abses. Tahap akhir dari infeksi

odontogenik yaitu pecahnya abses yang terjadi secara spontan atau dengan

drainase terapeutik (8).

Tabel 1 : Tahap-tahap infeksi

Karakteristik Inokulasi Sellulitis Abses


Durasi 0 3-7 hari .> 5 hari
Rasa sakit - berat dan sedang-berat
3 menyeluruh dan lokal
Ukuran besar kecil
h
Lokalisasi menyebar terbatas
a
Palpasi keras, sangat fluktuasi,
r
halus halus
i
Warna kemerahan merah pada
r
daerah
i
sekitarnya
n
Kualitas kulit menebal membulat dan
g
mengkilap
a
Temperatur panas panas sedang
n
permukaan -
Functio laesa s berat berat sedang

e
Cairan jaringan d serous, bercak pus
a pus
Tingkat malaise n berat sedang-berat
g
Keparahan berat sedang-
Bakteri gabungan berat
k
perkutaneus anaerobik
e
c
i
l
m
e
n
y
e
b
a
r
lunak,lengket,
agak halus
normal

normal

panas ringan

minimal atau
tidak ada
edema
ringan
ringan
aerobic
Sumber : Flyn TR. The timing of incision and drainage ; Oral and maxillofacial surgery
knowledge update 2001; III. Rosemont : American Association of Oral and Maxillofacial
Surgeons)

2.4 Penanganan Abses

Incisi dan drainase dapat membersihkan material toksik purulen tubuh dan

mengurangi tekanan udara jaringan, memperbaiki perfusi darah yang mengandung

antibiotik dan elemen defensif dan meningkatkan oksigenisasi daerah infeksi.


Abses harus didrainase dengan pembedahan pada saat yang sama

dilakukannya terapi dental. Incisi dan drainase merupakan prosedur pembedahan

yang paling tua dan biasanya paling sederhana. Incisi tajam yang cepat pada

mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar biasanya cukup untuk

menghasilkan pengeluaran pus yang banyak.

Pengetahuan yang seksama mengenai anatomi facial dan leher sangat

penting untuk drain yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang

membatasi daerah dentoalveolar menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi

ahli bedah. Hanya mukosa yang tipis dan menonjol yang memisahkan scalpel dari

infeksi. Idealnya, abses harus didrainase ketika ada fluktuasi sebelum ada ruptur

dan drainase spontan. Incisi dan drainase paling bagus dilakukan pada saat ada

tanda awal dari pematangan abses ini, meskipun drainase pembedahan juga

efektif, sebelum adanya perkembangan klasik fluktuasi.

Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat

melakukan incisi dan drainase :

1. Bila memungkinkan lakukan incisi pada kulit dan mukosa yang sehat.

Incisi yang ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum di mana

jaringannya nekrotik atau mulai perforasi dapat menyebabkan kerutan,

jaringan parut yang tidak estetis.


2. Tempatkan incisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis,

seperti di bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami.


3. Apabila memungkinkan tempatkan incisi pada posisi yang bebas agar

drainase sesuai dengan gravitasi.


4. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari,

sampai ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas


abses dengan perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus

terganggu dan dapat diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi

yang bertanggung jawab terhadap infeksi


5. Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan

jahitan.
6. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang

submandibula.
7. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang

ditentukan; lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya

drain dapat mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang

masuknya bakteri penyerbu sekunder.


8. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk

membersihkan bekuan darah dan debris.


Gambar 3. Keterangan: A, Periapical infection of lower premolar extends
through buccal plate and creates sizable vestibular abscess. B, Abscess is
incised with no. 11 blade. C, Beaks of hemostat are inserted through incision
and opened so that beaks spread to break up any loculations of pus that may
exist in abscessed tissue. D, Small drain is inserted to depths of abscess
cavity with hemostat. E, Drain is sutured into place with single black silk
suture.

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.


2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan

dilakukan dengan anestesi infiltrasi.


3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka

direncanakan insisi :
a. Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah

besar.
b. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian

superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit

dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.


c. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara

estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.


d. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat

fluktuasi positif.
4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga

abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan

dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan

pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.


5. Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan

jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan

drainase.
6. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

Terapi Antibiotik

Penggunaan antibiotik pada perawatan dentoalveolar abses yang

terlokalisir dengan baik dan mudah didrain mungkin tidak penting karena drainase

pembedahan dan terapi dental dapat mengatasi infeksi pada kebanyakan pasien.

Abses dan selulitis pada pasien yang menderita immunocompromized dan pada

mereka yang mempunyai tanda dan gejala sistemik seperti trismus atau

peningkatan suhu biasanya diindikasikan membutuhkan antibiotik. Abses yang

lokasinya jelek dan meluas serta mereka yang menderita selulitis difus

membutuhkan terapi antibiotik.


Pada pasien dengan daya tahan host menurun, seperti mereka yang

menderita diabetes yang tidak terkontrol, pasien yang menderita

immunosuppresed atau immunocompetent, yang menerima dialisis renal, atau

pasien yang harus dirawat karena sakit serius, suplemen antibiotik diperlukan

untuk infeksi dentoalveolar karena dikhawatirkan adanya sepsis tiba-tiba yang

menyebar bahkan dari sumber yang kecil. Infeksi dental yang fatal dapat

ditemukan pada pasien yang menderita immunosuppresed.

Idealnya, pemilihan antibiotik untuk terapi infeksi odontogenik tergantung

dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu kultur dan tes sensivitas. Karena

kebanyakan infeksi dentoalveolar terjadi pada pasien sehat yang rawat jalan yang

terdapat di kantor atau klinik, kultur tidak rutin dilakukan dan biasanya tidak

diperlukan. Pendekatan rasional yang praktis terhadap pemilihan antibiotik

empiris dapat diterima, baik secara etis maupun legal, apabila pemilihan

didasarkan pada data ilmiah dan pengalaman modern dengan mikrobiologi dari

flora infeksi oral.

Flora infeksi oral yang berkembang terus-menerus telah dibuktikan

kebenarannya. Sejumlah studi menunjukkan adanya infeksi mayoritas yang terdiri

dari gabungan flora aerobik dan anaerobik (65-70%) atau hanya terdiri dari

anaerobik (25-30%), sementara hanya terdapat 5% aerobik. Lebih dari 90% terdiri

dari bakteri anaerob. Organisme terpisah yang paling sering dan berkembang

terus-menerus adalah streptococci aerobik (-, -, dan -), streptococci anaerobic

(Peptostreptococcus), Bacteroides (Porphyromonas, Prevotella), Fusobacterium,

dan Eikenella. Yang jarang ditemukan Bacteroides fragilis, bakteri gram negatif
anaerobik yang normalnya berada di dalam perut dan pelvis. Organisme pada kulit

seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermis sekarang ini

dilaporkan lebih jarang dibandingkan pada dekade era antibiotik terdahulu, tetapi

mempunyai insiden tinggi pada infeksi facial nonodontogenik pada anak.

Corybacterium aerobic dan Propionibacterium anaerobic yang keduanya

merupakan bakteri gram-posotif adakalanya ditemukan.

Penicillin merupakan antibiotik empiris pilihan untuk infeksi dental

selama hampir lima dekade yang telah dibuktikan kemanjurannya. Tetapi,

mikroorganisme dan populasi mikroorganisme dari kebanyakan ekosistem dapat

dan berkembang dalam merespon seleksi lingkungan atau terhadap pengaruh

mutatory, apakah pada lantai hutan hujan tropis atau pada sulcus gingival Homo

sapiens. Populasi beberapa mikrospesies oral menunjukkan adanya perubahan

besar dan dapat diukur dalam susceptibilitasnya terhadap penicillin, dan produk -

lactamase organisme seperti Bacteroides yang sekarang sering kali ditemukan

tidak sensitif lagi terhadap penicillin, dengan beberapa laporan yang melaporkan

40% resisten. Bahkan streptococcus, yang sejarahnya sensitif terhadap penicillin,

adakalanya dilaporkan resisten terhadap penicillin. Telah ditemukan juga adanya

beberapa strain Bacteroides yang resisten terhadap clindamycin.

Daftar antibiotik yang digunakan pada perawatan abses odontogenik. (3)

Antimicrobials Adult Dosage Pediatric Dosage

Narrow-spectrum agents

Penicillin VK 250 500 mg q6h 50 mg /kg q8h

Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg / kg q8h


Cephalexin 250 500 mg q6h 25 50 mg /kg /d q6-8h

Erythromycin 250 mg q6h 10 mg / kg q16h

Azithromycin 500 mg x 1d, then

250 or 500 mg q 24h 10 mg / kg / d x 1d, then 5 mg / kg / d q24h x 4d

Clarithromycin 250 500 mg q12h or 1g PO q24h 15 mg / kg / d q12h

Doxycycline i 100 mg q12h 1 2 mg / kg q12h x 1d, then 1 2 mg / kg q 24h

Tetracycline i 250 mg q6h 12.5 25.0 mg / kg q12h

Broad-spectrum agents

Clindamycin 150 300 mg q8h 10 mg / kg q8h

Amoxicillin / clavulanate 875 mg q12h 45 mg /kg q12h

Metronidazole plus 1 of the following: 250 mg q6h or 500 mg q12h 7.5 mg / kg

q6h or 15 mg / kg q12h

Penicillin VK 250 500 mg q6h 50 mg /kg or Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg /kg

q8h

or Erythromycin 250 mg q6h 10 mg / kg q8h

BAB III

PENUTUP
A. SIMPULAN
Abses dentogen biasanya bersumber dari gigi, gangren, infeksi

saku periodontal dan gigi molar ketiga bawah yang bererupsi

sebagian.
Abses dentogen terdiri dari Abses periapikal, Abses periodontal,

dan Pericoronitis.
Penjalaran abses meliputi: Abses Submukosa (Submucous

Abscess), Abses Bukal (Buccal Space Abscess), Abses

Submandibular (Submandibular Abscess), Abses Perimandibular,

Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess), dan Sinusitis Maksilaris.


Prinsip perawatan pada infeksi spasium wajah pada dasarnya

meliputi: pemberian obat (analgesik dan antibiotik), tindakan

operasi (pencabutan gigi, insisi dan drainase), perawatan gigi

(perawatan saluran akar), dan kombinasi dari ketiganya.


B. SARAN

Perlu diingat bahwa sekecil apapun abses odontogen, hendaklah

ditangani dengan tepat dan akurat, sehingga tidak terjadi komplikasi lanjut

yang menyebabkan penyebaran yang lebih luas dengan resiko yang fatal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daud ME., Karasutisna T. 2001. Infeksi odontogenik 1thed. Bandung.

Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. p:1-12


2. Robertson D. dan Smith A. J.. The microbiology of the acute dental

abscess. doi: 10.1099/jmm.0.003517-0 J Med Microbiol February 2009

vol. 58 no. 2 p:155-162


3. Shweta dan Prakash S. Krishna. Dental abscess: A microbiological review.

Dent Res J (Isfahan). 2013 Sep-Oct; 10(5) p:585591.


4. Topazian RG., Goldberg MH., Hupp JR. 2004. Oral and Maxillofacial

Infection. 4th ed. Philadelphia. W.B Sounders CO. p:1-29


5. Peterson Larry J, D.D.S., M.S . 2003. Contemporaray Oral and

Maxillofacial Surgery. Fouth Edition. Mosby. St. Louise. p 367-376.


6. Balentine, Jerry. http://emedicine.medscape.com/article/909373-overview.

Diakses 10 Maret 2015.


7. Smith, AG. 2007. Maxillofacial Surgery. Editor: Booth, PW. Mosby. St.

Louise. p:1553.
8. Flyn TR. 2001.The timing of incision and drainage ; Oral and

maxillofacial surgery knowledge update; III. Rosemont : American

Association of Oral and Maxillofacial Surgeons). Mosby. St. Louise.p:5-

10

Anda mungkin juga menyukai